Menguasai minyak dunia jadi motif utama kekuatan asing yang menunggangi gerakan Wahabi garis keras. Gerakan teror dikompensasi dengan derasnya kucuran dana.
Selasa (18/8) pagi, aparat Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri menangkap seorang warga negara Arab bernama Ali Muhammad. Pria bergamis itu ditangkap di Nagrek, Jawa Barat, bersama Solihat, seorang wanita yang mengaku sebagai penerjemah.
Ali sudah sejak sebulan terakhir ini tingggal di sebuah rumah kontrakan di gang sempit di Dusun Karoya, Kecamatan Cirendang, Kuningan, Jawa Barat. Di rumah petak tersebut, dia tinggal seorang diri. “Dia ke Indonesia katanya cuma mau lihat-lihat saja,” ujar Susi, pemilik rumah kontrakan, Sabtu (22 / 8).
Meski sudah sebulan ini tinggal di rumah kontrakannya, Susi tidak tahu apa yang selama ini dilakukan Ali. “Orangnya tertutup. Pintu rumahnya juga jarang dibuka. Saya tidak pernah melihat ada tamu ke rumahnya. Cuma, kata orang-orang, dia sering pergi ke warnet,” ungkapnya.
Aparat kepolisian menduga, Ali masuk dalam jaringan teroris Al Qaeda dan terlibat aksi bom bunuh diri di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton pada Jumat (17/7) lalu. “Dia diduga bertugas sebagai kurir dana,” ungkap aparat kepolisian yang tidak bersedia disebutkan namanya.
Sayangnya, hingga Minggu (23/8), aparat penyidik belum mendapatkan keterangan apa pun dari Ali. “Dia punya defense yang bagus, jadi sampai sekarang polisi belum bisa mengatakan dia ini siapa,” ujar Mardigu, psikolog hipnoterapis yang kerap dilibatkan oleh aparat kepolisian dalam menangani tersangka terorisme di Indonesia.
Namun, sikap defence Ali justru semakin menguatkan dugaan aparat kepolisian jika dia bagian dari jaringan Al Qaeda. Sebab, dia begitu terlatih untuk merahasiakan jatidirinya. “Sepertinya dia memang sudah menyiapkan skenario kalau tertangkap bagaimana defence-nya,” kata Mardigu.
Apalagi, berdasarkan pengalaman kasus bom Marriott I, 5 Agustus 2003 yang menewaskan 11 orang, menurut mantan Kepala Detasemen Khusus (Kadensus) 88 Brigjen Pol (Purn) Suryadarma Salim, dananya 100 persen dipasok oleh Al Qaeda. “Ini terungkap di persidangan,” ujar Suryadarma Salim, baru-baru ini.
Menurut Salim, yang menerima dana dari Al Qaeda adalah Ismail Datam yang kini ada di Penjara Cipinang. Alur pasokan dana menggunakan jalur darat, yakni melalui Dumai (Riau) menuju Lampung, karena waktu itu gembong teroris Noordin M Top ada di sana. “Dana diserahkan dalam bentuk dollar. Saksinya ada, namanya Saiful,” tuturnya.
Kucuran dana dari Al Qaeda untuk kegiatan terorisme di Indonesia, kata Salim, bermotif ideologi. Mereka ingin mendirikan daulah Islamiyah, tak hanya di Indonesia tapi juga di seluruh dunia.
Rois Aam Barisan Pemuda Salafunassalihin Ahlussunnah Waljama’ah (Barda Salama) Habib Soleh Al Hadar menyakini, ada konspirasi asing yang bermain. Dia melihat adanya keterkaitan gerakan Wahabi garis keras dengan aksi kekerasan di Indonesia.
Habib Soleh mengilas-balik berdirinya aliran Wahabi di Arab Saudi yang dimotori oleh Muhammad bin Abdul Wahab pada 1747. Kala itu, dia berhasil merapat ke Dinasti Saud yang bersekongkol dengan Inggris untuk menguasai jazirah Arab.
“Dunia Barat, terutama Inggris, kala itu sangat tergiur dengan kekayaan minyak negeri Arab. Makanya, dia ‘mencetak’ sosok Muhammad bin Abdul Wahab sebagai ujung tombak menyebar agama baru, nabi baru, dan pmecah umat Islam, sebagaimana Inggris juga melahirkan Ahmadiyah, Baha’i, dan sekte-sekte lainnya. Tujuannya memudahkan penguasaan wilayah Arab,” ujar Habib Soleh kepada Indonesia Monitor, Minggu (23/8).
Pengunaan kekerasan dalam setiap aksi gerakan Wahabi radikal, menurut Habib Soleh, ibarat tombak bermata empat. Pertama, untuk menunjukkan bahwa aliran mereka masih eksis. Kedua, membuat kaum Ahlussunnah Waljama’ah takut dan menyingkir. Ketiga, memecah belah umat Islam.Keempat, membuat kekuatan asing seperti Inggris dan Amerika ada alasan untuk masuk ke suatu wilayah yang ingin mereka kuasai.
“Berburu cadangan minyak di beberapa negara, termasuk di Indonesia, menjadi alasan kuat bagi mereka untuk melakukan berbagai cara, termasuk berkongsi dengan gerakan Wahabi garis keras,” tegasnya.
Faisal Djindan, pemerhati sosial-keagamaan, di Indonesia mengatakan paham Wahabi telah meracuni umat Islam yang dikenal sebagi Islam moderat, penuh toleransi, serta menjunjung tinggi konsep Islam rahmatan lil alamin. Meski mereka tidak menggunakan brand Wahabi tapi ciri dan corak kewahabiaannya tidak dapat disangkal.
Dana jutaan dolar dari negeri kaya minyak Arab Saudi turut menopang program-program wahabisasi melalui beasiswa, pendirian masjid-masjid, sekolah, bahkan partai politik,” ujar Faisal Djindan kepada Indonesia Monitor, Minggu (23 / 8).
Presiden Ikhwanul Muslimin Indonesia (IMI) Habib Husein Alhabsy membagi aliran Wahabi dalam dua kelompok. “Ada Wahabi lunak, yang dalam ilmu dansa disebut quick quick slow. Ada pula Wahabi yang melalui Osama bin Laden yang mengancam siapa saja yang bertentangan dengan pemikiran. Mereka bisa dibunuh,” ujar Habib Husein kepada Indonesia Monitor, Jumat (21 / 8).
Wahabi garis keras, menurut Habib Husein, sudah berkembang pesat dan bergerak di mana-mana. Mereka membiayai aksinya dari para kaum Salafi kaya di negara-negara Teluk. Mereka membuat teror, merusak fasilitas, dan membunuh orang. Mereka memiliki dana yang kuat dari negara-negara Teluk. “Ini sangat berbahaya. Di seluruh dunia, semua terorisme disponsori oleh mereka. Al Qaeda dari mereka. Yang di jalur Gaza yang dihancurkan oleh Hammas, itu dananya juga dari mereka,” paparnya.
Parahnya, lanjut Habib, mereka tidak peduli meski aksi yang mereka lakukan berbuah tewasnya orang yang tidak berdosa. “Seperti bom di Marriott I dan di Kedubes Australia, yang mati kan tukang ojek, satpam, sopir, dan babu. Kata mereka, nggak apa-apa orang-orang kecil ini mati, karena itu merupakan efek,” tegasnya.
Menurut Habib, ada kelompok radikal yang betul-betul ideologis ditunggangi oleh zionis internasional untuk melakukan teror yang mereka sendiri tidak sadar kalau sedang ditunggangi. “Saya meragukan peledakan-peledakan yang sudah terjadi selama ini atas inisiatif mereka sendiri. Ada permainan CIA, Mosad. Kelompok radikal ini bergerak dengan skenario mereka, tanpa disadari oleh kaum radikal ini,” tuturnya.
Tujuan dari semua itu adalah membuat Islam tercemar. Sebab, satu-satunya ideologi yang masih kuat adalah Islam. Zionis dan Barat tidak mau Islam menjadi satu kekuatan yang hebat, sebab semua ideologi di dunia sudah hancur. “Anda lihat kapitalisme hancur, komunisme bubar, Cina dan Albania juga bubar, RRC sekarang sudah muncul gerakan baru,” paparnya.
Wahabi, kata dia, tidak sadar sedang dimanfaatkan. Amerika dan Zionis menggunakan kelompok-kelompok radikal untuk membuat Indonesia pecah. Indonesia diprediksi akan menjadi puluhan negara. “Ini yang diharapkan oleh Zionis Internasional dengan memanfaatkan kebodohan Salafi. Kalau satu saja daerah merdeka, maka yang paling rugi adalah umat Islam. NKRI harga mati, harus dipertahankan dengan jiwa raga,” tegasnya.
Aktivis Islam Al Chaidar menilai, Wahabi yang kelahirannya dibidani oleh Inggris menjadi alat propaganda untuk memecah-belah. Mereka cenderung mendukung pemerintahan, apapun jenisnya. Dan siapa yang melawan pemerintahan dianggap bughat (pembangkang).
“Makanya orang-orang Salafi-Wahabi di Indonesia tidak setuju dengan JI (Jamaah Islamiyah) yang kerap berlawanan dengan pemerintahan. Bahkan, kaum Wahabi pernah akan memerangi orang-orang JI dan NII yang ada di Ambon waktu itu,” ujar aktivis Darul Islam itu kepada Indonesia Monitor, Kamis (20/8).
Menurut Chaidar, motif paling kuat bagi kekuatan asing yang berkongsi dengan Wahabi adalah mendominasi kekuasaan dan meraih sumber kekayaan alam. Orang Inggris, Israel, dan Amerika sangat memahami karakteristik Wahabi sehingga bisa dijadikan kekuatan pelindung.
~ Moh Anshari, Sri Widodo, Syarif Hidayatullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar