KONSPIRASI PEMBUNUHAN IMAM HASAN BIN ALI (as) dalam Tarikh Ahlu Sunnah Wal Jama'ah
Setelah Imam ‘Alî bin Abî Thâlib as meninggal dibunuh oleh ‘Abdurrahmân bin Muljam dengan pedang pada waktu subuh tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H.,24 Januari 661 M., Hasan bin ‘Alî dibaiat dan pertempuran-pertempuran dengan Mu’âwiyah berlanjut. Pada pertengahan Jumadil Awal tahun 41 H., 16September 661 M. tercapai persetujuan damai antara Hasan bin ‘Alî dan Mu’âwiyah. Surat perdamaian berbunyi sebagai berikut:
SURAT PERJANJIAN DAMAI
=================
Bismillâhirrahmânirrahim.
Ini adalah pernyataan damai dari Hasan bin ‘Alî kepada Mu’âwiyah bin Abî Sufyân, bahwa Hasan menyerahkan kepada Mu’âwiyah wilayah Muslimîn, dan Mu’âwiyah akan menjalankan Kitâb Allâh SWT dan Sunnah Rasûl Allâh saw. dan tata cara Khulafâ’ ur-Râsyidîn yang tertuntun, dan Mu’âwiyah bin Abî Sufyân tidak boleh mengangkat seseorang jadi khalîfah sesudahnya, tetapi akan diadakan lembaga syura di antara kaum Muslimîn dan bahwa masyarakat akan berada dalam keadaan aman di daerah Allâh SWT di Syam, Iraq, Hijaz dan Yaman, dan bahwa sahabat-sahabat ‘Alî dan Syî’ah-nya
terpelihara dalam keadaan aman, bagi diri, harta, para wanita dan anak-anak mereka, dan bahwa Mu’âwiyah bin Abî Sufyân setuju dan berjanji dengan nama Allâh bahwa Mu’âwiyah tidak akan mengganggu atau menganiaya secara tersembunyi atau terbuka terhadap Hasan bin ‘Alî atau saudaranya Husain bin ‘Alî atau salah seorang ahlu’l-bait Rasûl Allâh saw. dan tidak akan mengganggu mereka yang berada di seluruh penjuru dan bahwa Mu’âwiyah akan menghentikan pelaknatan terhadap ‘Alî."
{Ibnu Hajar, Shawâ’iq, hlm. 81}
Dan sebagaimana biasa Mu’âwiyah melanggar janji. Ia meracuni Hasan bin ‘Alî bin Abî Thâlib, dan setelah Hasan meninggal ia bersujud yang diikuti semua yang hadir seperti dilakukannya tatkala Imâm ‘Alî meninggal dunia. Ibnu Sa’d menceritakan: ‘Mu’âwiyah meracuni Hasan berulang-ulang’.
Wâqidî berkata: ‘Mu’âwiyah meminumkan racun kepada Hasan, kemudian ia selamat, kemudian diminumkan racun lagi dan selamat, kemudian yang terakhir Hasan meninggal.
Tatkala maut mendekat, dokter /thabib yang menjenguknya berulang-ulang mengatakan bahwa Hasan diracun orang.
Adiknya Husain (SA) berkata: ‘Ya ayah Muhammad, beritahukan saya, siapa yang meminumkan racun kepadamu?’.
Hasan ( SA) menjawab: ‘Mengapa, wahai saudaraku?’.
Husain (sa) : ‘Demi Allâh, aku akan membunuhnya. Dan bila aku tidak berhasil, akan aku meminta orang mencarinya’.
Hasan berkata (SA) : ‘Wahai saudaraku, sesungguhnya dunia ini adalah malam-malam yang fana. Doakan dia, agar dia dan aku bertemu di sisi Allâh, dan aku melarang meracuninya’.
{Ibnu Katsîr, Târîkh, jilid 8, hlm. 43}
Mas’ûdî mengatakan: ‘Tatkala ia diberi minum racun, ia bangun menjenguk beberapa orang kemudian setelah sampai di rumah, ia berkata: ‘Aku telah diracuni, berkali-kali tetapi belum pernah aku diberi minum seperti ini, aku sudah keluarkan racun itu sebagian, tetapi kemudian kembali biasa lagi’.
Husain berkata: ‘Wahai saudaraku, siapa yang meracunimu?’. Hasan menjawab: ‘Dan apa yang hendak kau lakukan dengannya? Bila yang kuduga benar, maka Allâh-lah yang melakukan hisab terhadapnya. Bila bukan dia, aku tidak menghendaki orang membebaskan diriku. Dan dia berada dalam keadaan demikian sampai 3 hari sebelum ia ra. akhirnya meninggal.
Dan yang meminumkan racun kepadanya adalah Ja’dah binti Asy’ats bin Qais al-Kindî, dan Mu’âwiyah yang memerintahkan kepadanya, dan bila ia berhasil membunuh Hasan ia akan dapat 100.000 dirham dan ‘aku akan mengawinkan kau dengan Yazîd’. Ialah yang mengirim racun kepada Ja’dah, istri Hasan.
Dan tatkala Hasan meninggal, ia mengirim uang tersebut dengan surat: ‘Sesungguhnya kami mencintai nyawa Yazîd, kalau tidak maka tentu akan kami penuhi janji dan mengawinkan engkau dengannya’.
{Mas’ûdî, Murûj adz-Dzahab, jilid 2, hlm. 50}
Abû’l-Faraj al-Ishfahânî menulis: ‘Hasan telah mengajukan syarat perdamaian kepada Mu’âwiyah: ‘Mu’âwiyah bin Abî Sufyân tidak boleh mengangkat seseorang jadi khalîfah sesudahnya. Dan bila Mu’âwiyah akan mengangkat Yazîd, anaknya, jadi khalîfah, maka yang memberatkannya adalah Hasan bin ‘Alî dan Sa’d bin Abî Waqqâsh110, maka Mu’âwiyah
meracuni mereka berdua dan mereka meninggal. Ia mengirim racun kepada putri Asy’ats bin Qais: ‘Aku akan kawinkan kau dengan anakku Yazîd, bila kau racuni Hasan’, dan ia mengirim 100.000 dirham dan ia tidak mengawinkannya dengan Yazîd.
{Al-Ishfahânî, Maqâtil ath-Thâlibiyîn, hlm. 29; Diriwayatkan Ibn Abîl-Hadîd, Syarh Nahju’l-Balâghah, jilid 4, hlm. 11, 17}
Abul Hasan al-Madâ’inî berkata: ‘Hasan meninggal tahun 49 H., 669 M. setelah sakit selama 40 hari pada umur 47 tahun. Ia diracuni Mu’âwiyah melalui tangan Ja’dah binti Asy’ats, istri Hasan dengan kata-kata: ‘Bila engkau membunuhnya dengan racun, maka engkau dapat 100.000 dan akan aku kawinkan kau dengan Yazîd, anakku’.
Dan tatkala Hasan meninggal, maka ia memberikan uang tersebut dan tidak mengawinkannya dengan Yazîd. Ia berkata: ‘Aku takut kau akan lakukan terhadap anakku seperti yang engkau lakukan terhadap anak Rasûl Allâh saw’
Hushain bin Mundzir ar-Raqasyi berkata: ‘Demi Allâh Mu’âwiyah tidak memenuhi sama sekali janjinya, ia membunuh Hujur dan teman-temannya, membaiat anaknya Yazîd dan
meracuni Hasan.
{Ibn Abîl-Hadîd, Syarh Nahju’l-Balâghah, jilid 4, hlm. 4. & hlm. 7.}
Abû ‘Umar berkata dalam al-Istî’âb: ‘Qatâdah dan Abû Bakar bin Hafshah berkata: ‘Mu’âwiyah meracuni Hasan bin ‘Alî, melalui istri Hasan, yaitu putri Asy’ats bin Qais al-Kindî. Sebagian orang berkata: ‘Mu’âwiyah memaksanya, dan tidak memberinya apa-apa, hanya Allâh yang tahu!’. Kemudian ia menyebut sumbernya, yaitu Mas’ûdî.
{Ibnu ‘Abd al-Barr, Kitâb al-Istî’âb, jilid 1, hlm. 141}
Ibnu al-Jauzî mengatakan dalam ‘at-Tadzkirah Khawâshsh’l-Ummah’: ‘Para ahli sejarah di antaranya ‘Abdul Barr meriwayatkan bahwa ia diracuni istrinya Ja’dah binti Asy’ats bin Qais al-Kindî.
As-Sûdî berkata: Yang memerintahkannya adalah Yazîd bin Mu’âwiyah agar meracuni Hasan dan bahwa ia berjanji akan mengawininya. Dan tatkala Hasan meninggal Ja’dah mengirim surat kepada Yazîd menagih janjinya. Dan Yazîd berkata: ‘Hasan saja kamu bunuh, apalagi aku, demi Allâh, aku tidak rela’. Asy-Sya’bî mengatakan: ‘Sesungguhnya yang melakukan tipu muslihat adalah Mu’âwiyah. Ia berkata kepada istri Hasan: ‘Racunilah Hasan, maka akan aku kawinkan engkau dengan Yazîd dan memberimu 100.000 dirham."
Dan tatkala Hasan meninggal Ja’dah menuntut janjinya. Mu’âwiyah lalu mengiriminya uang tersebut dan menambahkan : ‘Sesungguhnya aku mencintai Yazîd, dan mengharapkan agar ia tetap hidup, kalau tidak demikian tentu aku akan kawinkan engkau dengannya’.
Sya’bî berkata lagi: ‘Dan ini benar dengan berdasarkan saksi yang dapat dipercaya: ‘Sesungguhnya Hasan berkata tatkala akan mati dan telah sampai kepadanya apa yang dilakukan Mu’âwiyah: ‘Aku telah tahu minumannya dan kebohongannya, demi Allâh ia tidak memenuhi janjinya, dia tidak jujur dalam perkataannya’. Kemudian Sya’bî mengutip ath-Thabaqât dari Ibnu Sa’d: “Mu’âwiyah meracuninya berulang ulang.
{Ibnu al-Jauzî, ‘al-Tadzkirah’, hlm. 121}
Ibnu ‘Asâkir berkata: ‘Ia diberi minum racun, berulang-ulang, banyak, mula-mula ia bisa pulih, lalu diberi minum lagi dan ia tidak bisa pulih dan dikatakan: Sesungguhnya Mu’âwiyah telah memperlakukan dengan ramah seorang pembantunya agar meracuninya dan ia lalu melakukannya dan berpengaruh sedikit demi sedikit, sampai ia memakai alat untuk bisa duduk dan ia bertahan sampai 40 kali.
Muhammad bin al-Mirzubân meriwayatkan: ‘Ja’dah binti Asy’ats bin Qais adalah istri Hasan dan Yazîd melakukan tipu muslihat agar ia mau meracuni Hasan. ‘Dan saya akan mengawininya, dan Ja’dah melakukannya. Dan tatkala Hasan meninggal Ja’dah menanyakan janji Yazîd dan Yazîd berkata: ‘Sesungguhnya, demi Allâh, kalau Hasan saja kamu
bunuh, apalagi kami’.
{Ibnu ‘Asâkir, Târîkh, jilid 4, hlm. 229.}
Hasan bin ‘Alî (as) sakit yang berakhir dengan kematiannya. Ia diracun istrinya, atas suruhan Mu’âwiyah dengan bayaran 100.000 dinar. Ia lalu memerintahkan Marwân bin Hakam yang diangkatnya jadi gubernur Madînah untuk terus mengamati Hasan dan menyuratinya. Tatkala datang berita bahwa Hasan telah meninggal seluruh penduduk Syam bertakbir. Seorang wanita, Fakhîtah binti Quraidhah bertanya kepada Mu’âwiyah: ‘Apakah kamu bertakbir bagi matinya putri Fâthimah? Ya, aku bertakbir karena hatiku gembira
Ia sangat gembira dan bahagia dan bersujud, dan semua yang hadir ikut bersujud.
{Ibnu Qutaibah, al-Imâmah wa’s-Siyâsah, jilid 1, hlm. 144; Ibnu ‘Abdu Rabbih, al- ’Iqd al-Farîd, jilid 2, hlm. 298; ar-Raghib al-Ishfahânî, Al-Muhâdharât, jilid 2, hlm. 224 dll.}
Imam Ali as berkata bahwa Nabi Saww bersabda : Orang yang mendatangkan kesusahan kepada orang Mu’min tanpa sebab bagaikan orang yang telah memusnahkan Mekah dan Baitul Makmur sepuluh kali dan bagaikan dia telah membunuh seribu malaikat Allah. Mengasihi seorang Mu’min karena Allah semata-mata adalah sebagian dari iman. Ingatlah barang siapa yang cinta karena Ridha Allah semata-mata, membenci karena Allah semata-mata, memberikan sesuatu demi karena Allah, dan menjauhi pemberian hanya karena Allah (apabila dia tahu bahwa Allah tidak menyukainya) adalah salah seorang dari hamba-hamba pilihanNya. Dia adalah salah seorang dari orang-orang Islam yang sempurna, yang mana budi pekertinya amat disukai orang orang-orang lain.
{DiRiwayatkan Akhu Tirbal, Kitab Al Mukmin, Syed Murtadha Husayn }
Imam Ja’far al-Sadiq AS berkata, Nabi SAWW bersabda : “Apabila seorang Mu’min secara tidak benar mencela saudaranya, dia akan jauh dari persahabatan di antara mereka. Apabila seorang Mu’min memanggil saudaranya sebagai musuh, sama ada salah seorang dari mereka kafir. Allah tidak menerima doa-doa orang-orang yang mencela orang-orang Mu’min. Dia juga tidak menerima doa-doa yang membenci dan meletakkan permusuhan dalam hati-hati mereka terhadap orang-orang Mu’min.”
{Kitab Al Mukmin, Syed Murtadha Husayn}
Maka Apa yang membuat Kenistaan dan penindasan kaum yang dzalim terhadap AhlulBait Nabi SAWW dibiarkan, ditutupi, bahkan para Pelakunya DiIdolakan?
Apakah Para Imam Ahlul Bait Nabi SAWW bukan orang-orang yang Mulia? Bukankah Ahlal bait Nabi SAWW disucikanNYA ? lalu ketika Orang – Orang Suci di abaikan haknya dan didzalimi serta dibunuh para pelakunya justru di Elu2kan dan di Jadikan Panutan, kegilaan macam apa yang sedang dialami Umat Muhammad SAWW?
Kebohongan demi kebohongan disodorkan hingga berabad-abad, kebutaan Ummat Muhammad karena jauh dari Kebenaran, hasilnya seperti yang kita sedang alami bersama
Setelah Imam ‘Alî bin Abî Thâlib as meninggal dibunuh oleh ‘Abdurrahmân bin Muljam dengan pedang pada waktu subuh tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H.,24 Januari 661 M., Hasan bin ‘Alî dibaiat dan pertempuran-pertempuran dengan Mu’âwiyah berlanjut. Pada pertengahan Jumadil Awal tahun 41 H., 16September 661 M. tercapai persetujuan damai antara Hasan bin ‘Alî dan Mu’âwiyah. Surat perdamaian berbunyi sebagai berikut:
SURAT PERJANJIAN DAMAI
=================
Bismillâhirrahmânirrahim.
Ini adalah pernyataan damai dari Hasan bin ‘Alî kepada Mu’âwiyah bin Abî Sufyân, bahwa Hasan menyerahkan kepada Mu’âwiyah wilayah Muslimîn, dan Mu’âwiyah akan menjalankan Kitâb Allâh SWT dan Sunnah Rasûl Allâh saw. dan tata cara Khulafâ’ ur-Râsyidîn yang tertuntun, dan Mu’âwiyah bin Abî Sufyân tidak boleh mengangkat seseorang jadi khalîfah sesudahnya, tetapi akan diadakan lembaga syura di antara kaum Muslimîn dan bahwa masyarakat akan berada dalam keadaan aman di daerah Allâh SWT di Syam, Iraq, Hijaz dan Yaman, dan bahwa sahabat-sahabat ‘Alî dan Syî’ah-nya
terpelihara dalam keadaan aman, bagi diri, harta, para wanita dan anak-anak mereka, dan bahwa Mu’âwiyah bin Abî Sufyân setuju dan berjanji dengan nama Allâh bahwa Mu’âwiyah tidak akan mengganggu atau menganiaya secara tersembunyi atau terbuka terhadap Hasan bin ‘Alî atau saudaranya Husain bin ‘Alî atau salah seorang ahlu’l-bait Rasûl Allâh saw. dan tidak akan mengganggu mereka yang berada di seluruh penjuru dan bahwa Mu’âwiyah akan menghentikan pelaknatan terhadap ‘Alî."
{Ibnu Hajar, Shawâ’iq, hlm. 81}
Dan sebagaimana biasa Mu’âwiyah melanggar janji. Ia meracuni Hasan bin ‘Alî bin Abî Thâlib, dan setelah Hasan meninggal ia bersujud yang diikuti semua yang hadir seperti dilakukannya tatkala Imâm ‘Alî meninggal dunia. Ibnu Sa’d menceritakan: ‘Mu’âwiyah meracuni Hasan berulang-ulang’.
Wâqidî berkata: ‘Mu’âwiyah meminumkan racun kepada Hasan, kemudian ia selamat, kemudian diminumkan racun lagi dan selamat, kemudian yang terakhir Hasan meninggal.
Tatkala maut mendekat, dokter /thabib yang menjenguknya berulang-ulang mengatakan bahwa Hasan diracun orang.
Adiknya Husain (SA) berkata: ‘Ya ayah Muhammad, beritahukan saya, siapa yang meminumkan racun kepadamu?’.
Hasan ( SA) menjawab: ‘Mengapa, wahai saudaraku?’.
Husain (sa) : ‘Demi Allâh, aku akan membunuhnya. Dan bila aku tidak berhasil, akan aku meminta orang mencarinya’.
Hasan berkata (SA) : ‘Wahai saudaraku, sesungguhnya dunia ini adalah malam-malam yang fana. Doakan dia, agar dia dan aku bertemu di sisi Allâh, dan aku melarang meracuninya’.
{Ibnu Katsîr, Târîkh, jilid 8, hlm. 43}
Mas’ûdî mengatakan: ‘Tatkala ia diberi minum racun, ia bangun menjenguk beberapa orang kemudian setelah sampai di rumah, ia berkata: ‘Aku telah diracuni, berkali-kali tetapi belum pernah aku diberi minum seperti ini, aku sudah keluarkan racun itu sebagian, tetapi kemudian kembali biasa lagi’.
Husain berkata: ‘Wahai saudaraku, siapa yang meracunimu?’. Hasan menjawab: ‘Dan apa yang hendak kau lakukan dengannya? Bila yang kuduga benar, maka Allâh-lah yang melakukan hisab terhadapnya. Bila bukan dia, aku tidak menghendaki orang membebaskan diriku. Dan dia berada dalam keadaan demikian sampai 3 hari sebelum ia ra. akhirnya meninggal.
Dan yang meminumkan racun kepadanya adalah Ja’dah binti Asy’ats bin Qais al-Kindî, dan Mu’âwiyah yang memerintahkan kepadanya, dan bila ia berhasil membunuh Hasan ia akan dapat 100.000 dirham dan ‘aku akan mengawinkan kau dengan Yazîd’. Ialah yang mengirim racun kepada Ja’dah, istri Hasan.
Dan tatkala Hasan meninggal, ia mengirim uang tersebut dengan surat: ‘Sesungguhnya kami mencintai nyawa Yazîd, kalau tidak maka tentu akan kami penuhi janji dan mengawinkan engkau dengannya’.
{Mas’ûdî, Murûj adz-Dzahab, jilid 2, hlm. 50}
Abû’l-Faraj al-Ishfahânî menulis: ‘Hasan telah mengajukan syarat perdamaian kepada Mu’âwiyah: ‘Mu’âwiyah bin Abî Sufyân tidak boleh mengangkat seseorang jadi khalîfah sesudahnya. Dan bila Mu’âwiyah akan mengangkat Yazîd, anaknya, jadi khalîfah, maka yang memberatkannya adalah Hasan bin ‘Alî dan Sa’d bin Abî Waqqâsh110, maka Mu’âwiyah
meracuni mereka berdua dan mereka meninggal. Ia mengirim racun kepada putri Asy’ats bin Qais: ‘Aku akan kawinkan kau dengan anakku Yazîd, bila kau racuni Hasan’, dan ia mengirim 100.000 dirham dan ia tidak mengawinkannya dengan Yazîd.
{Al-Ishfahânî, Maqâtil ath-Thâlibiyîn, hlm. 29; Diriwayatkan Ibn Abîl-Hadîd, Syarh Nahju’l-Balâghah, jilid 4, hlm. 11, 17}
Abul Hasan al-Madâ’inî berkata: ‘Hasan meninggal tahun 49 H., 669 M. setelah sakit selama 40 hari pada umur 47 tahun. Ia diracuni Mu’âwiyah melalui tangan Ja’dah binti Asy’ats, istri Hasan dengan kata-kata: ‘Bila engkau membunuhnya dengan racun, maka engkau dapat 100.000 dan akan aku kawinkan kau dengan Yazîd, anakku’.
Dan tatkala Hasan meninggal, maka ia memberikan uang tersebut dan tidak mengawinkannya dengan Yazîd. Ia berkata: ‘Aku takut kau akan lakukan terhadap anakku seperti yang engkau lakukan terhadap anak Rasûl Allâh saw’
Hushain bin Mundzir ar-Raqasyi berkata: ‘Demi Allâh Mu’âwiyah tidak memenuhi sama sekali janjinya, ia membunuh Hujur dan teman-temannya, membaiat anaknya Yazîd dan
meracuni Hasan.
{Ibn Abîl-Hadîd, Syarh Nahju’l-Balâghah, jilid 4, hlm. 4. & hlm. 7.}
Abû ‘Umar berkata dalam al-Istî’âb: ‘Qatâdah dan Abû Bakar bin Hafshah berkata: ‘Mu’âwiyah meracuni Hasan bin ‘Alî, melalui istri Hasan, yaitu putri Asy’ats bin Qais al-Kindî. Sebagian orang berkata: ‘Mu’âwiyah memaksanya, dan tidak memberinya apa-apa, hanya Allâh yang tahu!’. Kemudian ia menyebut sumbernya, yaitu Mas’ûdî.
{Ibnu ‘Abd al-Barr, Kitâb al-Istî’âb, jilid 1, hlm. 141}
Ibnu al-Jauzî mengatakan dalam ‘at-Tadzkirah Khawâshsh’l-Ummah’: ‘Para ahli sejarah di antaranya ‘Abdul Barr meriwayatkan bahwa ia diracuni istrinya Ja’dah binti Asy’ats bin Qais al-Kindî.
As-Sûdî berkata: Yang memerintahkannya adalah Yazîd bin Mu’âwiyah agar meracuni Hasan dan bahwa ia berjanji akan mengawininya. Dan tatkala Hasan meninggal Ja’dah mengirim surat kepada Yazîd menagih janjinya. Dan Yazîd berkata: ‘Hasan saja kamu bunuh, apalagi aku, demi Allâh, aku tidak rela’. Asy-Sya’bî mengatakan: ‘Sesungguhnya yang melakukan tipu muslihat adalah Mu’âwiyah. Ia berkata kepada istri Hasan: ‘Racunilah Hasan, maka akan aku kawinkan engkau dengan Yazîd dan memberimu 100.000 dirham."
Dan tatkala Hasan meninggal Ja’dah menuntut janjinya. Mu’âwiyah lalu mengiriminya uang tersebut dan menambahkan : ‘Sesungguhnya aku mencintai Yazîd, dan mengharapkan agar ia tetap hidup, kalau tidak demikian tentu aku akan kawinkan engkau dengannya’.
Sya’bî berkata lagi: ‘Dan ini benar dengan berdasarkan saksi yang dapat dipercaya: ‘Sesungguhnya Hasan berkata tatkala akan mati dan telah sampai kepadanya apa yang dilakukan Mu’âwiyah: ‘Aku telah tahu minumannya dan kebohongannya, demi Allâh ia tidak memenuhi janjinya, dia tidak jujur dalam perkataannya’. Kemudian Sya’bî mengutip ath-Thabaqât dari Ibnu Sa’d: “Mu’âwiyah meracuninya berulang ulang.
{Ibnu al-Jauzî, ‘al-Tadzkirah’, hlm. 121}
Ibnu ‘Asâkir berkata: ‘Ia diberi minum racun, berulang-ulang, banyak, mula-mula ia bisa pulih, lalu diberi minum lagi dan ia tidak bisa pulih dan dikatakan: Sesungguhnya Mu’âwiyah telah memperlakukan dengan ramah seorang pembantunya agar meracuninya dan ia lalu melakukannya dan berpengaruh sedikit demi sedikit, sampai ia memakai alat untuk bisa duduk dan ia bertahan sampai 40 kali.
Muhammad bin al-Mirzubân meriwayatkan: ‘Ja’dah binti Asy’ats bin Qais adalah istri Hasan dan Yazîd melakukan tipu muslihat agar ia mau meracuni Hasan. ‘Dan saya akan mengawininya, dan Ja’dah melakukannya. Dan tatkala Hasan meninggal Ja’dah menanyakan janji Yazîd dan Yazîd berkata: ‘Sesungguhnya, demi Allâh, kalau Hasan saja kamu
bunuh, apalagi kami’.
{Ibnu ‘Asâkir, Târîkh, jilid 4, hlm. 229.}
Hasan bin ‘Alî (as) sakit yang berakhir dengan kematiannya. Ia diracun istrinya, atas suruhan Mu’âwiyah dengan bayaran 100.000 dinar. Ia lalu memerintahkan Marwân bin Hakam yang diangkatnya jadi gubernur Madînah untuk terus mengamati Hasan dan menyuratinya. Tatkala datang berita bahwa Hasan telah meninggal seluruh penduduk Syam bertakbir. Seorang wanita, Fakhîtah binti Quraidhah bertanya kepada Mu’âwiyah: ‘Apakah kamu bertakbir bagi matinya putri Fâthimah? Ya, aku bertakbir karena hatiku gembira
Ia sangat gembira dan bahagia dan bersujud, dan semua yang hadir ikut bersujud.
{Ibnu Qutaibah, al-Imâmah wa’s-Siyâsah, jilid 1, hlm. 144; Ibnu ‘Abdu Rabbih, al- ’Iqd al-Farîd, jilid 2, hlm. 298; ar-Raghib al-Ishfahânî, Al-Muhâdharât, jilid 2, hlm. 224 dll.}
Imam Ali as berkata bahwa Nabi Saww bersabda : Orang yang mendatangkan kesusahan kepada orang Mu’min tanpa sebab bagaikan orang yang telah memusnahkan Mekah dan Baitul Makmur sepuluh kali dan bagaikan dia telah membunuh seribu malaikat Allah. Mengasihi seorang Mu’min karena Allah semata-mata adalah sebagian dari iman. Ingatlah barang siapa yang cinta karena Ridha Allah semata-mata, membenci karena Allah semata-mata, memberikan sesuatu demi karena Allah, dan menjauhi pemberian hanya karena Allah (apabila dia tahu bahwa Allah tidak menyukainya) adalah salah seorang dari hamba-hamba pilihanNya. Dia adalah salah seorang dari orang-orang Islam yang sempurna, yang mana budi pekertinya amat disukai orang orang-orang lain.
{DiRiwayatkan Akhu Tirbal, Kitab Al Mukmin, Syed Murtadha Husayn }
Imam Ja’far al-Sadiq AS berkata, Nabi SAWW bersabda : “Apabila seorang Mu’min secara tidak benar mencela saudaranya, dia akan jauh dari persahabatan di antara mereka. Apabila seorang Mu’min memanggil saudaranya sebagai musuh, sama ada salah seorang dari mereka kafir. Allah tidak menerima doa-doa orang-orang yang mencela orang-orang Mu’min. Dia juga tidak menerima doa-doa yang membenci dan meletakkan permusuhan dalam hati-hati mereka terhadap orang-orang Mu’min.”
{Kitab Al Mukmin, Syed Murtadha Husayn}
Maka Apa yang membuat Kenistaan dan penindasan kaum yang dzalim terhadap AhlulBait Nabi SAWW dibiarkan, ditutupi, bahkan para Pelakunya DiIdolakan?
Apakah Para Imam Ahlul Bait Nabi SAWW bukan orang-orang yang Mulia? Bukankah Ahlal bait Nabi SAWW disucikanNYA ? lalu ketika Orang – Orang Suci di abaikan haknya dan didzalimi serta dibunuh para pelakunya justru di Elu2kan dan di Jadikan Panutan, kegilaan macam apa yang sedang dialami Umat Muhammad SAWW?
Kebohongan demi kebohongan disodorkan hingga berabad-abad, kebutaan Ummat Muhammad karena jauh dari Kebenaran, hasilnya seperti yang kita sedang alami bersama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar