Laman

Kamis, 31 Maret 2011

Al Ustd Sayyid Hasyim Al-Habsyi


DALIL – DALIL  SYI’AH
UNTUK  MEMPERKUAT  HUJJAH
DALAM  MENJALANKAN
AQIDAH  MEREKA


PENULIS :

AL USTD SAYYID HASYIM
AL HABSYI















PENERBIT
YAYASAN AL QURBA


(1).   SYI’AH DALAM
AL – QUR’AN DAN HADITS

Kata Syi’ah beberapa kali dipakai didalam Al-Qur’an dengan arti golongan atau pengikut, lihat Al-Qur’an { Al-Qashash : 15 } yang artinya :
“ Dan dia masuk kekota {Mesir} ketika penduduknya sedang lengah, dan dia mendapati padanya dua laki-laki sedang berkelahi. Yang seorang dari golongannya/ pengikutnya {Bani Israel}, dan yang seorang lagi dari golongan musuhnya {Qibthi}. Maka yang dari golongannya itu meminta pertolongannya melawan orang yang dari golongan musuhnya, lalu Musa meninjunya maka orang itu mati. Musa berkata, “ ini adalah dari perbuatan setan. Sesungguhnya setan adalah musuh yang terang menyesatkan.”

Dan disurat { Ash-Shaffat ; 83 }
“ Dan sesungguhnya Ibrahim adalah dari golongannya.

Dan disurat { Maryam ; 69 }
Kemudian kami tarik dari tiap-tiap golongan siapa diantara mereka yang amat durhaka kepada yang Maha Pengasih

Dan Rasulallah SAWW juga beberapa kali memakai kata syi’ah untuk menunjuk pada Imam ‘Ali bin Abi Thalib As. Dan ini diriwayatkan dalam beberapa kitab Ahlussunnah, antara lain ;

1}. Ibnu Asakir dalam tarikhnya juz 2, hal 442, “  Jabir bin Abdullah, berkata ; kita bersama Rasulallah SAWW saat Imam ‘Ali As datang, lalu Nabi SAWW bersabda ; Demi yang jiwaku ada dalam genggamanNYA, sesungguhnya dia { Imam ‘Ali As } dan Syi’ahnya adalah yang beruntung dihari kiamat.

2}. Ibnu hajar dalam sawaiq muhriqah bab 11 pasal 1ayat 1dari Ibnu Abbas ra: saat turun ayat “HUM KHAIRUL BARIYYAH “ Rasulallah SAWW bersabda : mereka itu engkau dan Sy’iahmu. Engkau dan Syi’ahmu akan datang dihari kiamat dalam keadaan Ridho dan diridhoi, sedang musuhmu akan dibenci dan dimarahi.

3}. Al Qunduzi Al Hanafi dalam Yanabi’ul Mawaddah juz 2 hal. 61, berkata Ummu Salamah ra, Rasulallah SAWW telah bersabda : Ali dan Syi’ahnya adalah orang yang beruntung dihari kiamat.

4}. As Sablanji dalam kitab Nurul Absar hal. 78 dari Ibnu Abbas ra. Berkata : saat turun Ayat diatas Rasulallah SAWW bersabda : Engkau dan Syi’hmu akan datang dihari kiamat dalam keadaan Ridho dan diRidhoi, sedang musuhmu akan dibenci dan dimarahi.

5}. Al Hakim Al Hiskani dalam syawahid Tanzil dengan sanad dari Imam Ali As, Rasulullah SAWW besabda: Wahai ‘Ali tidakkah kau dengar firman Allah SWT : Mereka itu adalah syi’ahmu. Tempatmu dan tempatku adalah di telaga haud dalam keadaan berseri-seri.

6} .Thabari dalam tafsirnya juz 3 hal. 365 dari Muhammad bin Ali bersabda : itu engkau dan syi’ahmu wahai Ali.

7}. As Suyuti dalam Ad Duurul Mansur juz 6 hal 379 dari Imam ‘Ali As, Rasulallah SAWW bersabda : Tidakkah kau dengar firman Allah SWT  [ayat diatas] , itu engkau dan Syiahmu. Tempatku dan tempatmu semua ditelaga haud saat orang-orang dihisab, kita ditempat yang berseri-seri.

Juga bisa dilihat dikitab :
-         Al Kanji Asy Syafi’I dalam kifayah At Thalib hal. 214.
-         Al Khawarizmi dalam manaqib hal. 111
-         Al manawi dalam kunuzul Haqaiq juz 1 hal. 150.
-         Ibnu Sibagh Al Maliki dalam Fusulul Muhimmah hal. 107.
-         Al Baladuri dalam Ansabul Asraf hal. 182.
-         Al Alusi dalam Ruhul Ma’ani juz. 16 hal. 370.
-         As Sibt Ibnu Jauzi dalam Tazdkiratul khawas hal. 27.
-         As Saukani dalam Fathul Ghadir juz. 5 hal 398.  
-         Az Zarnadi dalam Nadom Durarus Simtain hal. 92.


Sungguh sangat mengherankan apabila Al-Qur’an dan Rasulallah SAWW sering kali menggunakan kata-kata Syi’ah untuk para pengikut Imam ‘Ali Bin Abi Thalib As, tiba-tiba masih saja ada yang mengatakan bahwa Syi’ah itu produk Ibnu Saba’.

Padahal cerita tentang Ibnu Saba’ baru muncul pada pertengahan abad ke-2 Hijriah dan itupun hanya diriwayatkan oleh Saif Bin Umar At Tamimi dalam kitabnya yang berjudul Al Futuh Al Kabir Wa Ar Riddah dan Al Jamal Wa Masiri ‘Ali Wa Aisyah (170 H). kemudian At Thabari, Ibnu Asakir, Adz Dzahabi dan lain-lain menukil dari kitab diatas. Sementara itu ada sekitar 13 Ulama Sunni yang menilai Saif bin Umar at Tamimi sebagai berikut :
1.      Yahya bin Mu’in ( 233H ) : “ riwayat-riwayatnya lemah dan tidak berguna “.
2.      An Nasa’i (303H ) dalam kitab sahihnya, “ riwayat-riwayatnya lemah, riwayat-riwayat itu harus diabaikan karena ia orang yang tidak dapat diandalkan dan tidak dapat dipercaya.”
3.      Abu Daud ( 316H ) mengatakan, “riwatnya tidak ada harganya, ia seorang pembohong, ( AL KHADZDZAB )
4.      Ibn Abi Hatim ( 327H ) mengatakan bahwa, “mereka telah meninggalkan riwayat-riwayatnya.”
5.      Ibn Al Sakan ( 353H ), lemah ( DHA’IF )
6.      Ibn Adi ( 365H ), “ lemah, sebagian dari riwayatnya terkenal, namun sebagian terbesar dari riwayat-riayatnya Mungkar dan tidak diikuti.”
7.      Ibn Hibban ( 354H ),” ia terdakwa sebagai ZINDIK dan memalsukan banyak riwayat-riwayat.”
8.      Al – Hakim ( 405H ), “ riwayat-riwayatnya telah ditinggalkan, ia dituduh ZINDIK.”
9.      Khatib Al Baghdadi ( 406H ), tidak mempercayainya.
10. Ibn ‘Abdil Barr ( 463H ) meriwayatkan dari Abi Hayyan bahwa “riwayat-riwayat saif telah ditinggalkan, kami menyebutnya sekedar untuk diketahui saja.”
11. Saifuddin ( 923H ) dianggap lemah ( dha’if )
12. Fihruzabadi ( 817H ) dalam tawalif menyebut Saif Lemah ( dha’if )
13. Ibnu Hajar ( 852H ) setelah menyebutkan salah satu dari riwayat-riwayatnya menyebutkan bahwa riwayat itu disampaikaan oleh musnad-musnad yang lemah, yang terlemah diantaranya ( asysyadduhum ) ialah Saif.

Dengan demikian, berita tentang Syi’ah yang pertama bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits, sedang yang kedua dari Saif bin umar at tamimi ( si ZINDIK ) yang mengatakan bahwa Syi’ah adalah ciptaan Ibn Saba’.
Jika Ulama Jarh Wa Ta’dil menilai Saif tak dapat dipercaya, zindik, pembohong, pendusta, penipu, mungkar dan lain-lain, Allah SWT berfirman, :  

HAI ORANG-ORANG YANG BERIMAN,JIKA DATANG KEPADAMU ORANG FASIK DENGAN SUATU BERITA, MAKA SELIDIKILAH AGAR KAMU TIDAK MENCELAKAKAN SUATU KAUM TANPA MENGETAHUI KEADAANNYA, KEMUDIAN KAMU MENYESAL ATAS PERBUATANMU ITU.                                 
 ( QS : HUJURAT, 49:6 )

Lalu mungkinkah berita si Fasik Saif bin Umar at Tamimi ini lebih didahulukan dari Al Qur’an dan sabda baginda Rasulallah SAWW ? lalu sebagian kaum muslimin tak segan-segan memfitnah saudaranya ( Syi’ah ) sesat, kafir, zindik, dsb. Bahkan tanpa mengecek kebenarannya, padahal kita semua tahu bahwa fitnah itu lebih kejam dari membunuh. Allah SWT berfirman yang artinya :

Dan perangilah mereka dimana saja kamu jumpai dan usirlah mereka dari tempat mana kamu telah diusir, dan fitnah itu lebih berbahaya dari pembunuhan. Dan janganlah kamu perangi mereka diMasjidil Haram kecuali mereka memerangi kamu, maka perangilah mereka. Demikianlah pembalasan terhadap orang-orang kafir.
 ( Qs Al Baqarah : 191 )

Dan fitnah itu lebih besar dosanya dari pembunuhan. ( Qs. Al Baqarah : 217 )

Dan kadangkala kita menyangka bahwa fitnah itu kecil padahal disisi Allah besar, dan Allah SWT memerintahkan agar jika kita mengaku sebagai orang Mu’min, maka jangan lakukan hal itu lagi. Allah SWT berfirman yang artinya :                                              

ketika kamu menyampaikan berita itu dengan lidahmu dan kamu katakan dengan mulutmu tentang apa yang kamu tidak mengetahuinya dan kamu menganggap hal itu kecil, sedang disisi Allah hal itu adalah besar. ( Qs An Nur : 15 )

Dan mengapa kamu tidak berkata ketika mendengarnya, “ Tidak patut bagi kami mengatakan tentang ini, Maha suci engkau, ini adalah dusta yang besar.                      
 ( Qs An Nur : 16 )

Allah memberi pengajaran kepada kamu supaya kamu tidak mengulangi seperti itu selama-lamanya, kembali jika kamu orang mu’min. ( Qs An Nur : 17 )

Setelah penjelasan diatas, semoga kita mampu menjadi orang yang bijaksana, yang lebih mendahulukan Kitabullah dan perkataan mulia Baginda Rasulallah SAWW dari pada sekedar pendapat si pembohong dan si zindik Saif bin Umar at Tamimi itu, dan lebih menjaga persatuan dan kesatuan beragama, dan serta  menjaga nama baik saudara seagama daripada fitnah yang ternyata dosanya lebih besar dari Pembunuhan.

Ya Allah, jadikan kami semua orang yang mau mendengar pendapat-pendapat orang lain dan tidak selalu mengaku sebagai yang terbenar sehingga kami memperoleh HidayahMu dan dihitung sebagai orang yang berakal. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya :

dan orang-orang yang menjauhi penyembahan setan-setan ( berhala ) dan mereka kembali kepada Allah ( Taubat ), bagi mereka kabar gembira, maka gembirakanlah hamba-hambaku itu ( Qs Az Zumar : 17 )

Yang mereka mendengar perkataan, lalu mereka mengikuti dengan sebaik-baiknya mereka itulah yang diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang berakal ( Qs Az Zumar : 18 )

( 2 ) AYAT PENYUCIAN

Sesungguhnya hanya saja Allah berkehendak ingin menghilangkan kotoran dari kalian AhlulBait, dan mensucikan kalian dengan sesuci sucinya.
 ( Al Ahzab : 33 )

Ayat ini dimulai dengan ( INNAMA ) yang menunjukkan adanya penghususan……….

Berkehendak, yang bermakna ini hanya kehendak Allah SWT, dan kehendak Allah pasti terjadi. Jadi peristiwa khusus ini adalah kehendak Allah SWT, bukan kehendak siapapun, bahkan bukan kehendak Rasulallah SAWW. Karna peristiwa ini kehendak Allah, maka tentu Allah SWT menjelaskan siapa yang hendak disucikan sesuci sucinya itu sesuai ayat diatas. Kemudian Rasulallah SAWW, yang tidak berbicara kecuali wahyu, menjelaskan bahwa ayat ini turun kepada ‘Ali, Fathimah, Hasan dan Husein Ass. Bahkan istrinya tidak termasuk dalam ayat diatas, dan itu semua kehendak Allah SWT. Disini saya akan membawakan beberapa Hadits Nabi yang mendukung ayat diatas. Para Mufassir dan Muhaddits mengatakan ayat diatas turun untuk lima ( 5 ) orang, yaitu “ MUHAMMAD SAWW, ‘ALI BIN ABI THALIB, SAYYIDAH FATHIMAH AZ ZAHRA, AL HASAN AL MUJTABA, AL HUSEIN, Ass.
1.)    Shahih Muslim juz 4, hal 1883, meriwayatkan dari Shafiyyah binti saibah, Aisyah  berkata,: Rasulallah SAWW keluar dengan memakai serban lalu datang Hasan bin ‘Ali lalu masuk kedalamnya, begitu juga Husein lalu Fathimah kemudian ‘Ali As. Dan saat itu Rasulallah SAWW membacakan surat Al Ahzab 33.
2.)    Shahih Tirmidzi juz 5, hal 351, dengan sanad Umar bin Abi Salamah berkata, : saat turun ayat ke 33 dari surat Al Ahzab dirumah Ummu Salamah, kemudian Rasulallah SAWW memanggil Fathimah, Hasan dan Husein, sementara ‘Ali disampingnya. Kemudian Rasulallah memakaikan Kisa’ dan bersabda, “ Ya Allah, merekalah AhlilBaitku, maka hilangkanlah kotoran dari mereka dan sucikan mreka sesuci-sucinya. Lalu Ummu Salamah berkata, “ Aku ingin bersama mereka ya Nabi Allah. Namun beliau melarang dan berkata, “ tetaplah engkau ditempatmu dan engkau dalam kebaikan.”
3.)    Al Hakim Al Histami dalam Sawahid Tanzil juz 2, hal 13, dengan sanad Anas bin Malik, berkata, “ Adapun Rasulallah SAWW, apabila keluar untuk Shalat fajar selama 6 bulan, maka jika melewati rumah Fathimah beliau selalu berkata, “ Shalat Shalat wahai AhlilBait, lalu membaca Surat Al Ahzab ayat 33 diatas.”
4.)    Musnad Ahmad bin Hambal juz 6, hal 292
5.)    Al Hakim An Naisaburi dalam Mustadrak juz 3, hal 146,147.
6.)    Ibn Atsir dalam Usdul Ghabah juz 7, hal 343
7.)    Al Wahidi dalam Asbabun Nuzul hal 203
8.)    Ibn Kastir dalam Tafsirnya juz 3, hal  493
9.)    Ibn Hajar dalam Isabah juz 4, hal 568
10). At Thabari dalam Tafsir Qur’an juz 12, hal 6.
11). As Suyuti dalam Ad Durul Mansur juz 1, hal 158.

Dan masih ada 40 kitab lagi yang tidak memasukkan Istri-istri Nabi SAWW sebagai AhlilBaitnya. Sehinnga jelaslah siapa yang dimaksud oleh pertanyaan tentang kenapa Istrinya tidak dimasukkan ? atau kenapa fulan tidak dimasukkan ? jelas, ini semua adalah kehendak Allah SWT, dan Allah tidak ditanya tentang apa yang Allah lakukan. Justru Allah akan mempertanyakan sikap kita tentang hal tersebut. Penyucian ini bukan tanpa tujuan, sebab Allah SWT tidak pernah menciptakan yang sia-sia. Yang menerima AhlilBait sebagai pemimpin, dan itulah tujuan penyucian AhlilBait, maka merekalah yang beruntung.
Dan tidak layak seorang Mu’min punya pilihan lain selain pilihan Allah SWT ( Al Ahzab : 36 )


(3). KERBAT TERDEKAT

Tidak diragukan lagi bahwa sejak awal kenabian, Baginda Rasulallah SAWW, telah menobatkan Imam ‘Ali Bin Abi Thalib As, sebagai pemimpin/khalifah setelah beliau. Dalam sejarah diceritakan bahwa diawal kenabian Rasulallah SAWW, berdakwah secara sembunyi. Kemudian datang perintah agar Rasulallah SAWW menyampaikan Risalah ini secara terang-terangan. Allah SWT berfirman,

Dan berilah peringatan pada keluargamu yang terdekat
( Qs : Asy Syu’ara : 214 ).

Kemudian Rasulallah SAWW mengundang Kaumnya untuk makan bersama, dan disaat itulah Rasulallah SAWW mengumumkan misi kenabiannya. Maka pertentangan dimulai disaat itu dari Kaumnya, lalu beliau SAWW, bertanya, “ siapa yang akan menjadi saudaraku, penerima wasiatku dan menjadi khalifah setelahku?”  Maka tidak ada yang menjawabnya kecuali Imam ‘Ali Bin Abi Thalib As. Kejadian ini dapat dilihat dikitab, :

1).  Abul Fida’ dalam tarikhnya juz 2 hal 15, meriwayatkan saat turun ayat yang artinya, “ Dan berilah peringatan pada kerabatmu yang terdekat.” Rasulallah SAWW mengundang semua keluaganya ke rumah Abu Thalib dan bersabda,” wahai Bani Abdul Muthalib, sesungguhnya demi Allah ! tidak ada seorang pemuda di Arab yang membawa pada kaumnya sesuatu yang lebih baik dari yang aku bawa. Aku datang dengan mmbawa kebaikan dunia dan akhirat, dan Allah memerintahkan aku untuk menyampaikan berita itu untuk anda semua. Siapa dari kalian yang mau menjadi Wazirku atas perkara itu dan sekaligus menjadi saudaraku, penerima wasiatku, dan khalifahku diantara kalian !  lalu semua diam, dan disaat itu Imam ‘Ali As ( dalam umur yang relatif sangat muda ) berkata,” Aku ya Nabi Allah, lalu Rasulallah SAWW memegangnya dan bersabda, “ dia ini adalah saudaraku, washiku dan khalifahku diantara kalian. Maka dengarkanlah dan taatilah dia. lalu kaum itu tertawa dan berkata pada Abu Thalib Ayah Imam ‘Ali As, Dia ( Muhammad ) telah memerintahkanmu agar mendengarkan dan taat pada anakmu.

2).  Ilauddin Al Khazin dalam Tafsir Qur’an juz 5 hal 127, menafsirkan ayat diatas,: Setelah berkumpul kaumnya, Rasulallah SAWW bersabda, : siapa dintara kalian yang akan jadi wadzirku dalam perkara ini, dan sekaligus jadi saudaraku, washiku dan khalifahku ? lalu Imam ‘Ali As, menjawab, “ Aku ya Nabi Allah ! lalu Rasulallah SAWW berabda,” Sesungguhnya dia adalah saudaraku, washiku dan khalifahku diantara kalian, maka dengarkanlah dan taatilah dia.”

3). As Suyuti dalam Ad Duurul Mansur juz 5 hal 97, meriwayatkan; saat turun ayat diatas, Rasulallah SAWW mengumpulkan Bani Abdul Muthalib dan bersabda :” Tidak ada seorangpun di Negri Arab yang membawa sesuatu pada kaumnya yang lebih baik dari yang aku bawa. Aku datang dengan membawa kebaikan dunia dan akhirat, dan Allah SWT memerintahkan aku untuk menyampaikan pada kalian ! maka siapa diantara kalian yang akan menjadi wadzirku atas perkara ini ? lalu Imam ‘Ali As ( yang termuda saat itu ) berkata, “ Aku “.

4). Al Halabi As Syafi’i dalam sirah Halabiah juz 1 hal 286 meriwayatkan, : saat turun ayat diatas, Rasulallah SAWW mengumpulkan Bani Abdul Muthalib dan bersabda: “ Siapa yang akan menyambutku atas seruan ini dan jadi wadzirku yang akan membantuku melaksanakan perkara ini! Lalu ‘Ali Bin Abi Thalib As menjawab, “ Aku ya Rasulallah”. Lalu Rasulallah SAWW bersabda, “ Engkau adalah wadzirku, saudaraku dan penerima wasiatku serta pewarisku dan khalifahku sepeninggalku,”

Sementara juga ada hadits dimana Rasulallah SAWW bersabda,” bahwa ‘Ali adalah pemimpin kaum Mu’minin dan Mu’minahlangsung setelah wafatnya Rasulallah SAWW.”

Bisa dilihat dalam kitab :

1). Musnad Ahmad bin Hambal juz 4 hal 438.
2). Shahih Tirmidzi juz 5 hal 632.
3). Al Hakim An Naisaburi dalam Mustadrak ala Shahihain juz 3 hal 134.
4). Al Qunduzi Al Hanafi dalam Yanabi’ul Mawaddah bab 7 hal 52.
5). Ibn Hajar dalam Isabah fi Tamyiz shahabah juz 4 hal 569
6). Ad Dhahabi dalam Talkhis juz 3 hal 111.
7). Ibnu Abdi Rabbih dalam Al Istlab juz 3 hal 1091
8). Al Khatib Baghdadi dalam Tarikh Baghdad juz 4 hal 339
9). Ibnu Atsir dalam Jami’ul Ushul juz 8 hal 652.
10). Abu Naim dalam Hilyatul Auliya’ juz 6 hal 249.
11). An Nabhani dalam Syaraful Muabbad hal 135.
12). Baihaqi Muhasin wal Masawi hal 41. dll.

Semua Hadits diatas meriwayatkan bahwa Rasulallah SAWW bersabda, : ‘Ali dariku dan aku dari ‘Ali, dan dia pemimpin Mu’min setelahku.

Riwayat yan senada diatas juga ada dalam kitab, :
 1).Ibn Asakir dalam tarikhnya, Tarjamah ‘Ali As, juz 1 hal 104
 2) Ibn Kastir dalam tafsirnya juz 3 hal 363
 3) Ahmad bin Hambal dalam musnadnya juz 1 hal 111
 4) Ibn Atsir dalam Kamil Fi Tarikh juz 2 hal 63
 5) Al Hakim Al Hiskani dalam Syawahid Tanzil juz 1 hal 372
 6) Al Kanji as-Syafi’i dalam Kifayah At Thalib hal 179
 7) Al Kausasi dalam Syarah Tajrid hal 327
 8) At Thabari dalam Tarikh Thabari juz 2 hal 63
 9) Al Muttaqi al–Hindi dalam Kanzul Umal juz 13 hal 114
 10) As Syarbini dalam Syirajul Munir juz 3 hal 37

Hadits-hadits diatas menjelaskan bahwa Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAWW, yang tidak berbiara kecualli Wahyu, sejak awal telah berkehendak untuk mengangkat Imam ‘Ali Bin Abi Thalib As, sebagai Khalifah sepeninggal Rasulallah SAWW. Hal ini lebih dikuatkan lagi dalam peristiwa Ghadir Khum, dimana Rasulallah SAWW secara resmi mengumumkan penobatan Imam ‘Ali As sebagai pemimpin dihadapan 120.000 sahabat.

Pertanyaan kenapa pengikut Imam ‘Ali As sedikit ? kenapa sebagian besar sahabat mengingkarinya ? yang pasti, sedikit atau banyak bukanlah tolok ukur kebenaran, bahkan banyak ayat yang mencela kelompok yang besar dan memuji golongan yang sedikit, walau itu bukan tolok ukur kebenarannya juga.

Tentang kenapa banyak yang ingkar ? ketahuilah Allah SWT Mahakaya dan Maha tidak butuh pada siapapun. Dan Allah SWT tidak pernah memasakkan kehendak-Nya. Barang siapa yang mau beriman maka silahkan dan barang siapa yang hendak ingkar silahkan, maka ketahuilah siksa Allah SWT amat pedih.

Allah SWT telah menjelaskan semuanya maka kini pilihan ada ditangan kita. Barang siapa yang mendahulukan pilihan Allah dari yang selainnya, maka dialah yang beruntung didunia dan diakherat.

( 4 ) PERISTIWA GHADIR KHUM

Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan dari tuhanmu, dan jika tidak engkau sampaikan, maka ( berarti ) engkau tidak menyampaikan ( menjalankan ) risalahnya. Dan Allah memelihara engkau dari ( gangguan ) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. ( Qs : Al Maidah : 67 )

Ayat ini berkenaan dengan peristiwa Ghadir Khum, dimana Rasulallah SAWW mengangkat Imam ‘Ali As sebagai pemimpin kaum Mu’minin. Dan itulah asbabun nuzul ayat diatas, seperti yang diriwatkan oleh :

1). As suyuti dalam Ad durul Mansur juz 3 hal 177
2). Al Hakm Al Histami dalam Syawahid Tanzil juz hal 190
3). Al Wahidi dalam asbabun nuzul hal 155
4). Fahkrurrazi dalam Tafsir al Kabir juz 12 hal 42
5). Ibn Katsir dalam Tafsirnya juz 2 hal 15
6). Al Alusi dalam Ruhul Ma’ani juz 4 hal 282
7). Muhammad Rashid Ridha adlam tafsir Al Manar juz 6 hal 464
8). Ibn Sibagh Al Maliki dalm Fusul Muhimmah hal 42
9). Bahrani dalam Tafsie Burhan fi Tafsir Que’an juz 1 hal 489
10). As Saukani dala Father Ghadir juz 2 hal 88, Dll.

Ayat diatas berisi perintah kepada Rasulallah SAWW untuk menyampaikan sesuatu yang diturunkan Allah SWT, yang apabila tidak disampaikan, sama dengan tidak menyampaikan seluruh risalah. Sesuatu apakah yang sedemikian penting hingga nilainya sama dengan seluruh risalah.,

Sesuatu itu adalah penobatan ‘Ali Bin Abi Thalib As, sebagai pemimpin. Kejadian ini terjadi setelah peristiwa Haji Wada’, kemudian Rasulallah SAWW memanggil orang-orang dan  berkumpullah sekitar 120.000 orang sahabat disuatu tempat bernama Ghadir Khum.

Ghadir Khum adalah nama sebuah desa persimpangan bagi yang akan menuju Makkah, Madinah, mesir, dan Syam. Kemudian Rasulallah SAWW menyampaikan sebuah Khutbah disiang hari yang terik dan mengumumkan akan kepemimpinan ‘Ali Bin Abi Thalib As. Hal ini diriwayatkan dalam puluhan kitab Ahlussunnah, diantaranya ;

1). Ahmad bin Hambal meriwayatkan dalam musnadnya juz 4 hal 281, dari Barra bi Azib berkata, : kita bersama Rasulallah SAWW di Ghadir Khum lalu bersabda, : bukankah kalian tahu bahwa aku lebih baik dari kaum Mu’minin dari dirinya sendiri? Mereka menjawab,”YA”, lalu beliau SAWW melanjutkan,” barang siapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka hendaknya juga menjadikan ‘Ali pemimpinnya. Ya Allah pimpinlah orang yang menjadikan ‘Ali pemimpinnya, dan musuhilah orang yang memusuhinya.” Kemudian umar berkata,” selamat atasmu wahai putra Abu Thalib, kini kau jadi pemimpin Mu’minin dan Mu’minah.

2). Ahmad bin Hambal juga meriwayatkan Hadist serupa dari sahabat Zaid bin Arqam dalam musnadnya juz 4 hal 368.

3). Al Hakim An Naisaburi dalam Mustadrak juz 3 hal 109, meriwayatkan dari Zaid bin Arqam, berkata :” setelah Rasulallah SAWW pulang dari Haji Wada’, beliau SAWW berhenti di Ghadir Khum dan bersabda,” sepertinya telah dekat ajalku dan aku akan menyambutnya, sesungguhnya aku telah meninggalkan 2 perkara yang berat diantara kalian, yang mana perkara itu sama beratnya, yaitu kitabullah dan itrahku. Hati-hatilah memperlakukan keduanya sepeninggalku, karna keduanya tidak terpisah hingga kembali kepadaku ditelaga Al Haudh. Kemudian SAWW melanjutkan,” Allah Azza Wa Jalla adalah pemimpinku dan aku pimimpin setiap Mu’min, kemudian beliau SAWW memegang tangan ‘Ali Bin Abi Thalib As, dan berkata,” barang siapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka dia ( ‘Ali ) pemimpinnya juga, Ya Allah pimpinlah orang yang menjadikan ‘Ali pemimpinnya, dan musuhilah yang memusuhinya. [ kemudian Hakim berkata setelah meriwayatkan Hadist ini,” Hadist ini sahih menurut persyaratan Bikhari Muslim walau keduanya tidak meriwayatkan.

4). An Nasdi dalam Khasais Amirul Mu’minin hal 98, meriwayatkan dari Saad bin Waqqas berkata,: kita bersama Rasulallah SAWW saat perjalanan ke Makkah dan setelah berkumpul, beliau SAWW bersabda,” wahai manusia ! siapa pemimpinmu? Mereka menjawab,” Allah dan Rasul-Nya [diulang 3x ], lalu beliau SAWW mengangkat tangan Imam ‘Ali As dan bersabda,” barang siapa yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya pemimpinnya, maka hendaknya juga menjadikan ‘Ali sebagai pemimpinnya. Ya Allah ! pimpinlah orang yang menjadikan ‘Ali pemimpinnya, dan musuhilah yang memusuhinya.

5). Al Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul Ummal juz 5 hal 290 meriwayatkan, Hudaifah bin Asid berkata,” aku mendengar Rasulallah SAWW bersabda di Ghadir Khum, “ Ya Allah ! barang siapa menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka hendaknya juga menjadikan ‘Ali pemimpinnya. Ya Allah pimpinlah orang yang menjadikan ‘Ali pemimpinnya, dan musuhilah orang yang memusuhinya. Tolonglah orang yang menolongnya dan bantulah yang membantunya.

6). Ibn Hajar dalam Sawaiq Muhriqah hal 64 meriwayatkan, sesungguhnya Nabi SAWW bersabda diGhadir Khum,” barang siapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka hendaknya menjadikan ‘Ali pemimpinnya juga. Ya Allah ! pimpinlah yang menjadikan ‘Ali pemimpinnya, dan musuhilah yang memusuhinya, cintailah yang mencintainya, dan bencilah yang membencinya. Tolonglah yang menolongnya dan hinakanlah yang mengabaikannya, dan jadikanlah kebenaran senantiasa bersamanya”.

Kemudian Ibn Hajar berkomentar tentang Hadist Ghadir Khum, “ Hadist ini sahih dan tidak ada keraguan, dan orang banyak meriwayatkan hadist ini seperti Turmudzi, An Nasa’I, dam Ahmad dari jalur yang banyak, sekitar 16 sahabat yang meriwayatkan, dan dalam riwayat Ahmad diriwayatkan ada 30 sahabat yang meriwayatkan dari Rasulallah SAWW, dan mereka jadi saksi saat terjadi polemic dizaman Khalifah Imam ‘Ali As, dan kebanyakan sanadnya sahih dan hasan, dan tidak mungkin diragukan kesahihannya.”

Dan masih banyak kitab2 yang lain meriwayatkan bahwa Rasulallah SAWW berwasiat tentang : Barang siapa yang menjadikan Rasulallah pemimpinnya, maka dia harus menjadikan ‘Ali pemimpinnya juga.” Sebagian dari kitab-kitab itu :

1). Turmudzi dalam sahihnya juz 5 hal 633, hadist ke 3713
2). Ar Razi dalam Mafathul Ghaib juz 12 hal 42
3). Ibn Katsir dalam Tafsir  Qur’an juz 2 hal 15
4). Suyuti dalam Tarikh Khulafa’ hal 169
5). At Thabari dalam Dahairul Ugba hal 67
6). Adz Dzahabi dalam Talkis juz 3 hal 109
7). Ya’qubi dalam Tarikh Ya’qubi juz 1 hal 422
8). Ibn Katsir dalam Bidayah An Nihayah juz 5 hal 209
9). Muhammad Rasyid Ridha dalam Manar juz 6 hal 464
10). An Nasa’I dalam Fadailus sahabah hal 15
11). Al Haitsami dalam Majma’ Al Zawa’id juz 9 hal 129
12). Al Kharizmi dalam Manaqib 156
13). Thabari dalam Riyadun Nadrah juz 3 hal 127

Dan ada 40 perawi lain yang tidak kami nukil semua.
Dan seelah pengangkatan Imam ‘Ali As, turunlah ayat:

ALYAUMA AKMALTULAKUM DINAKUM WAATMAMTU ‘ALAIKUM NI’MATI WA RODHITU LAKUM ISLAAMADIINA.
 Artinya : pada hari ini telah kucukupkan nikmatku dan telah kuridhai Islam itu jadi Agama kalian.

Dan riwayat ini ada dalam kitab :
1). As Suyuti alam Ad Durul Mansur juz 3 hal 19, dari abu Said Al Khudri.
2). Al Khawarizmi dalam manaqib hal 135, dengan sanad dari Abu Said Al Khudri.
3). Ibn Asakir dalam Tarjamah ‘Ali As, juz 2 hal 78
4). Al Hakim Al Hiskani dalam Syawahid Tanzil juz 1 hal 157
5). As Suyuti dalam Itqun Fi Ulumil Qur’an juz 1 hal 47
6). Ibn Katsir dalam tafsir Qur’an  juz 2 hal 15
7). Al Khawarizmi dalam Maqtal Husein juz 1 hal 47
8). Al Alusi dalam Ruhul Ma’ani juz 4 hal 91
9). Al Khatib dalam Tarikh Baghdad juz 8 hal 290
10). Sibt Ibn Jauzi dalam Tadzkiratul Khawas hal 36
11). Ibn Katsi dalam Bidayah Wan Nihayah juz 5 hal 214
12). Ibn Al Maghazali As Syafi’I dalam Manaqib hal 31, dll.

Dari semua penjelasan diatas, menjadi terang bagi kita bahwa masalah kepemimpinan ini sedemikian penting menurut Allah SWT, sehingga Allah SWT berjanji untuk tidak memberi hidayah kepada yang mengingkarinya, bahkan setelah pengangkatan Imam ‘Ali As ini, turun ayat yang menyatakan Allah SWT Ridha dengan Agama Islam. Ini bukan hasil rangkaian, tetapi semua berdiri diatas argument yang kokoh.

Jadi peristiwa penobatan Imam ‘Ali As sebagai pemimpin terjadi atas perintah Allah SWT yang sangat jelas, bukan keinginan Rasulallah SAWW. Maka ya Allah ! Tunjukkanlah kebenaran pada kami, agar kami mengikutinya dan perlihatkan yang batil sebagai  kebatilan dimata kami agar kami menjauhinya.


( 05 ) WALI

INNAMA WALIYYUKUMULLAH WARRASUL WALLADZI NA AAMANU ALLADZI NA YUQIIMU NASSHALATA WA YU’TUUNAZZAKAATA WAHUM RAAQI’UUN
Artinya : Hanya sesungguhnya pemimpin kalian adalah Allah dan Rasul-Nya, serta orang-orang yang beriman ; yaitu orang-orang yang mendirikan Shalat dan mengeluarkan zakat sedang dia dalam keadaan rukuk. ( Al-Maidah : 55 ). 

Ayat diatas turun berkenaan dengan peristiwa adanya pengemis yang meminta diMasjid, namun tidak ada orang yang mau memberinya sesuatu, lalu Imam ‘Ali Bun Abi Thalib As yang sedang Shalat mengisyaratkan agar pengemis itu mengambil cincin yang ada dijari tangan beliau.

Kejadian ini diriwayatkan oleh :

1). Fakhrurazi dalam Tafsir Al Kabir juz 12 hal 26
2). Al Zamaksari dalam Al Kassyaf juz 1 hal 347
3). As Suyuti dalam Ad Durul Mansur juz 1 hal 104,106
4). Al Haitsami dalam Majma’ Al Jawa’id juz 2 hal 19,20
5). Al Jhassas dalam Ahkamul Qur’an juz 2 hal 446
6). As Sudi dalam Tafsir Kabir Al Qur’an hal 231
7). Ibn Katsir dalam Tafsirnya juz 2 hal 74
8). Al Kanji As Syafi’I dalam Kifayah Atthalib hal 200
9). An Nasafi dalam Tafsirul Qur’an juz 1 hal 420
10). At Thabari dalam Tafsirnya Jami’ul Bayan juz 13 hal 108
11). Al Wahidi dalam Asbabun Nuzul hal 113
12). Al Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul Ummal juz 13 hal 108
13). Alauddin Al Haziri dalam Tafsirnya juz 2 hal 67
14). As Saukani dalam Fathul Ghadir juz 2 hal 78
15). At Thabari dalam Dahairul Uqba hal 102

Dan masih ada 20 riwayat jagi yang berkata : ayat ini turun berkenaan dengan Imam ‘Ali Bin Abi Thalib, yang bersedekah saat Shalat.
Dari ayat itu juga dapat dijelaskan bahwa Wali anda adlah Allah, Rasul dan orang yang bersedekah saat Shalat yaitu ‘Ali Bin Abi Thalib As. Dan tentu ada beberapa hal yang perlu dijelaskan dari ayat ini,:

Pertama ayat ini dimulai dengan ( INNAMA ) yang artinya penghususan, dan jika bermakna Khusus tentu ada penjelasan siapa yang dimaksud.

 Kedua, disini menggunakan kata Wali yang berarti penolong, pencinta, pewaris, penguat, yang lebih utama dalam perkara. Namun, setelah ada penghususan, maka tidak ada arti yang cocok kecuali yang lebih utama dalam perkara ( pemimpin ).

Ketiga, sifat pemimpin itu yaitu Shalat dan saat rukuk dia bersedekah, dan tentu yidak semua orang melakukan hal ini. Karna itu asbabun nuzul menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah ‘Ali Bin Abi Thalib As.

Keempat, temtu beliau Khusu’ walau bersedekah. Terbukti Allah SWT kemudian menjadikan kejadian ini sebagai tanda bagi pemimpin setelah Rasulallah SAWW. Berikut kami nukilkan hadist yang dngan jelas mengartikan kata wali dengan arti pemimpin :

Diriwayatkan oleh Al Qunduzi Al Hanafi dalam kitab Yanabi’ul Mawaddah bab 38 hal 134, Rasulallah SAWW bersabda diGhadir Khum, “ wahai manusia tahukah kalian bahwa Allah SWT adalah waliku, dan aku walinya kaum Mu’minin dan aku lebih utama [ dalam kepemimpinan ] kepada mereka dari diri mereka sendiri.” Lalu mereka menjawab,”Benar ya Rasulallah.” Lalu beliau memegang tangan Imam ‘Ali Bin Abi Thalib dan bersabda, “ siapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka ‘Ali juga pemimpinnya. Ya Allah ! pimpinlah orang yang menjadikan ‘Ali pemimpinnya dan musuhilah orang yang memusuhinya. “ lalu Salman berdiri dan berkata;” ya Rasulallah ! kepemimpinan ‘Ali seperti apa?” kepemimpinannya adalah seperti kepemimpinanku, barang siapa yang menjadikan aku lebih utama daripada diri mereka sendiri, maka ‘Ali juga harus lebih utama dari diri mereka sendiri”. Apabila ada yang bertanya, bukankah ayat diatas menunjukkan arti jamak ( banyak )? Lalu mengapa hanya satu orang, yaitu Imam ‘Ali Bin Abi Thalib? Jawabannya yang pasti bahwa selain ayat ini ada juga ayat lain yang menggunakan lafadz jama’ tapi ¼ yang ditujuhanya satu orang, dan selain itu juga pemimpin harusnya satu orang, karna kalau lebih dari satu orang, maka yang dipimpin itu apakah itu Negara atau apa saja pasti akan hancur. Berikut kami berikan contohnya ;

1). ALADZINA QAALA LAHUMUNNAASU INNANNAASA QAD JAMA’ULAKUM FAKHSYAUHUM FAZAA DAHUM IIMAANAN WAQALU HASBUNALLAAHU WANI’MAL WAKIILU. Artinya : orang-orang yang mentaati (Allah dan Rasul ) kepada mereka ada orang ynag mengatakan, “ sesungguhnya orang-orang ( kafir ) telah berkumpul untuk menyerang kamu, maka takutlah kamu kepada mereka “. Maka ( hal iti ) menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “ cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah sebaik-baik pelindung ( QS : ALI IMRAN : 173 )

ANNASU – disini dipakai untuk satu orang, yaitu Na’im bin Mas’ud al asja’I, menurut
1). Ar- Razi dalam Tafsir Kabir juz 9 hal 99
2). Az Zamaksari dalam Al Kassyaf juz 1 hal 441.

2). YAAYYUHALLADZI NA AAMANUDZKURU NI’MATALLAAI ‘ALAIKUM IDHAMMAQAUMUN INYASBUTHU ILAIKUM AIDIYAHUM FAKAFFA AIDIYAHUM ‘ANKUM WATTAQULLAH WA’ALALLAHIFALYATAWAKKALILLMU’MININ. Artinya : Hai orang-orang yang beriman, ingatlah ni’mat Allah atasmu, ketika suatu kaum hendak mengulurkan tangan ( jahat ) mereka kepada kamu, maka Allah menahan tangan mereka dari kamu. Dan bertaqwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mu’min bertawakkal. ( QS : Ali Imran : 11 )    

YASBUTHU -  Walaupun jama’, yang dituju satu orang : Ghureis, ad a yang mengatakan ‘Umar bi Jhahas. Menurut :
1). Thabari dalam Jami’ul Bayan juz 10 hal 101
2). Az Zamaksari dalam Al Kassas juz 1 hal 613
3). Muhammad Rasyid Ridha dalam Al Manar juz 1 hal 276

3). FAMAN HAAJJAKAFIIHI MIN BA’DIMAAJAA AKA MINAL ‘ILMI FAQUL TA’ALAW NAD’U ABNA ANA WA ABNA AKUM WA NISA ANA WA NISA AKUM WA ANFUSANA WA ANFUSAKUM TSUMMA NABTAHIL FANAJ’AL LA’NATALLAHI ‘ALAL KAADZIBIIN. Artinya : maka barang siapa yang membantah engkau tentang ( kebenaran ) itu sesudah datang pengetahuan kepadamu, maka katakanlah ( kepadanya ),” Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, perempuan-perempuan kami dan perempuan-perempuan kamu, diri-diri kami dan diri-diri kamu, kemudian kita berdo’a dengan sungguh-sungguh ( mubahalah ), dan kita jadikan ( kita minta ) supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang berdusta.” ( QS : ALI IMRAN : 61 )

ABNA ANA – Bentuk jamak untuk Hasan dan Husein
Nisa ana – bentuk jamak dari Sayyidah Fathimah Az Zahra As
Anfusana – bentuk jamak untuk Imam ‘Ali Bin Abi Thalib As

4). Ayat Al Qur’an kadang pakai NAHNU padahal itu untuk Allah SWT yang Esa ( untuk pengagungan )
5). Kita juga sering gunakan ASSALAAMU’ALAIKUM, PADAHAL UNTUK SATU ORANG



( 6 ) KHULAFA’ ITSNA ASARIYYAH

Bicara tentang keemimpinan, sesunggguhnaya Syi’ah Itsnaasariyyah ( Syi’ah 12 Imam ) adalah satu-satunya ajaran yang meyakini adanya 12 pemimpin/khalifah sepeninggal Rasulallah SAWW. Para Imam itu diyakini suci, sesuai dengan kehendak Allah SWT disurat Al Ahzab ayat 33, untuk mensucikan mereka ( Ahlulbait ) sesuci-sucinya. Dalam kitab para pengikut Syi’ah itsnaasariyyah, permasalahan kepemimpinan 12 Imam ini jelas tertera dalam kitab mereka.

Dan Alhamdulillah, hamper semua Kutubussittah ( 6 kitab Mukhtabar dalam Ahlussunnah ) meriwayatkan bahwa Rasulallah SAWW mewasiatkan akan adanya 12 pemimpin setelah beliau dan semuanya dari Quraiys. Walau tidak ada satu Mazhab yang mampu yang menyampaikan siapa ke 12 orang itu, namun ajaran Syi’ah mampu menyampaikan siapa ke 12 orang tersebut. Didalam mkitab Yanabi’ul mawaddah yang ditulis oleh Al Qundusi yang bermazhab Hanafi, meriwayatkan Hadits dari Rasulallah SAWW yang menyebutkan 12 pemimpin setelah beliau SAWW lengkap dengan namanya, dan itu seperti yang diyakini ajaran Syi’ah 12 Imam. Berikut akan kami nukilkan Hadits-hadits yang sahih yang meriwayatkan akan kebenaran adanya 12 Imam :

1). Sahih Bukhari juz 9 hal 729 dengan sanad dari Jabir bin Samrah berklata,” aku mendengar Nabi SAWW bersabda;” akan ada 12 orang pemimpin. Lalu beliau berkata;” sesungguhnya Rasulallah SAWW bersabda;” semuanya dari Quraiys.

2). Sahih Muslim juz 3 hal 1452 dengan sanad dari Jabir bin Samrah berkata;” aku mendengar Rasulallah SAWW bersabda;” senantiasa agama ini akan mulia dan terjaga dengan adanya 12 orang khalifah”.

3). Sahih Tirmidzi juz  4 hal 401 dengan sanad dari Jabi bin Samrah berkata,” telah bersabda Rasulallah SAWW,” sepeningalku akan ada 12 orang pemimpin yang kesemuanya dari Quraiys.

4). Sahih Abu Daud juz 4 hal 106 dengan sanad dari Jabir bin Samrah  berkata;” aku mendengar Rasulallah SAWW berkata;” Agama ini senantiasa akan mulya dengan dibangkitkanya 12 orang Khalifah. Kemudian orang-orang bertakbir dan suasanapun ramai, lalu Rasulallah SAWW berkata yang aku tidak jelas, kemudian kutanya pada Ayahku, apa sabda Rasulallah? Dia berkata,” semuanya dari Quraiys.

5). Musnad Ahmad bin Hambal juz 1 hal 398 dengan sanad dari Masrug berkata;” kita sedang duduk ditempat Abdullah bin Mas’ud, saat itu sedang membaca Al-Qur’an., lalu seorang laki-laki datang dan berkata padanya;” wahai ayah Abdurahman ! Apakah kau pernah bertanya pada Rasulallah SAWW berapa khalifah umat ini ? lalu Abdullah bin Mas’ud berkata;” tidak seorangpun sebelummu yang bertanya hal ini sejak aku datang ke Irak. Lalu dia berkata,” kita telah bertanya pada Rasulallah SAWW, dan beliau SAWW menjawab;” ada 12 orang sebagaimana jumlah pemimpin Bani Israil”. ( imam Ahmad bin hambal meriwayatkan hadits 12 orang khalifah dari jabir bin samrah melalui 34 jalur/perawi).

6). Al Hakim An Naisaburi dalam Al Mustadrak juz 3 hal 618, dengan sanad dari Aun bin Abi Juhaifah dari ayahnya berkata;” saat aku bersama pamanku ditenpat Nabi SAWW, lalu beliau bersabda;” senantiasa perkara umatku dalam kebaikan selama ada 12 orang khalifah”. Lalu beliau SAWW menyampaikan kalimat yang samardan aku berkata pada pamanku,” wahai paman apa yang disabdakan Nabi? Dia menjawab;” wahai anakku, Rasulallah bersanda;” semuanya dari Quraiys”.

7). Musnad Abi Daud hal 180 dengan sanad dari Jabir bin Samrah berkata;” aku mendengar Rasulallah SAWW berkhotbah dan bersabda;” ketahuilah, sesungguhnya akan tetap mulia dengan adanya 12 orang khalifah”. Lalu beliau menyampaikan kalimat yang aku tidak memahaminya. Lalu aku bertanya pada ayahku apa yang disabdakan Nabi, beliau berkata;” semuanya dari suku Quraiys”.

8). Al Qunduzi dalam Yanabiul Mawaddah bab 77 juz 3 hal 105, meriwayatkan dengan sanad dari Jabir, bersabda Rasulallah SAWW:” aku adalah pemimpin para Nabi dan ‘Ali As pemimpin para Washi ( penerima Wasiat ), sesungguhnya para Washiku setelahku ada 12 orang, yang pertama adalah ‘Ali dan yang terakhir Al Mahdi Afs.

9). Al Humawaini as Syafi’I dalam Fara’id simtain dengan sanad dari Ibn Abbas berkata;” bersabda Rasulallah SAWW :” sesungguhnya para khalifahku dan para Washiku dan para hujjah Allah atas mahkluknya setelahku ada 12 orang, yang pertama saudaraku dan yang terakhir adalahku anakku”. Ada yang bertanya; Ya Rasulallah ! siapa saudaramu? Rasulallah SAWW bersabda;” ‘Ali Bin Abi Thalib.” Lalu ditanya;” siapa anakmu ? Rasulallah bersabda;” Al Mahdi, yang akan memenuhi bumi dengan keadilan setelah sebelunya dipenuhi kedhaliman dan kejahatan. Demi yang mengutusku dengan kenabian yang membawa kebenaran, andaikan tidak tersisa dari umur dunia kecuali sehari maka Allah akan tambah hari itu hingga kemunculan anakku Al Mahdi, lalu Allah akan membangkitkan Isa Bin Maryam dan akan shalat dibelakang Al Mahdi, sedang cahayanya akan menerangi bumi dan kekuasaannya akan meliputi timur dan barat.” ( diriwayatkan dalam Al Awalim oleh Bahrani juz 15 hal 192, menukil dari faraid simtain oleh Himwaini ).

10). Al Qunduzi Al Hanafi dalam kitab Yanabiul Mawaddah bab 76 meriwayatkan;” Rasulallah SAWW bersabda;” ( Washiyyi ) pengemban Washiatku adalah ‘Ali Bin Abi Thalib, dan setelah ‘Ali kedua cucuku, Hasan dan Husein, lalu akan keluar dari sulbi Husein sembilan orang Imam”. Kemudian Rasul melanjutkan seraya bersabda,” jika Husein telah tiada maka penggantinya adalah ‘Ali Zainal Abidin. Apabila ‘Ali telah tiada, maka anaknya Muhammad Al Baqir. Apabila Muhammad telah tiada, maka putranya Ja’far Ash Shadiq. Apabila Ja’far telah tiada, maka putranya Musa Al Kadzim. Apabila Musa telah tiada, maka putranya ‘Ali Ar Ridha. Apabila ‘Ali telah tiada, maka putranya Muhammad Al Jawwad. Apabila Muhammad telah tiada, maka putranya ‘Ali Al Hadi. Apabila ‘Ali telah tiada, maka putranya Hasan Al Askari. Apabila Hasan telah tiada, maka putranya Muhammad Al Mahdi. Dengan demikian, jumlah keseluruhan lengkap 12 orang.

Setelah melihat hadits-hadits diatas, cukuplah bagi kita untuk jadi bahan renungan akan adanya 12 Imam yang diwasiatkan Rasulallah SAWW. Tidakkah kita punya kewajiban mengambil apa yang datang dari Rasulallah SAWW.



( 7 ) SHALAWAT PADA NABI MUHAMMAD SAWW

INNALLAAHAWAMALA IKATAHU YUSHALLUNA ‘ALANNABI YAAYYUHALLADZINAAMANU SHALLU ‘ALAIHI WASALLIMU TASLIIMAA.
Artinya : Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikat-Nya bershalawat atas Nabi, hai orang-orang yang beriman bershalawatlah kepadanya dan berilah salam dengan bersungguh-sungguh. ( QS Al Ahzab : 56 ).

Ayat ini mempunyai arti yang sedemikian agung. Allah SWT tidak pernah memerintah sesuatu yang dimulai dari diri-Nya, kecuali diayat ini. Ini merupakan bukti keagunggan Baginda Rasulallah SAWW disisi Allah SWT.

Rasulallah SAWW banyak menjelaskan keagungan bershlawat. Sabdanya : sesungguhnya yang paling kikir seseorang adalah yang mendengar namaku disebut dia enggan bershalawat kepadaku. ( Kanzul Ummal 2144 )

Bahkan seluruh kaum Mu’minin percaya bahwa amal yang sabgat penting adalah Shalat. Shalat adalah tiang Agama. sementara Shalat tidak akan sempurna dan tidak akan diterima sampai kita membaca Shalawat. Dan setiap kali itu anda menyebut Rasulallah SAWW dan keluarganya.

Anda selalu menggandengkan nama Rasulallah dan keluarganya. Dan wajib menggandengkan Rasulallah SAWW dan keluarganya. Bahkan Imam Syafi’I berkata,” barang siapa yang tidak membaca nama keluarga ( Ahlulbait Rasulallah SAWW ) maka batallah Shalatnya.

Alangkah menyedihkan apabila nama Ahlulbait yang wajib digandengkan dengan nama Rasulallah SAWW dan yang kita bacasetiap hari, namun kita tidak tahu siapa Ahlulbait yang dimaksud dan yang kita ulangi terus setiap Shalat sepanjang hidup kita.

Saat para sahabat bertanya, bagaimana Shalawat itu? Rasulallah SAWW menggandengkan namanyadengan Ahlulbait. Sabdanya;” KUULU ! ALLAHUMMA SHALLI ‘ALA MUHAMMAD WA ALI MUHAMMAD.  
Rasulallah SAWW selalu mengajarkan agar setiap baca Shalawat harus menyebut nama Ahlulbait beliau SAWW. ( sahih Bukhari juz 1 hal 489. sahih Muslim juz 1 hal 305. sahih Tirmidzi juz 2 hal 352. sunan ibn majah juz 1 hal 293. musnad Ahmad bin Hambal juz 5 hal 353)

Rasulallah SAWW tidak pernah memisahkan namanya dengan nama Ahlulbait disetiap Shalawat, bahkan dalam shalat sekalipun. Kemudian Rasulallah SAWW mengancam untuk tidak menerima Shalawat yang tidak digandengkan dengan Ahlulbait. Sabdanya;” janganlah kalian bershalawat padaku dengan shalawat yang buntung/terputus ( Al Batrah ). “ apa itu ya Rasulallah “ Tanya sahabat. Rasulallah bersabda;” kalian bershalawat padaku ALLAHUMMA SHALLI ‘ALA MUHAMMAD. Kemudian diam. Tapi hndaklah kalian membaca ALLAHUMMA SHALLI ‘ALA MUHAMMAD WA ALI MUHAMMAD. ( Ibn Hajar dalam Sawaiq Muhriqah hal 225 )

Yang mengherankan ( walau kadang disebut sebagai Ustd ) sering kali orang membaca  : ALLAHUMMA SHALLI ‘ALAA MUHAMMAD, tanpa menyebut keluarganya. Apakah belum sampai hadits pada mereka yang Rasulallah SAWW selalu mengajarkan agar kita menggandengkan nama beliau dengan keluarganya ? atau mereka belum tahu ancaman Rasulallah SAWW untuk tidak menerima Shalawat yang tidak disertai penyebutan Ahlilbait ? atau pura-pura mereka tidak tahu dan lebih memilih pendapat sendiri daripada pendapat Rasulallah SAWW. Kenapa mereka tidak membaca Shalawat dengan sempurna seperti yang diajarkan Rasulallah SAWW, bukankah Shalawat yang sempurna itu, Shalawat yang di ridhai oleh Rasulallah, dan keridhaan Rasulallah SAWW adalah keridhaan Allah SWT.  Ya Allah, berilah kami Hidayahmu untuk mengikuti apa yang engkau perintahkan, dan berilah kami kekuatan dalam melaksanakannya. Amin ya Rabbal ‘Alamin.


( 8 ) KERABAT RASULALLAH SAWW

QULLAASALUKUM ‘ALAIHI AJRANILLAL MAWADDATA FIL QURBA. Artinya : aku tidak memintah upah kepadamu atas seruan ini kecuali kasih sayang pada keluargaku. ( QS; Asy-Syuuraa : 23 )

Dalam ayat ini Rasulallah SAWW diperintah oleh Allah SWT agar menyampaikan keseluruh ummatnya bahawa beliau SAWW tidak memintah upah atas Dakwah ini, kecuali agar ummatnya memberikan Mawaddah kepada kerabat Rasulallah SAWW.

Almahabbah tidak sama dengan Al Mawaddah. Jika Mahabbah berarti cinta, maka Mawaddah berarti cinta dan mengikutinya. Allah SWT memerintahkan kita agar jangan memberikan upah kepada Rasulallah SAWW kecuali agar kita mencintai dan mengikuti keluarga beliau. Ketahuilah ketika Allah SWT memerintah kita agar kita memberikan upah kepada Rasulallah SAWW berupa Al Mawaddah kepada keluarga Rasulallah SAWW, itu semua bukan untuk kepentingan atau keuntungan Rasulallah SAWW, tapi upah yang kta berikan itu semata-mata untuk diri kita sendiri. Allah SWT berfirman didalam ( QS : SABA : 47 ) yang artinya :Katakanlah, upah yang aku minta dari kalian itu untuk kalian sendiri. Dan didalam 
( QS : Shaad : 86 ), yang artinya : katakanlah (Ya Muhammad),” aku tidak meminta upah sedikitpun kepadamu atasnya, dan tidaklah aku dari orang-orang yang mengada-ada. Dan didalam ( QS : Al Furqan : 57 ) artinya : aku tidak meminta kepadamu upah atasnya ( seruanku ) melainkan ( yang aku minta ) siapa yang menghendaki menempuh jalan kepada tuhannya”.

 Jadi jelas dengan memberikan Mawaddah kepada kerabat Rasulallah SAWW berarti kita telah melaksanakan ayat diatas. Dan yang melaksanakan ayat itu berarti sedang berjalan dijalan Allah SWT, sehingga pasti beruntung didunia dan diakhirat.
Lalu siapa Al Qurba yang dimaksud ayat itu? Rasulallah SAWW bersabda yang diriwayatkan As Suyuti dalam Ad Duurul Mansur juz 7 hal 348, menafsiri ayat diatas, yang isinya: Ibn Abbas bertanya, “ Ya Rasulallah ! siapa kerabatmu yang kita wajib memberi Mawaddah padanya? Rasulallah SAWW menjawab,”  ‘Ali, Fatimah, dan kedua anaknya.

Dan masih banya lagi kitab lain yang menjelaskan bahwa Al Qurba  adalah ‘Ali, Fathimah, Hasan dan Husein. Kitab itu antara lain,:
1)      Al Haitsami dalam Majmauz Zawaid juz 7 hal 106
2)      Al hakim dalam Mustadrak ala sahihain juz 3 hal 172
3)      Ibn Hajar dalam Sawaiq Muhriqah hal n258, 259.
4)      At Thabari dala Dahair Uqba hal 25
5)      Ibn Katsir dalam tafsirnya juz 7 hal 365
6)      Musnad Ahmad bin Hambal juz 1 hal 208
7)      Ar Razi dalam Tafsir Kabir juz 27 hal 166

Walau masih banyak lagi kitab lain yang meriwayatkannya, tapi kami cukupkan dengan menyebutkan beberapa diantaranya, sekedar menegaskan bahwa Rasulallah SAWW telah menjelaskan kalau Al Qurba itu adalah ‘Ali Fathimah, Hasan dan Husein, ‘Alaihimassalam.


( 9 ) MUBAHALAH

( QS : Ali Imran : 61 ) yang artinya : Maka barang siapa yang mebantah engkau tentang ( kebenaran ) itu sesudah datang pengetahuan kepadamu, maka katakanlah ( kepadanya ),” marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, perempuan-perempuan kami dan perempuan-perempuan kamu, diri-diri kami dan diri-diri kamu, kemudian kita berdo’a dengan sungguh-sungguh ( Mubahalah )’ dan kita jadikan ( kita minta ) supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang berdusra.”

Ayat ini menceritakan sebuah kejadian penting pada tahun 9 Hijriah, yaitu peristiwa Mubahalah. Mubahalah yaitu rangkaian sumoah yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang berselisih faham agar pihak siapa yang berdusta atau bohong segera mendapat laknat Allah SWT saat itu juga.

Peristiwa ini bermula ketika Rasulallah SAWW mengirim surat keberbagai kepala Negara dan beberapa Uskup, yang isinya mengajak mereka untuk menyembah tuhan yang maha esa. Salah satunya, yaitu surat beliau kepada uskup diwilayah najran. Wilayah najran terdiri dari 72 desa dan terletak diperbatasan hijaz dan yaman.

Akhirnya mereka ( orang najran ), mengutus 60 orang untuk datang menemui Nabi diMadinah guna memastikan kebenaran Nabi ini. Setelah bertemu, mereka berdiskusi dngan Nabi SAWW, namun karna utusan dari najran itu merasa tidak puas maka atas perintah Allah SWT, Nabi SAWW mengajak mereka untuk bersumpah agar Allah SWT mengutuk dan mengahancurka si pembohong dan inilah peristiwa yang disebut Mubahalah.

Kesepakatan pun dibuat bahwa Mubahalah akan dilaksanakan diluar Madinah dalam waktu tertntu. Ketua utusan najran berkata,” jika Muhammad datang bersama prajurit dan perwiranya dan memamerkan kekuatannya maka dia pembohong tapi jika dia datang dengan keluarga dekatnya, maka dia orang yang yakin dengan kenabiannya. Karena orang yang ragu tidak akan membawa keluarganya untuk dilaknat dan dihancurkan.

Saat mereka menunggu Rasulallah SAWW, tiba-tiba mereka melihat Rasulallah SAWW datang hanya  dengan membawa 4 orang  keluarganya ( Ahlulbait beliau SAWW ) yaitu ‘Ali, Fathimah, Hasan dan Husein.

Melihat Raulallah SAWW datang hanya dengan membawa Ahlulbaitnya, utusan najran mengurungkan niatnya untuk bermubahalah dan berkata,” saya melihat wajah-wajah yang apabila mengangkat tangan dan berdo’a pada Allah SWT agar gunung dipindahkan maka hal itu pasti terjadi”. Sebagai gantinya mereka bersedia membayar Ji’ziah ( uang prlindungan ) kepada Nabi SAWW setiap tahunnya.

Itulah sekelumit kisah peristiwa Mubahalah yang menjadi sebab turunnya ayat 61 dari surat Ali Imran, dan memang hanya Ahlulbaytnya saja yang dibawa oleh Rasulallah  SAWW dan tidak ada orang lain selain mereka, sesuai dengan konteks ayat 61 dari surat Ali Imran itu. Ada beberapa kalimat yang perlu dijelaskan dari ayat ini :

1). ABNAA ANA, Anak-anak Rasulallah SAWW yang dimaksud adalah Al Hasan dan Al Husein – Allah SWT yang menisbatkan Al Hasan da Al Husein sebagai anak-anak Rasulallah SAWW dan ini pengagungan dan pemuliaan dari Allah untuk Al Hasan dan Al Husein.

2)  WA NISA ANA, yang dimaksud wanita-wanita Rasulallah SAWW adalah SAYYIDATUNA FATHIMAH AZ ZAHRA AS.

3)  WA ANFUSANA, yang dimaksud dengan jiwa-jiwa Rasulallah SAWW adalah Al Imam ‘Ali Bin Abi Thalib As, sedemikian dekatnya posisi Al Imam ‘Ali disisi Rasulallah SAWW sehingga Allah SWT menamakan beliau sebagai satu jiwa dengan Baginda Rasulallah SAWW.

Dan ini merupakan pengagungan dan pemuliaan Allah SWT atas mereka Ahlubait yang Allah sucikan dengan sesuci-sucinya sesuai firman Allah SWT dalam surat Al Ahzab ayat 33. Adapun dalil yang bisa anda lihat bahwa ayat diatas turun berkenaan dengan Ahlulbait Nabi ( ‘Ali, Fathimah, Hasan dan Husein) yang merupakan kerabat Nabi SAWW, yaitu

1)      Sahih Muslim juz 4 hal 1871
2)      Sahih Turmudzi juz 5 hal 225
3)      Musnad Ahmad bin Hambal juz 1 hal 185
4)      Hakim Naisaburi dalam MUstadrak juz 3 hal 150
5)      Al Zamaksari dalam Al Kassyaf juz 1 hal 193
6)      Ar Razi dalam Tafsir Kabir juz 8 hal 80
7)      Sirah Halabiah juz 3 hal 212
8)      Isobah Ibn Hajar juz 4 hal 569
9)      As Su’di dalam Tafsir Kabir hal 179
10)  As Suyuti dalam Tafsir Jalalain hal 72


( 10 ) ’ALI DISISI RASULALLAH BAGAIKAN
HARUN DISISI MUSA

Dalam Al Qur’an diceritakan bahwa Nabiullah Musa As sejak kecil dipelihara dalam istana Fir’aun, suatu saat beliau melihat seorang dari Bani Israil yang sedang berkelahi dengan seorang Qibthi dari suku Mesir. Nabiullah Musa As mencoba melerainya namun malang bagi orang dari suku Qibthi itu langsung meninggal ditempat.

Kemudian diriwayatkan bahwa beliau dikejar-kejar untuk dibunuh, lalu beliau melarikan diri kekota Madiyan yang kemudian beliau diangkat menjadi Nabi dan mendapat amanat untuk berdakwah kepada Fir’aun.
Karena merasa khawatir dengan kejadian sebelumnya, lalu beliau memohon kepada Allah SWT agar dalam Dakwah ini beliau diprkuat dengan saudaranya Harun dan diangkat menjadi Nabi yang akan memperkuat dakwahnya kepada Fir’aun.

Dalam surat Al A’raf ayat 142, Allah SWT meminta supaya Nabiullah Musa As datang kebukit Tursina lalu diperintahkan agar melakukan puasa selama 30 hari yang kemudian Allah SWT meminta Nabiullah Musa genapkan puasanya menjadi 40 hari yang sempurna. Lalu Nabi Musa menunjuk sauaranya Nabi Harun As untuk menjadi Khalifah ( penggantinya ) atas kaum yang ditinggalkan.
Juga dalam surat Toha ayat 29 dan seterusnya, Allah SWT bercerita kalau Nabi Musa meminta Wazir dari keluarganya, agar Wazir tersebut menguatkan dirinya dalam menyampaikan Risalah dan agar menjadi serikatnya dalam urusan tersebut. Dan Allah SWT mengabulakan permintaan Nabi Mua As.
Jadi setelah persaudaraan Nabi Musa dengan Nabi Harun As menjadi Wajirnya saat beliau tidak ada, maka mentaati Nabi Harun sama dengan mentaati Nabi Musa As.

Melihat posisi Nabiullah Harun yang sedemikian tinggi ini, maka kemudian Rasulalah SAWW bersabda dan menyamakan posisi Imam ‘Ali Bin Abi Thalib As disisinya, sama dengan posisi Nabi Harun disisi Nabi Musa As.
Yang diriwayatkan dalam beberapa kitab yaitu antara lain,:  

1). Ibn Asakir dalam Tarikhnya, Tarjamatu ‘ALI juz 1 hal 123 meriwayatkan bahwa Rasulalah SAWW bersabda pada Imam ‘Ali As ( saat mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar) “ Demi yang mengutusku dengan kebenaran tidaklah engkau ku akhirkan kecuali agar engkau menjadi saudaraku. Engkau disisiku bagaikan Harun disisi Musa, hanya saja tidak ada Nabi setelahku. Dan engkau adalah saudaraku dan pewarisku”. Maka Imam ‘Ali bertanya :” apa yang kuwariskan darimu? Rasulallah SAWW menjawab “ yaitu apa yang diwariskan para Nabi sebelumku, kitab Tuhan mereka dan sunah Nabi mereka.”

2). Al Khawarizmi dalam Manaqib hal 151.

3). At Thabari dalam Riyadun Nadrah juz 3 hal 138.

4). Al Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul Ummal juz 13 hal 106.

5). Az Zarnadi dalam Nadam Durarus Simtain hal 95.

6). Sibt Ibn Jauzi dalam Tadzkiratul Khawas hal 31.

7). Shahih Bukhari juz 5 hal 81, juz 6 hal 309.

8). Shahih Muslim juz 4 hal 1870.

9). Shahih Tirmidzi juz 5 hal 640.

10). Sunan Ibnu Majah juz 1 hal 42.

Berikut Ulama-ulama yang menyatakan bahwa Hadist ini MUtawatir adalah :

1). As Suyuti dalam Qatfu Al Azhar hal 281.
2). Juzri Asy Syafi’I dalam Asna Matalib hal 53.
3). Mansyur Billah dalam Hidayatul ‘Uqul juz 2 hal 41.
4). Tabrizi dalam Misykatul Mashahib juz 3 hal 171.

Melihat cerita Al Qur’an diatas, maka jelaslah bahwa posisi Al Imam ‘Ali Bin Abi Thalib As disisi Rasulallah SAWW adalah sebagai saudaranya, wazirnya, penguatnya, khalifahnya sertelahnya dan serikatnya dalam menyampaikan Risalah.

Sehingga mentaati Imam ‘Ali Bin Abi Thalib As sama dengan mntaati Rasulallah SAWW dan yang mengingkarinya sama dengan mengingkari Rasulallah SAWW. Walaupun dalam kenyataannya, lebih banyak yang mengingkari Nabi Harun sebagai khalifah Nabi Musa daripada yang mentaatinya. Mereka kemudian dibelokkan oleh samairi untuk menyembah sapi betina yang mereka buat sendiri lalu kemudian mereka diperintahkan untuk saling membunuh sebagai bentuk taubat kepada Allah SWT, akirnya Nabi Musa memilih 70 orang saja yang terbaik ibadahnya sebagai yang selamat.


( 11 ) PERAHU NABI NUH

INNAMA MATSALU AHLIBAITI FIIKUM KAMATSALI SAFIINATI NUH, MAN RAKIBAHA NAJA WA MAN TAKHALLAFA ‘ANHA GHARIQA WA HAWA.
Artinya : sesungguhnya perumpamaan Ahlilbaitku ditengah kalian bagai perahu Nabi Nuh, yang menaikinya selamat, dan yang menunggalkannya celaka.

Diriwayatkan oleh :
1). Al Hakim Annaisaburi dalam kitabnya Mustadrak juz 2 hal 323

2). At Thabari dalam kitabnya Mu’janu Shagir juz 2 hal 303

3). As Suyuti dalam kitabnya Ihyaul Mayyit hal 46

4). Ibnu Hajar dalam kitabnya Sawaiq Muhriqah hal 186

5). At Thabrani dalam kitabnya Dahair Uqbah hal 20

6). Al Muttaqi Al Hindi dalam kitabnya Kanzu Al Ummah juz 5 hal 92

7). As Suyuti dalam kitabnya Jami’us Shagir juz 1 hal 97 dan dalam Ad Durul  Mansur juz 1 hal 72

Nabi Allah Nuh as, diriwayatkan berdakwah pada kaumnya selama 950 tahun sedang umur beliau diperkirakan 2000 tahun. Nama aslinya Abdul Malik, disebut Nuh karna banyak memanggil ummatnya dan banyak menangis.

Namun kaumnya terus mengejeknya, serta tidak mau mendengar da’wah beliau. Lalu beliau berdo’a agar jangan dibiarkan satu orang kafirpun yang tersisa dimuka bumi ini. Setelah tidak ada lagi kaumnya yang beriman, Allah menyuruh Nabi Nuh membuat perahu, sementara kaumnya terus mengejeknya.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Hud ayat 38 yang artinya,: Dan Nuh membuat bahtera, dan setiap kali pemuka-pemuka kaumnya berjalan melewati Nuh, mereka mengejeknya.  Nuh berkata,” jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kamipun mengejek kamu sebagaimana kamu mengejek.

Al-Qur’an surat Hud ayat 39 yang artinya : kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakannya dan yang akan ditimpa azab yang kekal.

Lalu datanglah azab dari Allah SWT ; sesuai firmannya dalam Al-Qur’an surat Hud ayat 40, yang artinya : hingga apabila datang perintah kami dan tannur memecahkan air, kami berfirman; bawalah kedalam bahtera tiap-tiap jenis sepasang-sepasang dan bawalah keluargamu,  kecuali ( yang tidak engkau bawa ) orang-orang yang telah terdahulu ketetapannya terhadap mereka, dan ( bawalah ) orang-orang yang beriman.” Dan tidak beriman bersama dengan Nuh kecuali sedukit.

Lalu datanglah banjir yang ombaknya bagai gunung ( QS : Hud : 42 ), melihat banjir yang sedemikian besar, Nabi Nuh As mengajak anaknya naik keatas perahu, tetapi anaknya menolak dan berkata akan naik keatas gunung. Sebagaimana Firman Allah SWT  yang artinya :”  Anaknya menjawab : aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah.” Nuh berkata,” hari ini tidak ada yang selamat dari ketentuan Allah kecuali orang yang dikasihinya”. Dan gelombang memisahkan keduanya, maka jadilah anak itu bersama orang-orang yang ditenggelamkan ( QS : Hud : 43 )

Berkata Nabi Nuh,” wahai anakku hari ini tidak ada yang akan selamat dari azab Allah SWT, lalu binasalah anaknya dan air memisahkan keduanya, Nabi Nuh kemudian berkata,” ya Allah, anakku adalah dari keluargaku, lalu Allah berfirman : tidak, dia bukan keluagamu, sebab perbuatan anakmu itu bukanlah perbuatan yang baik sebagaimana firmannya dalam Al-Qur’an surat Hud ayat 45 yang artinya :  dan Nuh berseru kepada tuhannya lalu berkata,” ya tuhanku sesungguhnya anakku dari keluargaku, dan sesungguhnya janji engkau pasti benar. Dan engkau hkim yang seadil-adilnya.

Dan dalam surat Hud ayat 46 yang artinya :  Allah berfirman,” hai Nuh, sesungguhnya dia bukan termasuk dari keluagamu, karna sesungguhnya perbuatannya bukanlah perbuatan yang baik. Maka janganlah engkau memohon kepadaku sesuatu yang engkau tidak mengetahuinya”. Sesungguhnya aku memperingatkan agar engkau tidak termasuk orang-orang yang jahil.

Dari riwayat diatas ada beberapa hal yang perlu untuk disimak,
1). Keingkaran merekalah yang membuat Allah SWT menurunkn azabnya
2). Yang beriman itu sedikit dan merekalah yang selamat
3). Saat azab turun tidak ada satupun tempat yang bisa menyalamatkan mereka kecuali perahu Nabi Nuh dan Cuma ada perahu Nabi Nuh as saja.
4). Anaknya saja ikut binasa karna ingkar, apalagi orang lain. Karena tidak ada hubungan kekeluargaan dengan Allah SWT dengan mahkluknya.

Setelah membaca semua kejadian diatas, kemudian Baginda Rasulallah SAWW menyampaikan kepada kita semua selaku ummatnyayang sangat beliau sayangi, bahwa perumpamaan Ahlilbaitnya bagaikan perahu Nabi Nuh sebagaimana Hadist yang tertera diatas.

Jika Baginda Rasulallah SAWW menyamakan Ahlilbaitnya bagai perahu Nabi Nuh tentu karena ada beberapa persamaan. Dan itu bisa kita tarik kesimpulan sebagai berikut,:

1)      jika pada zaman Nabi Nuh ada badai, maka zaman sekarang juga  ada badai, bedanya jika zaman Nabi Nuh ada badai air bah, sekarang ada badai fitnah. Kita dapati semua golongan dalam islam saling  memfitnah satu sama lain.
2)      Jika pada zaman Nabi Nuh ada perahu penyelamat, maka Baginda Rasulallah SAWW bersabda : Ahlulbaitku adalah penyelamat sebagaimana perahu Nabi Nuh.
3)      Jika pada zaman Nabi Nuh yang beriman kepada beliau hanya sedikit, maka sekarangpun kita dapati yang beriman hanya sedikit.
4)      Jika pada zaman Nabi Nuh hanya perahu tersebut yang jadi penyelamat, maka sudah barang tentu Ahlulbait Baginda Rasulallah SAWW juga satu-satunya perahu penyelamat.
5)      Siapapun yang tidak menaiki perahu Nabi Nuh tidak ada yang selamat walaupun keluarganya sekalipun, maka siapapun yang tidak mengikuti ahlilbait Baginda Rasulallah SAWW walaupun ia adalah keluarganya maka pasti tidak akan selamat.

Sehingga jika demikian, Baginda Rasulallah SAWW sangat menganjurkan agar kita semua yang ingin menjadi umat beliau sudi kiranya berpegangan pada Ahlulbait beliau saat badai fitnah itu datang. Yang pasti badai itu akan membuat semua orang kebingungan, untuk itulah perahu Ahlulbait Nabi SAWW datang menyelamatkan kita semua. Semoga kita semua termasuk yam\ng menaiki perahu Ahlilbait Nabi SAWW sehingga kita semua termasuk orang-orang yang diselamatkan. Amin-amin Ya Rabbal ‘Alamin. 














Tidak ada komentar:

Posting Komentar