Laman

Kamis, 31 Maret 2011

2 Dari Yang 1


(Oleh : Ust. Abdullah Assegaf)


Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (al-Anbiyâ: 107)
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”  (al-Baqarah: 30)

Segala puji bagi Allah atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya dan telah menempatkan cinta di hati kita semua, sehingga kita dapat merasakan sebuah kegembiraan di saat Rasulullah saww bergembira. Salah satu kegembiraan besar Rasulullah saww adalah kelahiran puteri beliau, Fathimah al-Zahra, yang jatuh pada tanggal 20 Jumadil Akhir ini.


Segala puji dan syukur juga untuk Allah Swt lantaran kita dapat menyadari betapa banyaknya kita telah melakukan kemaksiatan, kesalahan, dan dosa-dosa. Kalau kita bayangkan betapa banyaknya kita telah melakukan kesalahan dan dosa-dosa, maka sudah selayaknya pabila Allah Swt mematikan hati kita dari perasaan cinta tersebut. Namun, sampai saat ini, kita masih yakin dan kita masih merasakan bahwa kita mencintai Ahlul Bait (Rasulullah saww). Kalaupun kita tidak mengikuti apa yang mereka perintahkan dan ajarkan kepada kita, maka itu bukan lantaran kita meninggalkan (tidak lagi mencintai) mereka, tetapi semata-mata lantaran kita dikuasai oleh hawa nafsu kita.
 Sungguh, betapa buruk, hina, dan lalainya kita dihadapan sekian banyak tanggung jawab kita sebagai hamba Allah Swt. Namun, dengan semuanya itu, Allah Swt masih tetap menumbuhkan benih cinta kita kepada Fathimah al-Zahra dalam diri kita. Selayaknya, kita tidak berhenti untuk mensyukuri hal tersebut. Kita juga selalu berharap, semoga Allah Swt tidak mencabut tunas cinta kita kepada Fathimah al-Zahra hingga akhir kehidupan kita.
Untuk memperingati sekaligus ikut merayakan hari kelahiran puteri Rasulullah saww ini, saya sengaja memulai pembahasan ini dengan ayat yang dinisbatkan kepada ayahanda Fathimah al-Zahra ini: Wamâ arsalnâka illâ rahmatan lil ‘âlamîn.
Firman Allah Swt ini berbincang tentang alasan Allah SWT mewujudkan, menurunkan, dan mengutus Rasulullah saww. Yakni, demi menyampaikan rahmat-Nya kepada segenap alam semesta ini. Artinya, bahwa tugas Rasulullah saww sebagai perwujudan kehendak Allah Swt bukanlah hanya untuk menyampaikan rahmat berupa syariat secara lahiriah belaka, atau mengirimkan aturan dan undang-undang Allah Swt ke atas muka bumi ini, atau memberikan teladan dan nasihat bagi umat manusia di seantero dunia. Namun, keberadaan al-Rasul saww merupakan rahmat bagi semua makhluk Allah Swt di muka bumi ini, untuk keberadaan semua mahluk tersebut. Ya, semuanya tidak terlepas dari rahmat Allah Swt, yang untuk itu, Allah Swt menempatkan Rasulullah saww sebagai wasilah (perantara)-Nya.
Ketika kita berkata bahwa rahmat Allah Swt yang pertama adalah wujudnya kehendak Allah Swt untuk menciptakan alam semesta ini, maka sudah selayaknya kita juga bertanya: dengan apakah Allah Swt menciptakan alam semesta ini?
Setiap penciptaan sangat bergantung kepada kesempurnaan penciptanya; dan Allah Swt adalah Zat yang Mahasempurna. Kesempurnaan Allah Swt tergambarkan pada dua nilai berikut: Pertama, jamaliyyah (kelembutan, keindahan) Allah Swt dan, kedua, jalaliyyah (keagungan, kesucian) Allah Swt. Dua nilai ini dalam ilmu kalam diterjemahkan sebagai sifat tsubutiyyah (penetapan) dan salbiyyah (penolakan) terhadap Allah Swt.
Ketika Allah Swt berfirman tentang keberadaan mahluk-Nya, Allah Swt  mengatakan: Alladzi ahsana kulla syai’in khalaqah. Maksudnya, bahwa Allah Swt adalah Zat yang menjadikan seluruh ciptaan-Nya indah, sangat baik, tidak memiliki cacat, dan tidak memiliki kekurangan (ahsan). Di dalam ayat ini, Allah Swt menegaskan tentang jamaliyyah-Nya. Innallâha jamîl wayuhibbul jamâl. Maksudnya, Allah Swt itu indah dan Allah Swt mencintai keindahan.
Karena Allah Swt memiliki kekuasaan, iradah, dan qudrah; Allah beriradah terhadap keindahan (jamal); Allah memiliki qudrah untuk mewujudkan jamal; dan Allah Swt memiliki ilmu tentang jamal, maka Allah Swt menciptakan alam semesta ini dengan jamaliyyah-Nya.
Namun, ada sebuah sifat Allah Swt yang belum tergambarkan di alam ini, yaitu sifat jalaliyyah (keagungan) Allah Swt; penggambaran bahwa Allah Swt memiliki wilayah (kekuasaan) atas alam semesta ini, bahwa Dia memiliki hukum atas seluruh ciptaan-Nya. Di antara ciptaan-Nya, Allah Swt menyempurnakan jamaliyyah dengan jalaliyyah. Yakni, diciptakannya dan ditempatkannya manusia sebagai pengatur. Ya, untuk menegakkan kekuasaan Allah, untuk memanfaatkan keindahan dan kesempurnaan alam semesta, maka Allah Swt menempatkan manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi: Innî jâ-ilun fil-ardhi khalîfah.
Manusia merupakan gambaran seluruh ciptaan Allah Swt, sebagaimana  dinyatakan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, “Adakah kalian ini mengira, kalian merupakan bagian kecil dari alam ini. Padahal, sebenarnya seluruh alam semesta ini ada pada kalian.”
Manusia adalah wujud yang meliputi seluruh kesempurnaan alam. Sebab, pada diri manusia terdapat jamaliyyah dan jalaliyyah Allah Swt. Jamaliyyah  Allah Swt menggambarkan kasih sayang, kelembutan, dan keindahan. Sementara jalaliyyah Allah Swt menggambarkan keperkasaan, amarah, dan ghadab-Nya sebagai lawan bagi jamaliyyah-Nya. Oleh karena itulah Allah Swt menciptakan manusia secara berpasang-pasangan, laki-laki dan wanita.
Laki-laki adalah gambaran atas nilai jalaliyyah Allah Swt dan wanita adalah gambaran atas nilai jamaliyyah Allah Swt, dengan catatan, ketika mereka masih menjadi manusia. Namun, ketika seseorang meninggalkan nilai kemanusiaannya, ketika ia meninggalkan nilai-nilai yang ada pada dirinya sebagai manusia, maka ia tidak lagi menggambarkan jamaliyyah dan jalaliyyah Allah Swt.
Ini disebabkan, Allah Swt mengatakan: Ulâ-ika kal an-‘âm, balhum adhal. Maksudnya, mereka sama seperti binatang, bahkan jauh lebih sesat lagi. Mereka tidak berhak untuk menjabat maqam (kedudukan) sebagai pengatur dan khalifah Allah Swt. Ya, tidak ada bedanya antara mereka dengan hewan, tumbuhan, ataupun batu, yang semuanya tidak mewakili jamaliyyah dan jalaliyyah Allah Swt.
Dalam pada itu, Rasulullah saww berbincang tentang Fathimah al-Zahra.  Rasulullah saww, yang merupakan pribadi teragung, khalifah Allah Swt di muka bumi ini, yang karena beliaulah Allah menciptakan alam semesta ini, sebagaimana yang dinyatakan-Nya: Kalau bukan karena Engkau, wahai Muhammad, tidaklah Aku menciptakan alam semesta ini, beliau berkata tentang Fathimah, “Fathimah adalah belahan jiwaku, siapa saja yang membuatnya marah, maka ia membuatku marah, dan siapa saja membuatku marah, maka ia membuat-Nya (Allah) marah.”
Beliau mengatakan bahwa Fathimah adalah bagian dari pribadi Rasulullah saww sendiri. Sementara, Rasulullah saww adalah gambaran (tajalliyyah) dari jamaliyyah dan jalaliyyah Allah Swt. Dengan demikian, pribadi Fathimah adalah (gambaran) jamaliyyah Allah Swt. Lantaran beliau (Fathimah)lah sebagian di antara keseluruhan kesempurnaan Allah Swt menjadi nyata di muka bumi ini. Tinggallah kita kehilangan sebagian yang lain, yaitu jalaliyyah Allah Swt.
Gambaran akan adanya kekuasaan, penegakan hukum dan undang-undang, serta adanya hakim dan tahkim merupakan gambaran jalaliyyah Allah Swt. Sementara itu, Rasulullah saww mengatakan, “Wahai Fathimah, tidaklah Allah Swt menciptakan Engkau kecuali untuk Ali, dan tidaklah Allah Swt menciptakan Ali kecuali untuk Engkau. Wahai Fathimah, pabila Engkau ada dan Ali tidak wujud di dunia ini, maka Engkau tidak akan pernah menemukan pasanganmu. Dan kalau Ali diciptakan sementara Engkau tidak diciptakan oleh Allah Swt,  maka niscaya Ali tidak akan pernah menemukan pasangannya.”
Karena jamaliyyah Allah Swt selalu bersamaan dengan jalaliyyah-Nya, dan jalaliyyah Allah Swt selalu bersamaan dengan jamaliyyah-Nya, dan keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak pernah terpisah—hilangnya jamaliyyah menghilangkan jalaliyyah dan hilangnya jalaliyyah menghilangkan jamaliyyah—dan Rasulullah saww menunjuk Fathimah secara khusus sebagai bagian dari Rasulullah saww, sementara Rasulullah saww yang merupakan wujud manusia sempurna adalah tajalliyyah dari jamaliyyah dan jalaliyyah Allah Swt, maka jamaliyyah pada diri Rasulullah saww terdapat pada Fathimah dan jalaliyyah pada diri Rasulullah saww terdapat pada Ali bin Abi Thalib.
Inilah yang dikatakan al-Quran dengan indah sebagai: Wal bahraini yaltaqiyyân (dua laut yang bertemu). Dan: Yahruju min-hâ lu’lu’i wal marjân (dari dua laut yang bertemu itu keluarlah permata lu’lu’ dan marjan, yakni al-Hasan dan al-Husain).
Ya, Rasulullah saww mengatakan bahwa beliau dan Ahlul Bait beliau diciptakan dari satu penciptaan. “Tangan” Allah Swt secara langsung yang berhubungan dengan mereka; jamaliyyah dan jalaliyyah Allah Swt yang berhubungan langsung dengan mereka. Karena itu, alangkah indahnya ciptaan Allah Swt ini; dan seluruh keindahan Allah Swt ada pada Fathimah. Alangkah agungnya ciptaan Allah Swt ini; dan seluruh keagungan ciptaan Allah Swt ada pada Ali bin Abi Thalib.
Ya, wujud Fathimah adalah wujud dari jamaliyyah Allah Swt. Segala sesuatu yang dihadapkan pada Fathimah, akan tunduk. Segala hujah, pabila dihadapkan pada wujud Fathimah, maka hujah itu akan runtuh. Oleh karena itu, Imam Musa al-Kadzim mengatakan bahwa Fathimah dinamakan dengan Fathimah, lantaran ia telah memutus ketamakan orang-orang atas kekhalifahan Rasulullah saww.
Ya, siapapun ia, bila Fathimah membencinya, maka tidak akan ada bukti—meskipun al-Quran dibuka hingga hancur dan seluruh hadis dikaji hingga musnah—yang akan menguatkan bahwa orang yang dibenci Fathimah berada dalam kebenaran.
Sungguh, keberadaan Fathimah merupakan jamaliyyah Allah Swt. Seluruh keindahan dan kebaikan, ada pada pribadi agung Fathimah. Kita dapat membayangkan bagaimana Allah Swt telah menempatkan Fathimah pada satu tempat yang istimewa sekali. Allah Swt telah menjadikan Fathimah sebagai tempat di mana hanya hati-hati yang mencintai kebaikan, kebenaran, dan kesempurnaan saja yang dapat mencintainya. Setiap hati yang tidak mencintai kebenaran, keadilan, dan kesempunaan tidak akan pernah berhubungan dengan keindahan Fathimah. Artinya, keindahan Fathimah hanya berhubungan dengan nilai-nilai jamal (keindahan) saja.
Kita dapat melihat bahwa hari ini, di tempat ini, kita duduk bersama dan merayakan kelahiran puteri baginda Rasul saww. Sebenarnya, ini merupakan sebuah tanda bagi kita bahwa bagaimana pun jauhnya kita melangkah dan meninggalkan Allah Swt, namun kerinduan terhadap keadilan, kebenaran, dan kesempurnaan masih ada dalam diri kita. Dalam pengertian, bahwa rahmat, rahmaniyyah dan rahimiyyah Allah SWT juga masih bersama dengan kita. Semoga dengan pertemuan kita hari ini, dengan zikir (ingatan) atas pribadi agung Fathimah al-Zahra, Allah Swt terus menghidupkan perasaan cinta kita terhadap keadilan, kebenaran, keagungan, dan kesempurnaan. Sehingga, kita tetap bersama dengan jamaliyyah Allah Swt, dan itu adalah Fathimah binti Muhammad saww. Semoga Allah Swt memberkati kita semua atas kelahiran puteri Rasulullah saww ini.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar