(Oleh: M.H. Fadhlullah)
Jalan Allah
Pabila dikatakan bahwa Allah Swt membukakan jalan
kebaikan hidup bagi manusia, maka yang dimaksud bukan hanya jalan biasa [untuk
melakukan perjalanan], melainkan juga jalan untuk [mengarungi] waktu—mulai dari
detik, menit, jam, hari, minggu, hingga bulan dan tahun. Dengannya, seluruh
gerak-gerik manusia, baik ucapan maupun tindakannya, dalam konteks waktu, akan
menjadi baik. Gerak waktu yang ada dalam
tanggung jawabnya merupakan jalan menuju Allah Swt; sebagaimana gerakan
(materinya) yang juga merupakan jalan menuju Allah dalam konteks pelaksanaan
tanggung jawab syariat.
Demikianlah
bulan suci Ramadhan yang merupakan jalan Allah Swt. Dengannya Allah
menginginkan manusia memulai perjalanan menuju ke arah-Nya melalui
suasana-suasana yang Dia ciptakan saat itu, atau melalui syariat-syariat yang
telah ditetapkannya atau juga melalui keadaan-keadaan umum tertentu. Allah Swt
menganugrahkan manusia kemuliaan mengikuti-Nya, agar hidup dengan ruh yang
tentram. Keadaan demikian akan menjadikan waktu yang dilewatinya penuh nuansa
religius yang akan melambungkannya ke puncak makna ilahi dan memperoleh segenap
yang ada di tangannya-Nya, seperti rahmat, ampunan, luthf, keridhaan-Nya, dan segenap apa yang mungkin diraih seorang
hamba.
Itulah suasana Ramadhan yang hanya dapat dirasakan dan
dihayati ruh insani yang berkunjung sebagai tamu terhormat yang disuguhi
berkah, rahmat, dan ampunan-Nya, serta berada dalam suasana kasih sayang,
kelemahlembutan, dan luthf-Nya.
Alhasil, saat itu tercipta suasana ramah
tamah yang sama sekali berbeda dengan yang pernah kita jumpai. Saat di mana
perasaan insaniah seseorang begitu hidup; perasaan yang bersumber dari dan
berhubungan langsung dengan ruh Allah. Ketika itu Allah akan memandangnya
dengan penuh kasih dan cinta. Akibatnya, ia akan merasa ikatan ibadahnya dengan
Allah bertambah kuat dan dirinya melambung ke puncak kekhusukan ibadah.
Bulan Puasa
Gelar lain bulan suci ini adalah bulan puasa. Allah Swt
menginginkan manusia menunaikan kewajiban puasa dengan maksud mengangkat nilai insaniahnya
ke puncak maknawiahnya, sehingga lepas dari pengaruh materi yang berpotensi
menariknya ke derajat yang rendah. Seyogianya manusia melambungkan kedudukannya
ke posisi adiluhung, agar ruhnya mengiringi jasadnya dalam meraih ridha Allah
Swt dan hidup lebih dekat dengan-Nya dalam kesucian yang murni. Dalam keadaan
itu, Ia niscaya akan lebih memiliki rasa tanggung jawab sekaligus mendorongnya
menghayati makna kepemimpinan (khilafah) Allah dalam urusan kehidupan diri dan
orang-orang di sekitarnya.
Sebenarnya puasa meringankan tekanan hidup yang
diakibatkan jasad kita. Dengan puasa,
jasad tidak lagi mampu menghalangi keinginan kita untuk menggapai tujuan dan
kebutuhan hidup hakiki kita. Ini mengingat perasaan butuh terhadap makanan dan
hubungan biologis serta keinginan memuaskan rasa dahaga dapat merendahkan dan
menghancurkan kesucian kita di hadapan orang lain. Juga, menjadikan kita tidak
istiqamah dan kehilangan nilai insaniah. Sesungguhnya puasa mengubah diri kita;
dari insan setani menjadi insan ilahi; dari terbakar bara syahwat dan
ketamakan, menjadi hidup dengan hati dan ruh yang tentram.
Puasa menjadikan
ruh kita bersih dan melayang terbang menuju Allah. Juga meringankan jasad kita
sehingga dapat menggantung di cakrawala maknawi nan agung. Mungkin, inilah
maksud dari hadis qudsi, "Puasa adalah untuk-Ku dan Akulah yang akan
memberi balasannya."
Bulan Islam
Bulan Ramadhan adalah bulan Islam. Sebagian ulama
menafsirkan kata "Islam" secara harfiah, yakni "taat dan patuh
dalam berbagai bentuknya di bulan tersebut". Sementara sebagian lainnya
menafsirkannya dengan "agama Islam". Ini mengingat kewajiban puasa
hanya dikhususkan bagi umat Islam saja. Adakalanya, kita melihat bahwa sisi
lahiriah dari imbuhan kata "Islam" (pada "bulan Islam") menunjukkan bahwa bulan tersebut
memiliki hubungan dengan Islam secara umum; bukan dilihat dari kewajiban islami
yang ditetapkan di dalamnya. Sehingga, kita boleh jadi terilhami bahwa itu
berhubungan dengan diturunkannya al-Quran di bulan tersebut—di mana al-Quran
menjadi simbol nyata syariat dan akidah Islam. Juga berhubungan dengan proses
penyucian ruh melalui puasa, shalat, doa, dan membaca al-Quran. Semua itu
memainkan peran penting untuk mempersiapkan seorang muslim dalam menghadapi
tahun yang akan datang, yang diwujudkan dengan mengasah pikiran dan ruh yang
nantinya akan menimbulkan pengaruh (positif) dalam segenap aktivitas
kehidupannya setiap tahun. Satu alasan yang menjadikan bulan Ramadhan disebut
sebagai bulan Islam, adalah karena di dalamnya (ajaran) Islam dengan segala
dimensinya berdenyut kencang.
Bulan Kesucian
Gelar ini diberikan karena bulan Ramadhan menjadi sarana
penyucian ruh, pikiran, hati, serta aktivitas manusia di hadapan Allah dari
debu kemaksiatan dan penyimpangan. Dengan demikian manusia akan memahami dengan
benar bahwa kesucian punya kedudukan penting di mata Islam. Di bulan ini, Allah
Swt menginginkan manusia mengisi waktu-waktunya
dengan aktivitas ketaatan demi menguak tirai kesucian hidupnya. Ya,
menjadi manusia suci menjadi tujuan yang telah digariskan Islam, baik secara
syariat maupun praktis.
Bulan Tamhîz (Pembersihan)
Gelar lainnya adalah bulan kemunculan; yakni membersihkan
sesuatu yang mengandungi cela. Allah Swt berfirman: Kemudian setelah kamu berduka-cita, Allah
menurunkan kepadamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari
kamu, sedangkan segolongan lagi telah dicemaskan diri mereka sendiri; mereka
menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah. Mereka
berkata, "Apakah bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan
ini?" Katakanlah, "Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan
Allah." Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka
terangkan kepadamu. Mereka berkata, "Sekiranya ada bagi kita barang
sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh
(dikalahkan) di sini." Katakanlah, "Sekiranya kamu berada di rumahmu,
niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga)
ke tempat mereka terbunuh.” Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang
ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah
Mahatahu isi hati. (Ali Imrân: 154)
Barangkali maksud (ayat di atas)
adalah pembersihan dan penyucian. Atau bahkan ujian dan cobaan. Adakalanya,
maksud kedua menjadi mukadimah bagi maksud pertama. Sehingga bulan mulia ini
menjadi sarana manusia mencabut akar-akar kerusakan dalam dirinya agar beroleh
kesucian ruhani atau mampu mengatasi konflik internal, yang adakalanya
berkecamuk dan menyebabkannya berbuat kezaliman, terbebani perasaan, atau
menyeleweng. Dengan demikian, manusia akan terbebas dari segenap beban dan
belenggu yang mencekiknya, serta mampu melangkah di jalan yang lurus. Itu salah
satunya dapat diraih lewat membaca Kitabullah—yang mengandungi kalimat
kebenaran dan kebaikan—dan memanjatkan doa yang akan membawanya terbang ke
hadirat Ilahi lewat jalur terdekat. Juga, dengan shalat yang menghantarkan
ruhnya menuju Allah dalam jalur iman.
Berkenaan dengan gelar ini, Allah Swt tak hanya
menginginkan manusia hidup dalam kelalaian. Dia berharap manusia mengalahkan
bisikan setan yang menyesatkan dan bermaksud menguasainya. Dia juga mengiginkan
manusia mau mengintrospeksi diri dan berjuang (melawan hawa nafsunya) dengan
segenap sarana yang mungkin agar seluruh perasaan dan pikiran buruknya lenyap.
Bulan Qiyâm
Maksudnya adalah bangun di malam
hari untuk menunaikan shalat tahajud dan amalan ibadah yang disunahkan di
malam-malam Ramadhan. Amalan-amalan itu diharapkan merasuki jiwa dan membangun
kepribadian islami seseorang dalam berbagai dimensinya. Gelar bulan Ramadhan
yang diberkahi ini termaktub dalam doa yang dikutip dari sebuah riwayat,
"Segala puji bagi Allah yang menjadikan di antara jalan-jalan itu
bulannya; bulan Ramadhan, bulan puasa, bulan Islam, bulan kesucian, bulan
pembersihan (tamhiz), dan bulan
menegakkan shalat malam (qiyam).
Bulan yang di dalamnya diturunkan al-Quran sebagai petunjuk, penjelas, dan
pembeda bagi umat manusia."
Allah Swt menyucikan bulan ini
secara purna; yang karenanya menjadikan suci hukum-hukum-Nya yang diwajibkan
bagi manusia. Juga, menjadikan pelbagai keutamaan ruhani dan praktis di
dalamnya. Karenanya, bulan ini akan mendatangkan kebaikan dan keutamaan serta hasil-hasil
nan gemilang yang mungkin dicapai orang-orang yang melaksanakannya (hukum-hukum
yang diwajibkan). Dalam pada itu, Allah Swt menginginkan agar pelaksanaannya
(puasa) lebih dikedepankan ketimbang pelbagai aturan umum lainnya yang berlaku
dalam kehidupan manusia. Ini mengingat ia merupakan rambu-rambu jalan menuju
Allah Swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar