Quito R. Motinggo
Masalah Qadla’ & Qadar adalah masalah klasik yg pernah ramai diperdebatkan pada masa2 Bani Umayyah & Abbassiyyah. Di dalam sejarah gereja, agama Kristen & Katolik pun masalah ini sudah lebih dulu menjadi topik yang panas. Bagaimana tidak, hal ini terkait dengan keyakinan yg sangat memengaruhi tindak & perbuatan manusia untuk masa depan mereka.
JABARIYYAH (FATALISME) & QADARIYYAH (TAFWIDH)
Paham Jabbarriyyah adalah paham yg menganggap bahwa semua perbuatan manusia sudah ditentukan oleh Tuhan, sehingga manusia terpaksa (jabr/lebih tepatnya dipaksa) menerima nasibnya tanpa bisa mengubah ketentuan Tuhan tsb (fatalism). Paham ini pertama sekali diutarakan oleh Ja’d bin Dirham.
Melanjutkan pemikiran Ja’d bin Dirham, Jahm bin Shufwan mengeluarkan pendapat yg ekstrim bahwa manusia tidak mampu untuk berbuat apa2. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Semua nasib dan kehidupannya hatta surga & nerakanya telah ditentukan Tuhan. Benarkah demikian?
Paham Jabbariyyah berpendapat demikian, bukan tidak mempunyai dalil al-Quran, mereka mengemukakan beberapa ayat2 Quran antara lain :
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS Al-Hadid [57] ayat 22)
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya , dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata ” (QS Al-An’am [6] ayat 59)
“Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Ibrahim [14] ayat 4)
Orang yang tidak sungguh2 mencoba memahami al-Quran secara integral & komprehensif akan “putus asa” membaca ayat tersebut di atas. Padahal ada ayat2 Quran lainnya yg seolah-olah justru menentang ayat2 tsb di atas.
Lawan sengit dari penganut paham Jabbariyyah adalah penganut paham Qadariyyah. Yang mesti diperhatikan dengan sungguh2 dan hati2 adalah : Jika paham Jabbariyyah menganggap bahwa manusia terikat sama sekali oleh ketentuan Tuhan dan tidak punya kebebasan sama sekali, maka paham Qadariyyah berada pada kutub ekstrim lainnya, mereka meyakini bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi sama sekali oleh Tuhan. Paham ini berpendapat bahwa setiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, manusia bebas secara mutlak berbuat sesuatu dan meninggalkannya atas kehendaknya sendiri tanpa ada kekuatan atau daya Tuhan yg andil di dalamnya atau mengintervensinya (free will).
Beberapa ayat Quran yang menjadi dalil atau dasar keyakinan penganut paham Qadariyyah antara lain :
Beberapa ayat Quran yang menjadi dalil atau dasar keyakinan penganut paham Qadariyyah antara lain :
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS Al-Ra’d [13] ayat 11)
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpahruah dari segenap tempat, tetapi penduduknya mengingkari ni’mat-ni’mat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, DISEBABKAN apa yang selalu mereka perbuat.” (QS Al-Nahl [16] ayat 112)
Ayat QS 16:112, ini menjadi dalil bagi paham Qadariyyah bahwa setiap kejadian atau peristiwa di alam ini terikat oleh hukum sebab-akibat (causalita).
Penganut paham Jabbriyyah mengejek penganut paham Qadariyyah dengan tuduhan bahwa kaum Qadariyyah seperti orang-orang Yahudi yg menganggap Tuhan tidak punya peran sama sekali di dalam kehidupan manusia, seolah-olah tangan Tuhan terbelenggu.
“Orang-orang Yahudi berkata: “Tangan Allah terbelenggu”, sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dila’nat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. , tetapi kedua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki.” (QS Al-Maidah [5] ayat 64)
Sebaliknya, kaum Qadariyyah menuduh kaum Jabbariyyah dengan tuduhan bahwa kaum Jabbariyyah menganggap Tuhan tidak adil, karena Tuhan bertindak semena2 dg meniadakan pilihan dalam kehidupan manusia, memaksa (jabr) manusia melakukan segala sesuatu tanpa diberikan kebebasan untuk memilih (ikhtiyar), padahal Al-Quran menyebutkan : “yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan bahwasanya Allah sekali-kali tidak menganiaya/menzalimi hamba-hamba-Nya.” (QS Ali Imran [3] ayat 182)
Sejak berkuasanya al-Mutawakkil (Dinasti Abbasiyyah) dan seterusnya para raja dinasti2 yg melanjutkan kekuasaan Dinasti Abbasiyyah membela paham Jabbariyyah, termasuk mazhab Asy’ariyyah hingga saat ini. Pengaruh paham ini pun sempat berdampak pada mazhab Syi’ah yg sebelumnya menolak aliran Asy’ari dg paham Jabbariyyah-nya. Prinsip Qadla & Qadar yg semula tidak bertentangan dengan kemerdekaan manusia dipahami dengan pemahaman Jabbariyyah.
DAMPAK NEGATIF PAHAM JABBARIYYAH
Paham Jabbariyyah yang dianut kaum Asy’ariyyah, yang menyatakan bahwa manusia tidak sedikit pun memlik ikhtiyar (kebebasan memilih), menimbulkan dampak negatif, karena melumpuhkan jiwa manusia dan bahkan bisa menjadi dalil/argumen orang2 zalim dan pada saat yg sama mengikat erat2 tangan kaum tertindas. (*)
Bani Umayyah menggunakan paham ini untuk menguatkan/melanggengkan kekuasaannya dan menindas manusia. Bani Umayyah berkata kepada org2 yg hendak melawan penindasan mereka dengan argumen bahwa kekuasaan yg mereka peroleh adalah kehendak Allah, apakah org2 yg ditindas mau melawan kehendak Allah (?).
AMR BAYN AL-AMRAIN
Selain dua paham yg saling bertolak belakang di atas, ada satu paham lagi, yaitu paham “Amr bain Al-Amrain”, “Perkara di antara Dua Perkara”. Paham ini dianut oleh Syiah pada umumnya. Paham ini bersandar pada prinsip Keadilan Ilahi yang berdiri di tengah paham Jabbariyyah & paham Qadariyyah.
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (qadar).” (QS 54:49)
Syiah meyakini bahwa Allah Swt memang menentukan kadar (qadar) segala sesuatu (termasuk semua kehidupan manusia, dengan pengertian bahwa ketentuan atas kadar yg diperoleh manusia/alam itu bisa berubah, sejauh manusia mau mengubahnya.
Menurut Syiah, ketentuan itu (Qadla) itu ada dua : Qadla Mahtum (Ketentuan Yang Mutlak Tak dapat Diubah) dan Qadla Mubram atau Mu’allaq (Ketentuan Yg Dapat Diubah Yang Bergantung pada Objek/Manusianya)
Salah satu contoh Qadla Mahtum (Ketentuan Yang Tak Ada Pilihan) adalah kelahiran manusia, bahwa manusia lahir bukan atas pilihannya. Dia juga tidak bisa memilih orangtuanya, atau tempat ia dilahirkan dsb.
Adapun Qadla Mubram adalah ketentuan Allah yang tidak mutlak, artinya Allah Swt telah menentukan ajal, jodoh, dan rezeki manusia berdasarkan kadar/ukurannya (qadar), namun manusia bisa mengubah kadar yg ditentukannya dengan segenap upayanya (ikhtiyar).
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari perbuatan mereka, agar mereka kembali.” (QS 30:41)
“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (QS 76:3)
Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin biarlah ia kafir”. (QS 18:29)
Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin biarlah ia kafir”. (QS 18:29)
SYARAT DAN HUKUM KAUSALITA
Jika paham Jabbariyyah menyatakan, “Di dunia ini tidak ada syarat bagi sesuatu.” Sedangkan paham Qadariyyah menyatakan, “Sebagian sesuatu terwujud atas kehendak Allah dan sebagiannya lagi adalah bukan kehendak Allah.”
Paham “Amr bain al-Amrain” meyakini bahwa segala sesuatu adalah kehendak Allah dan sekaligus meyakini bahwa seluruh aktivitas kehidupan bukan tanpa perhitungan, di mana sesuatu bukan syarat bagi sesuatu yang lain. Segala sesuatu mempunyai syarat tertentu,dan dengan syarat2 tertentu itulah ia terwujud.
Atau dengan kata lain, segala sesuatu terwujud atas kehendak Allah dan kehendak Allah ada dalam aturan alam.Kehendak Allah-lah yg menyebabkan terwujudnya berbagai perhitungan dan aturan alam semesta ini. Segala sesuatu terwujud atas kehendak Allah, tetapi kehendak Ilahi ini memiliki syarat & aturan tertentu.
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar