Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS Ar-Ruum:21)
Rasulullah bersabda: “Tidak ada bangunan dalam Islam yang lebih aku cintai dan lebih aku muliakan dari pernikahan . ” (Muntakhab Mizanul-Hikmah halaman 252
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS Ar-Ruum:21)
Rasulullah bersabda: “Tidak ada bangunan dalam Islam yang lebih aku cintai dan lebih aku muliakan dari pernikahan . ” (Muntakhab Mizanul-Hikmah halaman 252)
Pernikahan merupakan sebuah ikatan suci antara seorang laki-laki dan wanita. Sebelum memasuki jenjang pernikahan dan memutuskan untuk hidup bersama melalui ikatan suci tersebut, sebagai mukaddimah ialah salah satu saling mengenal terlebih dahulu dan ada ketertarikan antara keduanya. Seseorang memutuskan memilih calon pasangan hidupnya karena terdapat berbagai criteria yang menurut pandangannya, criteria yang dimiliki oleh calon pasangan hidup dapat menjadikan mereka hidup bersama dalam mengarungi kehidupan berumah tangga.
Setiap orang, laki-laki ataupun perempuan memiliki angan-angan agar kelak di masa depan mendapatkan pasangan ideal yang didambakannya. Harapan dan keinginan untuk mendapatkan pasangan yang idel adalah merupakan ‘fitrah’ manusia. Fitrah akan cinta pada kesempurnaan. Manusia menyukai kesempurnaan. Oleh karenanya ia selalu ingin mendapatkan pasangan yang sempurna juga. Hanya saja karena terdapat perbedaan dalam memandang kesempurnaan -tergantung backgraound pandangannya terhadap dunia dan tujuan hidup- maka dalam memandang kesempurnaan pun akan berbeda pula. Sewaktu dalam memandang sebuah kesempurnaan terdapat perbedaan maka dalam memandang seorang pasangan ideal pun akan berbeda juga.
Pasangan yang ideal dalam kaca mata sebagian orang ialah seseorang yang sempurna dari sisi lahiriyah saja seperti tampan atau cantik, kaya, sarjana, keturunan pejabat atau ningrat, bodinya atletis bagi lelaki dan langsing bagi perempuan. Namun dalam kaca mata sebagian orang, pasangan yang ideal tidak hanya menjadikan tolok ukur sisi lahiriyah saja. Bahkan sisi lahiriyah yang semu tadi hanya dijadikan hal sekunder saja. Yang menjadi ukuran utamanya ialah kepribadiannya seperti baik, penyayang, lemah lembut bagi perempuan, bertanggungjawab, perhatian dan sifat-sifat terpuji lainnya. Akan tetapi terdapat pandangan lainnya lagi dalam memandang sebuah pasangan ideal. Pasangan ideal adalah seorang manusia sempurna baik dari segi jasmani seperti ganteng atau cantik dan juga memiliki kepribadian yang jempol. Apabila diprosentasekan dengan angka, nilainya ialah seratus persen sempurna.
Dalam sebuah hadis yang disampaikan oleh Rasulullah bahwa seseorang memilih pasangan hidup karena kecantikan / ketampanan, nasab keturunan, harta dan karena agamanya. Dalam akhir ucapannnya beliau mengatakan barang siapa yang memilih pasangan hidup karena agamanya maka berbahagialah ia.
Dalam riwayat lain Rasulullah menjelaskan tentang masalah agama dan prilaku calon istri yang ideal bagi seorang laki-laki, “Barangsiapa yang menikahi seorang perempuan karena kecatikannya maka ia tidak akan melihat padanya melainkan apa yang telah ia inginkan. Dan barangsiapa yang menikahi pertempuan karena hartanya maka ia tidak akan mendapatkan yang lainnya melainkan hanya yang diinginkannya. Maka hendaknya kalian menikahi seseorang karena agamnya.” (Muntakhab Mizan al-Hikmah halaman 252)
Apabila seseorang menikah hanya karena tujuan kecantikan atau ketampanan pasangannya, maka hanya untuk beberapa waktu saja ia menikimati kecantikan dan ketampanan pasangannya. Karena setelah itu, disebabkan selalu bersamaan maka kecantikan dan ketampanan yang dimiliki oleh pasangannya tidak seperti ketika awal permulaan mereka bertemu. Pasangannya akan dirasakan biasa saja. Mungkin sebagian merasakan adanya rasa bosan.
Yang menjadi pertanyaan, dapatkan seseorang mendapatkan pasangan hidup yang ideal, sempurna tanpa memiliki kekurang sedikitpun? Karena sebelum memasuki kehidupan berumah tangga dan hidup bersama, maka sebagian kekurangan baik yang dimiliki oleh seorang istri maupun suami semuanya tidak akan tampak. Kekurangan dan kelebihan seseorang akan tampak ketika dia sudah memasuki hidup bersama dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Oleh karena itu, ulama akhlak kontemporer Ayatullah Mudhohiri dalam karyanya yang berjudul ‘Akhlak dalam Rumah’ (kehidupan berumah tangga) mengatakan bahwa tidak mungkin seseorang dapat menemukan pasangan yang seratus persen merupakan idamannya. Tujuh puluh persen saja sesuai yang kita harapkan itu sudah sangat bagus sekali.
Dalam riwayat lain Rasulullah mensyaratkan tentang ‘sepadan’ (sekufu) dalam memilih pasangan hidup. Walaupun pengertian sepadan memiliki pengertian yang luas dapat mencakup masalah status sosial, ekonomi, dalam pemikiran, status keilmuan dan dalam masalah agama dan keyakinan. Namun penekanannnya lebih pada masalah sepadan dari masalah agama. Artinya, pasangan yang akan kita pilih adalah pasangan yang beradarkan kacamata agama adalah orang yang baik yang dapat diajak hidup bersama dalam mengarungi kehidupan rumah tangga.
Karena ketika seseorang memilih pasangan hidup berdasarkan tolok ukur agama (dengan penjelasan sederhananya ialah karena Allah), maka ketika ia mendapatkan kekurangan yang dimiliki oleh pasangannya pasca pernikahan. Dan setelah beberapa saat menjalani hidup berumah tangga maka ia akan melihat berbagai kekurangan yang sebelumnya tidak ia diketahui. Di situ ia tidak akan merasa kecewa. Karena ia baru akan menyadari bahwa setiap manusia (selain para manusia pilihan Tuhan dan para manusia suci) tidak akan pernah lepas dari kekurangan. Setiap orang dibalik kelebihan yang dimilikinya pasti ia akan memiliki kekurangan. Seringnya jika seorang istri atau suami tidak melihat pasangannya berdasarkan kaca mata agama niscaya ia hanya akan berusaha memandang sisi kekurangan pasangannya saja, dimana apabila hal itu diperbesar -atau bahkan dibesar-besarkan- akan berdampak merusak keutuhan sebuah rumah tangga yang telah dibina dengan susah payah. Satu sama lain akan selalu berusaha mencari kekurangan yang lainnya, saling merendahkan dan tidak saling menghormati. Di saat itu, kehidupan rumah tangga akan terasa pahit bagi pasangan suami-istri tersebut, dan selalu dipenuhi dengan perselisihan.
Oleh sebab itu, dalam mengatasi masalah ini, agama Islam telah memberikan jalan keluarnya. Yaitu dengan menerima pasangan hidup kita apa adanya. Bagaimana caranya? Dengan melihat sisi-sisi kelebihan yang dimiliki oleh pasangan kita. Dan menyadari bahwa sebagaimana kita sendiri tidak sempurna maka pasangan kita pun pastilah tidak sempurna. Selain memiliki kelebihan pasti ia memiliki kekurangan. Cara yang obyektif dan rril adalah dengan menutupi kekurangan pasangan kita melalui kelebihan-kelebihan yang dimilikinya. Itulah cara paling ‘aman’ dalam membangun keharmonisan sebuah rumah tangga.
Seorang istri atau suami hendaknya bangga atau membanggakan kelebihan yang dimiliki oleh pasangannya. Dan selalu berusaha menutup mata atas kekurangan yang dimiliki oleh pasangannya, bukan lantas membandingkannya dengan yang lain. Ungkapan seperti; “Lihatin Pa, suaminya tetangga lebih baik dari Papa. Ayo dong Papa juga kaya dia, nyari uang siang-malam. Gimana sih Papa ini, kaya suami tetangga dong…!”. Atau ucapan seorang suami terhadap istrinya seperti: “Lihatin Ma, istrinya tetangga pintar masak (istrinya bisa masak hanya tidak semahir istri tetangganya)!. Lihatin Ma, istrinya fulan pintar membuat kerajinan, keterampilan dan lainnya. Gimana sih Mama ini nggak bisa apa-apa!”. Seorang manusia dengan status apapun (bahkan anak-anak sekalipun) tidak akan pernah senang jika dibandingkan dengan orang lain. Karena selain akan merasa dijatuhkan harga dirinya, ia juga akan merasa kehilangan rasa percaya diri. Oleh sebab itu, dalam psikologi pun telah dijelaskan bahwa hendaknya orang tua jangan sekali-kali untuk membanding-bandingkan anaknya dengan anak lain. Karena apabila melakukan hal itu, artinya, sama dengan membunuh potensi-potensi dan kelebihan yang dimiliki oleh anaknya yang tidak dimiliki oleh yang lainnya.. Ia akan merasa rendah diri, hilang rasa percaya diri, dan tidak memiliki arti apa-apa di hadapan orang lain.
Seorang pasangan istri-suami pun demikian pula. Ia hendak berusaha merasa bangga dengan kelebihan yang dimiliki oleh pasangannya. Dan dengan rasa bangga ini, sebaliknya, akan menambah erat hubungan keharmonisan sebuah rumah tangga. Suami-istri harus berusaha selain melakukan pujian terhadap pasangannya yang keluar dari dalam hati, juga harus dibuktikan dalam prilaku dan lisan. Hendaknya tidaklah sungkan mengatakan kepada pasangan: “Aku bangga padamu sayang. Engkau suami yang sangat perhatian terhadap urusan rumah tangga, dan baik sekali. Tidak semua orang seperti kamu lho…!?“. Atau ungkapan istri kepada suaminya: “Aku bangga padamu sayang. Engkau istri yang sangat baik dan pengertian. Engkau pintar menata rumah. (atau misalkan) Engkau pintar memasak. Gak semua istri seperti kamu lho….!?”.
Tentunya ungkapan-ungkapan semacam ini, akan lebih berpengaruh dalam jiwa apabila keluar dari hati sanubari. Oleh karena itu, janganlah kita mempersulit diri dan selalu berusaha untuk menjadikan rumah tangga kita seperti rumah tangga orang lain. Nikmatilah hidup apa adanya, dan jangan menyibukan diri memata-matai kehidupan orang lain dan lantas membanding-bandingkannya. Kehidupan akan dirasakan sulit (pahit) atau senang (manis) dimana semua itu kembali kepada kita sendiri dalam berprilaku. Jika kita selalu berusaha untuk menjadikan pasangan kita sebagai manusia yang sempurna seperti orang lain, selain kita dan pasangan kita sendiri akan merasa capek dengan perbuatan sia-sia tersebut (karena mustahil akan bisa diraih), juga tidak akan pernah dapat menikmati kehidupan yang kita alami secara riil. Sebelum terlambat, marilah kita memulai untuk menjadikan kehidupan ini menjadi lebih indah. Tentunya dengan menjalankan tips-tips yang telah dianjurkan oleh agama Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar