Pertanyaan dari " Mata Jiwa "
Salam,
maaf pak ustad,mau nanya lagi....
1.apakah ada perbedaan antara 'janda cerai mati' dan 'janda cerai hidup' dari sisi hak2nya sbg perempuan yg tdk lagi memiliki penanggung jawab atas nafqah dirinya,selain ttg masa iddahnya yg dibedakan dlm Al Quran? Krn,seperti kita ketahui,dimasyarakat sendiri telah 'memberi label' khusus kpd janda cerai hidup,hingga seakan label itu menjadi 'ketentuan/hukum' baginya,misalnya ketiadaan hak baginya dan anak2nya untuk disantuni seberapa miskinnyapun perempuan tsb,org lebih mengejar menafqahi janda cerai mati dan anak yatimnya hingga menjadi berlebih2an ketimbang janda cerai hidup.
2.ketentuan ttg tdk bolehnya janda keluar rumah dimassa iddahnya.Jika ia harus keluar rmh untuk memberi makan anak2nya,sementara tdk ada keluarga atau kerabat yg bisa menafqahinya,bagaimana hukumnya?
3.seberapa besar agama menetapkan hak2 saudara perempuan dr laki2 untuk diberi santunan/menafqahi saudara/kerabatnya yg janda?
4.ttg anak yang ditinggal oleh ayah kandungnya sejak dalam kandungan/kecil,apakah bisa dikategorikan yatim,karena tdk pernah mengenal siapa ayahnya apalagi dinafqahi ? adakah kewajiban bagi ibu atau keluarganya untuk mencari tau ayah si anak,agar statusnya menjadi jelas,terkait pula dgn anak perempuan yg butuh wali nikah kelak bila diperlukan ?
Jawaban Dari Ustd Sinar Agama :
(1). Kalau yg ditanyakan di pertanyaan pertama itu adalah si jandanya sendiri, mk sdh tentu tdk ada bedanya antara janda dri cerai dan janda dari mati. Tp kalau yg dimaksudkan adalah anak2nya, mk sdh tentu beda antara di antara kedua janda tsb. Karena janda dari mati hukumnya adalah yatim dan janda dari cerai tdk dihukumi yatim. Jadi, dari sisi anak dan dari sisi yatim tidaknya, mk janda dari mati memang lebih layak mendapat santunan. Hal itu karena tanggung jawab anak2nya itu ada di tangan ayah yg telah menceraikan istrinya tsb.
Akan tetapi, dilihat dari sisi lain, misalnya dari sisi orang yg tdk mampu, baik karena janda atau anak yg tidak diperdulikan orang tuanya karena berbagai sebab seperti cerai, mk sdh merupakan kewajiban membantu sesama muslim. Yg tahu derita mereka dan mampu membantunya, akan tetapi tdk membantunya, mk telah melakukan dosa besar. Tentu saja yg diutamakan disini adalah masalah makan, pakaian dan tempat tinggal.
(2). Ketika seorang wanita ditinggal mati suaminya, mk ia harus menjadi iddah selama 4 bulan 10 hari. Pada masa ini ia jg wajib melakukan Haddaad (membatasi diri). Akan tetapi kalau karena dicerai suaminya, mk tidak wajib melakukan Haddaad ini.
Haddaad, adalah: Menghias diri, memakai baju indah dan semacamnya.
Dalam masalah Haddaad ini, tdk ada larangan keluar rumah untuk melakukan keperluan2nya.
(3). Meberi infaaq pada saudari itu tdk wajib. Akan tetapi merupakan kesunnahan. Yaitu ketika saudarinya memerlukan bantuan dalam makan, pakaian dan tempat tinggal, lalu saudaranya memeliki kelebihan rejeki yg dipakai untuk diri dan keluarganya.
(4). Anak yg dittinggal ayahnya sejak dalam kandungan atau setelah lahir, tdk bisa dikatakan yatim, kecuali kalau ditinggal mati. Memberi tahu ttg ayahnya dan dimana ia tinggal, tentu saja merupakan hal yg mesti, terutama kalau anaknya adalah perempuan.
Salam,
maaf pak ustad,mau nanya lagi....
1.apakah ada perbedaan antara 'janda cerai mati' dan 'janda cerai hidup' dari sisi hak2nya sbg perempuan yg tdk lagi memiliki penanggung jawab atas nafqah dirinya,selain ttg masa iddahnya yg dibedakan dlm Al Quran? Krn,seperti kita ketahui,dimasyarakat sendiri telah 'memberi label' khusus kpd janda cerai hidup,hingga seakan label itu menjadi 'ketentuan/hukum' baginya,misalnya ketiadaan hak baginya dan anak2nya untuk disantuni seberapa miskinnyapun perempuan tsb,org lebih mengejar menafqahi janda cerai mati dan anak yatimnya hingga menjadi berlebih2an ketimbang janda cerai hidup.
2.ketentuan ttg tdk bolehnya janda keluar rumah dimassa iddahnya.Jika ia harus keluar rmh untuk memberi makan anak2nya,sementara tdk ada keluarga atau kerabat yg bisa menafqahinya,bagaimana hukumnya?
3.seberapa besar agama menetapkan hak2 saudara perempuan dr laki2 untuk diberi santunan/menafqahi saudara/kerabatnya yg janda?
4.ttg anak yang ditinggal oleh ayah kandungnya sejak dalam kandungan/kecil,apakah bisa dikategorikan yatim,karena tdk pernah mengenal siapa ayahnya apalagi dinafqahi ? adakah kewajiban bagi ibu atau keluarganya untuk mencari tau ayah si anak,agar statusnya menjadi jelas,terkait pula dgn anak perempuan yg butuh wali nikah kelak bila diperlukan ?
Jawaban Dari Ustd Sinar Agama :
(1). Kalau yg ditanyakan di pertanyaan pertama itu adalah si jandanya sendiri, mk sdh tentu tdk ada bedanya antara janda dri cerai dan janda dari mati. Tp kalau yg dimaksudkan adalah anak2nya, mk sdh tentu beda antara di antara kedua janda tsb. Karena janda dari mati hukumnya adalah yatim dan janda dari cerai tdk dihukumi yatim. Jadi, dari sisi anak dan dari sisi yatim tidaknya, mk janda dari mati memang lebih layak mendapat santunan. Hal itu karena tanggung jawab anak2nya itu ada di tangan ayah yg telah menceraikan istrinya tsb.
Akan tetapi, dilihat dari sisi lain, misalnya dari sisi orang yg tdk mampu, baik karena janda atau anak yg tidak diperdulikan orang tuanya karena berbagai sebab seperti cerai, mk sdh merupakan kewajiban membantu sesama muslim. Yg tahu derita mereka dan mampu membantunya, akan tetapi tdk membantunya, mk telah melakukan dosa besar. Tentu saja yg diutamakan disini adalah masalah makan, pakaian dan tempat tinggal.
(2). Ketika seorang wanita ditinggal mati suaminya, mk ia harus menjadi iddah selama 4 bulan 10 hari. Pada masa ini ia jg wajib melakukan Haddaad (membatasi diri). Akan tetapi kalau karena dicerai suaminya, mk tidak wajib melakukan Haddaad ini.
Haddaad, adalah: Menghias diri, memakai baju indah dan semacamnya.
Dalam masalah Haddaad ini, tdk ada larangan keluar rumah untuk melakukan keperluan2nya.
(3). Meberi infaaq pada saudari itu tdk wajib. Akan tetapi merupakan kesunnahan. Yaitu ketika saudarinya memerlukan bantuan dalam makan, pakaian dan tempat tinggal, lalu saudaranya memeliki kelebihan rejeki yg dipakai untuk diri dan keluarganya.
(4). Anak yg dittinggal ayahnya sejak dalam kandungan atau setelah lahir, tdk bisa dikatakan yatim, kecuali kalau ditinggal mati. Memberi tahu ttg ayahnya dan dimana ia tinggal, tentu saja merupakan hal yg mesti, terutama kalau anaknya adalah perempuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar