Laman

Kamis, 31 Maret 2011

Dzakhâ’ir al-‘Uqbâ fî Manâqib Dzawî al-Qurbâ


Pendahuluan oleh Muhaqqiq buku ini

Bismillâhirrahmânirrahîm

Sudah sejak lama terlintas dalam benakku keinginan untuk menulis sebuah risalah (buku kecil) yang ringkas, yang didalamnya aku hendak memberikan pengenalan tentang Ahlulbait --'alaihimussalâm-- dan peran yang mereka jalankan dalam kancah kehidupan sejarah Islam. Saya percaya sepenuhnya bahwa umat Islam dengan semua ragam madzhab dan alirannya, sepakat dalam hal keicntaan pada Ahlulbait --'alaihimusalâm--  selaku pribadi-pribadi yang telah Allah hilangkan dari diri mereka cacat dan noda serta Allah sucikan mereka sesuci-sucinya. Mengingat mereka (Ahlulbait --'alaihimusalâm--) telah memberikan suatu cakrawala pemikiran yang tertata dan kepemanduan agama yang murni dan penuh keikhlasan, maka masing-masing dari alasan itu menjadi pendorong bagi saya untuk melahirkan tulisan kecil ini, yang tentunya, dengan banyak menyerap dari cahaya ajaran suci mereka, akhlak luhur mereka, dan pengetahuan  mereka yang tak tertandingi, serta perhatian mereka yang begitu besar pada nilai-nilai kemanusiaan. Diantaranya  adalah bagaimana mereka mengajar dan mendidik umat Islam tentang akhlak-akhlak mulia dalam berinteraksi antar sesama manusia dalam berdiskusi, berkomukisasi dan saling mau mengerti satu sama lainnya, agar dengan demikian dapat meringankan dampak menyakitkan dari sengketa dan polemik kesejarahan beserta luka parah yang ditimbulkannya berupa perpecahan dan perselisihan, juga berbagai bentuk kebencian antara yang satu dengan lainnya.




Dan diantara hal-hal yang menyakitkan adalah kenyataan bahwa sengketa dan polemik tersebut justru bermula dari hasrat-hasrat politis murahan dari hegemoni para tiran sebagaimana yang terjadi di era dinasti Umayyah dan dinasti Abbasiyah. Sampai-sampai menyebabkan peranan Ahlulbait selaku tempat rujukan dalam semu masalah kehidupan nyaris berakhir, ketika mereka (Ahlulbait --'alaihimusalâm--) diboikot dan dijauhkan secara paksa dari realitas kehidupan umat.  
Adapun saat ini, dimana Allah telah memberikan kepada umat Islam kebebasan berbicara dan berpendapat, juga keterbebasan dari politik jahat beserta metode-metode culasnya dalam memerangi dan menjauhkan para imam maksûm --'alaihimussalâm-- dari peran mereka sebagai tempat rujukan umat, maka semua itu telah memunculkan harapan keinginan kuat pada diriku untuk menyampaikan dakwah (seruan) kepada umat Islam, baik ulama, pemikir maupun para tokoh masyarakat agar mereka mematuhi ajaran-ajaran yang bersumber dari mereka (Ahlulbait --'alaihimusalâm--), berjalan dalam koridor mereka serta mencontoh sikap-sikap dan peran yang mereka ambil dalam berbagai aspek kehidupan, dan pada giliranhya dengan penuh perhatian menerapkan aturan-aturan dan ketetapan-ketetapan hukum yang mereka tentukan. Mereka adalah cahay hakikat yang terang benderang, dan perpanjangan dari risalah wahyu yang terpercaya. Maka merekalah yang merupakan ((Perumpamaan mereka adalah seperti bahetra Nuh, sesiapa yang menumpanginya akan selamat dan sesiapa yang menolak untuk menumpanginya akan tenggelam)). Dan tak dapat dipungkiri bahwa –saat ini-- kita sangat butuh untuk menumpangi bahtera ini agar kita terselamatkan dari gelombang kehidupan yang terus menerpa kita dan agar kita dapat sampai di daratan keselamatan dan ketenangan. Tak ada keraguan bahwa selainnya belum sepenuhnya dapat dijadikan pegangan dan menjamin kita terhindar dari ketenggelaman dan kebinasaan.
Buku ini, dengan segala keringkasannya dan kandungan isinya yang sangat bernilai, adalah karya tulis Allamah Hafizh Muhibuddin ath-Thabari asy-Syafi’i (wafat : 694 Hijriah). Beliau adalah seorang imam kota Mekkah al-Haram dan Syaikh (guru besar) negeri Hijâz pada abad ketujuh Hijriah. Kitab ini berjudul Dzakhâ’ir al-‘Uqbâ fî Manâqib Dzawî al-Qurbâ. Aku merasa sudah sepatutnya aku menukil dari kitab ini point-point penting, dengan tetap bersikap amanah dalam penukilan dan berupaya menjaga metodenya urutan bab-babnya, tentunya dengan sedikit menambahkan masalah-masalah penting yang dapat menjadi penjelas, sekaligus memberikan solusi atas sejumlah sejumlah syubuhat (keberatan-keberatan inetelektual) yang timbul atau sengaja dimunculkan oleh pihak-pihak tertentu karena rasa sentimen atau kebencian pada mereka Ahlulbait --‘alahimussalam--. Dan dalam penulisan catatan kaki dalam tulisan ini kami bersandar pada sejumlah kitab terkini sekaligus bersandar pada sumber-sumbernya yang representatif. Hak ini justru menguatkan dan mendukung pola penulisan dan konsepsi yang dijadikan sandaran oleh penulis kitab ini. Dan sengaja kami tidak menyebutkan nama para penulis yang dalam tulisannya mengindikasikan kebencian dan sikap permusuhannya pada Ahlulbait –‘alahimussalam--  dengan maksudagar tetap terpeliharanya persatuan umat Islam.
Akhir kata kami mengharap kepada Allah –subhanahu wa ta’alâ--  agar Ia berkenan menerima upaya kami dan menjadikan kami termasuk dalam kelompok hamba-hambaNya yang shalih (yang baik) sekaligus yang dapat membuat perbaikan. Sebagaimana kami juga berharap semoga Dia menjadikan kami dapat meneladani dan berpegang teguh pada Muhammad dan keluarganya yang suci. Kepada-Nya semata kami memohon pertolongan dan kepada-Nya lah naik ucapan-ucapan yang baik.

Muhammad Jawad Abul Qâsimî

Tahun 2006 M / 1427 H.


Profile penulis, berdasarkan keterangan muhaqqiq buku ini.
Abu Abbas Muhibbuddin ath-Thabari telah membuktikan wawasan luasnya dalam dalam warisan dan khazanah ilmu-ilmu keagamaan. Ia adalah seorang faqîh (ahli fikih),  muhaddits (ahli hadits), dan penulis sejumlah tema penting dalam sejarah Islam dan dalam berbagai disiplin kelilmuan yang digelutinya. Disamping itu ia juga mengajar, memberikan fatwa-fatwa hukum, dan banyak menukil secara runut apa yang didengarnya dari para ahli berupa hadits-hadits dan riwayat-riwayat, sehingga karena alasan tersebut ia diberi gelar Syaikh al-Haram al-Makkî (Tokoh / guru besar negeri Mekah) §.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Footnote :
§  Penulis Thabaqât asy-Syâfi‘iyyah, al-Qâdhî Tâbi‘ud-Dîn Abdul Wahhâb bin as-Sabki, berkata tentang profil tokoh besar ini : “ Ia adalah seorang Syaikh tanah al-Haram dan penjaga negeri Hijaz tanpa terbantah “. {Thabaqât asy-Syâfi‘iyyah : jilid 8, halaman 18, cetakan Dâru Ihyâ’ at-Turâts, ditahkik oleh Abdul Fattah Muhammad al-Hilwa dan Mahmud Muhammad ath-Thanâhi}.  Ia dikelompokkan dalam jajaran ulama generasi keenam, dengan urutan ke 1046 (seribu empat puluh enam). Ash-Shafadi didalam kitab al-Wâfî bil-Wafayât (al-Wâfî bil-Wafayât, oleh  Shalahuddin bin Ibik ash-Shafadi, jilid 7, halaman 135) menyebutan ,” Dia adalah seorang tokoh ternama di tanah al-Haram negeri Mekah al-Mukarramh, bermazhab Syafi’i, seorang ahli fikihdan ahli hadits yang sangat asketik “.
Penulis al-‘Aqduts-Tsamîn fî Târîkf al-Balad al-Amîn, yaitu al-Imam Taqiyyuddin Muhammad bin Ahmad al-Husein al-Fâsî al-Makkî (832 Hijriah), berkata tentang pribadi ini ,” Aku telah mendengar seorang guru kita (syaikhuna), mufti negeri Hijaz, al-Qadhi Jamaluddin bin Zhahirah, dimana ia berkata : Aku mendengar al-Qadhi Abul Fadhl telah berkata bahwa ia telah mendengar al-Hafizh Shalahuddin al-‘Alâ’i telah berkata : Negeri Mekah tidak pernah lagi melahirkan orang, setelah Syafi’i, seseorang dengan kaulitas seperti al-Muhibuddin ath-Thabari “.
Ia menambhkan ,” Ini jelas sebuah keutamaan yang besar. Namun demikian masih ada saja orang yang masih menyangsikannya “.
Ia juga menambahkan ,” Aku dapati didalam tulisan al-Quthb al-Al-Halabi tentang biografi al-Muhibb ath-Thabari bahwa tak ada seorangpun yang sezaman dengannya di negeri Mekkah al-Haram yang selevel dengannya. Dan ini adalah perkara yang tak ada ke4raguan sedikitpun tentangnaya “. {al-‘Aqduts-Tsamîn fî Târîkf al-Balad al-Amîn, ditahkik oleh Fu’ad Seyyed, diterbitkan oleh Mu’assasah ar-Risâlah, juz 3, halaman 66}.
Az-Zarkali juga menyebutkan didalam al-I’lâm ,” Beliau adalah seorang Hâfizh (penghapal al-Qur'an), seaorang ahli fikih, dan bermazhab Syafi’i “. {al-I’lâm, oleh az-Zarkali, jilid 1, halaman 159}.
Adz-Dzahabi berkomentar tentangnya ,” Beliau adalah seorang imam besar yang ahli dalam bidang hadits, berasal dari tanah Mekah, bermazhab syafii, dan penysusun al-Ahkâm al-Kubra….Beliau adalah tokoh terpandang dalam mazhab Syafii dan ahli hadits dari negeri Hijaz “. {Tadzkirah al-Huffâzh, oleh adz-Dzahabi : jilid 4, halaman 1474, nomor ke 1163}.
----------------------------------------------------000--------------------------------------------------------

Tulisan-tulisaannya yang sangat bernilai dan representatif menunjukkan keadilan dan kemurniannya serta tidak adanya fanatisme dari dirinya dalam melakukan penukilan khabar-lhabar, riwayat-riwayat dan hadits-hadits dari sumbernya. Selai itu ketulusan dan ketakwaanya kamu juga tampak pada sikap konsistennya dalam menukilkan hadits-hadits yang bertalian dengan manâqib (keutamaan-keutamaan) Ahlulbait --'alaihimusalâm--. Ia telah meninggalkan titipan sangat berharga bagi generasi muslim yang mengungkapkan sikap amanah dan tanggungjawabnya yang sangat besar serta kemuliaan tinta ulama yang tulus yang tidak bergeming dalam menghadapi terpaan berbagai celaan orang yang mencela. Kedua kitab yang ditulisnya, yaitu ar-Riyâdh an-Nadhrah fî Fadhâ’il al-‘Asyrah dan Dzakhâ’ir al-‘Uqbâ fî Manâqib Dzawil-Qurbâ merupakan terk-teks literatur hadits yang representatif bagi kedua kelompok bersaudara (Sunnah dan Syi’ah), disamping berbagai buah penanya yang cukup beragam, diantaranya :
  1. as-Simth as-Samîn fî Manâqib Ummahât al-Mu’minîn
  2. al-Qurâ li Qâshid Ummil-Qurâ
  3. at-Tasywîq ilal-Bait al-‘Atîq
  4. Nuzhum Kifâyatil-Mutahaffizh fil-Lughah
  5. Taqrîb al-Murâm fî Gharîb al-Qâsim bin Salâm (Fî Gharîb al-Hadîts)
  6. Ghâyat al-Ahkâm li Ahâdîts al-Ahkâm
  7. Syarhut-Tanbîh lisy-Syirazî fî furû‘ al-fiqh al-asy-Syâfi‘i (10 jilid).
Sejarawan besar ini dikenal sebagai orang yang adil dan jujur dalam melakukan kajian atas warisan keagamaan dan realitas historis dalam periwayatan, meskipun tak jarang beliau mendapat protes dan kritikan dari sejumlah muta‘ashshibûn (orang-orang yang fanatik buta) dan para penjilat dikuasai oleh kepentingan-kepentingan politik dan dorongan hawa nafsu serta menghapus jejak-jejak kebenaran. Bahkan tak jarang sebagian dari mereka berandil dalam upaya penghapusan pendistorsian fakta-fakta sejarah dan keagamaan guna menciptakan citra buruk atas warisan periwayatan data-data dan fakta-fakta sejarah tersebut yang justru menjadi kebanggaan orang-orang yang merindukan kebenaran dan orang yang sangat menginginkan kejujuran dan kemurnian dalam warisan agama sehingga dapat membangun basis akidah yang murni manhaj yang jelas menuju kehidupan yang terhormat dan mulia yang dipliputi oleh kedisiplinan, tranparansi dan kegamblangan. Terlebih mengingat pemnenahan yang jujur dan apa adanya merupakan pilar paling utama menuju kesempurnaan hidup serta pembangunan manusia dan masyarakat yang shalih.
Upaya kami ini merupkan keinginan tulus untuk memberi pelayanan bagi berjalannya persatuan umat Islam sesuai dengan apa yang ditorehkan oleh sejarawan besar ini beserta  warisan keagamaan yang ditingalkannya yang disepakati oleh orang orang-orang yang fair dan para ulama yang berakal pikiran dari kedua kelompok (Sunnah dan Syi’ah).
Ya Allah aku berharap semoga Engkau menjadikan aku sebagai termasuk dalam golongan hamba-hambaMu yang ikhlas, -- dan segala piji hanya milik Allah semata.

Pengantar dari Penulis.
Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam-Nya kepada junjungan kita Muhammad serta kepada keluarga dan para sahabatnya.

Segala pujian bagi Allah atas segala nikmat-Nya yang tersebar pada semua makhluk-Nya. Kepada-Nya dihaturkan rasa syukur yang sedalam-dalamnya atas pemberian dan anugerah-anugerahNya yang tak ternilai. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya ; Tuhan terlalu agung sifat-sifat-Nya untuk dapat dihitung. Aku bersaksi juga bahwa Muhammad, yang selaku hamba dan utusan-Nya, adalah junjungan para rasul dan penutup para nabi. Dialah Muhammad, manusian yang terseleksi dari ‘sari pati’ orang-orang Arab ; dan dialah nabi-Nya yang ‘terpilih’ dari semua pemimpin tertinggi dan terhebat yang pernah ada. Semoga shalawat Allah dan tercurah pada ‘ithrah-nya yang suci dan para sahabatnya, [yang merupakan] bintang-gemintang yang cemerlang, dan Ahlulbait-nya mulia dan luhur.
Amma ba’du…Sesungguhnya Allah ‘azza wajlla telah ‘mensortir’ (memilih) Muhammad dari semua makhluk-Nya, dan mengistimekannya dengan rangkaian anugerah pemberiannya yang menyeluruh, dan meninggikan kedudukan orang-orang yang terpaut dengannya melalui pertalian sebab maupun nasab, dan mengangkat derajat orang yang membantunya dan menjalin persahabatan dengannya. Dan Ia telah menetapkan kewajiban menyayangi kerabat (qurbâ)-nya atas segenap makhluk, serta mewajibkan mereka untuk mencintai semua ahlulbait-nya dan keturunannya. Adalah hal yang sangat penting merekam apa- apa yang menjadi keutamaan mereka dan mengenalkan kepada umat kemulian dan ketinggian ilmu mereka, serta pentingnya mengikuti. Bagaimana tidak, padahal mereka adalah lingkaran cahaya yang mengitari rembulan alam semesta, cahaya yang mengitari matahari semu makhluk, dahan dari pohon kemuliaan, dan cabang dari sumber cahaya kenabian. Semoga Allah mengembalikan kita kepada pemahaman tentang keberkahan mereka, sebagaimana kita memohon perlindungan dari ketidak tahuan tentang ketinggian derajat mereka. Semoga Allah juga embenamkan hati dan jiwa kita dalam kebaikan-Nya dengan kecintaan pada mereka, dan menganugerahkan tempat kembali yang baik karena kedudukan mereka disisi-Nya, sebagaimana Ia mempertautkan (tercapainya) harapan-harapan kita dengan jalan menjadi mereka sebagai pertantara kepada-Nya.
Tulisan ini saya beri judul Dzakhâ’ir al-‘Uqbâ fî Manâqibi Dzawil-Qurbâ, yang saya sarikan secara ringkas dari beberapa kitab dan tanpa penyertaan sanad-sanadnya, dengan menyebutkan sandaran kitabnya guna meminisir kemungkinan timbulnya keragu-raguan atas hadits dan riwayat yang kami paparkan. Juga untuk memudahkan para pencari kebenaran tentangnya. Aku berdoa semoga Allah mejadikannya sebagai sarana bagiku untuk beroleh surga Na‘îm dan sebab untuk meraih keberuntungan yang besar, sekaligus dapat merealisasikan harapanku atas apa yang ada disisi-Nya. Sesungguhnya Dia-lah yang mengendalikan itu semua dan Dia Maha Kuasa atasnya.
Kami susun tulisan ini dalam dua bagian. Yang satu bagian berisi tentang keutamaan dan kemuliaan Ahlulbait Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- secara umum dan global. Dan bagian yang lainnya menguraikan keutamaan dan kemulian mereka secara khsus dan rinci. 


BAB-1
                        Pembahasan umum seputar kerabat (keluarga) Nabi saw.

Seputar kerabat (keluarga) Rasulullah saw secara umum.
Dari Ibn Abbas --radhiyallâhu 'anhuma--  ia melaporkan : “ Shafiyah binti Abdul Mththalib --radhiyallâhu 'anha-- (yang merupakan bibi Rasulullah  saw) kehilangan putra kesayangannya. Hal itu membuatnya menangis. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepadanya ,” Engkau menagisinya ?! Wahai bibi, ketahuilah barangsiapa yang ditingalkan mati oleh anaknya, sedangkan anak itu matyi dalam keadaan Islam, maka Allah akan membalasnya dengan sebuah rumah yang akan didiaminya di surga”.
Ketika bibi beliau keluar rumah ia bertemu dengan seorang laki-laki yang berkata kepadanya ,” Sesungguhnya ikatan kekerabatanmu dangan Rasulullah tidak akan bermanfaat untukmu. Maka iapun menangis. Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  mendengar suara tangisan bibi beliau. Dan Rasulullah mengkhawatirkan hal tersebut. Maka beliaupun kemudian keluar rumah, mengingat beliau sangat menghormati dan mencintai bibi beliau, dan berkata kepadanya ,” wahai bibi ! aku masih menangis, bukankah aku telah menyampaikan kepadamu apa yang perkara yang tadi aku sampaikan “ ?! Bibi beliau berkata ,” Bukan itu yang membutaku menangis “. Kemudian ia memberitahukan apa laki-laki tadi kepadanya. Maka Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—menjadi marah karenanya, dan beliau berkata kepada Bilal ,” Hai Bilal, umumkanlah shalat !” Maka Bilal melasknakan perintah tersebut. Maka setelah itu [setelah orang-orang berkumpul] Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  menyampaikan pujian kepada Allah untuk dan kemudian menyampaikan pernyataan : “ Mengapa gerangan orang-orang beranggapan bahwa kekerabatan denganku tidak akan bermanfaat. Ketahuilah bahwa sesungguhnya setiap sebab dan nasab akan terputus pada hari kiamat seculai sebab [yang berasal] dariku dan nasab-ku. Dan sesungguhnya ikatan kefamilian denganku akan terus tersambung di dunia dan di akhirat “.
Dari umar LA, ia melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda ,” Apabila tiba hari kiamat aku akan memberikan syafaat kepada ayahku, ibuku, dan pamanku Abu Thalib serta saudaraku yang dulu hidup di masa Jahiliah “. {Dilaporkan oleh imam ar-Razi didalam Fawâ’id-nya. Dari Abu Hurairah LA, ia melaporkan ,” Sabi’ah binti Abu Lahab --radhiyallâhu 'anhâ--  datang kepada Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- seraya berkata : Wahai Rasulullah, orang-orang berkata kepada (( engkau adalah putri ‘katu bakar neraka’))”. Maka Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bangkit dalam keadaan murka seraya berkata : “ Mengapa orang-orang suka mengganguku melalui kerabatku (keluargaku) ?! barangsiapa yang menyakiti (menggangu) kerabatku berarti telah menyakitiku, dan barangsiapa yang menyakitiku berarti ia menyakiti Allah “. {Dilaporkan oleh al-Mula didalam Sîrâh-nya}.

Keutamaan ayat yang turun untuk mereka

Said bin Jabir --radhiyallâhu 'anhu--, sekaitan dengan ayat ((Katakan [kepada mereka hai Muhammad] “aku tidak meminta apapun pada kalian atas penyampaian risalahku ini kecuali kalian mencintai al-qurbâ ”))[1], melaporkan : “ Yang dimaksud dengan al-qurbâ (keluarga) adalah keluarga Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. {Dilaporkan oleh Ibn as–Sirri}

Penekanan untuk mencintai keluarga Nabi saw.
Dari Ibn Abbas --radhiyallâhu 'anhuma--, ia melaporkan bahwa Abbas (ayahnya) --radhiyallâhu 'anhu-- telah berkata kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- : “ Kami (Abbas dan Nabi saw) keluar rumah dan kami melihat orang-orang Quraisy tengah bercakap-cakap. Dan ketika mereka melihat kami mereka menghentikan percakapan. Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—menjadi marah atas hal tersebut kemudian beliua --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- berkata : “ Demi Allah, iman tidak akan masuk kedalam hati seseorang sampai mereka mencintai kalian karena Allah dan karena kekerabatan kalian denganku “. {Dilaporkan oleh Ahmad}.

Keutamaan suku Quraisy dan keunggulan mereka
Dari Wa’ilah bin al-Asfa‘, ia berkata bahwa bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda : “ Sesungguhnya Allah --subhânahu wa ta'âlâ--  telah memilih (mengunggulkan) Ibrahim dari semua anak keturunan Adam, dan Allah menjadikannya sebagai khalîl (kekasih)-Nya. Dan Allah memilih (menggunggulkan) Nazzar dari semua anak keturunan Ismail, dan memilih Mudharr dari semua ank keturunan Nazzar, Kemudian diantara anak keturunan Mudharr Allah memilih Kinanah, dan diantara anak keturunan Kinanah Allah memilih Quraisy, kemudian dari anak keturunan Quraisy Allah memilih bani Hasyim, kemudian dari bani Hasyim Allah memilih bani abdul Mmuththalib, kemudian dari semua bani Abdil muththalib Allah memilih (menggunggulkan) aku “. { Dilaporkan oleh al-Hafizh Abul Qasim dan hamzah bin Yusuf as-Sahmi denagn kontek riwayat seperti ini didalam Fadhâ’il al-‘Abbâs}.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Footnote :
1. Surat asy-Syûrâ, ayat 23
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Perintah untuk menjaga keluarga Nabi saw.
‘Ikrimah  melaporkan : “ Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- dapat disebut sebagai ‘central’ didalam suku Quraisy dan beliua mempunyai huubungan nasab dengan setiap anak suku Quraisy. Maka beliau berkata [kepada orang-orang] ,” Aku tidak meminta upah kepada kalian atas risalah yang aku serukan kepada kalian kecuali kalian menjagaku [dengan cara] menajaga kerabat (keluarga)-ku. Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla telah berkata : (( Katakanlah [kepada mereka hai Muhammad !] “Aku tidak meminta upah atas [penyampaian risalah] kecuali kecintaan pada al-qurbâ “. {Silaporkan oleh al-Mukhllish adz-Dzahabi} 

Keutamaan bani Hasyim dan keunggulan mereka atas semua kabilah Quraisy.
Dari A’isyah --radhiyallâhu 'anhu—ia berkata bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda : “ Jibril telah berkata : Aku telah membolak-balik dunia daeri timur hingga barat dan aku tidak mendapati orang yang lebih utama dari Muhammad --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Dan aku juga telah membolak-balik dunia dari timur hingga barat namun aku tidak menemukan anak keturunan yang lebih utama dari anak keturuna (bani) Hasyim”. { Dilaporkan oleh Ahmad didalam al-Manâqib}.

Keutamaan-keutamaan bani Abdul Muththalib.
Dari Ibnu Abbas --radhiyallâhu 'anhu--, Ibnu Abbas
 berkata ,“ Allah ‘azza wajalla memberikan tujuh hal kepada bani Muththalib, yaitu kecerahan (keceriaan), kefasihan, lapang dada, keberanian, kesabaran, pengetahuan, dan cinta wanita. {Dilaporkan oleh Abul Qasim Hamzah as-Sahmi didalam Fadha’il al-‘Abbâs}.

Bani Abdul Muththalib adalah junjungan para penghuni surga.
Anas bin Malik --radhiyallâhu 'anhu--  melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bersabda ,” Kami bani (anak-anak) Abdul Muththalib adalah junjungan para penghuni surga [yaitu] diriku, Hamzah, Ali, Ja’far bin Abi Thalib, al-Hasan, al-Husein --'alaihissalâm-- , dan al-Mahdi --'ajjalallâhu farajahu--. {Dilaporkan oleh Ibn as-Sirri}. 
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Footnote :
1. al-Qur'an, Surat : asy-Syûrâ, ayat : 23
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


   BAB-2
Bab tentang keutamaan Ahlulbait as.

Dorongan untuk berpegang teguh pada Ahlulbait dan kitabullah serta memperlakukan keduanya dengan baik.
Dari Zaid bin Arqam --radhiyallâhu 'anhu--, ia melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda ,” Sesungguhnya aku telah tinggalkan pada kalian tsaqalain [1] (dua peninggalan yang berat dan berharga) yang apabila kalian berpegang teguh padanya niscaya kalian tidak akan pernah tersesat setelahku, salah satunya lebih besar dari yang lainnya, [yaitu] kitab (al-Qur'an) yang diturunkan Allah azza wajalla, sebagai ‘tali’ kokoh yang terbentang dari langit hingga ke bumi, dan itrah Ahlulbait (keluarga)-ku. Keduanya tidak akan terpisah hingga keduanya datang menemuiku di telaga Haudh. Maka itu perhatikanlah bagaimana kalian memperlakukan diriku pada keduanya “. {Dilaporkan oleh at-Tirmidzi. Ia mengatakan bahwa hadits ini berstatus sebagai hadis hasan dan gharîb}.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Footnote :
Nash hadis yang bersumber dari Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- ini, dan penekan beliau atasnya serta besarnya perhatian beliau terhadap ats-tsaqalain ( dua peninggalan yang sangat berat dan berharga) mendorong kita untuk bertanya-tanya, apakah keduanya berupa al-Qur'an dan Itrah ataukah al-Qur'an dan as-Sunnah ?
ebelum mengulasnya, layak untuk disebutkan bahwa keharusan untuk berpegang teguh pada Sunnah (tradisi dan keteladanan) Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- merupakan suatu kewajiaban yang berulangkali ditekankan dengan sangat kuat oleh al-Qur'an di sejumlah ayatnya, diantaranya :
a. ãóäú íõØöÚö ÇáÑøóÓõæáó ÝóÞóÏú ÃóØóÇÚó Çááøóåó
Barangsiapa yang menta`ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta`ati Allah “ (al-Qur'an, surat : an-Nisâ’, ayat : 80)
b. æóãóÇ ÁóÇÊóÇßõãõ ÇáÑøóÓõæáõ ÝóÎõÐõæåõ æóãóÇ äóåóÇßõãú Úóäúåõ ÝóÇäúÊóåõæÇ
Apa yang didatangakan oleh Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…” (al-Qur'an, surat : al-Hasyr, ayat : 7)
c. ÝóÅöäú ÊóäóÇÒóÚúÊõãú Ýöí ÔóíúÁò ÝóÑõÏøõæåõ Åöáóì Çááøóåö æóÇáÑøóÓõæáö
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul-Nya…” (al-Qur'an, surat : an-Nisa’, ayat : 59)
Beranjak dari asas ini, kewajiban berpegang teguh pada as-Sunnah merupakan suatu kewajiaban yang, yang tak diragukan lagi, bersumber dari al-Qur'an. Sedangkan keterangan dan komentar-komentar yang berkaitan dengan hadits ats-tsaqalain adalah sebagai berikut [hadits tersebut disebutkan secara gamblang di sjumlah kitab Shihah, Sunan, dan Musnad dengan redaksi sebagai berikut ] :
i.                     Muslim telah melaporkan khotbah Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih—di Ghadir Khum didalam kitab Shahih-nya dengan sanadnya dari Zaid bin Arqam : (( Wahai sekalian manusia ! Sesungguhnya aku tak lebih seorang manusia. Telah dekat masa kedatangan utusan Tuhanku. Dan aku telah bersiap-siap untuk menyambutnya. Aku telah meninggalkan untuk kalian dua peninggalan yang sangat berharga dan berat, yang pertama adalah kitabullah (al-Qur'an) yang didalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Maka ‘ambuillah’ kitabullah tersebut [untuk dijadikan pedoman hidup] dan bergang teguhlah padanya…)). Dalam kontek ini beliau sangat medorong dan merangsang umatnya agar berpegang teguh dengan kitabullah al-Qur'an. Kemudian be;iau --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- melanjutkan : (( dan peningalanku yang kedua adalah] Ahlulbait-ku. Aku ingatkan kalian agar selalu waspada terhadap Allah atas [cara kalian] mensikapi Ahlulbait-ku )). { Shahih Muslim : jilid 4, halaman 1873, hadits ke 2408 // Sunan ad-Darimi : jilid 2, halaman 889, hadits ke 3198}.
ii.                    At-Tirmidzi meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Jabir bin Abdillah al-Anshari sebuah khotbah yang disampaikan Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  di Arapfah, yang isinya : (( Wahai sekalian manusia ! Sesungguhnya aku telah meniggalkan pada kalian sesuatu yang apabila kalian berpedoman padanya niiscaya kalian tidak akan pernah tersesat, yaitu kitabullah (al-Qur'an) dan itrah Ahlulbait-ku )). Sunan at-Tirmidzi : jilid 5, halaman 622, hadits ke 3786. at-Tirmidzi mengatakan sekaitan dengan setelag melaporkan hadis ini ,” Ini adalah hadits yang gharib dari sisi ini. Sanad hadis ini telah dibenarkan oleh Syekh Nashiruddin al-Albani // Silsilatul Ahâdîts ash-Shahîhah : jilid 4, halaman 356, halaman ke 1761.
iii.                  at-Tirmidzi juga melaporkan hadits ats-tsaqalain dari zaid bin arqam dan Abu Sa’id serupa dengan redaksi diatas –atau-- dengan redaksi berikut : (( …Kitabullah [yang merupakan] tali yang membentang dari langit ke bumi, dan itrah Ahlulbait-ku. Dan sesungguhnya keduanya tidak akan terpisah sampai keduanya mendatangiku di telaga Haudh. Maka perhatikanlah bagaimana kalian memperlakukan keduanya sepeninggalku)). { Sunan at-Tirmidzi : jilid 5, halaman 663, hadits ke 3788} Si perwai mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits yang gharib. Dan sanad hadis ini telah dibenarkan oleh Syekh Nashiruddin al-Albani // Shahih al-Jâmi‘ ash-Shaghîr : jilid 1, halaman 482, nomer hadits 2458}  
iv.                  Didalam riwayat yang disampaikan oleh Zaid bin Arqam mengenai khotbah yang disampaikan Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  di Ghadir Khum terdapat ungkapan ((kitabullâh wa ‘ithratî)). Dan sumber-sumber hadits yang beragam juga menyebutkan yang ungkapan yang sama. Hal tersebut juga dibenarkan orang sumber-sumber berikut : {{ al-Mustadrak ash-Shahîhain : jilid 3, halaman 118, hadits ke 4576. Ia menyatakan di kedua tempat (tulisannya) bahwa hadits ini adalah hadits yang shahih. Dan ia dikuatkan juga oleh adz-Dzahabi dibagian akhir al-mustadrak // Musnad Ibn Hambal : 4, halaman 30, hadits ke 11211 // as-Sunnah, oleh Ibn Abi Âshim : halaman 630, hadits ke 1554 // al-Bidâyah wan-Nihâyah : jilid 5, halaman 184. Ibn Katsir berkata : “ Guruku kami Abu Abdillah adz-Dzahabi mengatakan bahwa hadits ini hadits shahih}}.
v.                   Ungkapan ((kitâbullâh wa ‘ithratî)) juga dipakai di kitab-kitab lainnya, seperti Sunan ad-Dârimi, Sunan al-Kubrâ yang disusun oleh al-Baihaqi, Fadhâ’il ash-Shahâbah, as-Sunan al-Kubrâ yang disusun oleh an-Nasâ’i, dam kitab-kitab hadits lainnya. {Sunan ad-Dârimi : jilid 2, halaman 433 // Sunan al-Kubrâ : jilid 2, halaman 212, hadits ke 2857 dan jilid 10, halaman 194, hadits ke 20335 // Fadhâ’il ash-Shahâbah, oleh Ibn Hambal :  jilid 1, halaman 172, hadits ke 170 // Sunan al-Kubrâ, oleh an-Nasa’ : jilid 5, halaman 130, hadits ke 8464}
Dari apa yang dipaparkan didepan dapat diketahui bahwa hadits kitâbullâh wa ‘ithratî diriwayatkan para Sahabat dalam jumlah sangat besar, dengan jalur yang beragam dan dan sanad-sanad yang shahih.
Dari sini kita dapat mengambil sejumlah kesimpulan, diantaranya :
1.       Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- , dengan hadits ini, bermaksud hendak ‘memperkenalkan’ ah beliau dalam kapasita mereka selaku pemelihara Sunnah sekaligus eksekutornya. Hal ini mengingat aturan-sturan yang benar tidak akan dapat diimplementasikan tanpa adanya eksekutor yang shalih, terpercaya, dan  stabil [secara emosional dan spiritual]
2.       Redaksi “kitâbullah wa sunnatî” tidak sepatutnya di’kedepankan’ (diunggulkan) atas hadits kitâbullâh wa ‘ithratî ataupun diletakkan pada posisinya. Adapaun yang merupakan bukti-bukti kelemahan redaksi “kitâbullah wa sunnatî” adalah sebagai berikut :
a.       Malik bin Anas melaporkan didalam al-Muwaththa’ dengan mata rantai pertiwayatan yang mursal bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda : “ Aku telah meninggalkan pada kalian dua perkara yangmana kalian tidak akan pernah tersesat bila kalian berpegang teguh pada keduanya, yaitu kitabullah (al-Qur'an) dan Sunnah nabi-Nya : jilid 2, halaman 899, hadits ke 3.
b.       Redaksi hadits yang dilaporkan oleh Malik diatas adalah mursal. Sikap menerima riwayat-riwayat hadits mursal yang dilaporkannya adalah tidak sesuai dengan ijma’ ulama. Karena itu ia tidak dapat digunakan sebagai hujjah, terlebih membahas tentang “dipercaya” atau “tidak dipercaya”nya riwayat tersebut.
c.        Tak seorang pun dari para penulis kitab Shahih yang enam melaporkan redaksi hadits ini. Sedangkan ungkapan ((kittâbullâh wa ‘ithratî)) terdapat diseumlah kitab hadits mu’tabar semisal Shahîh Muslim, Shahîh at-Tirmidzi, Sunan an-Nasâi. Sunan ad-Dârimi, dan Musnad Ibn Hambal. Beranjak dari kenyataan ini, maka tidak dibenarkan ‘berpaling’ dari hadits yang telah masyhur dan shahih serta diterima luas, yaitu hadits itabullâh wa ‘ithrati. Sekaligus tidak dibenarkan berpegang teguh [terlebih secara fanatik] pada redaksi hadits yang ghairu mautsûq (yang tidak dapat dijadikan sandaran), yaitu redaksi hadits kitâbullah wa sunatî..
Maka berdasarkan apa yang kami paparkan diatas, hadits kitâbullah wa sunatî tidak dapat dibenturkan dan sipersaingkan dengan hadits kitâbullâh wa ‘ithratî, mengingat kedua-duanya tidak dapat dikompromikan, baik dari segi sanad, kemasyhuran dan keshahihannya.


------------------------------------------------------------------------0000-------------------------------------------------------------------------

Zaid bin Arqam --radhiyallâhu 'anhu-- juga melaporkan ,” Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berdiri ditengah-tengah kami menyampaikan khotbahnya : (( Wahai sekalian manusia sesungguhnya aku adalah manusia. Tak lama lagi utusan tuhanku ‘azza wajalla akan datang [untuk menjemputku] dan akupun akan menyambutnya. Dan sesungguhnya aku telah meninggalkanpada kalian dua peninggalan yang berharga dan berat. Yang pertama adalah kitab Allah, didalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Maka berpegang teguhlah kalian dengan kitab Allah azza wajalla (al-Qur'an) dan ambillah (jadikanlah) ia [sebagai pedoman kalian].--- Rasulullah saw mendorong dan merangsang umatnya atas hal tersebut. Kemudian beliau berkata --- dan Ahlulbait (keluarga)-ku. Aku ingatkan kalian pada Allah tentang Ahlulbait-ku (beliau mengucapkannya sebanyak 3 kali) “. Kemudian Zaid ditanya ,” Siapakah Ahlulbait beliau ? Bukankah istri-sitri beliau termasuk ahlulbait (keluarga) beliau “? Maka beliau berkata ,” tentu istri-istri beliau termasuk bagian dari keluarga beliau. Akan tetapi yang beliau maksud dengan Ahlulbait [dalam ucapan beliau saw tersebut] adalah orang-orang yang diharamkan atas mereka sedekah setelah beliau.”. Kemudian Zaid ditanya lagi ,” Lantas siapakh mereka itu ?” Zaid menjawab ,” Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Ja’far, keluarga Aqil, dan keluarga Abbas.” Kemudian ia ditanya lagi ,” Apakah semua mereka itu tidak diperbolehkan mendapat sedekah “ ? Zaid menjawab ,” Benar”. {Dilaporkan oleh Muslim.
Ahmad mengomentari [1] maknanya dengan berdasar pada hadis dari Abu Sa’id yang redaksi hadits tresebut berbunyi bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- bersabda : “ Sesungguhnya tak lama lagi aku akan dipanggil [menghadap Tuhanku] dan aku akan menyambutnya.dan sesungguhnya aku telah meninggalkan pada kalian dua peninggalan yang berat dan berharga [yaitu] kitab Allah dan itrah (keluarga)-ku. Kitab Allah merupakan yang kokoh yang terbentang dari langit ke bumi, sedangkan [yang aku maksud dengan] itrahku adalah keluarga (Ahlulbait)-ku. Sesungguhnya Dzat Yang Maha Penyayang dan Maha Mengetahui memberitahukan aku bahwa keduanya tidak akan terpisah dampai keduanya mendatangiku di telaga Haudh. Maka perhatikanlah bagaimana kalian memperlakukan aku pada keduanya “.
Dari Abdul Aziz dengan sandanya yang bersambung ke Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda : “ Aku dan Ahlulbait-ku adalah sebuah pohon di surga, sedangkan bantangt dan cabang-cabangnya berada di dunia. Maka barangsiapa yang berpegang teguh pada kami maka berarti ia telah mengmabil jalan ke surga “.{ Dilaporkan oleh Abu Sa’ad didalam Syarafun Nubuwwah}[2].
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Footnote :
1.       ungkapan yang dipakai dalam naskah aslinya (teks arabnya) adalah “wakharraja ma‘nâhû Ahmad”
2.       Ada lima poin penting yang dapat kami tekankan sekaitan dengan riwayat-riwayat ini, dan kami menyebutkannya secara glonal, yaitu :
1.       Sesungguhnya Ahlulbait --'alaihimussalâm-- memiliki kelayakan untuk menjadi tempat rujukan dalam masalah ilmu pengetahuan dan keagamaan (al-marja‘iyyah al-‘ilmiyyah ad-dîniyyah), atau lebih tepatnya sebagai interpretator al-Qur'an. Dalam perjalanan sejarah mereka telah dikenal sebagai tempat rujukan paling utama dalam malasah keilmuan, sekaligus menjadi hujjah yang syar’i yang harus diikuti, sampai pada suatu tahapan dimana ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan mereka, tanpa keraguan sediktipun, adalah sesuatu yang shahih sepenuhnya, dan bahwa siapa saja yang mengikuti ucapan dan prilaku mereka dijamin tak akan tersesat selamanya.
2.       Sesungguhnya Ahlulbait --'alaihimussalâm--  akan senantiasa ada, sebagaimana al-Qur'an akan terus ada ditengah-tengah hingga hati kiamat.  
3.       Al-Qur'an dan Ahlulbait --'alaihissalâm-- selamanya tidak akan pernah terpisah dan tidak akan pernah menajuah yang satunya dari yang lainnya. Tak seorang muslim manapun yang mengabaikan status marja’iyyah ‘ilmiyyah (tempat rujukan dalam persoalan keilmuan) yang disandang Ahlulbait --'alaihissalâm-- dengan mengatakan : “cukuplah bagi kami kitabullah”. Demikian juga tak seorang muslim pun dibenarkan : mengatakan “cukuplah untuk kami Ahlulbait, dan kami tak membutuhkan al-Qur'an”.
4.       Marja’iyyah ilmiyyah didalam Islam tidak terpisahkan dari marja’iyyah siyâsiyyah (status sebagai tempat rujukan dalam persoalan politik dan tata negara). Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  sendiri telah mempraktekkan hal tersebut, khususnya setelah hijrah beliau beliau ke Madinah al-Munawwarah. Dan semua muslim telah mengetahui talâhum (keterpaduan tak terpisahkan) antara kedua otoriras tersebut (yaitu keagamaan dan otoritas politik). Nash yang bersumber dari Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  tentang kewenangan keagamaan tersebut mestilah juga ‘melibatkan’ kewenangan politik. 
5.       Menyatakan kecintaan dan menampakkannya dengan ucapan semata tidaklah cukup
Ahmad binj Hijr al-Haitsami mengatakan :
“ Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- telah mengatakan bahwa al-Qur'an dan ithrah merupakan dua tsaqal Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Dikatakan demikian karena kata tsaqal adalah dimaksudkan untuk sesuatu yang telah dipelihara dengan sangat baik. Dan demikian itulah al-Qur'an dan itrah-nya, mengingat kedua-duanya merupakan sumber-sumber bagi ilmu-ilmu dzâtiyah, rahasia-rahasia dan kearifan-kearifan luhur serta hukum-hukum syariat. Oleh karena inilah Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- mendorong umat manusia untuk mentauladani dan berpegangteguh dengan keduanya. {ash-Shawâ'iq al-Muhriqah : halaman 151}.

-----------------------------------------------------------------------00000------------------------------------------------------------------------

Riwayat-riwayat yang menyatakan bahwa Ahlulbait as akan di-itsrah, dan dorongan Nabi agar umat menolong mereka dan menjadikan mereka sebagai pemimpin.
Dari Abdullah --radhiyallâhu 'anhu--  ia melaporkan bahwa Rasulullah  --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda : “ Sesungguhnya kami, Ahlulbait, adalah orang-orang yang Allah telah pilihkan untuk kami akhirat atas dunia. Dan sesungguhnya Ahlulbait-ku kelak akan mengalami itsrah [1], kekerasan, dan pengusiran di negeri kediaman mereka sampai akhirnya akan datang suatu kaum dari sana –Rasulullah menunjuk kearah timur--  orang-orang yang akan membawa panji-panji hitam. Mereka akan menuntut hak mereka, dan mereka tidak diberikan sehingga merekapun berperang atasnya. Dan mereka beroleh kemenangan darinya. Kemudian mereka akan diberi apa yang mereka kehendak namun mereka tidak menerimanya sampai menyerahkannya kepada seorang laki-laki dari ahlulbait-ku, maka laki-laki itu (yakni al-Mahdi --'ajjalallâhu farajahu--) akan memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana sebelumnya ia telah dipenuhi oleh kezhaliman. Maka barangsiapa yang menjumpai kondisi seperti itu hendaknya datang kepadanya meskipun harus dengan merangkak diatas salju “. {Dilaporkan oleh Abu Hatim bin Habban}.[2]
Dari Umar bin Khaththab, ia melaporkan bahwa Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bersabda : “ Pada setiap perode pergantian[3] umatku akan selalau terjadi pergantian dari Ahlulbait-ku. Mereka akan melenyapkan dari agama ini (Islam) segala penyelewengan yang dilakukan oleh kaum ekstrim (ghulat), dan intihâl [4] (sikap meniru) orang-orang bathil [yang dilakukan umat], dan penakwilan yang dilakukan oleh orang-orang jahil. Ketahuilah bahwa sesungguhnya para imam kalian merupakan duta (yang diperwakilkan oleh) Tuhan untuk kalian. Maka dari itu perhatikanlah orang-orang yang menjadi duta Tuhan untuk kalian “. {Dilaporkan oleh al-Mula}.[5]

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Footnote :
  1. Yaitu melebihkan selain mereka atas diri mereka dalam porsi pembagian harta fai’
  2. Dilaporkan oleh Ibn Sari dengan perbedaan sebagian nash-nya, sebagaimana yang juga terdapat pada redaksi-redaksi lainnya.
  3. bentuk jama’ merupakan “khalaf “
  4. bunyi teks aslinya “imhâl”. Dan koreksi atas hal ini ada dalam kitab an-Nihâyah.
  5. Ucapan perawi “…dari umar…” merupakan tambahan dari orang yang me-nâsikh.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ahlulbait adalah pengaman bagi umat Muhammad saw.
Dari Iyas bin Salamah, ia melaporkan dari ayahnya bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- telah bersabda : “ Bintang-bintang adalah pemberi keamanan bagi penduduk langit. Sedangkan Ahlulbait-ku adalah pemberi keamanan bagi umatku “. {Dilaporkan oleh Abu Amr al-ghifari}. Dari Ali bin Abi Thalib --radhiyallâhu 'anhu--  ia melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bersabda : “ Bintang gemintang adalah pemberi keamanan bagi penghuni langit. Apabila bintang gemintang lenyap maka akan lenyap pula penghuni langit. Dan Ahlulbait-ku adalah pemberi keamanan bagi penduduk bumi, maka apabila Ahlulbait-ku sudah tidak ada lagi dibumi niscaya penduduk bumi pun akan musnah. {Dilaporkan oleh Ahmad dialam al-Manâqib}.

Tak seorangpun dapat dibandingkan dengan Ahlulbait as.

Anas --radhiyallâhu 'anhu--  melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—telah bersabda : “ Kami, Ahlulbait, tidak dapat dibandingkan dengan siapaun “. {Dilaporkan oleh oleh al-Mula}

Penekanan kuat dari Nabi saw atas umatnya agar menjaga Ahlulbait.
Dilaporkan dari Abu Bakar --radhiyallâhu 'anhu--  bahwa ia berkata : “ Wahai sekalian manusia , peliharalah (jagalah) Muhammad saw [dengan menjaga] Ahlulbait-nya “.{Dilaporkan oleh al-Bukhari}
Dari Abdul Aziz, ia melaporkan dengan sanad yang bersambung kepada Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, ia melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda : “ Barangsiapa yang menjagaku [dengan menjaga] Ahlulbait-ku, maka ia telah membuat ikatan (perjanjian) disisi Allah “. Dilaporkan oleh Abu Sa’id dan al-Mula}.
Ia juga melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—bersabda ; “ Sampaikanlah wasiat (pesan) kebaikan baik bagi Ahlulbait-ku, karena sesungguhnya kelak aku akan menjadi musuh. Dan barangsiapa yang menjadikan diriku sebagai musuhnya, maka aku juga akan memusuhinya. Dan siapa saja yang menjadi musuhku niscaya ia akan masuk neraka “. {Dilaporkan oleh Abu Sa’id dan al-Mula didalam Sîrah-nya }.
Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--  melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- telah bersabda : “ Ada empat macam manusia dimana kelak pada hari kiamat aku akan menjadi pemberi syafaat untuknya, yaitu orang yang menghormati keturunanku, orang yang memenuhi keperluan keturunanku, orang yang sungguh-sungguh mengupayakan menyelesaikan problema yang menimpa anak keturunanku ketika sangat membutuhkannya, dan orang yang mencintai keturunanku dengan hati dan ‘lidah’nya “. {Dilaporkan oleh Ali bin Musa ar-Ridha --'alaihissalâm--}.

Anjuran kuat untuk mencintai Ahlulbait as dan larangan keras membenci mereka.
Dari Ibn Abbas --radhiyallâhu 'anhu--  ia melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bersabda : “ cintailah Allah karena nikmat-nikmat yang dilimpahkannya kepada kalian, dan cintailah aku karena kecintaan kalian pada Allah, serta cintailah Ahlulbait-ku karena kecintaan kalian kepadaku “. {Dilaporkan oleh at-Tirmidzi. Dan ia mengatakan bahwa hadits ini hadits yang hasan dan gharîb}.
Ia juga melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda : “ Seandainya seseorang berkeliling antara ar-Rukni dan al-Maqam, kemudian ia menemui Allah dengan memendam rasa benci [1] pada ahlulbait Muhammad, maka ia akan masuk nerakan “. {Dilaporkan oleh Ibn as-Sari}.
Dari Abu Sa’id --radhiyallâhu 'anhu--  ia melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—telah bersabda : “ Barangsiapa yang membenci Ahlulbait maka ia adalah orang munafik “. {Dilaporkan oleh Ahmad didalam al-Manâqib}.
Jabir bin Abdullah al-Anshari melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bersabda : “ Tidak mencintai kami, Ahlulbait, melainkan orang itu mukmin. Dan tidak membenci kami melainkan ia seorang munafik lagi celaka “. {Dilaporkan oleh al-Mula}.
Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--  juga melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bersabda : “ Akan datang menemuiku Ahlulbait-ku dan para pecinta mereka serperti dua jari telunjuk ini “ {Dilaporkan oleh al-Mula}
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Footnote :
1. didalam teks aslinya (teks arab) ungkapana yang dipakai adalah “ wa huwa mubghidh”.
-------------------------------------------------------------oooo-----------------------------------------------------------

Anjuran kuat agar bershalawat bagi Ahlulbait as.
Dari Abdurrahman bin Abi Laila, ia melaporkan bahwa : “ Aku bertemu dengan Ka’ab bin ‘Ujrah dan ia berkata kepadaku ,” Maukan engkau aku beri sebuah ‘hadiah’ yang aku dengar dari  Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- ? tentu mau, nerikanlah padaku “ ! Maka Kitab Allah’ab berkata : “ Kami bertanya kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- ,” Wahai Rasulullah, bagaimana kami bershalawat kepada kalian semua, Ahlulbait ? “ Rasulullah menjawab : “ Katakanlah ((Ya Allah sampaikanlah shalawatmu kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau melimpahkan shalwatmu kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau  Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Sampaikan pula keberkahan dari-Mu kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engklau mencurahkan keberkahan kepada Ibrahim dam keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau  Maha Terpuji lagi Maha Mulia “. {Dilaporkan oleh al-Bukhari}.
Dari Jabir bin Abdullah al-Anshari, ia mengatakan : “ Seandainya aku shalat namun aku tidak bershalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad [dalam shalatku itu], maka menurutku shalatku itu tidak akan diterima “.

Ganjaran Rasulullah saw pada hari kiamat bagi orang yang berbuat baik kepada Ahlulbait beliau.
Dari Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--, ia melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda ,” Brangsiapa yang berbuat kebaikan (membantu) salah seorang dari Ahlulbait-ku maka aku akan membalasnya pda hari kaimat nanti “.
Dan ada juda hadits Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  dari Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm--  yang diriwayatkan melalui jalur lain yang bunyinya ,” Sesiapa yang berbuat baik kepada kepada salah seorang Ahlulbait-ku [1], sedangkan ia (salah seorang Ahlulbait-ku tersebut) tidak mampu membalas kebaikan orang tersebut, maka aku yang akan membalasnya pada hari kiamat “. {Dilaporkan oleh Abu Sa’ad, dan diikuti oleh al-Mula pada hadits pertama}.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Footnote :
1. Dalam naskah aslinya (teks arabnya) ungkapan yang dipakai adalah : “ man shana‘a ilâ ahli baitî “
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Orang yang ikut merasakan penderitaan Ahlulbait as.
Ar-Rabi’ bin Mundzir melaporkan dari ayahnya bahwa ia telah berkata : “ Adalah al-Husein bin Ali --radhiyallâhu 'anhu--  yang telah berkata : “ Barangsiapa yang menangis karena kami, atau kedua matanya meneteskan air mata atas apa yang menimpa kami, maka Allah ‘azza wajalla akan memberikan surga kepadanya “. {Dilaporkan oleh Ahmad didalam al-Manâqib}.

Doa Nabi saw atas orang yang ikut merasakan penderitaan Ahlulbait as.
Imran bin Hushain --radhiyallâhu 'anhu-- melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—telah berkata ," Aku telah memohon kepada Tuhanku agar Ia tidak memasukkan satu orangpun dari Ahlulbait-ku kedalam neraka, dan Tuhanku mengabulkan permintaanku itu “. {Dilaporkan oleh Abu Sa’ad dan al-Mula didalam Sîrah-nya}.
Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--  melaporkan ,” Aku mendengar Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata ,” Ya Allah, sesungguhnya mereka adalah ithrah rasul-Mu, maka hendaknya pelaku kejahatan yang ditujukan kepada itrah-ku Engkau serahkan [perkaranya] kepada kalangan orang-orang yang berbuat baik pada mereka. Dan berikanlah itrah-ku kepadaku “. Maka Allah pun melakukannya. Kemudian aku (Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--) bertanya ,” Apa yang diperbuat oleh Allah “? Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih—menjawab ,” Dia telah melakukannya untuk kalian akan Dia juga kelak akan melakukannya untuk orang-orang setelah kalian “. {Dilaporkan oleh al-Mula}.

Ahlulbait orang pertama yang akan beroleh syafaat Nabi saw pada hari kiamat.
Dari Ibnu Umar --radhiyallâhu 'anhumâ--, ia melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda  : “ Orang pertama yang akan mendapat syafaatku dari kalangan umatku pada hari kiamat nanti adalah Ahlulbait-ku, kemudian orang-orang terdekat mereka, kemudian yang [kurang kadar] kedekatannya dengan mereka, kemudian orang-orang Anshar, kemudian orang-orang Syam yang beriman mengimaniku dan mengikutiku, kemudian orang-orang Arab, dann kemudian orang-orang Ajam (selain Arab) “. {Dilaporkan oleh penulis kitab al-Firdaus}.

Ahlulbait bagaikan bahtera Nuh as, yang menumpanginya akan selamat.
Ibn Abbas --radhiyallâhu 'anhumâ-- melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—telah bersabda : “ Perumpamaan Ahlulbait-ku adalah seperti bahtera Nuh --'alaihissalâm--, yang menumpanginya akan selamat dan yang bergantung padanya akan berjaya, namun yang tidak mau menumpanginya [atau bergantungan padanya] akan tenggelam “. {Dilaporkan oleh al-Mula didalam Sîrah-nya}.
Dari Ali bin Abi Thalib --radhiyallâhu 'anhu--, ia berkata bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bersabda : “ Perumpamaan Ahlulbait-ku adalah seperti bahterra Nuh --'alaihissalâm--, yang menaikinya akan selamat, yang bergelantungan padanya akan sukses, dan yang menjauh darinya [tidak mau menaiki atau bergelantungan padanya] akan terlempar kedalam neraka “. {Dilaporkan oleh Ibn as-Siri}.

Hikmah (kearifan) ada pada Ahlulbait as.
Dari Humaid bin Abdillah bin Yazid, ia melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda : “ Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kearifan ada pada kami, Ahlulbait “. (Dilaporkan oleh Ahmad didalam al-Manâqib}.

Janji Allah yang Allah berikan untuk Nabi-Nya atas Ahlulbait beliau saw.
Dari Anas bin Malik --radhiyallâhu 'anhu-- , ia melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- telah bersabda : “ Tuhanku telah berjanji untukku tentang Ahlulbait-ku [bahwa Dia akan memberikan balasan pahala] bagi orang-orang yang berikrar pada mereka dengan berlandaskan tauhid “. (Ditakhrij oleh Ibn as-Sirri}.

Surga diharamkan atas orang yang berlaku zhalim pada Ahlulbait.
Dari Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--, ia melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda : ” Sesungguhnya Allah mengharamkan surga atas orang yang berbuat zhalim pada Ahlulbait-ku, atau memerangi mereka, cemburu pada mereka, dan mencela mereka “. {Dilaporkan oleh al-Imam Ali bin Musa ar-Ridha --'alaihissalâm-- }.


BAB-3

Fathimah, Ali, al-Hasan, dan al-Husein as adalah Ahlulbait sebagaimana yang disinyalir dalam ayat, “Sesungguhnya Allah berkehendak menghilangkan ‘noda’ dari kalian, wahai Ahlulbait, dan mensucikan kalian sesuci-sucinya”. Dan Nabi saw mengagungkan mereka dengan memakaikan kain (ridâ’) kepada mereka serta mendoakan mereka.

Dari Umar bin Abi Salamah, anak tiri Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, ia melaporkan : “ Ayat ini, yaitu ayat “Sesungguhnya Allah berkehendak menghilangkan ‘noda’ dari kalian, wahai Ahlulbait, dan mensucikan kalian sesuci-sucinya”,[1] turun untuk Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  di rumah Ummu Salamah --radhiyallâhu 'anhâ--. Maka [setelah turunnya ayat tersebut] Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berdoa untuk Fathimah, al-Hasan, dan al-Husein. Beliau menyelimuti (menaungi) mereka dengan kain selendang sementara Ali bin Abi Thalib berada di belakang beliau. Kemudian beliau berseru ((Ya Allah ! Mereka adalah Ahlulbait-ku. Hilangkanlah dari mereka noda (lahiriah dan batiniah) dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya)). Ummu Salamah berkata ,” Apakah aku termasuk bagian dari mereka wahai Rasulullah ? “ Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- menjawab ,” Tetaplah ditempatmu. Engkau berada dalam kebaikan “. {Dilaporkan oleh at-Tirmidzi. Ia mengatakan bahwa ini adalah hadits gharîb}.
Dalam riwayat lain bunyi redaksinya ,” Engkau berada dalam kebaikan dan engkau adalah salah seorang istri Nabi “.
Dari Ummu Salamah, ia melaporkan ,” Nabi menyelimuti (menaungi) al-hasan, al-Husein, Ali dan Ftahimah dengan kain selendang, sembari berseru ((Ya Allah ! Mereka itu Ahlulbait (keluarga)-ku dan orang-orang khusus-ku. Hilangkanlah cela dan noda dari diri mereka, dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya. Kemudian Ummu Salamah berkata ,” Apakah aku bagian dari mereka wahai Rasulullah ?” Rasulullah menjawab ,” Engkau  berada dalam kebaikan “. { Dilaporkan oleh at-Tirmidzi. Dan ia menyatakan bahwa ini hadits ini adalah hadits hasan}.
Dalam riwayat Ummu Salamah melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  mengambil seberkas kain dan beliau menyelimuti Fathimah, Ali, al-Hasan dan al-Husein. Sementara Rasulullah sendiri ada bersama mereka, dan beliau membacakan ayat (( Sesungguhnya Allah berkehendak menghilangkannoda dan kotoran dari diri kalian wahai Ahlulbait, dan mensucikan kalian sesuci-sucinya “. Kemudian Ummu Salamah berkata ,” kemudian aku mendatangi mereka untuk bergabung dengan mereka. Namun Rasulullah berkata kepada [kepadaku] ,” Tetaplah di tempatmu. Sesungguhnya engkau dalam kebaikan”.
Ummu Salamah juga melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepada Fathimah ,” Datangkan kepadaku suamimu dan kedua putramu !” Kemudian Fathimah datang dengan membawa mereka semua (yaitu Ali, al-hasan dan al-Husein). kemudian beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  membentangkan kain selendang Fadak bagi mereka. Setelah itu beliau meletakkan tangan beliau keatas kepala kelima orang tersebut seraya bedoa : (( Ya Allah ! Mereka ini adalah âlu (keluarga) Muhammad. Maka limpahkanlah shalawat dan keberkahan-Mu untuk keluarga Muhammad. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia)). Kemudian Ummu Salamah berkata ,” Maka akupun mengangkat kain selendang tersebut agar dapat menjadi bagian dari mereka, namun Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  menariknya, seraya berkata ,” Engkau berada dalam kebaikan “. {Kedua riwayat ini dilaporkan oleh ad-Daulabi dalam adz-Dzurriyyah ath-Thâhirah}.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------                       
Footnote :
1. al-Qur'an, surat  al-Ahzab, ayat 33.                                              
-------------------------------------------------------0000--------------------------------------------------------------

Ummu Salamah --radhiyallâhu 'anha--  juga melaporkan bahwa suatu hari ketila beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berada di rumahnya, pembantunya bercerita ,” Ali dan Fathimah berada di pintu rumah. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepada ,” bangkut dan menjauhlah dari Ahlulbait-ku “.Pembantu tersebut melanjutkan ,” maka akupun bangkit dan menjauh ke salah satu sudut rumah yang berada tak jauh dari Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Maka Ali dan fathimah memasuki rumah, dan bersama mereka ada al-Hasan dan al-Husein yang waktu itu keduanya masih kanak-kanak. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  menggandeng kedua tangan al-Hasan dan al-Husein --'alaihimassalâm--  dan menggandeng keduanya menuju bilik beliau. Dan Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  menciumi cucunya itu. Beliau juga memeluk Ali dengan salah satu tangannya dan memeluk Fathimjah dengan tangan yang sebelahnya. Kemudian beliau mencium Fathimah dan dilanjutkan dengan mencium Ali. Lalu Rasulullah mengelar sebuah kain gamis berwarna hitam sembari berdoa : (( Ya Allah, kepada-Mu, dan bukan kepada neraka, ‘ku arahkan diriku dan keluarga (ahlulbait)-ku)). Lalu Ummu Salamah berkata ,” Apakah termasuk juga diriku wahai Rasulullah –semoga Allah mencurahkan shalawat-Nya kepada anda-- ? “ Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  menjawab ,” Ya, termasuk engkau juga “. {Dilaporkan oleh Ahmad}. Ad-Daulabi memeberikan  komentanya makna hadits tersebut secara ringkas.
Yang jelas bahwa berulangkalinya peristiwa ini terjadi di rumah Ummu Salamah --radhiyallâhu 'anhu-- menunjukkan beragamnya situasi berkumpulnya mereka, juga tentang kain yang Rasulullah selimutkan kepada mereka dan doa yang diserukan Rasulullah untuk mereka, serta respon Ummu Salamah atas peristiwa tersebut. Pelarangan Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  kepadanya adalah ketika ia hendak berkeinginan untuk menjadi bagian dari ashhabul kisa’ (orang-orang yang diselimuti kain selendang Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--). Atas dasar itu maka kemungkinan pernyataan Ummu Salamah pada dua hadits pertama [yang berupa pengajuan pertanyaa kepada Rasulullah saw, yaitu] ((apakah aku termasuk bagian dari mereka ?)) mengandung makna “apakah aku boleh ikut masuk kbersama mereka ke dalam kain selendang”, bukan dalam pengertian bahwa ia  bukan termasuk keluarga Nabi saw, mengingat jelas-jelas Ummu Salamah adalah termasuk keluarga Nabi saw. Demiakin juga ketika Ummu Salamah, sebagaimana yang akan disinggung nanati, berkata kerpada Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- : (( Apakah aku termasuk Ahlulbait anda ? “ Dan Kemudian Nabi saw menjawab ,” Ya, engkau dan putrimu termasuk ahlulbait (keluarga)-ku )) mengisyaratkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  mengizinkan Ummu Salamah masuk kedalam kain kisa’ bersama Ahlulbait yang telah ditetapkan. Tentang hal tersebut ia meriwayatkan ,” Fathimah, putri Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--,  datang dengan membawa satu porsi hidangan makan siang berupa makanan ashidah. Ia --'alaihassalâm-- membawanya dalam sebuah nampan miliknya. Kemudian ia meletakkan makanan tersebut dihadpaan Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, lalu Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepadanya ,” Dimana putra pamanmu (maksud beliau Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--) “. Kemudian Fathimah menjawab ,” Ia ada di rumah “. Pergilah dan panggil ia. Dan datangkan juga kepadaku kedua putranya (yakni al-Hasan dan al-Husein --'alaihissalâm--) “. Kemudian Ftahimah datang dengan menuntun kedua putranya, masing-masing berada di tangan kanan dan tangan kiri, sementara Ali bin Abi Thalib berada berjalan dibelakang mereka, sampai akhirnyua mereka[pun masuk menemui Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  mengjak mereka bercengkrama di bilik beliau. Ali duduk disebelah kanan beliau sementara Fathimah disebelah kri beliau”. Kemudian Ummu Salamah berkata ,” Kemudian dari bawah tempatku berada beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  menarik kain selendang Khaibar yang tengah terbentang yang biasanya kami gunakan sebagai alas tidur. Lalu Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  mengumpulkan   mereka semua dan beliau mengambil kedua ujung kain selendang tersebut sekaligus menengadahkan tangan kanan beliau ke hadirat Tuhan seraya berdoa : (( Ya Allah, mereka adalah  Ahlulbait (keluarga)-ku. Hilangkanlah dari diri mereka kotoran dan noda. Dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya. Ya Allah, mereka adalah  Ahlulbait (keluarga)-ku. Hilangkanlah dari diri mereka kotoran dan noda. Dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya. Ya Allah, mereka adalah  Ahlulbait (keluarga)-ku. Hilangkanlah dari diri mereka kotoran dan noda. Dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya)). Kemudian Ummu Salamah berkata , “ wahai Rasulullah, tidakkah aku termasuk dari kalian ? “ Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  menjawab ,’ tentu. Silahkan engkau masuk [kedalam kain selendang]. Ummu Salamah melanjutkan ,” Maka usai Nabi menyerukan doa bagi sepupu beliau (Ali bin Abi Thalib as), putri beliau, dan kedua putra Ali akupun masuk kedalam kain selendang (kisâ’) beliau. 
Ummu Salamah --radhiyallâhu 'anhu-- juga meriwayatkan ,” Suatu kali Nabi saw tengah berada bersama kami. Dan tampak beliau merundukkan wajah beliau. Sementara Fathimah  tengah membuatkan sebuah kain sutera untuk beliau. Kemudian Fathimah datang kepada kami, dan bersama beliau ada al-Hasan dan al-Husein --'alaihissalâm--. Maka Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- berkata kepada Fathimah ,” Dimana suamimu ? pergilah dan suruh ia kemari !“ Kemudian Fathimah datang dengan membawa Ali. Kemudian mereka makan bersama. Dan setelah itu Nabi mengambil kain kisa’ dan membentangkannya diatas mereka. Lalu beliau memegang bagian ujung kain kisa’ tersebut dengan tangtan kiri beliau, dan mengangkat tangan kanan beliau ke langit seraya berdoa ,” Ya Allah mereka adalahab-ku dan orang-orang ‘khusus’ku. Ya Allah, hilangkan dari mereka segala dosa dan noda, dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya. Aku menyatakan perang dengan orang yang memerangi mereka dan berdamai dengan orang yang berdamai dengan mereka, serta memusuhi orang yang memusuhi mereka “. {Dilaporkan oleh Ibn al-Qubbâ’i didalam Mu‘jam-nya}. Kata al-hâmmah pada hadits diatas (dalam teks arabnya) berarti al-khâshshah (orang khusus).
Ummu Salamah --radhiyallâhu 'anhu-- juga melaporkan : “ Di rumahku turun ayat ((Sesungguhnya Allah benar-benar berkehendak untuk menghilangkan noda dari kalian, dst…)) “. Ummu Salamah --radhiyallâhu 'anhu-- juga mengatakan ,” Maka Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  menyampaikan pesan [tentang  turunnya ayat tersebut] kepada Fathimah, Ali, al-Hasan dan al-Husein --'alaihimusalâm--, seraya berkata : ((Mereka itu adalah Ahlulbait-ku)). Kemudian aku (Ummu Salamah) berkata ,” Wahai Rasulullah, apakah aku juga termasuk Ahlulbait “ ? Rasulullah saw ,” tentu, jika Allah ta’ala menghendaki “. {Dilaporkan oleh Abul Khair al-Qazuwaini al-Hakimi. Ia mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih dan para perawinya terpercaya}.
Amr bin Syu’aib melaporkan dari ayahnya dan dari kakeknya bahwa datang mengunjungi Zainab binti Abi Salamah, dan iapun (Zainab binti Abi Salamah) menceritakan bahwa suatu kali Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  tengah berada di kediaman Ummu Salamah --radhiyallâhu 'anhu--. Beliau meletakkan al-Hasan dan al-Husein --'alaihissalâm-- disebelah beliau. Sementara Fathimah  --'alaihassalâm-- di bilik beliau. Kemudian beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- berseru ,“ Semoga rahmat Allah dan berkah-Nya tercurah kepada kalian wahai Ahlulbait. Sesungguhnya Dia Maha Terpuji lagi Maha Mulia “.  Ketika itu saya dan Ummu Salamah tengah duduk bersama. Kemudian Ummu Salamah menangis. Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  melihat Ummu Salamah menangis kemudian beliau bertanya ,” Apa yang kau tangisi “? Ummu Salamah menjawab ,” wahai Rasulullah, engkau spesialkan mereka namun engkau ‘biarkan’ aku dan putriku “. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  menjawab ,” Sesungguhnya engkau dan putrimu termasuk bagian dari keluargaku. {Dilaporkan oleh Abul Hasan al-Khal’i}.
Watsilah bin al-Asqa’ --radhiyallâhu 'anhu-- melaporkan ,” Aku menanyakan Ali yang ketika itu aku berada di rumahnya. Seseorangmemberitahukan bahwa Ali pergi menemui Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Namun tiba-tiba ia datang bersama Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—masuk kedalam rumah dan diikuti oleh Ali. Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- duduk diatas kasur. Kemudian beliau mendudukkan Fathimah disebelah kiri beliau dan Ali disebelah kanan, sementara al-Hasan disusukkan didepan beliau. Kemudian beliau berkata ((Sesungguhnya Allah bermaksud hendak melenyapkan noda dan kotoran dari kalian, wahai Ahlulbait, dan mensucikan kalian sesuci-sucikan. Ya Allah, mereka adalah Ahlulbait-ku))”.
Kemudian dari sudut rumah Watsilah bin al-Atsqa’ berkata ,” Apakah aku juga termasuk keluarga anda, wahai Rasulullah ? “ Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  menjawab ,” Ya, kamu juga termasuk keluargaku “. [1] Lalu watsilah bertkata ,” Sungguh itu (pernyataan Nabi saw tersebut) adalah hal yang paling aku harapkan“. {Dilaporkan oleh Abul Hatim. Juga oleh Ahmad didalam musnad-nya dan didalam al-Manâqib}. Ahmad mengatakan bahwa ,” dan Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  kemudian mendudukkan al-Hasan di paha kanan beliau, dan beliau menciuminya. Lalu mendudukkan al-Husein di paha kiri beliau kemudian menciuminya, sementrara Fathimah berada didepan beliau. Kemudian beliau memanggil Ali, maka datanglah kepada Rasulullah. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  memebntangkan kain selendang Khaibar kepada mereka semua, dan seakan-akan aku melihat mereka semua. Kemudian beliau berseru ,” Sesungguhnya Allah bermaksud hendak melenyap rijs (kotoran dan noda) dari kalian ” (ayat). Kemudian Watsilah ditanya ,” apakah yang dimaksud dengan rijs (kotoran dan noda) ?” Watsilah menjawab ,” yaitu keraguan tentangf Allah ‘azza wajalla “. Ia menyebutkan bahwa persitiwa tersebut  terjadi di rumah Ummu Salamah --radhiyallâhu 'anhu--. Dari Aisyah --radhiyallâhu 'anhu--, ia melpaorkan ,” Disuatu sore Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- keluar rumah dengan membawa sebuah kain [2] dari bulu. Kemudian datanglah al-Hasan dan beliau memasukkan kedalamnya. Dan datang pula al-Husein  dan memasukkannya kedalam kain. Kemudian datang Fathimah  dan beliau juga memasukkanya kedalam kain. Kemudian datang pula Ali bin Abi Thalib dan beliau memasukkannya kedalam kain. Kemudian beliau berseru ((Sesungguhnya Allah berkehendak menghilangkan noda dan kotoran dari kalian wahai Ahlilbait, dan mensucikan kalian sesuci-sucinya))(ayat). {Dilaporkan oleh  Muslim. Sedangkan Ahmad melaporkan pemaknaan hadits tersebut dengan menukil riwayatnya dari Watsilah dengan tambahan redaksi yang bunyinya ,” …Ya Allah, mereka adalah Ahlulbait-ku, dan Ahlulbait-ku adalah lebih berhak “.[3]

Nabi termasuk dalam lingkup ‘Ahlulbait’ sebagaimana yang diisyaratkan oleh ayat-penyucian.
Dari abu Sa’id al-Khudri ia meriwayatkan sekaitan dengan firman Allah [yang tertuang dalam] ayat-tathhir (ayat penyucian) ,” Ayat ini turun untuk lima pribadi yaitu, yaitu untuk Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, Ali bin Abi Thalib, Fathimah , al-Hasan dan al-Husein “. {Dilaporkan oleh Ahmad didalam al-Manâqib. Dan melaporkan juga oleh ath-Thabrani}.

Nabi saw biasa melewati pintu rumah Fathimah seraya membacakan ayat-tathhir.
Anas bin Malik --radhiyallâhu 'anhu-- melaporkan ,” Adalah Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  yang melewati pintu rumah Fathimah  selama enam bulan ketika beliau hendak mengerjakan shalat fajar seraya bersetu ((ash-shalaaaah, ya Ahlulbait ! Sesungguhnya Allah berkehendak untuk…dst))“(ayat). {Dilaporkan oleh Ahmad}.
Dari Ibnu al-Hamra’ ia melaporkan ,”
Aku menemani Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  selama 9 bulan. Apabila tiba waktu subuh beliau mendatangi pintu rumah Ali dan Fathimah seraya berkata : ((Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dari kalian….))(ayat al-Qur'an). {Dilaporkan oleh Abd bin Humaid}.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Footnote :
  1. Didalam redaksi aslinya (teks arabnya) ungkapakan yang dipakai adalah : ( “wa ana yâ rasûllaâh min ahli baitika ? qâla : wa anta min ahlibaitî” artinya : apakah aku terasuk keluarga (Ahlulbait) anda, wahai Rasulullah ? “ Rasulullah saw menjawab ,” Ya, engkau termasuk keluargaku)
  2. Marath murajjal [sebagaiman teks arabnya] artinya selembar kain yang tertbuat dari wol, sutera atau yang bahan lainnya.
  3. QS. Ali Imran, ayat 6
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tentang ayat mubâhalah.
Ketika turun ayat ((Katakanlah [kepada para pendeta itu, wahai Muhammad] marilah kita memanggil anak-anak kita dan anak-anak kalian…))(ayat) Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  memanggil keempat pribadi [yang merupakan Ahlulbait-nya) tersebut.
Abu Sa’id --radhiyallâhu 'anhu-- melaporkan bahwa ketika turun ayat diatas Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  memanggil Ali, Fathimah, al-hasan dan al-Husein --'alaihissalâm--. Kemudian beliau berkata ,” Ya Allah mereka adalah Ahlulbait-ku”. {Dilaporkan oleh Muslim dan at-Tirmidzi}.

Keempat pribadi (Ahlulbait) akan bersama Nabi saw pada hari kiamat di satu tempat yang sama.
Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--  melaporkan bahwa Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepada Fathimah  ,” Sesungguhnya aku, kamu, dan kedua orang ini, yakni al-Hasan dan al-Husein, serta orang yang tidur ini kelak akan berada di satu tempat yang sama pada hari kiamat nanti “. {Dilaporkan oleh Ahmad}.
 
Nabi saw perang terhadap orang yang memerangi Ahlulbait dan berdamai dengan orang yang berdamai dengan Ahlulbait.
Zaid bin Arqam melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepada Ali, Fathimah al-Hasan dan al-Husein ,” Sesungguhnya aku perang pada orang yang memerangi kalian dan berdamai dengan yang berdamai dengan kalian “. {Dilaporkan oleh at-Tirmidzi]. Ia mengatakan bahwa hadits ini gharîb. Dan dilaporkan juga oleh Abul Hatim dengan redaksi riwayat “ Aku akan berperang terhadap orang yang memerangi kalian dan berdamai dengan orang yang berdamai degan kalian “.

Merekalah adalah yang diisyaratkan dengan ayat (( Katakanlah aku tidak meminta upah atas [penyampaian risalah] ini kecuali kecintaan kalian pada al-qurbâ…))
Ibn Abbas --radhiyallâhu 'anhuma--  melaporkan ,” ketika turun ayat (( Katakanlah aku tidak meminta upah atas [penyampain risalah] ini kecuali kecintaan kalian pada al-qurbâ (keluarga dekatku)…)) maka bertanya ,” Wahai Rasulullah, siapakah orang keluarga dekat anda yang wajib bagi kami untuk mencintainya ?” Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  menjawab ,” Mereka adalah Ali, Fathimah , dan kedua putranya”. {Dilaporkan oleh Ahmad didalam al-Manâqib}.
Dilaporkan juga bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bersabda ,” Sesungguhnya Allah azza wa jalla menjadikan upahku [atas penyampaian risalah Islam] atas kalian berupa keharusan kalian mencintai Ahlulbait-ku dan sungguh kelak aku akan meminta pertangungjawaban dari kalian atas hal terebut “. {Dilaporkan oleh al-Mula didalam Sîrah-nya}.

Junjungan wanita semesta adalah Fathimah al-Batûl, putri junjungan para rasul.
Abu Umar --radhiyallâhu 'anhu--  berkata ,” Dia (Fathimah --'alaihissalâm--) dan saudarinya, Ummu Kultsum, adalah paling utamanya putri Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Semua anak-anak Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- dilahirkan sebelum periode pengangkat beliau sebagai seorang nabi,  sementara Fathimah dilahirkan pada 41 tahun setelah kenabian beliau. Abu Umar mengatakan bahwa hadits diatas berbeda dengan hadits yang dilaoporkan Ibn Ishaq bahwa anak-anak Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  dilahirkan sebelum periode kenabian beliau kecuali Ibrahim. 

Alasan beliau diberi nama “Fâthimah”
Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu-- melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepada Fathimah  ,” Wahai Fathimah , tahukan engkau mengapa engkau diberi nama Fâthimah “? Kemudian Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--  bertanya ,” Wahai Rasulullah, mengapa mengapa ia dinamai fâthimah ?” Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  menjawab ,” itu karena kelak pada hari kiamat Allah azza wajalla akan menepis (menghindarkan) dirinya dan anak keturunnanya dari api neraka “. {Dilaporkan oleh al-Hafizh adalah-Dimsiqi}
Imam Ali bin Musa ar-Ridha --'alaihissalâm—mealporkan hadits tersebut didalam Musand-nya dengan redaksi bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda ,” Sesungguhnya Allah azza wajalla menghindarkan putriku dan anak keturunannya, serta orang-orang yang mencintai mereka dari api neraka. Karena itulah ia dinamai fâthimah “.
Ibn Abbas --radhiyallâhu 'anhu—melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda ,” Sesungguhnya putriku Fathimah seorang bidadari karena ia tidak pernah ‘datang bulan’. Ia dinamakan fâthimah tidak lain karena karena Allah ‘azza wajalla menghindarkannya dan para pecintanya dari api neraka “. {Dilaporkan oleh an-Nasa’i}.
Penjelasan makna : Kata thamts (pada redaksi hadits diatas) berarti ‘datang bulan’. Thamts juga bermakna jimâ’ (bersetubuh). Diantara ayat yang merujuk pada makna tersebut adalah ((Dan mereka (para bidadari) tidak pernah ‘disentuh’ sebelumnya baik oleh bangsa manusia maupun bangsa jin)).[1]
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Footnote :
1. QS : ar-Rahman, ayat 56
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pernikahan Fathimah as dengan Ali bin Abi Thalib kw.
Fathimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu-- ketika beliau masih seorang gadis berusia lima belas tahun lima bulan, atau [dalam versi lain] enam setengah bulan. Sementara usian Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm--  ketika itu adalah dua puluh satu lima bulan. Selama menjadi suami Fathimah  Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm-- tidak pernah menikah lagi sampai Fathimah  --'alaihissalâm-- meninggal dunia.
Imam Ja’far --'alaihissalâm--  mengatakan ,” Ali bin Abi Thalib menikahi Fathimah pada bula Shafar di tahun kedua Hijriah dan menggaulinya pada bulan Dzul Hijjah tepat dua puluh dua bulan sesuai penanggalan ”. Abu Umar mengatakan,” Setelah peristiwa perang Uhud “. Sementara yang lainnya berpendapat empat setengah bulan setelah Rasulullah ‘menggauli’ Aisyah. Ia (Ali bin Abi Thalib) menggaulinya berselang tujuh setengah bulan setelah pernikahannya.  

Mahar dan prosesi pernikahan Fathimah dengan Ali as.
Suatu kali budak perempuan Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm-- berkata kepada beliau ,” Tidak tahukan anda bahwa telah banyak lamaran untuk Fathimah yang sampai kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- ? ” Ali --karramallâhu wajhahu-- menjawab ,” tidak “. Kemudian ia berkata ,” Sesungguhnya Fathimah  telah dilamar. Nah, sekarang apa yang mencegah anda datang kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  supaya ia menikahkan anda dengan Fathimah ? “ Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--  berkata kepada budak tersebut ,” Apa yang bisa ku andalkan untuk menikah dengan Fathimah ? “ Kemudian ia berkata ,” Sungguh apabila anda datang kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  niscaya ia akan menikahkan  anda [dengan putri beliau] “. Imam Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm--  berkata ,” Demi Allah budak tersebut terus menerus mendesakku hingga akupun mendatangi kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Ketika berada dihadapan Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  aku tidak bisa berbuat apa-apa lantaran kewibawaan dan keagungannya yang sangat besar. Ketika aku duduk dihadapan beliau aku. Ketika aku duduk dihadapan beliau aku hanya membisu. Sungguh aku merasa untuk berbicara “. Kemudian beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bertanya kepadaku ,” Apa gerangan yang membuatmu datang kemari. Apakah gerangan keperluanmu “? Aku masih tetap tak dapat berkata-kata “. Kemudian beliau berkata ,” Barangkali engkau kemari untuk melamar Fathimah  ?! “ Aklu berkata ,” Benar “. Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata ,” adakah engkau mempunyai sesuatu yang dengannya menikahi Fathimah  ? “ Aku berkata ,” Demi Allah tidak ada “. Lalu Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepada Ali --karramallâhu wajhahu-- ,” Lantas bagaimana dengan baju besi yang aku berikan kepadamu untuk menjadi senjatamu [dalam peperangan] “? Kemudian Ali menjawab ,” Masih ada padaku. Demi Dzat yang jiwa Ali berada di tangan-Nya sungguh ia adalah baju besi yang ‘hathmiyah’. Nilainyapun tak lebih dari empat ratus (400) dirham “. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata ,” Aku nikahkan engkau dengannya dan sekaligus sebagai maharmu untuk Fathimah  binti Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- “. {Dilaporkan oleh Ibn Ishaq. Dan dilaporkan juga oleh adalah-Daulabi}.  
Penjelasan kata : Kata ‘hathmiyah’, sebagaimana yang dikatakan Syimir dalam Tafsir-nya, bermakna lebar dan berat. Sebagian yang lain mengartikannya sebagai baju besi yang menyebabkan patah perdang yang menghantamnya. Sebagian lainnya mengatakan bahwa hal tersebut mengacu kepada salah seorang qabilah Abdul Qais, yakni Hathamah bin Muharib, yang dikenal sebagai pembuat baju besi. Sedangkanm Ibn Uyainah berpendapat bahwa yang dimaksud dengannya adalah baju besi yang jelek. Makna Ini (yang dikatakan oleh Ibn ‘Uyainah) adalah paling bersesuaian dengan hadits diatas mengingat Imam Ali menyebutkan baju besi tersebut dalam kopntek penyebutan kekurangan dan ketakbernilaiannya.
Anas --radhiyallâhu 'anhu--  melaporkan ,” Abu Bakar dan Umar --radhiyallâhu 'anhuma--  datang [ke kediaman Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--] untuk melamar Fathimah  --'alaihassalâm--. Namun Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  diam dan tidak memberikan jawaban pada keduanya (sebagai bentuk penolakan halus. Penerj). Kemudian keduanya bergegas menuju Ali dan mereka berdua menyuruhnya untuk melakukan hal serupa. Kemudian Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--  berkata kepada keduanya ,” kalian telah mengingatkan aku [atas suatu perkara yang berusaha ku lupakan] “. Maka aku bangkit dan ku ambil pakaianku lalu aku pergi menjumpai Nabi -shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Kemudian aku berkata kepada beliau : “ Aku ingin anda menikahkanku dengan Fathimah “. Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata ,” Apa yang kau miliki “ ? Aku menjawab ,” Aku punya kuda dan baju  besi“. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata ,” Tentang kudamu, maka ia tak dapat dipisahkan darimu [untuk keperluan berperang di jalan Allah]. Sedangkan baju besi, maka juallah ia “. Maka akupun menjualnya dengan seharga empat ratus delapan puluh dirham. Lalu aku mendatangi Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, dan akupun menyerahkan uang tersebut kepada beliau di biliknya. Kemudian beliau mengambil dan menggenggam uang tersebut, dan kemudian berkata kepada Bilal : “ Hai Bilal, belilah perkakas rumah tangga dengan uang ini dan suruhlah mereka (sejumlah sahabat beliau) untuk mengatur dan mempersiapkannya “. Diantara perkakas tersebut adalah sebuah kasur lipat dan bantal kulit yang berbahan dasar serabut korma. Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepada Ali --'alaihissalâm-- ,” Nanti apabila kamu telah bersama Fathimah maka jangan kau bericara apapun dengannya sampai aku datang kepadamu “. Tak lama kemudian Fathimah datang dengan ditemani Ummu Aiman. Dan iapun duduk disalam satu pojok rumah, sementara aku di pojok rumah lainnya “. Lalu datanglah Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  dan berkata kepada Ummu Aiman ,” Disini ada Ali “. Ummu Aiman bertanya ,” Oh rupanya ada saudara anda. Bukankah anda telah menikahkannya dengan putri anda ?” “ Benar ,“ Jawab Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- masuk kedalam rumah seraya berkata kepada Fathimah  ,” Ambilkan aku air “. Maka Fathimah  pun bangkit berdiri dan pergi ke tempat sebuah bejana di rumahnya. Kemudian Fathimah  membawa air tersebut kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Kemudian Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- mengambil air tersebut dan meludahinya. Kemudian beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- berkata kepada Fathimah ,” Majulah !” kemudian Fathimah  maju mendekat kepada beliau. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—memercikkan air tersebut ke dada Fathimah  dan keatas kepalanya seraya berdoa : “ Ya Allah, Sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu untuknya dan untuk keturunannya dari setan yang terkutuk “. Kemudian beliau berkata kepada Fathimah ,” Berbaliklah “. Maka Fathimah  pun berbalik”. Kemudian Rasul pun menuangkan air tersebut kdiantara kedua bahunya. Dan kemudian kembali beliau berdoa : “Ya Allah, Sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu untuknya dan untuk keturunannya dari setan yang terkutuk”. Setelah orang itu Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepada Ali --karramallâhu wajhahu-- ,” Ambilkan aku air !” Kemudian Ali --'alaihissalâm--  berkata ,” Aku (Ali bin Abi Thalib) telah tahu apa yang diinginkan Nabi. Maka akupun segera bangkit dan mengambil sebuah wadah yang telah kuidikan air. lalu aku menyerahkannya kepada beliau. Beliau pun mengambilnya dan meludahinya “. Maka Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  melakukan kepada Ali apa-apa yang telah dilakukannya kepada Fathimah serta berdoa untuk Ali sebagaimana beliau berdoa untuk Fathimah  --'alaihassalâm--. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata ,” Masuklah menemui keluargamu (maksudnya Fathimah. Penerj). {Dilaporkan oleh Abu Hatim dan Ahmad didalam al-Manâqib dari Ibnu Yazid --radhiyallâhu 'anhu-- }.
Ia Ibnu Yazid --radhiyallâhu 'anhu--  mengatakan ,” Maka Nabi berpesan kepada Ali : “ Dan janganlah engkau ‘mendekati’ istrimu sampai aku datang kepadamu ”. Maka Nabi pun datang kepadanya dan mebacakan doa diatas air. beliau juga mengucapkan “mâ syâ’allâh” didalam air tersebut. Lalu beliau memercikkannya ke wajah Ali. Setelah itu beliau memanggil Fathimah. Maka Fathimah  berdiri dan bergegas kearah Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- dengan mengenakan pakaiannya dan raut wajah malu. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  memercikkan air tersebut kerarah Fathimah  lalu berkata kepadanya : “ Aku bermaksud hendak menikahkan engkau kerabatku yang paling aku cintai ”. Rasulullah melihat sosok dengan pakain hitam dibalik pintu. Maka beliaupun bertanya ,” siapa itu ? “ Orang yang berpakaian hitam itu berkata ,” Saya Asma’ “. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—bertanya ,” Apakah kamu Asma’ binti ‘Umais “. Asma’ menjawab ,” Benar “. ……….……….……….……….……….……….……….……….……….……….……….…...
Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- berkata kepadanya ,” Bukankah engkau datang untuk memuliakan Rasulullah “? Ummu Salamah mewnjawab ,” Benar “.Maka beliau pun berdoa untukku………………………………………………….………………………………………………..
Kemudian beliau berkata kepada Ali, bawalah istrimu. Kemudian beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- beranjak menuju kamar sembari terus berdoa bagi mereka berdua sampai akhirnya beliaupun masuk ke kamarnya. Akad nikah dilakuakan dengan biaya [hasil penjualan] baju perang, sebagaimana yang ditunjukkan hadits pertama. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits pertama. Kemudian Ali menunjukkan (menyerahkan) baju besi tersebut kepada Rasulullah. Dan sesaat kemudian Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- menyerahkannya kepada Ali --'alaihissalâm-- untuk dijual. Maka Ali pun menjualnya lalu menyerahkan hasil penjualannya kepada beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih--.
Dalam kedua konteks hadits tersebut tidak terdapat pertentangan satu dengan lainnya. Sebagian ahli sejarah memang mengatakan bahwa mahar yang diberikan Ali untuk pernikahannya adalah berupa baju besi mengingat waktu itu belum ada perak dan emas. Sementara sebagian lainnya berpendapat bahwa maharnya adalah uang sebesar empat ratus delapan puluh (480) dirham. Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  memerintahkan agar sepertiga darinya dipakai untuk membeli perabot rumah tangga. Ad-Daulabi mentakhrij makna hadits yang dilaporkan oleh Abu Hatim yang berasal dari Anas, dan dari Asma’ binti ‘Umais. Didalamnya ia menyebutkan bahwa Ali --karramallâhu wajhahu-- lebih dahulu dari Fathimah  dipercikkan air dan didoakan oleh Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—“. Kemudian beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepada Ummu Aiman ,” Panggilkan aku Fathimah “! Maka datanglah Fathimah dengan ekspresi wajah keheranan dan malu. Maka Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- berkata kepadanya ,” Tenang dan damailah wahai putriku, Aku telah menikahkan engkau dengan kerabataku yang paling aku cintai “. Kemudian setelah itu Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  memercikkan air kepadanya dan mendoakannaya “. Kemudian nabi hendak pulang ketika tiba-tiba ia melihat sosok berbusana hitam dihadapannya. Kemudian beliau bertanya ,” Siapakah itu “ ? Aku menjawab ,” Saya, [wahai Rasulullah] “. Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- bertanya lagi ,” Apakah engkau Asma’ binti ‘Umais “ ? Aku menjawab ,” Benar [wahai Rasulullah]. Maka beliaupun mendoakan aku “.
Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--  menceritakan kisah pernikahannya. Ia bercerita ,” Ketika Fathimah  dipertemukan denganku Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- berkata : Janganlah kalian berdua membicarakan tentang sesuatu apapun sampai aku datang kepada kalian “. Kemudian beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  datang kepada kami, sementara kami hanya mengenakan pakaaian yang sangat sederhana. Ketika beliau melihat kami [dalam keadaan seperti itu beliaupun merasa kasihan pada kami. Kemudian beliau berkata , “Tetaplah pada posisi kalian berdua “. Kemudian beliau membacakan doa pada bejana yang telah dipenuhi air. dan setelah berdoa beliau memercikkannya kepada kami. Kemudian aku berkata ,” Wahai Rasulullah, akukah yang lebih engkau cintai, atau dia (Fathimah) “ ? Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  menjawab ,” Dia lebih aku cintai, tapi engkau lebih kokoh dalam pandanganku dibanding dirinya “. {Dilaporkan oleh Yahya bin Mu’in}

Nabi meminta persetujuan Fathimah ketika hendak menikahkannya.
Atha’ bin Abi Rabbah melaporkan ,” Tatkala melamar Fathimah  --radhiyallâhu 'anhâ--, Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- mendatangi Fathimah --radhiyallâhu 'anhâ--  dan berkata kepadanya ,” Ali menyebut-nyebut tentang dirimu. Fathimah  hanya terdiam. Maka nabi pun keluar dari bilik fathimah dan kemudian mengawinkannya “. {Dilaporkan oleh ad-Daulabi}.   

Pernikahan Fathimah dan Ali adalah berdasarkan perintah dan wahyu dari Allah ‘azza wajalla.
Anas bin Malik --radhiyallâhu 'anhu--  melaporkan ,” Abu Bakar datang kepada Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  untuk melamar Fathimah. Maka Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepadanya : Wahai Abu Bakar, keputusan [dari Allah untuk menerima lamaran] belum turun. Kemudian Umar --radhiyallâhu 'anhu-- datang datang melamar Fathimah bersama beberapa pemuka quraisy, namun Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  memberikan jawaban sebagai jawabannya untuk Abu Bakar. Kemudian orang-orang datang menemui Ali dan mereka berkata kepadanya ,” Coba engkau datang kepada Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- untuk melamar Fathimah barangkali saja beliau mau menikahkan engkau dengannya “. Ali --karramallâhu wajhahu--  berkata ,” Bagaimana bisa sementara telah datang melamar para pemuka Quraisy namun Nabi tidak mengabulkan lamaran mereka “. Ali --'alaihissalâm--  berkata ,”  Namun akupun coba berangkat untuk melamar Fathimah. Kemudian Nabi berkata ,” Sesungguhnya Allah telah memerintahkan aku untuk hal tersebut (yakni menikahkan engkau dengan Fathimah  --'alaihissalâm--) “.Anas berkata ,” Kemudian setelah beberpa hari Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  mendoakan aku “. Kemudian Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepada Anas ,” Hai Anas, keluarlah dan panggilkan aku Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Utsman bin ‘Affan, Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, Thalhah, dan Zubeir serta beberapa pemuka Anshar”. Kemudiasn Anas berkata ,” Maaka akupun memanggil mereka yang diperintahkan Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Tatkala mereka telah berkumpul dan telah duduk diposisi masing-masing, dan pada saat itu Ali tidak ada diengah-tengah mereka  karena suatu urusan yang diperintahkan Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, maka pada saat itulah nabi berorasi :
(( Al-hamdulillâhi bi ni‘matih(i), al-muthâ‘u bi sulthânih(i), al-marhûbu min ‘adzâbihî wa sathawâtih(i), an-nâfidzu amruhû fî samâ’ihî wa ardhih(i), alladzî khalaqal-khalqa bi qudratih(i), wa mayyazahum bi ahkâmih(i), wa a‘azzahum bi dînih(i), wa akramahum bi nabiyyihim Muhammadin shallallâhu 'alaihi wa âlih(i). Innallâha tabâraka (i)smuhû  wa ta‘âlat ‘azhamatuhû ja’alal-mushâharata nasaban lâhiqan wa amran muftaradhan, awsyaja bihil-arhâm(a), wa alzamal-anâm(a)…fa qâla ‘azza man qâ’il…wa huwal-ladzî khalaqa minal-mâ’a basyaran fa ja‘alahu nasaban wa shihran wa kâna rabbuka qadîr(an), fa amrullâh yajrî ilâ qadhâ’ihi wa qadhâ’uhû yajrî ilâ qadarih(i), wa likulli qadhâ’in qadar(un), wa likulli qadarin ajal(un), wa likulli ajalin kitâb(un). Yamhullâhu mâ yasyâ’u wa yutsbit(u), wa ‘indahû ummul-kitâb(i). Tsumma innallâha ta‘âlâ amaranî an uzawwija fâthimata binta khadîjah min ‘aliyyibni abî thâlib(in) )).
Segala puji bagi Allah, Dzat yang terpuji dengan segala anugerah nikmat-nikmat-Nya, Yang disembah lantaran kekuasaan-Nya, Yang ditaati lantaran kekuasaan-Nya, Yang ditakuti siksaan dan kekerasan-Nya, Yang senantiasa berlaku perkara-Nya di langit dan di bumi-Nya, Yang telah menciptakan makhluk dengan kekuasaan-Nya, memilah-milah mereka dengan ketetapan hukum-Nya, mengukuhkan mereka dengan agama-Nya, dan memuliakan mereka dengan nabi-Nya Muhammad --shallallâhu 'alaihi wa âlih--.
Sesungguhnya Allah –yang maha berkah asma’-nya dan maha tinggi keagungan-Nya-- telah menjadikan mushâharah sebagai prasarana pertautan nasab yang ‘muncul’ kemudian dan perkara yang diwajibkan. Dengannya terkokohkan tali kekerabatan dan telah menetapkan hal itu atas umat manusia. --Dan Allah --'azza wajalla-- berfirman-- :
(( Dialah yang telah menciptakan manusia dari setetes air, dan Dia jadikan manusia bernasab-nasab (mempunyai keturunan) dan dan ber-mushâharah (pembentukan jalinan kekeluargaan melalui periparan) . Dan  adalah Tuhanmu maha Kuasa )).
Perintah-Nya berlaku dalam qada’ (ketetapan)-Nya, ketetapan-Nya berlaku dalam qadar (takaran)-Nya. Dalam setiap qada’ ada qadar [yang selalu menyertainya], dalam setiap qadar ada ajal (batas waktu) [yang mengiringinya], dan ajal waktu telah ‘termaktub’ dalam al-Kitâb. Allah menghapus yang dikehendaki-Nya dan menetapkan [yang dikehendaki-Nya] didalam Ummul Kitab (Buku catatan induk). Kemudian Dia memerintahkanku agar aku menikahkan Fathimah binti Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib. Saksikanlah bahwa aku telah menikahkannya dengan mahar senilai empat ratus uang perak bila Ali menyetujuinya. Maka sekarang berdirilah. Maka ketika kami berdiri tiba-tiba Ali bin Abi Thalib --radhiyallâhu 'anhu--  masuk kekediaman Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Maka Nabi tersenyum padanya seraya berkata ,” Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla telah memerintahkan aku agar menikahkan engkau dengan Fathimah dengan mahar senilai empat ratus uang perak bila engkau  menyetujuinya “. Ali --'alaihissalâm--  berkata ,” Aku menyetujuinya “. Kemjudian Anas berkata ,” Maka Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- berseru kepada : “ Semoga Allah menghimpun yang berserakan dari kalian berdua, membahagiakan kalian berdua, dan memberkati kalian berdua, serta mengeluarkan dari kalian berdua kebaikan yang banyak “. Anas menambahkan ,” Demi Allah, Allah telah mengeluarkan dari mereka berdua ‘kebaikan’ yang sangat banyak. {Dilaporkan oleh Abul Khair al-Qazuwaini al-Hakimi}.
Dia (Anas --radhiyallâhu 'anhu--) juga melaporkan ,” Aku tengah bersama Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, ketika tiba-tiba aku menyaksikan beliau pingsan lantaran wahyu yang turun kepadanya. Kemudian ketika sadar be;iau berkata ,” Tahukah kamu, apakah yang dibawa oleh Jibril “ ? Aku berkata ,” Allah dan Rasulullah-Nya yang lebih mengetahui “. Kemudian beliau melanjutkan ,” Allah
Memerintahkan aku agar menikahkan Fathimah  dengan Ali. maka pergilah dan panggilkan aku Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah dan Zubair serta beberapa orang dari bani Anshar. Kemudian belaiu mengatakan sebagaimana kelengkapan bunyi hadits diatas, namun dengan tambahan .” …dan semoga Allah mengukuhkan kekerabatan diantara kalian “.
Ketika Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--  datang, beliau berkata kepadanya ,” Hai Ali sesungguhnya Allah jalla wa ‘alâ telah memerintahkan aku agar menikahkan engkau dengan Fathimah, dan aku akan menikahkan engkau dengan Fathimah dengan mahar empat ratus ratus uang perak (dirham). Apakah engkau ridha? “ Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm--  menajawab ,” Ya, aku ridha wahai Rasulullah “. Kemudian perawi melanjutkan ,” Maka Ali bangkit, kemudian ia merebahkan badannya bersujud sukur kepada Allah ”. Kemudian Nabi berkata ,” semoga Allah menjadikan keturunan yang baik dari kalian berdua “. Anas berkata ,” Demi Allah, sungguh Allah telah mengeluarkan dari mereka berdua keturunan-keturunan yang baik “. {Dilaporkan juga oleh Abul Khair}.
Makna yang terkandung pada kedua hadits tersebut berbeda dengan makna makna hadits sebelmunya yang menyebutkan tentang mahar yang dikeluar yang diberikan Ali kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Hadits yang pertama lebih masyhur dan lebih kokoh. Akad nikah yang dilaksnakan tanpa kehadiran Ali bin Abi Thalib mengandung kemungkinan bahwa ia mempunyai wakil yang hadir dalam prosesi akad tersebut. Atau kemungkinan lainnya Nabi senagja mengekspos rencana akad nikah tersebut diantara para sahabat beliau kemudian akad baru dilaksanakan tatkala Ali telah hadir ditengah-tengah mereka.
Dilaporkan dari Umar --radhiyallâhu 'anhu--  bahwa suatu kali nama Ali disebut-sebut dihadapan dirinya maka iapun berkata ,” Dia (Ali --karramallâhu wajhahu--) adalah menantu Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Jibril telah turun dan berkata kepada Muhammad : Hai Muhammad, sesungguhnya Allah memerintahkan engkau agar menikahkan Fathimah , putrimu, dengan Ali “. {Dilaporkan oleh Ibn as-Sammak didalam al-Muwâfaqah}.
Dari Abdullah --radhiyallâhu 'anhu--  ia berkata ,” ketika Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—hendak menyerahkan Fathimah  menuju kediaman Ali, tiba-tiba ia (Fathimah --'alaihassalâm--) diliputi rasa kekalutan. Maka Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepadanya ,” Hai Fathimah  janganlah engkau takut. Sesungguhnya bukan (atas kehendak pribadiku) untuk mernikahkan engkau dengan Ali, melainkan Allah lah yang memerintahkan aku agar menikahkan engkau dengannya. {Dilaporkan oleh al-Ghassani}.

Allah menikahkan Fathimah dengan Ali di Mala’ al’A’la dengan dihadiri para malaikat
Ali bin Abi Thalib --radhiyallâhu 'anhu--  melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda ,” seorang malaikat telah datang kepadaku dan ia berkata ,” Hai Muhammad, Sesungguhnya Allah mengucapkan salam kepadamu, dan Dia telah berpesan (berfirmanh) : Sungguh Aku (Allah --subhânahu wa ta'âlâ--) telah menikahkan Fathimah, putri Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, dengan Ali bin Abi Thalib di Mala’ al-A’lâ (tempat yang tertinggi). Maka karena itu nikahkanlah mereka berdua di bumi “. [ditakhrij oleh Imam Ali bin Musa ar-Ridha --'alaihissalâm—didalam Musnad-nya}.
Dilaporkan dari Anas bahwa ia berkata ,” tatkala Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  tengah berada di masjid tiba-tiba beliau berkata kepada Ali : Ini Jibril telah memberitahukan aku bahwa Allah ‘azza wajalla telah menikahkan engkau dengan Fathimah. Dan Allah juga menjadikan empat puluh ribu (40.000) malaikat sebagai saksi atas pernikahan tersebut.. Allah --subhânahu wa ta'âlâ-- mewahyukan kepada pohon Thuba agar ia menggugurkan [buahnya yang berupa] mutiara dan permata Yaqut. Maka pohon Thuba pun menggugurkan mutiara dan permata Yaqut bagi yang menghadiri prosesi pernikahan tersebut.  Para bidadari berebut untuk memungut mutiara dan permata Yaqut yang digugurkan oleh Thuba. Dan mereka saling bertukar antar sesamanya atas apa yang mereka dapatkan “. {Dilaporkan oleh al-Mula didalam Sîrah-nya}.
Abdullah --radhiyallâhu 'anhu-- melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepada Fathimah  --'alaihassalâm--  ketika beliau mengantarkan Fathimah  kepada Ali ,” Sesungguhnya Allah memerintahkan aku agar menikahkan engkau dengan Ali. dan Dia memerintahkan para malaikat agar membuat barisan didalam surga. Kemudian Dia memerintahkan pohon-pohon di surga agar mengemban penganan-penganan dan pakaian (perhiasan). Dia juga memerintahkan Jibril agar meletakkan sebuah mimbar di surga, dan setelah selesai Jibril pun menaiki mimbar tersebut. Dan menyampaikn khutbah diatasnya. Setelah selesai Jibril pohon itupun menggugurkan apa yang ada padanya. Dan barangsiapa yang mendapatkan lebih baik dan lebih banyak dari temannya maka yang bersangkutan akan merasa bangga karenanya hingga tibanya hari kiamat. Cukuplah ini membuatmu gembira, wahai putriku “.{Dilaporkan oleh al-Ghisa’i}.
Amirulmukmin Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu-- melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda : “ Seorang malaikat datang kepadaku seraya berkata ,“ Wahai Muhammad ! Sesungguhnya Allah --'azza wajalla—berkata untukmu :.” Sesungguhnya Aku (Allah --subhânahu wa ta'âlâ--) telah memerintahkan  pohon Thuba agar mengasilkan buah [berupa] permata mutiara, Yaqutdan dan Marjan. Allah juga memerintahkannya agar menjatuhkan dan mengugurkannya bagi setiap malaikat dan bidadari yang ikut merayakan akad nikah Fathimah --'alaihassalâm--. Atashal itu bergembiralah semu penduduk langit. Dan kelak akan lahir dari keduanya (Fathimah  --'alaihassalâm—dan Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--) dua orang manusia yang akan menjadi junjungan di dunia dan akan memandu orang-orang tua dan anak-anak muda yang menghuni surga. Dan penghuni surga akan terhiasi dengannya. Maka berbahagialah engkau wahai Muhammad, karena sesungguhnya engkau adalah junjungan seluruh manusia yang terdahulu mauapun yang akan datang “. {Ditakhrij oleh al-Imam Ali bin Musa ar-Ridha --'alaihissalâm--}.

Malaikat memboyong Fathimah  ke kediaman Ali --'alaihimassalâm--.
Ibn Abbas --radhiyallâhu 'anhu--  melaporkan ,” Dimalam ketika Fathimah diboyong ke kediamkan Ali --'alaihissalâm--, Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- berada didepan Fathimah --'alaihassalâm--, malaikat Jibril disebelah kanan, malaikat Mikail disebelah kiri, dan tujuh puluh ribu malaikat mengiringi dibelakang. Mereka bertasbih mensucikan Allah hingga terbitnya fajar “. {Ditakhrij oleh al-Hafizh Abul Qasim ad-Dimsyiqi}.

Apabila Rasulullah saw berpergian maka orang terakhir yang beliau kunjungi adalah Fathimah, dan apabila beliau balik maka orang pertama yang menyambang beliau adalah Fathimah  --'alaihassalâm--.

Tsauban melaporkan ,” Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, apabila berpergian, maka orang terakhir yang beliau kunjungi [sebelum bepergian] adalah mendatangi rumah Fathimah --'alaihassalâm-- . Dan orang pertama yang datang menjenguk beliau setelah datang dari bepergian adalah Fathimah --'alaihassalâm-- “. {Ditakhrij oleh Ahmad}.
Abu Tsa’labah melaporkan ,” Adalah Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  yang apabila datang dari peperangan atau bepergian, maka pertama pertama kali beliau mendatangi masjid dan didalamnya beliau mengerjakan shalat dua rakaat. Kemdian setelahnya beliau mendatangi Fathimah, baru kemudian istri-istri beliau “. {Ditakhrij oleh Abu Umar}. 

Allah ridha pada orang yang ridha pada Fathimah dan benci pada orang yang membenci Fathimah  --'alaihassalâm--.
Ali bin Abi Thalib melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- telah bersabda : “ Wahai Fathimah , sesungguhnya Allah ‘azza wajalla marah karena kemarahanmu dan ridha karena keridhaanmu “.{Ditakhrij oleh Abi Sa’d didalam Syarafun-Nubuwwah dan Imam Ali bin Musa --'alaihissalâm-- didalam Musnad-nya serta Ibn al-Mutsanni didalam Mu‘jam-nya}.
Ali bin Abi Thalib melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- bersabda ,” Allah, Rasul-Nya, dan para malaikat akan sangat marah atas orang yang menumpahkan darah seorang nabi dan menyakiti ‘ithrah-nya “. {Ditakhrij oleh Imam Ali bin Musa ar-Ridha --'alaihissalâm--}.

Keserupaan Fathimah dengan Nabi saw dalam cara jalannya dan pemberitahuan Nabi bahwa Fathimah adalah junjungan wanita semesta alam, junjungan wanita umat ini, serta junjungan wanita penghuni surga.
Aisyah --radhiyallâhu 'anha-- berkata ,” Kami, para istri Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, tengah berkumpul bersama bersama beliau. tak seorangpun dari kami yang lewat (berlalu) dihadapan beliau. Kemudian datanglah Fathimah --radhiyallâhu 'anhâ-- dengan berjalan kaki. Cara jalannya tak sedikitpun berbeda dengan cara jalan Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Ketika melihat kedatangan puterinya, Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  memberikan sambutannya seraya berkata : “ Selamat datang wahai putriku “. Kemudian beliau mendudukkannya disebelah kana atau sebelah kiri beliau. kemudian beliau membisikkan sesuatu kepadanya, dan kemudian tampak Fathimah menangis sesunggukan. Tatkala Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- melihat kesedihan Fathimah beliau kembali berbisik untuk kedua kalinya kepada Fathimah. Dan untuk bisikan kali ini Fathimah tampak tersenyum. Kemudian aku (Aisyah --radhiyallâhu 'anhâ--) berkata kepada Fathimah ,” Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—telah melebihkanmu dari istri-istrinya dengan membisikkan hal-hal rahasia. Kemudian ku lihat engkau menangis “. Dan ketika Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bangkit berdiri, aku bertanya kepada Fathimah ,” Apa yang dikatakan Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- kepadamu ?”. Fathimah  --'alaihassalâm-- menjawab ,”  Aku tidak akan memberitahukan apa yang dibisikkan Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- kepadaku “. Kemudian Aisyah berkata ,” ketika Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah wafat aku bertanya kepada Fathimah : “ Aku telah ber-azam (bernazar) atas dirimu bahwa engkau juga akan beroleh bagian dari hartaku jika engkau memberitahukan aku tentang apa yang dikatakan Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  kepadamu “. Fathimah  --'alaihassalâm-- menjawab ,” Kalau sekarang aku dapat menyampaikan apa yang dikatakan Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- kepadaku. Bisikan beliau yang pertama kepadaku adalah memberitahukan kepadaku bahwa Jibril mendatangi beliau meminta laporan pertanggungjawaban beliau atas penerapan al-Qur'an sekali dalam setahunnya. dan sekarang ia Jibril datang kepada beliau untuk meminta laporan pertanggungjawaban pelaksanaan al-Qur'an sebanyak dua kali dalam setahun. Dan sungguh tidaklah aku melihat ajalku melainkan ia telah dekat [kepadaku]. Maka bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah [setelah ketiadaanku] !. Sesungguhnya sebaikbaik orang yang ‘mendahului’mu adalah aku. Kemudian Fathimah  --'alaihassalâm-- berkata ,” maka kemudian akupun menangis sebagaimana yang anda lihat. Dan tatkala beliu melihat kesedihanku, beliau segera kembali membisikiku dan berkata : ((Hai Fathimah , Tidakkah engkau merasa puas bahwa engkau adalah junjungan wanita orang yang beriman atau junjungan wanita umat ini )) “.
Dalam sebuah riwayat yang disampaikan, setelah perkataa Aisyah kepada Fathimah –sampai bagian ((…Rasulullah wafat)) aku (Aisyah) bertanya kepada Fathimah. Maka Fathimah  menjawab ,” Nabi memberitahukan aku bahwa Jibril datang untuk mempertanyakan pelaksanaan al-Qur'an kepada beliau sekali dalam setahun. Dan pada tahun tersebut (yakni tahun terkahir Nabi hidup) Jibril menanyakan tentang pertanggungjawaban pelaksanaan al-Qur'an kepada beliau sebanyak dua kali. Dan aku melihat bahwa ajalku segera tiba, dan bahwa engkau adalah orang pertama yang akan menyusulku. Dan sebaik-baik orang yang ‘mendahului’mu adalah diriku,--dan Nabi mengatakan sampai selesai sebagai pada riwayat pertama--. {Ditakhrij oleh Muslim. Sementara ad-Daulabi men-takhrij maknanya dari Ummu Salamah}
Ia (ad-Daulabi) melaporkan sebuah riwayat lain dimana Aisyah bertanya kepada Fathimah, kemudian Fathimah --'alaihassalâm-- menerangkan  bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepadanya ,” Tak seorangpun nabi yang diutus melainkan melainkan masa hidupnya setengah kali masa hidup nabi sebelumnya. Dan hari ini masa hidupku telah mencapai setengah masa hidup nabi sebelumku. Kemudian beliau berkata : ((Sesungguhnya engkau adalah junjungan junjungan wanita penghuni surga. [Tak ada yang dapat meraih kedudukan sepertimu] selain Maryam binti Imran --'alaihassalâm--)).
Dilaporkan riwayat lain bahwa setelah Rasulullah melakukan bisoikan yang kedua kalinya kepada Fathimah  --'alaihassalâm--, maka Rasulullah  berkata kepadanya ,” Tidakkah engkau ridha bahwa kelak pada hari kiamat engkau akan mendatangi sebagai junjungan wanita orang-orang yang beriman, atau junjungan wanita penghni surga “?! {ad-Daulabi melaporkanny juga dari Fathimah langsung sebagaimana konteks riwayat yang pertama.
Fathimah  juga telah berkata ,” Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  memberitahukan aku bahwa Isa --'alaihissalâm--  hidup selama dua ratus tahun. Dan Tuhan memberitahukan aku usiaku akan berakhir pada usia enam puluhan “. Mak akupun menangis mendengar pemberitahuan tersebut. Kemudian beliau --shallallâhu 'alaihi wa alihi--  ,” Wahai putriku, tak seorangpun dari wanita umat Islam yang keturunannya lebih agung dari keturunanmu. Aku berharap engkau tidak menjadi wanita yang kurang kesabarannya. Kemudian beliau berbisik untuk kedua kalinya kepadaku dimana beliau memberitahu bahwa aku adalah orang pertama yang akan menyusul beliau. dan beliau juga berkata kepadaku ,” Sesungguhnya engkau junjungan wanita penghuni surga, [dan tak ada yang dapat seperti dirimu] selain Maryam binti Imran “. Maka akupun tersenyum gembira pemberitahuan tersebut.       

Keserupaan Fathimah dengan Nabi saw dalam karakter, kewibawaan, ketenangan, dan gaya bicara. Apabiala Fathimah  datang, Nabi saw akan berdiri menyambutnya serta mendudukkannya di pisisi duduk beliau.
Dari A'isyah --radhiyallâhu 'anhâ-- ia berkata ,” Aku tidak melihat orang yang lebih serupa dengan Nabi Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  dalam hal kewibawaan daqn ketenangan, baik ketika berdiri maupun duduk, melebihi Fathimah binti Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—“. Kemudian A'isyah --radhiyallâhu 'anha-- berkata ,” dan apabila Fathimah  masuk ke rumah Rasulullah, maka Rasulullah bangkit berdiri untuk menyambutnya, dan menciuminya, serta mendudukkannya di tempat duduk beliau. Seangkan Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, apabila datan ke rumah Fathimah --'alaihassalâm-- , maka Fathimah  bangkit berdiri menyambut beliau dan menciumi beliau serta mendudukkan beliau di tempat duduknya. Tatkala Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, Fathimah  --'alaihassalâm-- datang  menjenguk, kemudian ia mendekat kepada ayahnya dan menciumi ayahnya. Setelah itu ia --'alaihassalâm-- mengangkat kepalanya, lalu ia menangis. Dan kemudian kembali ia mendekati Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  dan kembali ia mengangkat kepalanya dan tertawa kecil “. Tatkala Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  meningal dunia aku bertanya kepadanya , “ Aku melihat ketika mendekati nabi engkau mengangkat kepala lalu engkau menangis. Kemudian kembali engkau mendekati beliau, lalu engkau mengangkat kepalamu dan setelah itu engkau tertawa kecil. Apa yang menyebabkan engkau seperti itu “?  Fathimah  --'alaihassalâm--  menjawab ,” baiklah akan aku beritahukan. Beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  mengabarkan aku bahwa beliau akan wafat karena sakit yang beliau derita, karena itulah aku menangis. Kemudian beliau mengabarkan bahwa aku akan menjadi orang pertama yang menyusul beliau setelah wafatnya, danketika itulah aku tersenyum. {Ditakhrij oleh at-Tirmidzi. Ia mengatakan bahwa status hadits ini gharîb. Dan dilaporkan juga oleh Abu Dawud dan an-Nasa’i}. 
Aisyah juga melaporkan ," Aku tidak melihat orang yang lebih mirip tutur kata dan gaya bicaranya dengan Rasulullah melebihi Fathimah. Apabila ia datang menemui Rasulullah, maka Rasulullah akan bangkit berdiri dan menciuminya serta memberikan sambutan untuknya, kemudian beliau menggandeng tangannya dan mendudukkannya di tempat duduk beliau. dan sebaliknya, apabiula Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- datang menyambang Fathimah, maka Fathimah akan bangkit kearah beliau dan mencium beliau “.
Hadits yang dlaporkan oleh Muslim yang berasal dari Aisyah sebagaimana yang disebutkan diatas, memberitahukan bahwa Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  memberitahukan Fathimah  --'alaihassalâm--  tentang kematian beliau dan bahwa ia adalah orang pertama dari keluarga beliau yang akan menyusul beliau, maka karena itulah Fathimah  menangis. Kemudian nabi kembali membisikkan bahwa ia adalah junjungan wanita orang-orang beriman atau junjungan wanita penghuni surga, lalu beliau tersenym gembira. Sementara hadits yang disampiakn oleh ad-Daulabi yang berasal dari Ummu Salamah menerangkan bahwa Nabi pertama kali Nabi hanya membisikkan kepada Fathimah tentang kematian beliau. karenanya ia menangis. Kemudian yang kedua kalinya Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- membisikkan kepada Fathimah bahwa ia adalah junjungan orang-orang beriman. Sementara hadits yang berasal dari Fathimah  sendiri menyatakan bahwa Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  hanya memberitahukan tentang kematian beliau, maka iapun menangis. Kemdian Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  membisikan dua hal kepadanya, yaitu beliau akan menjadi orang pertama yang akan menyusul beliau dan ia adalah junjungan wanita penghuni surga, karenanya ia tersenyum gembira.
Dan hadits at-Tirmidzi dan Abu Hatim yang berasal dari Fathimah dalam persoalan ini menerangkan bahwa Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  membisikkan kepada beliau bahwa beliau akan wafat, dan karenanya Fathimah  menangis. Dan kemudian Nabi membisikkan untuk keduakalinya kepada Fathimah, dan untuk kali ini Nabi memberitahukan bahwa ia akan menjadi orang pertama yang akan menyusul beliau.
Maka dengan demikian ada kemungkinan peristiwa dalam hadits tersebut terjadi di majelis yang berbeda-beda sesuai dengan kronologi masing-masing. Dan bahwa tangisan Fathimah  --'alaihassalâm--  didalam hadits yang dilaporkan Muslim bukan lantaran dua kabar [yang diberitahukan Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- kepadanya], melainkan hanya karena kabar kematian beliau saja. Hal itu menunjukkan bahwa tatkala Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  hanya menyebutkan kabar tentang kematian yang akan menimpanya dan belum menyebutkan kabar bahwa ia akan menyusul beliau, sebagaimana yang terdapat dalam dua hadits yang dilaporkan oleh Abu Isa dan Abu Hatim, Fathimah  pun menangis. Dan untuk kali keduanya lah ia tampak tersenyum gembira.

Keunggulan dan keutamaan Fathimah  as.
Sebelumnya telah dipaparkan persoalan yang berkaitan dengan tema ini. Dan kini kami masih mencoba menyinggung persoalan yang berkaitan dengan tema ini.
Ibn Abbas --radhiyallâhu 'anhu--  melaporkan ,” Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  menggambar empat buah garis di tanah. Kemudian beliau bertanya ,” Tahukah kalian apakah ini ? “ Para sahabat menjawab ,” Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Maka Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata ,” Sebaik-sebaik wanita penghuni surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fathimah  binti Muhammad, Maryam putri Imran, dan Asiyah binti Muzahim istri Fir’aun “. {Ditakhrij oleh Ahmad dan Abu Hatim}.
Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- telah bersabda : “ Waniat penghuni surga yang paling utama adalah Khadijah binti Khuwailid, Fathimah  binti Muhammad, Maryam binti Imran, dan Asiyah binti Muzahim istri Fir’aun “.
Ibn Abbas melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- bersabda : “ Paling utamanya wanita penghuni surga setelah Maryam binti Imran adalah Fathimah , Khadijah, dan Asiyah bin Muzahim istri Fir’aun “. {kedua hadits tersebut ditakhrij oleh Abu Umar}.
Abu Sa’id melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda ,” Fathimah  adalah junjungan wanita penghuni surga disamping Maryam putri Imran --'alaihassalâm—“. {Dilaporkan oleh al-Hafizh adalah-Dimsyiqi}.
Anas melaporkan dari Târîkh --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- bahwa beliau telah berkata ,” Cukuplah untukmu [wahai Fathimah] bahwa engkau termasuk wanita junjungan alam semesta [dismaping], yaitu Maryam putri Imran, khadijah binti Khuwailid, Fathimah  binti Muhammad, dan Asiyah istri Imran “. {Ditakhrij oleh Ahmad dan at-Tirmidzi}.
Imran bin Hashin --radhiyallâhu 'anhu-- melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  menjenguk Fathimah  --'alaihissalâm--  ketika putri beliau menderita sakit. Kepadanya Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- berkata ,” bagaimana keadaanmu wahai Fathimah ? “ Fathimah  --'alaihassalâm-- menjawab ,” Aku sakit [wahai ayah]. Dan sungguh kondisiku bertaqmbah parah lantaran tak ada makanan yang dapat ‘ku makan “. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepada Fathimah  ,” Wahai putriku, tidakkah engkau merasa puas bahwa engkau adalah junjungan wanita semesta alam ? ” Kemudian Fathimah  --'alaihissalâm--  bertanya kepada ayahnya ,” Lantas bagaimana dengan Maryam binti Imran ?” Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  menjawab ,” Dia adalah junjungan wanita untuk alam (masa)nya, dan engkau adalah junjungan wanita untuk alammu. Demi Allah sesungguhnya aku telah menikahkan engkau dengan dengan seorang junjungan (sayyid) di dunia dan di akhirat “. {Dilaporkan oleh Abu Umar dan di-takhrij oleh al-Hafizh Abul Qashim ad-Dimsyiqi tentang keutamaan-keutamaan Fathimah dengan laporan yang bersumber dari Imran Mustawfi dengan konteks hadits sebagai berikut : “ Pada suatu hari aku keluar, dan tiba-tiba aku bertemu dengan Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  yang tengah berdiri seraya berkata kepadaku ,” Hai Imran apakah Sesungguhnya Fathimah tengah sakit. Tidakkah engkau ingin menjenguknya ?” Aku menjawab ,” semoga ayahku dan ibuku menjadi tebusannya, sungguh hal itu sebuah kehormatan besar “. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bergegas menuju kediaman Fathimah. Dan aku ikut bersama beliau hingga ke pintu rumah Fathimah --'alaihissalâm--. Lalu Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berseru ,” Assalâmu ‘alaikum…Bolehkah aku masuk ? “ Fathimah  menjawab ,” Wa‘alaikumussalam…silahkan masuk “. Kemudian Rasulullah kembali berkata ,” Apakah aku boleh masuk dengan teman yang ikut bersamaku ? “ Fathimah --'alaihassalâm—menjawab ,” Demi dzat yang dengan kebenaran mengutusmu sebagai nabi, aku tidak punya pakaian selain ‘abâ’ah (kain panjang) yang ku kenakan ini. Kebetulan Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—sebuah kain selendang, dan beliau melemparkan kain selendang tersebut kepada putrinya seraya berkata ,” Ikatkan selendang itu dikepalamu “. Fathimah --'alaihassalâm-- melaksanakan apa yang diperintahkan Rasulullah kepadanya. Setelah itu ia berkata ,” Masuklah !” Maka setelah itu masuklah Rasulullah saw. Dan akupun ikut masuk bersama beliau. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  duduk dekat kepala Fathimah  sementara aku duduk didekat beliau. Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bertanya kepada Fathimah  --'alaihassalâm-- ,” Wahai putriku apa gerangan yang kau rasakan ? “ Fathimah  --'alaihassalâm--  menjawab ,” Demi Allah, wahai Rasulullah…Sesungguhnya aku menderita sakit. Dan sungguh sakit kian bertambah lantaran aku tak punya makanan yang dapat dimakan “. Kemudian si perawi berkata ,” maka menangislah Rasulullah, dan diikuti oleh Fathimah. Dan aku juga ikut menangis bersama mereka berdua “. Kkemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- berkata Fathimah ,” Hai Fathimah, bersabarlah !” (Beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  mengucapkannya sebanyak dua kali atau tiga kali). Kemudian beliau melanjutkan ,” Wahai putriku, apakah engkau tidak merasa senang menjadi junjungan wanita semesta “. Wahai ayah, bagaimana dengan Maryam binti Imran ?” Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  menjawab ,” Wahai putriku ! dia adalah junjungan wanita pada masanya dan engkau adalah junjungan wanita untuk masamu. demi Dzat yang mengutusku dengan kebenaran, sungguh aku telah menikahkan engkau dengan dengan seorang terkemuka  (junjungan) di dunia dan di akhirat, yangman tidak mencintainya melainkan ia adalah seorang munafik “.
Ibnu Abbas melaporkan dari Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- bahwa Nabi saw telah bersabda ,” Ada empat wanita yang menjadi wanita junjungan dimasanya, yaitu Maryam binti Imran, Asiyah binti Muzahim, Khadijah binti Khuwailid, dan Fathimah  binti Muhammad. Dan yang utama dari mereka adalah Fathimah  “. {Ditakhrij oleh Hafizh ats-Tsaqafi al-Ibahani}.
Abu Hurairah melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda ,” Sebaik-baik wanita di dunia ada empat orang, yaitu Maryam binti imran, Asiyah binti Muzahim istri Fir’aun, Khadijah binti Khuwailid, dan Fathimah  binti Muhammad --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- “. {Ditakhrij oleh Ibn Umar}.  

Keutamaan Fathimah dalam kaitannya dengan ayah dan kerabatnya.
Abu Ayyub al-Anshari melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- berkata kepada Fathimah  --'alaihassalâm-- : “ Nabi kita adalah sebaik-baik nabi, dan ia adalah ayahmu. Dan orang yang syahid dari kalangan kita adalah sebaik-baik orang yang mati syahid, dan ia adalah pamanmu paman dari ayahmu, Hamzah. Dari kalangn kita lah orang yang mempunyai dua sayap yang dengannya ia berterbangan di surga sesukanya, dan ia adalah paman ayahmu, Ja’far. Dan dari kalangn kita juga sibth bagi umat ini, yaitu kedua putramu al-Hasan dan al-Husein. Dan juga dari kalangn kita kemunculan sang al-Mahdi “. {Dilaporkan oleh ath-Thabrani didalam Mu‘jam-nya}.

Fathimah adalah orang yang paling jujur dalam bertutur kata.
Dari Aisyah, Ummul Mukminin--radhiyallâhu 'anhu--, ia melaporkan ,” Aku tidak melihat orang yang melebihi Fathimah  dalam hal  kejujuran (ketulusan) dalam bertutur kata kecuali ayahnya --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- “. {Dilaporkan oleh Abu Umar}  

Fathimah tersucikan dari haidh yang umumnya dialami setiap wanita.
Telah disebutkan pada bab-bab awal mengenai alasan beliau diberi nama fâthimah. Diantara hadits-hdits yang juga menyinggung masalah tersebut adalah hadits yang berasal dari Asma’dimana ia melaporkan bahwa ketika Fathimah melahirkan al-Hasan --'alaihissalâm--  ia tidak melihat darah nifasnya, kemudian ia berkata kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- ,” wahai Rasulullah, aku tidak melihat darah haidh maupun darah nifas pada Fathimah “. Maka Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata Asma’ ,” Tidakkah engkau tahu bahwa putriku adalah seorang wanita suci dan tersucikan (thâhiratun muthahharah) yang mana tidak akan didapati padanya darah haidh maupun darah karena melahirkan “. {Ditakhrij oleh Imam Ali bin Musa ar-Ridha --'alaihissalâm--}.

Pada hari kiamat semua manusia diperintahkan untuk menundukkan kepala dan pandangan sampai Fathimah berlalu dari pandangan mereka.
Abu Ayyub al-Anshari melaporkan ,” apabila tiba haria kiamat, seorang penyeru akan berseru dari pusat ‘arsy : (( Wahai sekalian makhluk [yang telah dikumpulkan Allah] tundukkanlah kepala-kepala kalian dan pejamkanlah pandangan (mata) kalian sampai Fathimah binti Muhammad selesai melewati ash-shirât. Maka Fathimah  pun melewati ash-shirât bagaikan kilatan cahaya dengan ditemani tujuh puluh ribu (70.000) pelayan dari bangsa bidadari )). {Dilaporkan oleh Abu Sa’d Muhammad bin Ali bin Umar an-Naqqash didalam Fawâ’id al-‘Irâqiyyîn}. Dan ditakhrij oleh Tamam, dengan penukilan hadits yang diringkas yang berasal dari Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm--  yang bunyinya ,” Apabila tiba hari kiamat, sebuah suara seruan akan berkata dari balik hijab : (( Pejamkanlah pandangan kalian dari Fathimah  sampai ia selesai lewat [dari hadapan kalian] “.
Dan ditakhrij juga oleh Ibn Busyran dengan penukilan hadits secara ringkas yang berasal dari Aisyah yang bunyinya : “ Apabila tiba hari kiamat, sebuah seruan berkata : “ wahai sekalian makhluk tundukkanlah kepala-kepala kalian karena Fathimah --'alaihissalâm-- akan lewat “.
Kata bathnânul ‘arsy pada hadits (teks Arab) diatas berarti pertengahan atau pusat. Demikian juga kata bathnân al-jannah (yang bermakna bagian tengah surga). Demikian dinyatakan oleh al-Jauhari.

Pengawalan Fathimah --'alaihassalâm-- ke surga bagaikan pengiringan pengantin baru.
Dari Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm--, ia melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda ,” Kelak pada hari kiamat nanti putriku Fathimah  akan dikumpulkan dengan diatasnya adalah pakaian kemuliaan (hullatul karâmah) yang telah campurkan dengan air saripati kehidupan. Kemudian semua makhluk akan memandangnya, sehingga mereka jadi heran dan takjub karenanya. Kemudian dipakaikan kepada beliau --'alaihassalâm--  salah satu perhiasan surga yang mana perhiasan tersebut merupakan rangkaian dari seribu perhiasan  [yang membentuknya] yang padanya tertera tulisan dengan goresan berwarna hijau yang isinya ,” Masukkanlah putri Muhammad saw kedalam surga dengan cara yang terbaik, sambutan yang paling layak, pemuliaan yang sesempurna mungkin, dan dengan anugerah sebanyak mungkin. Maka Fathimah  pun diantarkan ke surga bagaikan pengantin baru dengan dikawal oleh tujuh puluh ribu bidadari”.

Neraka diharamkan atas Keturunan Fathimah --'alaihissalâm--.
Dari Abdullah --radhiyallâhu 'anhu--, ia melaporkan dari Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- : “ Sesungguhnya Fathimah  telah menjaga kehormatan dan kesucian dirinya, karenanya Allah mengharamkan anak keturunannya dari neraka “.  


Bab-4 : Tentang Amirulmukminin Ali bin Abi Thalib as


Telah kami paparkan perbincangan dan ulasan sekaitan dengan manâqib (keutamaan dan perangai terpuji) beliau kw dalam kitab kami yang bertitel ar-Riyâdh an-Nadhrah fî Manâqib al-‘Asyrah. Dan pada kesempatan ini kami petikkan sebagian dari apa yang telah kami paparkan didalam kitab bersangkutan.

 

Nasab Ali bin Abi Thalib

Beliau adalah Alî bin Abî Thâlib bin Hâsyim bin Abdi Manâf bin Qusay bin Kilâb bin Murrah bin Ka‘Ahlulbait bin bin Lu’ay bvin Ghâlib bin Fihr bin Mâlik bin an-Nadhr bin Kinânah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyâs bin Mudharr bi Nazâr bin Ma’dan bin ‘Adnân. Semua ulama bersepakat hingga garis nasab ini (yakni hingga ‘Adnân, Pener), namun untuk keatas atau selanjutnya terjadi perbedaan [pendapat dikalangan ulama. Namun demikian mereka sepakat bahwa nasab beliau --karramallâhu wajhah--  bermuara kepada Nabi Ismâ‘îl bin Ibrâhîm Khalîlullah --'alaihissalâm--. Dan yang dimaksud sebagai “quraisy” adalah Fihr bin Mâlik. Namun ada juga kelompok minoritas yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “quraisy” adalah an-Nadhar bin Kinânah. Ali --'alaihissalâm--  berkumpul dengan Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Mata silsilah (rantai nasab) Imam Ali --karramallâhu wajhahu-- ‘bertemu’ dengan dengan silsilah nasab Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- di generasi yang terdekat setelah ayah (yakni pada datuk pertama. Penerj). Tak ada orang lain yang mempunyai keutamaan sekaitan dengan kedekatan nasab beliau dwengan Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  kecuali sepupu-sepupu (anak-anak dari paman) beliau. Beliau sendiri adalah anak dari paman Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Abu Thalib dan Abdullah adalah dua orang yang berposisi sebagai ‘ayah’ Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih [Abu Thalib menjadi ‘ayah’ Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  lantaran beliau mengadopsi Nabi sejak kecil. Penerj]. Ibu dari keduanya (yakni dari Ahlulbaitku Thalib dan Abdullah) adalah Fathimah binti Amr bin Ayidz bin Imran bin Makhzun. Ibu Imam Ali --karramallâhu wajhahu--  adalah Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abdu Manaf. Abu Umar an-Namiri mengatakan bahwa beliau (ibu Imam Ali --karramallâhu wajhahu--) adalah wanita bani Hasyim pertama yang melahirkan anak keturunan bani Hasyim. Ia memeluk Islam dan ikut hijrah bersama Nabi. Ia wafat di Madinah dan persitiwa kewafatan beliau disaksikan langsung oleh Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Nabi sendiri yang menangani pemakamannya. Beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih—menanggaalkan baju qamis yang beliau kenakannya dan mengjkafani jasadnya dengan baju beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Dengan setia Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- berbaring dikuburnya hingga berakhirnya penimbunan tanah di liang lahadnya. Kemudian Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  ditanya tentang apa yang dilakukannya, maka beliau menjawab. Aku memakaikannya pakaiankiu agar kelak ia dapat memakai pakaian surga dan aku berbaring bersamanya dikuburnya agar dengan begitu tekanan yang akan dialami didalam kubur menjadi lebih ringan. Beliau adalah makhluk paling baik kepadaku setelah Abu Thalib.” Diriwayatkan juga bahwa Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- menshalati jenazah beliau dan Nabi sangat merasa terpukul ketika menguburinya, dan beliau pun menangis karenanya. Kepadanya nabi berkata ,” semoga Allah membalasmu dengan kebaikan wahai ‘ibu’ dan sungguh engklau adalah adalah sebaik-baik ibu. Nabi menyebutnya ‘ibu’ lantaran beliau telah memberikan pendidikan kepada Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--.
Abu Thalib memiliki anak bernama Thalib, Aqil, Ja’far, Ali dan Ummu Hani. Nama lain dari Ummu hani adalah Fakhitah dan Jamânah. Ali merupakan putra bungsu Abu Thalib. Beliau lebih kecil sepuluh tahun dari Ja’far. Ja’far lebih lebih kecil sepeuluh tahun dari Aqil. Sedangkan Aqil lebih kecil sepuluh tahun dariThalib.

Nama dan kuniahnya.
Nama beliau, baik dimasa jahiliah maupun dimasa Islam, adalah Ali. Kuniah beliau adalah Abul Hasan. Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- menamai beliau sebagai “ash-Shiddîq”. Dari Mu’adzah bin ‘Adawiyah, ia berkata : “ Aku mendengar Ali berkata diatas mimbar, yakni mimbar Bashrah, “ aku adalah ash-Shiddîq al-Akbar. Riwayat ini dilaporkan oleh Qutaibah. Abu Dzarr juga melaporkan , “ Aku mendengar Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepada Ali : ((Engkau adalah ash-Shiddîq al-Akbar. Engkau juga al-Fârûq, orang yang memilah antara yang haqq dan yang bathil. Dan engkau juga Ya’sûb (permimpin) agama ini)). Kata Ya‘sûb pada awalnya bermakna pemimpin (ratu) lebah. Kemudian ia dipakai dengan makna junjungan, pimpinan atau orang yang diagungkan dan disegani dalam sebuah komunitas. Ahmad bion Hambal mengatakan didalam kitabnya al-Manâqib bahwa Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda ,” Ash-Shiddîqûn (orang-orang yang benar) ada tiga, yauitu Babibunnajjâr, seorangy beriman dari keluarga Yasin, yang telah berkata [sebagaimana terekam dalam al-Qur'an] : ” Wahai kaumku ikutilah para utusan itu !”, dan [yang kedua adalah] Hazqîl, yaitu seorang mukmin dari kerabat Fir’aun yang berkata [juga direkanm oleh al-Qur'an] , “ Apakah kalian akan membunuh orang yang telah berkata ((Sesungguhnya Tuhanku adalah Allah))” ; serta [yang ketiga adalah] Ali bin Abi Thalib, dan dialah [ash-shiddîq] yang paling utama.”
Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  memberinya kuniah Abur Raihânatain (artinya : ayah dari dua  orang penebar wangi dan ‘penyejuk jiwa’. Yang dimaksud adalah al-Hasan dan al-Husein --'alaihissalâm--). Imam Ahmad melaporkan bahwa Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepada Ali --karramallâhu wajhahu-- : “ Salam untukmu, wahai ayah dari dua raihanah (ya Abar-Raihânatain!), tak lama lagi engkau akan kehilangan dua ‘pilar’mu. Dan aku wakilkan Allah atas dirimua [dalam menjagamu].” Dan ketika Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  meninggal dunia, Ali --'alaihissalâm-- berkata : “ Ini (yakni Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--) adalah salah satu dari dua pilarku.” Dan ketika Ftahimah --radhiyallâhu 'anha-- meninggal dunia beliau berkata ,” dan ini adalah pilarku yang kedua (terakhir).” Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—memberikannya kuniah Abu Turâb. Dari Sahl bin Sa’ad, ia berkata : “ Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- datang menengok Fathimah --'alaihassalâm--  sembari bertanya, “ dimanakah putra pamanmu (yakni Ali bin abi Thalib) ?” Fathimah --radhiyallâhu 'anha--  mejnawab ,” Ia tengah berbaring di masjid. Kemudian Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih—keluar untuk mencarinya. dan ternyata Nabi mendapai rida’ (syal) yang dikenakan Ali terjatuh dari punggungnya dan Nabipun membersihkan tanah yang yang melekat di punggugnya semabri berkata kepadanya ,” Duduklah hai Abu Turâb (ayah-nya tanah). !” sekaitan penamaan dari Nabi tersebut Imam Ali --'alaihissalâm--  berkata ,” Demi Allah tak ada nama yang lebih aku sukai melebihi nama tersebut (yakni nama “Abu Turâb”) karena tiodak ada yang memanggilku dengan nama tersebut keculai Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. {dilaporkan oleh Muslim dan dan Bukhari}. Didalam sh-Shahîh juga disebutkan sebuah syair ((Akulah orang yang ibunya menamainya “haidarah”)). Haidarah adalah nama sebuah spesies singa. Ketika dilahirkan, Ibunya, Fathimah --radhiyallâhu 'anha--, memberinya namanya sebagaimana nama ayah beliau --radhiyallâhu 'anha-- . Dan ketika Abu Thalib datang [dari bepergian]  ia merasa kurang senang dengan nama tersebut dan mengantinya menjadi “Ali”. Beliau --karramallâhu wajhahu--  mempunyai sejumlah gelar, diantaranya adalah Baidhatul Balad (orang yang paling terkemuka da terpandang), al-Amîn (yang terpercaya), asy-Syarîf (yang mempunyai kemuliaan), al-Hâdî (pemberi petunjuk), al-Muhtadî (orang yang beroleh petunjuk), Dzû al-Udzun al-Wâ‘iy (pemilik telinga yang ‘selalu sadar dan terjaga’).

Gambaran fisk dan sifat Ali kw.
Beliau adalah orang yang berperawakan sedang (tidak tinggi dan tidak pendek), dengan kelopak mata yang agak luas dan bagian hitam matanya tampak jelas dan terang. Berparas tampan seperti rembulan di malam purnama. Perutnya lebar (agak besar), berbahu lebar. Pada pundaknya ada…………………………………..
………………..……………………………………………………..……..……..…..…..……..……..……..…
Lengan atas dan lengan bawahnya tampak menyatu (seakan-akan tanpa sekat). Telapak tangannya kasar. Tulang lehernya agak condong kedepa. Tengkuknya seperti berkilau bak teko perak. Kepala bagian depan tidak ditumbuhi rambut (rambut beliau tumbuh di bagian tengah kepala sampai bagian belakang). Bercambang lebat dan tidak…………………………………………………………….………………………
Menurut riwayat yang telah makruf beliau bercambang putih. Kalau berjalan agak bergoyang. Berlengan sangat kuat. Apabila menuju ke peperangan beliau berjalan dengan cepat dan tegas. Berjiwa (berkepribadian) kokoh. Beliau orang yang sangat kuat sehingga tak seorangpun sangup mengalahkannya dalam pertarungan. Ia juga seorang pemberani tulen. Selalu menang dalam pertempuran dan duel melawan siapapun. 

Keisalaman Ali bin Abi Thalib dan usianya ketika memeluk Islam.
Abul Aswad Muhammad bin Abdurrahman melaporkan bahwa Ali bin Abi Thalib dan Zubeir masuk Islam ketika mereka berdua berusia delapan tyahun. Ibn Ishaq berkata ,” Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--  masuk Islam ketika ia berusia sepuluh tahun.” Riwayat lain mengatakan ketika beliau berusia empat belas tahun. Ada juga yang mengatakan ketika beliau berusia lima belas tahun atau enam belas tahun. Dari Mujahid bin Jubair, ia berkata ,” Diantara karunia Allah untuk Ali bin Abi Thalib adalah bahwa kaum Quraisy ditimpa bencana paceklik sedangkan Abui Thalib mempunyai banyak tanggungan. Maka Rasulullah mengajukan usul kepada paman beliau Abbas : “ [wahai paman !] Sesungguhnya saudaramu, Abu Thalib, mempunyai banyak tanggungan, sementara masyarakat kita tengah mengalami [musibah paceklik] sebagaimana yang kita saksikan bersama. Marilah kita kesana guna meringankan beban tanggungannya”. Abbas berkomentar ,” baiklah kalau memang demikian.” Maka keduanya bertolak menuju kediaman Abu Thalib. Dan ketika keduany berjumpa dengannya, mereka berkata kepadanya ,” Kami berkeinginan untuk meringankan tanggungan anda agar persoalan yang menimpa paman dapat teratasi.” Maka Abu Thalib berkata kepada Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  dan Abbas ," yang penting biarkan Aqil  bersamaku, dan kalian boleh berbuat apapun atas keingin kalian tersebut.” Maka Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- mengambil dan mengasuh Ali. Sedangkan Abbas mengambil dan mengasuh Ja’far hingga dewasanya. Maka tak pelak ali senantiasa bersama Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—hingga Allah aza wajalla mengutus beliau sebagai nabi. Maka Ali pun selalu mengikuti jejak langkahnya, mengimaninya serta membenarkan aopa yang datang dari beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Sedangkan ja’far tetap bersama dengan pamannya Abbas.

Ali adalah orang pertama yang masuk Islam
Dari Zaid bin Arqam ia berkata ,” orang yang pertama yang memluk Islam adalah Ali bin Abi Thalib.” Ibn Abbas --radhiyallâhu 'anhuma-- melaporkan ,” Ali adalah orang pertama yang masuk Islam setelah Khadijah --'alaihassalâm--.” Umar --radhiyallâhu 'anhu--  berkata : “ Aku, Ubaidah, Abu Bakar dan sekelompok sahabat lainnya tengah berkumpul ketika tiba-tiba Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  menepuk bahu Ali --karramallâhu wajhahu--  seraya berkata ,” Hai Ali, engkau adalah mukmin yang paling pertama kali beriman dan muslim yang pertama kali masuk Islam. [Kedudukan]mu terhadapku bagaikan kedudukan Harun disisi Musa.” Abu Dzarr melaporkan ,” Aku mendengar Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepada Ali ,” Engkau adalah orang pertama yang beriman dan membenarkan aku.” Dari Mu’adzah bin al-Adawiyah melapaorkan ,” Aku mendengar Ali menyampaikan khotrbah diatas dan salah satu yang disampikanny adalah ucapan beliau (( aku adalah orang benar yang pertama (ash-shiddîq al-akbar). Aku mengimani kenabian Muahmmad --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- sebelum Abu Bakar mengimaninya. Dan a Dari Salman --radhiyallâhu 'anhu--, ia berkata ,” orang pertama dari umat ini yang akan datang mendatangi di Haudh pada hari Kiamat nanti adalah adalah dia yang pertama kali memeluk Islam., yaitu Ali bin Abi Thalib.”  Sebuah riwayat yang marfû’ (yang bersambung langsung ke Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--) dilaporkan oleh Ibn Abbas --radhiyallâhu 'anhu--, dimana ia berkata : “ As-Sâbiqûn (orang yang paling pertama dalam menerima seruan para Nabi) ada tiga orang, yaitu Yusa’ bin Nun kepada nabi Musa, seorang teman Yasin kepada nabi Isa, dan Ali kepada Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--.” Terdapat sejumlah hadis yang menyatakan bahwa Abu Bakar --radhiyallâhu 'anhu--  adalah orang pertama yang masuk Islam. Tentang halaman ini besar kemungkinan bahwa ia (Abu Bakar) adalah orang yang pertama kali menampakkan keislamannya, sedangkan Ali adalah orang bersegera masuk Islam dan memeluknya. Kami telah mengulas persoalan dengan detail pada buku kami ar-Riyâdh an-Nadhrah fî Fadhâ’il al-‘Asyrah.

Ali adalah orang pertama yang melaksanakan shalat.
Dari Abbas --radhiyallâhu 'anhu--, ia melaporkan bahwa Ali mempunyai empat keistimewaan yang tidak dimiliki oleh selainnya, diantara adalah bahwa beliau orang pertama dari semua kalangan orang Arab dan Ajam (non Arab) yang mengerjakan shalat bersama Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Dari Anas --radhiyallâhu 'anhu--  ia berkata ,” Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- diangkat menjadi nabi pada hari Senin. Dan persis pada hari Selasa Ali --karramallâhu wajhahu—telah mengerjakan shalat.
Riwayat ini dilaporkan Tirmidzi. Dibebrapa jaluir riwayat lainnya disebutkan bahwa Nabi muhammad diautus sebagai nabi pada hari Senin. Ali memeluk Islam persisi pada hari selasanya.
Dari Hakam bin ‘Uyainah, ia melaporkan ,” Khadijah adalah orang pertama yang membenar [kenabian Muhammad] dan Ali adalah orang pertama yang shalat menghadap kiblat.” Rafi’ melaporkan bahwa Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih—mengerjakan pada hari Senin, Khajidah mengerjakan shalat pada akhir hari Senin, sedangkan Ali mengerjakan shalat pada Selasa persis sehari setelahnya sebelum tak seorangpun shalat bersama Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--.
Afif al-Kindi melaporkan, “ Suatu kali aku melakukan perniagaan dan kemudian aku pergi berhaji. Usai melaksanakan haji aku menyempatkan diri mengunjungi Abbas bin Abdul Muththalib untuk membeli darinya sejumlah barang keperluan bisnisku. Ibn Abbas adalah seorang pedagang. Afif berkata : “ Demi Allah aku pernah bersamanya di Mina, dimana ketika itu aku melihat seorang laki-laki keluar dari kemah yang berjarak dekat dari kediaman Abbas. ketika keluar seorang seorang laki-laki dari kemah yang berjarak cukup dekat dari kediaman Abbas. Kemudian ia memandang ke langit. Maka ketika ia memandangi langit ia pun berdiri tegak mengerjakan shalat. Kemudian keluar seorang perempuan dari kemah tersebut, ia berdiri dibelakang  laki-laki tadi dan dan ikut mengerjakan shalat. Kemudian keluar juga seorang anak laki-laki yang masih sangat remaja dari kemah yang sama yang juga ikut mengerjakan shalat. Kemudian aku bertanya kepada Ibnu Abbas ,” Hai Abbas, sipakah ini ?” Abbas menjawab ,” Dia adalah Muhammad bin Abdullah bin AbdulMuththalib, kemenakanku. Aku kembali bertanya ,” lalu siapa perempuan ini ?” Abbas menjawab ,” Perempuan ini adalah  istrinya Khadijah binti Khuwailid. Kemudian aku bertanya lagi kepada Abbas, dan anak remaja ini siapa ?” maka Abbas menjawab ,” dia adalah sepupunya (sepupu Muhammad --shallallâhu 'alaihi wa âlih--), Ali bin Abi Thalib.” Aku bertanya lagi,” Apa yang dilakukannya ,” yang dikerjakannya adalah shalat. Ia mengkleimnya sebagai seorang nabi. Tak ada yang mengikutinya (Muhammad) keduali istrinya dan sepupunya yang masih remaja itu. Ia (Muhammad --shallallâhu 'alaihi wa âlih--) mengkelim bahwa kelak ia akan dapat menaklukkan Kisrâ (Imperium Persia) dan Qaishar (Imperium Romawi). Setelah peristiwa itu ‘Afif bin Qais (al-Kindi) pun masuk Islam dengan sebaik-baiknya. Ia berkata ,” seandainya Allah menganugerahinya kesempatan sebagaimana yang Allah anugerahkan kepada Ali --karramallâhu wajhahu--, nisacaya dirinya akan masuk islam pada hari itu juga dan akan menjadi orang yang kedua bersama Ali bin Abi Thalib memeluk Islam. {dilaporkan oleh Ahmad}. Ali --'alaihissalâm--  berkata ,” Aku telah menyembah Allah selama lima tahun sebelum seorangpun dari umat ini yang menyembah-Nya”. {dilaporkan oleh Abu Umar}. Beliau --karramallâhu wajhahu—juga melaporkan ,” Aku telah mengerjakan shalat selama tujuh tahun sebelum orang lain mengerjakannya”. Di riwayat yang lain disebutkan ,”Aku telah memeluk Islam selama tujuh tahun sebelum orang-orang memeluk Islam”. {dilaporkan oleh Imam ahmad}. Beliau juga berkata ,” Aku adalah seorang hamba Allah dan saudara rasul (utusan)-Nya. Dan akulah ash-Shiddîq al-Akbar. Aku telah mengerjakan shalat selama tujuh tahun sebelum orang lain mengerjakannya”. {dilaporkan oleh al-Khal‘iy}.
Dari Habbah al-‘Arani ia berkata ,” Aku menyaksikan Ali berpidato diatas mimbar sembari berkata ,” Ya Allah ! Aku tidak mengetahui ada seorang hamba-Mu dari umat ini yang menyembah-Mu sebelum aku kecuali nabi-Mu. Sungguh aku telah mengerjakan shalat sebelum manusia mengerjakannya. Ibn Ishaq melaporkan berkata bahwa sebagian ahlul-‘ilmi menyatakan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, jika tiba waktu shalat, beliau keluar menuju celah-celah bebukitan Mekkah. an ikut bersama beliau Ali bin Abi Thalib. Mereka berdua melakukan itui agar tidak kelihatan oleh Abu Thalib, dan paman-paman beliau yang lainnya, serta kaum beliau. Maka ditempat-tempat seperti itulah mereka berdua melaksanakan shalat. Apabila tiba waktu Ashar, beliau kembali keluar menuju tempat yang biasa mereka datangi untuk melakukan aktifitas yang sama. Begitu seterusnya sampai suatu hari Abu Thalib menemukan mereka berdua dalam keadaan sedang mengerjakan shalat. Maka abu Thalib bertanya kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- ,” Wahai kemenakanku prilaku keberagamaan apakah yang barusan ku saksikan darimu“ ? Maka Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—menjawab ,” wahai pamanku ! Ini adagama Allah dan agama para malaikat-Nya serta agama para rasul-Nya. Allah azza wajalla telah mengutusku sebagai utusan-Nya [untuk mendakwakannya] kepada hamba-hambaNya. Dan engkau wahai paman, adalah lebih berhak untuk menerima nasihat dan seruan untuk menerima petunjuk ini. Engkau juga orang yang paling berhak untuk memenuhi ajakanku ini dan mendukungnya atas diriku”. Kemudian abu Thalib berkata kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- ,” Whai kemenakanku, demi Allah, sesungguhnya aku tidak dapat meningalkan agama nenek moyangku dan apa-apa yang telah mereka ajarkan. Namun demikian, demi Allah, tak akan ada sesuatu yang tidak engkau senangi dapat menyentuh dirimu selaama aku masih ada.  Didalam sebuah riwayat disebutkan bahwa beliau berkata Ali --karramallâhu wajhahu--,” Wahai putraku ! apa gerangan yang engkau lakukan ini “? Maka Ali --'alaihissalâm--  berkata kepada ayahnya ,” wahai ayahku ! aku telah beriman kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Aku membenarkan apa yang dibawanya. Aku shalat bersamanya dan mengikutinya. Para ahlul-ilm mengatakan bahwa Abui Thalib berkata kepada putranya ,” Sesungguhnya ia (Muhammad) tidak menyerumu melainkan kepada kebaikan, maka tetaplah engkau pada seruannya itu. {dilaporkan oleh Ibn Ishaq}.

Hijrah yang dilakukan Ali.
Ibn Ishaq melaporkan ,” Ali --karramallâhu wajhahu--  tinggal di Mekkah setelah hijrahnya Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih—selama tiga hari tiga malam, sampai beliau selesai melaksakan apa-apa yang dititahkan Nabi kepadanya. Ia menyerahkan kepada titipan-titipan yang diamantkan Nabi kepada orang-orang yang memang berhak atasnya. Dan ketika titipan-titipan tersebut habis diserahkan kepada empunya beliau --karramallâhu wajhahu--  langsung. Kemudian Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- dan Ali --karramallâhu wajhahu--  mampir di kediaman Kultsum bin al-Hadzm. Beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  t6idak tinggal di Kubba’  kecuali hanya satu atau dua malam.

Keutamaan kedudukan Ali disisi Rasulullah saw

Abdullah bin al-Harts melaporkan ,” aku bertanya kepada Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm-- ,” beritahukan aku tentang perkara yang menunjukkan paling utamanya kedudukan anda di sisi Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- “ ? baiklah. Suatu kali aku tidur disebelah beliau sedangkan beliau tengah dalam keadaan shalat. Ketika beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  selesai dari shalatnya, beliau berkata kepadaku ,” Hai Ali, tak ada suatu kebaikan pun yang aku pinta kepada Allah, melainkan aku juga memintakankebaikan yang sama untukmu. Aku juga tidak perlidungan dari Allah dari suatu bentuk kejahatan melainkan aku juga memohonkan perlindungan yang sama untukmu. “ {dilaporkan oleh Imam al-Mahamili}.

Tak seorangpun dapat mencapai keutamaan sebagaimana yang diraih Ali as.
Dari Umar bin al-Khaththab --radhiyallâhu 'anhu-- , ia berkata ,” Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- bersabda : “ tak seorangpun yang dapat mencapai keutamaan sebagaimana keutamaan yang dicapai oleh Ali. Ia memberikan petunjuk kepada sahabat-sahabatnya dan ia mengembalikan orang-orang yang menyimpang kepada jalan keebnaran. {Dilaporkan oleh ath-Thabrani}.

Keistimewaan Ali dengan menikahi Fathimah as.
Hadis-hadis tentang masalah ini telah dipaparkan dalam jumlah cukup banyak pada bab tentang keutamaan-keutamaan Fathimah --'alaihassalâm--.

Ali adalah orang pertama yang mengetuk pintu surga setelah Nabi saw.
Dari Ali --karramallâhu wajhahu--  beliau melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepadanya  : “ Hai Ali, sesungguhnya engkau adalah orang pertama akan mengetuk pintu surga dan engkau akan memasukinya tanpa dihisab ”. {Dilaporkan oleh Ali bn Musa ar-Ridhâ --'alaihissalâm--}

Ali adalah makhluk yang paling dicintai Allah setelah Rasulullah saw.
Dari Anas bin Malik --radhiyallâhu 'anhu--  ia berkata ,” Aku menghadiahkan seeokr daging burung dan beliau menyeru kepada Allah : Ya Allah, datangkanlah kepadaku makhluk yang paling mencintaimu agar untuk menemaniku memakan daging burung ini”. Maka datanglah Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm--, dan iapun memakan daging burung tersebut bersama Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. { Dilaporkan oleh at-Turmudzi dan al-Baghawi didalam al-Mashâbîh dan al-Hisân}. Riwayat ini dilaporkan juga oleh al-Harbi, redaksi riwayat yang dilaporkannya adalah : “ Seseorang menghadiahkan Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—seekor burung, dan tampaknya Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  sangat menyukai citarasanya. Maka kemudian perawi melanjutkannya dengan redaksi hadis diatas. Riwayat yang serupa juga dilaporkan oleh Imam Abnu Bakar Muhammad bin Umar bin Bukair an-Najjar, dilaporkan dari anas bin Malik  : ” Aku memberikan [makanan berupa] seekor burung kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, lalu beliau membaca basmalah dan memakannya satu suapan, kemuidan beliau berkata ,” Ya Allah, datangkanlah kepadaku makhluk yang paling Engkau cintai dan paling aku cintai. Maka  datanglah Ali --'alaihissalâm-- dan beliau pun mengetuk pintu. Kemudian aku berkata ,” siapakh anda “ ? Ali menjawab ,” Aku Ali “. Kemudian aku berkata kepada Ali , “ Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- sedang  ada urusan. Kemudian Rasulullah memakannya satu suapan seraya memanjatkan permohonan seperti sebelumnya. Kembali Ali --karramallâhu wajhahu--  mengetuk pintu dan berkata, dan akupun berkata , “ siapa anda ? “ Ali bin Abi Thalib menjawab ,” Saya Ali.” Aku berkata kepadanya ,” Maaf Rasulullah sedang ada urusan”. Kemudian kembali Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  memakan satu suapan serta memanjatkan permohonan seperti sebelumnya. Kemjudian Ali datang mengetuk pintu dan ia memperkeras suaranya [hingga terdengar oleh Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--], maka Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata ,” Hai Anas tolong bukakan pintu ! “ kemudian Anas melanjutkan ,” maka masuklah Ali, dan ketika Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—melihat kehadiran ali beliau tersenyum dan berseru :  segala puji bagi Allah yang telah menciptakan engkau  dirimu. Sesungguhnya Ali berdoa pada setiap suapan agar Ia mengirimkan seorang makhluk yang [paling dicintainya dan yang paling aku cintai dan ternyata engkaulah orangnya.” Kemudian Ali bin Abi Thalib berkata kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- ,” Demi Dzat yang telah mengutusmu sebagai Nabi sesungguhnya aku telah mengetuk pintu sebanyak tiga kali namun Anas selalu menolakku. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bertanya kepada Anas, “ Hai Anas kenapa engkau menolaknya ?” Anas menjawab ,” Aku menginginkan agar yang datang adalah orang Anshar.” Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  tersenyum seraya berkata ,” Memang bukan cela orang mencintai kaumnya”.
Ibn Abbas --radhiyallâhu 'anhumâ-- juga melaporkan bahwa Ali --'alaihissalâm--  masuk menemui Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, kemudian Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  dan memeluknya serta mencium antara kedua matanya. Kemudian Abbas berkata kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- ,” apakah anda mencintai orang ini (Ali bin Abi Thalib) wahai Rasulullah ? ” Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—menjawab ,” Hai paman, demi Allah dia adalah [salah satu dari] orang yang paling aku cintai. { Dilaporkan oleh Abul Khair al-Qazuwaini}. 

Ali adalah makhluk yang paling dicintai Rasulullah saw.
Dilaporkan bahwa ketika Aisyah --radhiyallâhu 'anhâ--  ditanya tentang siapakh orang yang paling dicintai orang Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, ia menjawab ,” ia adalah Fathimah.” Kemudian ia ditanya lagi, siapakah yang beliau cintain dari kalangan laki-laki ?” ia menjawab , “ Suaminya ”. {Dilaporkan at-Tirmidzi}. Dilaporkan juga bahwa seuatu kali nama Ali disebut-sebut maka ia berkata ,” Aku tidak melihat seorang laki-laki yang sangat dicintai oleh Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  melebihinya (yakni Ali bin Abi Thalib) dan aku juga belum melihat wanita yang sangat dicintai oleh Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  melebihi istrinya ”. {Dilaporkan oleh   al-Mukhlish adz-Dzahabi dan al-Hafizh Abul Qasim adalah-Dimsyiqi}. Dari Mu’adzah al-Ghifariyah (seorang wanita dari suku ghifar),  ia berkata ," Aku datang menemui Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- di kediaman Aisyah sedangkan Ali [saat kedatanganku] bergegas keluar rumah. Kemudian ku dengar Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata ,” Hai Aisyah, sesungguhnya ini (yakni Ali bin Abi Thalib) adalah adalah laki-laki yang paling aku cintai dan paling mulia dalam pandanganku, karena itu kenalilah hak-haknya dan muliakanlah kedudukannya “. { Dilaporkan oleh al-Khajandi}.
Dari Mu’awiyah bin Tsa’labah, ia berkata : “ Seorang laki-laki datang menemui Abu Dzarr --radhiyallâhu 'anhu--  yang mana ketika itu beliau berada di masjid. Orang sembari berkata kepadanya. Orang itu bertanya kepada Abu Dzarr ,” Hai Abu Dzarr, siapakah maukan engkau memberitahukan aku orang yang paling engkau cintai, karena aku tahu pasti bahwa orang yang paling anda cintai pastilah orang yang juga paling dicintai orang Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--.” Maka Abu Dzarr menjawab ,” Tentu begitu…Demi Tuhan pemilik Ka’bah, orang yang paling aku cintai adalah orang yang paling dicintai orang Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- dan yang bersangkutan adalah orang itu [seraya menunjuk kearah Ali bin Abi Thalib]. {Dilaporkan oleh al-Mula didalam Sîrah-nya.

Kedudukan Ali terhadap Rasulullah saw adalah seperti kedudukan kepala terhadap badan
Dari al-Barra’ bin ‘Azib --radhiyallâhu 'anhu--, ia melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- telah bersabda ,” Kedudukan Ali terhadapku adalah seperti kedudukan kepalaku atas badanku.”. { Dilaporkan oleh al-Mula didalam Sîrah-nya }. 

Kedudukan Ali terhadap Rasulullah saw adalah sebagaimana kedudukan Harun disisi Musa as.
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash --radhiyallâhu 'anhu--, ia melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah berkata kepada Ali ,” [Kedudukan]mu terhadapku adalah sebagaimana kedudukan Harus terhadap Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku ”. { Dilaporkan oleh Muslim dan abu Hatim}.  Dan di sebuah riwayat yang lain yang dilaporkan oleh Ibn Ishaq disebutkan bahwa ketika Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- singgah di Jarf  beberapa orang munafik mengejek ‘ketertinggalan’ Ali bin Abu Thalib [maksudnya bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  tidak mengajak Ali dalam suatu peperangan dan menyuruhnya tetap tinggal di Madinah untuk menjaga sanak keluarga beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Penerj] dan mereka mengatakan bahwa Nabi ‘meninggalkan’ Ali karena Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- menganggap Ali sebagai beban. Kemudian Ali keluar Madinah dengan membawa senjatanya menuju Jarf untuk menemui Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih—dan berkata kerpada beliau ,” Ya Rasulullah, sebelum ini belum pernah sekalipun aku tidak ikut berperang bersama anda. Orang-orang munafikin menyangka bahwa engkau meninggalkan aku karena engkau sudah tidak pweduli lagi padaku dan bahwa aku hanya menjadi beban bagi anda”. Maka  Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  kemudian berkata kepadan Ali ,” mereka telah berbuat kebohongan…Aku meniggalkanmu {tidak mengikutsertakanmu dalam peperangan] adalah untuk menjaga [menjaga keluaraku yang aku tinggalkan. Maka kinilah kembalilah dan jemputlah sanak familiku disana (di Madinah). Tidak puaskah engkau bahwa kedudukanmu disisiku adalah seperti kedudukan harun disisi Musa hanya saja tidak ada nabi sesudahku ?”
Dari Asma’ binti ‘Umais --radhiyallâhu 'anhâ—ia berkata berkata : Aku mendengar Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata ,” Ya Allah, sesungguhnya aku berseru sebagaimana yang diserukan saudaraku, Musa [yang berkata ] : (( Dan jadikanlah untukku seorang wazîr (pendamping / ‘tangan kanan’ / orang kepercayaan) dari keluargaku, [yaitu] Ali. Kokohkanlah aku dengannya dan sertakan pula ia dalam ‘urusan’ku, agar aku senanmtiasa bertasbih pada-Mu dan senantiasa berdzikir pada-Mu. Sungguh Engkau Maha Melihat )). {dilaporkan oleh Ahmad didalam al-Manâqib}. Yang dimaksud dengan amr (urusan) pada riwayat tersebut adalah yang berkaitan selain urusan kenabian berdasarkan alasan yang telah kami singgung sebelumnya. Asma’ binti ‘Umais juga melaporkan bahwa malaikat Jibril turun kepada Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  seraya berkata kepada beliau ,” Hai Muhammad, Tuhan mengirim salam kepadamu dan berkata untukmu bahwa kedudukan Ali disisimu adalah seperti kedudukan Harun disisi Musa hanya saja tidak ada nabi sesudahmu. {Dilaporkan oleh Imam Ali bin Musa ar-Ridha --'alaihissalâm--}.

Kedudukan Ali disisi Nabi saw sama seperti kedudukan Nabi saw disisi Allah swt.
Ibn Abbas --radhiyallâhu 'anhu--  melaporkan bahwa kali Abu Bakar dan
Ali datang mengunjungi kubur Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  enam hari setelah wafat beliau. Kemudian Ali berkata Abu Bakar --radhiyallâhu 'anhu-- : “ Majulah, wahai khalifah (pengganti) Rasulullah. Maka Abu Bakar --radhiyallâhu kemudian berkata ,” Tidak ada alasan bagiku untuk maju mendahului seorang laki-laki yang mana Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—telah berkata kepada dirinya ,” [kedudukan] terhadapku adalah seperti kedudukanku terhadap Allah”.{Dilaporkan oleh as-Samman dialam kitab al-Muwâfaqah.”

Ali adalah ‘dari’ Nabi atau seperti Nabi saw.
Al-Muthathalib bin Abdillah bin Hanthab --radhiyallâhu 'anhu-- melaporkan ,” Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepada seorang delegasi Tsaqif ketika yang tengah datang kepada beliau : (( Berdamailah atau aku benar-benar akan mengutus seorang laki-laki [yang dia adalah] ‘dari diriku’ --atau seperti diriku--  yang akan ‘memukul’ leher-leher kalian dan akan menyandera anak cucu kalian serta akan mengambil harta benda kalian )). Kemudian Umar --radhiyallâhu 'anhu-- berkata ,” Demi Allah tidak pernah aku menginginkan kepemimpinan sebesar yang kurasaka hari itu. Maka akupun berusa menonjolkan/menampilkan diri kedepan dengan harapan agar Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- akan berkata kepadaku ,” Ini dia orangnya”. Kemudian Umar melanjutkan ,” Kemudian ‘ku lihat Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- melirik kearah Ali dan mengangkat tangannya seraya berkata ,” Inilah orangnya”. { Dilaporkan oleh Abdurrazzaq didalan al-Jâmi‘, Abu Umar an-Namiri serta Ibn as—Samman}.
Anas bin Malik nelaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bersabda  : (( Tidak ada seorang nabi pun melainkan pasti ada dari umatnya orang yang serupa dengannaya dan Ali adalah orang yang serupa / mirip denganku )). {Dilaporkan oleh Abu Hasan al-Khal‘i}.

Malaikat bershalawat untuk Nabi saw dan Ali bin Abi Thalib kw.

Dari Ahlulbait u Ayyub ia berkata ,” Rasulullah bersabda : (( Sesungguhnya malaikat bershalawat ke[adaku dan kepada Ali karena kami menlaksanakan shalat dan tak ada orang lain yang ikut shalat shaalt bersama kami )). { Dilaporkan oleh Abul Hasan al-Khal‘i}.

Allah swt mencabut nyawa Nabi saw dan nyawa Ali dengan kehendak-Nya langsung dan bukan melalui malaikat maut.
Abu Dzarr --radhiyallâhu 'anhu-- melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  teklah bersabda : (( tatkala aku di-mi’raj-kan oleh Allah --subhânahu wa ta'âlâ--  aku berpapasan dengan seorang malaikat yang tengah duduk diatas dipan yang terbuat dari cahaya, salah satu kakinya berada di Masyriq dan dihadapannya ada ada terpampang sebuah ‘lembaran’ (lauh) sedangkan dunia dengan semuan tingkatannya ada didepan matanya. Semua makhluk berada diantara kedua lututnya. Sedangkan tangannya mencapai Masyriq dan Maghrib)). Maka aku bertanya kepada Jibril ,” Wahai Jibril siapakah ini ? ” Jibril menjawab ,” Ini adalah Izrail. Majulah dan sampikanlah salam kepadanya. Maka akupun maju kearahnya dan mengucapkan salam kepadanya”. Kemudian Izrail berkata kepada Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- ,” Wa alaikas-salâm (dan semoga keselamatan juga tercurah kepadamu) wahai Ahmad. Apa yang tengah dilakukan oleh sepupunya, Ali “ ?  Aku berkata ,” Apakah anda mengenal sepupuku, Ali “ ? Izrail menjawab ,” Bagaimana aku tidak mengenalnya sedangkan Allah telah mewakilkan diriku untuk mencabut nyawa semua makhluk kecuali nyawa anda dan nyawa sepupumu Ali bin Abi Thalib. Allah akan mewafatkan kalian berdua langsung dengan ma‘isyah (kehendak)-Nya. {Dilaporkan oleh al-Mula didalam Sîrâh-nya}.

Yang menyakiti Ali sama dengan menyakiti Nabi saw. Yang membenci Ali sama dengan membenci Nabi saw. Yang mencela Ali sama dengan mencela Nabi saw. Yang mencintai Ali sama seperti mencintai Nabi saw. Yyang menjadikannya sebagai pemimpin (ber-maulâ dengannya) maka sama dengan ia menjadikan Nabi sebagai pemimpinnya. Yang mematuhinya sama artinya ia mematuhi Nabi saw. Dan yang membangkang padanya sama artinya telah membangkang pada Nabi saw.
 ‘Amr bin Syas al-Aslami, yang meruapakan salah seorang sahabat nabi dari Hudaibiyah, melaporkan : “ Suatu kali aku bepergian bersama Ali menuju Yaman. Selama dalam perjalanan aku banyak membebaninya dengan berbagai hal yang membertkan. Dan akupun merasa bahwa pekerjaan yang dilakukanya untukku memang memberatkan. Ketika aku sampai di Yaman, aku menceritakan al-Hasan;Allah twersebut kepada beberapa sahabatku yang ada di masjid. Sampai akhirnya hal itu diketahui oleh Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Kemudian di suatu sore aku datang menghampiri Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  sementara beliau berada diantara para sahabat beliau. Ketika belkiau melihat kesdatanganku beliau memandang tajam kearahkusampai aku pun duduk didekatnya. Kemudian beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepadaku : “ Wahai Amr, demi Allah engkau telah menyakitiku. Kemudian aku berkata kepada beliau ,” Aku berlindung kepada Allah dari mengganggu dan menyakiti anda wahai Rasulullah”. Kemudian beliau berkata : (( Engkau telah menggangguku [karena] sesiapa yang mengganggu dan menyakiti Ali maka pada hakikatnya ia telah menggangu dan menyakitiku )). {Dilaporkan oleh Ahmad}. Ia, Ahmad juga melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- telah bersabda : (( Barangsiapa yang mencintai Ali maka sama dengan ia mencintaiku. Dan barangsiapa yang memebenci Ali maka sama dengan ia telah membenmciku. Barangsiapa yang menyakiti Ali sama dengan ia menyakiti aku, dan barangsiapa yang menyakiti aku sama dengan ia menyakiti Allah ‘azza wajalla )). {Dilaporkan oleh Abu Umar an-Namiri}. Dari Ummu Salamah ia berkata : Aku bersaksi bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah berdabda : (( Barangsiapa yang mencintai Ali maka sama artinya ia mencintaiku. Barangsiapa membenci Ali sama artinya ia membenciku. Dan barangsiapa yang membenciku smaa artinya ia membenci Allah )). {Dilaporkan oleh al-Mukhluish adz-Dzahabi}. Hadis serupa juga dilaporkan oleh seliannya yang berasal dari ammar bin Yasir namun dengan tambahan ((…dan barangsiapa yang ber-wilayah kepadanya (yakni menjadikannya sebagai pemimpin), masa ia telah ber-wilâyah kepadaku )).
Ibn Abbas --radhiyallâhu 'anhu-- juga melaporkan ,“ Demi Allah aku bersaksi bahwa aku benar-benar telah mendengar Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- : (( barangsiapa yang mencerca Ali sama dengan ia telah mencercaku. Barangsiapa yang mencerca aku maka sama dengan ia teah mencerca Allah. Dan barangsiapa yang mencerca Allah ‘azza wajalla maka Allah akan ‘menarik’ kedua lubang hidungnya ke neraka)). {Dilaporkan oleh Abu Abdillah al-Hillani}.
Imam Ahmad juga melaporkan dari hadis sebuah hadis yang bersumber dari Ummu Salamah dimana ia (Ummu Salamah) mendengar Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bersabda : (( Sesiapa yang mencerca Ali sama dengan ia mencerca aku )).
Dari Abu Dzarr al-Ghiffari --radhiyallâhu 'anhu-- ia melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah berkata kepada Ali : (( Barangsiapa yang mematuhimu maka ia telah mematuhiku, dan barangsiapa yang mematuhiku ia dianggap telah mematuhi Allah dan barangsiapa yang membangkang padamu maka ia telah membangkang kepadaku )).{Dilaporkan oleh Imam Abu Bakar al-Isma’ili didalam Mu‘jam-nya}. Al-Khajnadi juga meriwayatkan hadis yang sama namun dengan tambahan : ((…dan sesiapa yang membangkang padanya sama dengan telah membangkang kepadaku )).  Abu Dzarr juga berkata , “ Aku mendengar Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bersabda : (( Wahai Ali, barangsiapa yang memisahkan diri dariku maka ia telah memisahkan diri dari Allah. Dan barangsiapa yang memisahkan diri darimu berarti ia memisahkan diri dariku )). {Dilaporkan oleh Ahmad didalam al-Manâqib}.

Nabi mempersaudarakan Ali dengan diri beliau saw

Dari Ibnu Umar ia berkata ,” Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  mempersaudarakan masing-masing sahabat beliau antar sesamanya. Kemudian Ali datang menghampiri beliau dengan linangan airmata seraya berkata : Wahai Rasulullah anda telah mempersaudarakan setiap orang dari sahabat anda, namun anda belum juga mempersudarakan aku dengan seorangpun dari mereka “. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepada Ali : (( Engkau saudaraku di dunia dan di akhirat )).{ Dilaporkan oleh at-Tirmidzi}. Ia mengatakan bahwa hadis ini adalah hadis ‘Hasan’.
Al-Baghawi juga meriwayatkannya didalam al-Mashâbîh dan al-Hisân. Dalam sebuiah riwayat didalam hadis Imam Ahmad disebutkan bahwa Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepadanya, ketika Ali mengatakan ,” anda mempersaudarakan masing-masing dari sahabat anda, namun anda biarkan aku [tan[pa seorang saudara] : “ Tidakkah engkau mengetahi bahwa aku membiarkanmu [tidak mempersudarakanmu dengan yang lain] adalah tidak lain karena aku akan mempersaudarakanmu dengan diriku. Engkau saudaraku dan aku saudaramu “.
Dari Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--, ia berkata , “ Suatu kali Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- mencariku dan beliau mendapatiku dalam keadaan tidur. Kemudian beliau membangunkanku dengan kaki beliau seraya berkata : ((Bangunlah ! Demi Allah aku akan membuatmu merasa senang [atas sebuah berita bahwa] engkau adalah saudaraku dan ayah bagi kedua putraku. Engkau akan berperang diatas landasan sunnah-ku. Barangsiapa yang mati dalam keadaan tetap berpegang pada perintah dan janjiku maka ia akan berada dalam perbendaharaan surga. Dan barangsiapa mati dalam keadaan tetap memegang kometmen padamu sama dengan ia telah melaksanakan ap-apa yang pernah dizadzarkannya. Dan barangsiapa yang mati dalam keadaan dalam keadaan tetap dalam kepatauhan padamu maka Allah akan mengkhiri masa hidupnya dengan keamanan (keselamatan) dan keimanan sepanjang matahari masih tetap terbit dan tenggelam “.{Ditakhrij oleh Ahmad}.
Jabir bin Abdullah al-Anshari --radhiyallâhu 'anhu-- melaporkan ,” Di pintu surga tertulis kalimat : lâ ilâha illallâh muhammadun rasûlullah aliyyun akhû rasulillâh (Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah, dan Ali adalah saydara Rasulullah) “. Didalam riwayat lain disebutkan bahwa disurga terdapat tulisan : muhammadun rasulullâh aliyyun akhû rasulillah qabla an tukhlaqa as-samâwâtu wal-ardhu bi alfay sanatin (Muhammad adalah utusan Allah dan Ali adalah saudara Rasulullah dua ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi). [kedua riwayat diatas Dilaporkan oleh Ahmad didfalam al-Manâqib}.
Allah menjadikan anak keturunan Nabi saw berada di sulbi Ali.
Telah disebutkan pada pasal sebelumnya sabda Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- [kepada Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--] (( Engkau saudaraku dan ayah dari kedua putralu [yakni al-Hasan dan al-Husein] )). Dari Ibn Abbas --radhiyallâhu 'anhu--  ia melaporkan : Aku dan Abbas tengah duduk-duduk bersama Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  ketika tiba-tiba datang Ali bin Abi Thalib sembari mengucapkan salam. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  membalas salamnya. Kemudian Rasulullah bangun kearahnya, serta memeluk dan mencium antara kedua mata Ali bin Abi Thalib, untuk kemudian mendudukkannya disebelah kiri beliau ”. Kemudian Abbas berkaqta kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  ,” Ya Rasulullah ! Apakah anda mencintai pemuda ini “? Maka Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- menjawab : (( Hai paman, demi Allah sesungguhnya Allah mencintainya melebihi kecintaanku kepadanya. Sesungguhnya Allah menjadikan keturunan setiap nabi berada di sulbinya, namun Allah menjadikan keturunanku berada di sulbi orang ini [seraya menunjuk kearah Ali bin Abi Thalib)). Dilaporkan oleh Abul Khair al-Hakimi didalam al-Arba‘în.

Sesiapa yang menjadikan Nabi sebagai pemimpinnya maka Ali adalah pemimpinnya juga.
Dari  al-Barra’ bin Azib --radhiyallâhu 'anhu--, ia berkata ," Aku tengah bersama Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  dalam sebuah perjalanan. Kemudian kami singgah di Ghadir Khum[1]. Kemudian beliau menyeru kami untuk melaksanakan shalat berjamaah. Sebuah bagian tertentu dari tempat tersebut disapu untuk tempat shalat Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, yang letaknya persisi dibawah sebuah pohon. Kemudian Nabi mengerjakan shalat zhuhur. Usai mengerjakan shalat Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepada hadirin : ((Bukankah kalian telah mengetahi bahwa aku lebih utama terhadap orang-orang mukin ketimbang diri mereka sendiri ?!)) Kemudian para hadirin menjawab ,” Tentu”. Kemudian beliau memegang dan mengangkat tangan Ali seraya berkata : ((Ya Allah, Barangsiapa yang mejadikan Aku sebagai pemimpinnya maka Ali adalah pemimpinnya juga. Ya Allah, lindungi dan sayangilah orang yang ber-mawlâ kepadanya. Dan musuhilah orang yang memusuhinya))[2]. Kemudian perawi peristiwa melanjutkan : (( Kemudian setelah pernyataan Nabi tersebut Umar bin Khattab datang menghampiri Ali seraya berkata ,” Selamat atasmu hai putra Abu Thalib, engkau telah menjadi pemimpin setiap kaum mukmin laki-laki maupun perempuan )). {Dilaporkan oleh Imam Ahmad didalam Musnad-nya}. Ia juga meriwayatkannya didalam al-Manâqib dengan hadis yang bersumber dari Umar bin Khattab, namun dengan tambahan didalamnya ((…musuhilah orang yang memusuhinya., tolonglah orang yang menolongnya, dan cintailah orang yang mrncintainya)). Syu’bah berkata ,” juga ada tambahan : ((…dan bencilah orang yang membencinya)).
Dari Zaid bin Arqam ia melaporkan ,” Suatu kali Ali bin Abi Thalib mengambil sumpah dari sejumlah orang. Ia berkata ,” Aku bersumpah demi Allah [hendaknya bangkit berdiri] siapa saja yang telah mendengar ucapan Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- : (( Barangsiapa yang mejadikan Aku sebagai pemimpinnya maka Ali adalah pemimpinnya juga. Ya Allah, lindungi dan sayangilah orang yang ber-mawlâ kepadanya dan musuhilah orang yang memusuhinya)), maka berdiri enma belas orang laki-laki dan memberi kesaksian atas persitiwa tersebut.
Dari Ziyad bin Abi Ziyad ia berkata ,” Aku mendengar Ali bin Abi Thalib mengambil sumpah orang-orang yang hadir bersamanya seraya berkata : “ Aku bersumpah demi Allah hendaknya berdiri setiap orang yang mengaku mulim yang mendengar apa yang diucapkan Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- pada hari Ghadir Khum. Maka bangkit berdiri 12 (dua belas) orang saksi perang Badar dan mereka memberi kesaksian atas pernyataan Nabi tersebut.
Dari Umar --radhiyallâhu 'anhu-- ia berkata ,”  Dua orang Arab Badui tengah bersengketa atas suatu persoalan. Kemudian aku berkata kepada Ali ,” Putuskankanlah perkara mereka berbuda hai Abul Hasan. Kemudian Ali pun memberikan solusi sdan keputusannya atas persoalan dua orang Arab Badui tersebut. Lalu salah seorang Arab Badui tadi berkata kepada yang satunya ,” Orang ini telah mampu memberikan keputusan atas persoalan kita. Ketika spontan Umar bin Khattab melompat kearah keduanya dengan menarik bajunya seraya berkata kepada keduanya ,” Celaka engkau, tidak tahukah kalian siapa orang ini “ ?! ((Inilah pemimpin (mawlâ)ku dan pemimpin setiap mukmin dan barangsiapa yang tidak menjadikannya sebagai pemimpin maka ia bukan seorang mukmin)). {Dilaporkan oleh Ibn as-Samman didalam kitab al-Muwâfaqah}.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
footnote :
  1. Sebuah tempat yang terletak diantara mekkah dan Madinah.
  2. Syamsuddin Sibth bin al-Jauzi al-Hanafi yang wafat pada  Hijriah berkata didlam Khawâshsh al-Ummah di halaman 18 : “ pakar sejarah dan ulama sirah sependapat bahwa cerita Ghadir Khum terjadi setelah kepulangan Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih—dari  pelaksanaan haji wada’ pada tanggal 18 Dzul Hijjah dimana beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  mengumpulkan para sahabat beliauy jumlahnya mencapai 120 ribu orang, dan beliau menyampaikan khutbah panjang yang diantaranya beliua berkata : (( Barangsiapa yang menjadikan aku sebagau maulâ-nya maka haruslah Ali juga menjadi mawla-nya…al-Hadits)). Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih—menyatakan masalah tersebut dengan ungkapan yang sangat gamblang, tanpa suatu bentuk sindirian ataupu pengisyaratan tertentu.” Abu Ishaq ats-Tsa’labi mengatakan ,” didalam Tafsîr-nya, dengan sanad yang sampai kepada Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, “ ketika Nabi menyampaikan pesan hal tersebut, maka segera ia merebak keberbagai penjuru negeri dan tersebar luas diberbagai belahan negeri. (kemudian ia menyebutkan apa yang telah disinggungnya sebelumnya pada ayat “sa’ala sâ’il”). Kemudian ia menambahkan ; “ Adapun ucapan beliau ((Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai mawlâ-nya maka Ali adalah mawla-nya)) maka para pakar ahli bahasa Arab mengatakan : “ Kata al-mawlâ makna merujuk kepada beberapa poin makna [dan mereka menyebutkan sembilan makna] yaitu : al-mâlik (yang memiliki), al-mu‘tiq (yang membebaskan), al-mu‘taq (sahaya yang dibebaskan), an-nâshir (penolong), ibn al-‘âmm (putra dari paman), al-halîf (sekutu), al-jârr (……………………..), al-mutawallî lidhimânil jarîr (orang yang menanggung………………), as-sayyîd al-muthâ‘ (pembesar/orang berpengaruh/pemimpin yang ditaati). Dan yang kesepuluh bermakna al-awlâ (lebih patut atau lebih utama). Tentang pemaknaan ini Allah swt berfirman :
-           ………………………………………..………………((Maka pada hari ini tidak diterima tebusan dari kamu dan tidak pula dari orang-orang kafir. Tempat kamu ialah neraka. Dialah tempat paling layak [sebagai berlindungmu])) (QS. Al-Hadid : 15). Maka [dengan merujuk kepada ayat tersebut dan indikator-indikator lainnya] gugurlah satu persatu makna-makna mawlâ yang lainnya [untuk hadis tersebut]-.”  Kemudian ia menambahkan ,” yang dimaksud dengan al-mawlâ dari hadis tersebut adalah bermakna ketaatan yang bersifat murni dan spesifik. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa makna kesepuluh-lah yang tepat [untuk kata al-mawlâ [pada hadis tersebut]. Sehingga makna [utuh] dari hadis tersebut adalah : (( Barangsiapa yang mengangap atau menjadikan aku awlâ (sebagai orang yang lebih utama) atas seseorang melebihi dirinya sendiri, maka hendaknya ia juga menjadikan Ali lebih utama atas dirinya melebihi diri orang itu  sendiri)). Pemaknaan seperti ini juga diteraskan oleh Hafizh Abul Faraj Yahya bin Sa’id ats-tsaqafi al-Isbahani didalam kitabnya berjudul “Maraj al-Bahrain”. Ia meriwayatkan hadis tersebut dengan sanad-sanadnya yang bersambung kepada para masyâyikh (guru-gurunya). Didalam periwayatn tersebut ia menyebutkan ,” Maka Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- memegang tangan Ali seraya berkata : “ Sesiapa yang menjadikan aku sebagai waliy-nya dan mennganggap aku sebagai lebih patut atas dirinya melebihi dirinya sendiri maka Ali adalah waliy-nya juga”. Maka dengan demikian dapat dipahami bahwa semua makna dari kata mawlâ dan waliyberpulang kepada makna kesepuluh. Kenyataan ini juga ditunjukkan oleh ucapan beliau --'alaihissalâm-- :  “ Bukankah aku lebih layak (awlâ) atas orang-orang mukmin melebihi diri mereka sendiri ?” ini adalah teks yang sangat jelas menetapkan imâmah (kepemimpinan) beliau dan kemestian mentaati beliau. Demikian juga ucapan sabda Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  yang bunyinya ,” Kebenaran snantiasa mengitari Ali kemanapun dan bagaimanapun dirinya…dst “.
Kamaluddin bin Thalhah asy-Syafi’i (wafat  pada 654 Hijriah) juga berpandangan demikian didalam kitabnya “Mathâlib as-Su’ûl” : halaman 16, setelah menyinggung hadis al-Ghadîr dan turunnya ayat at-tablîgh atas beliau --'alaihissalâm--. Maka dengan demikian ucapan Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—((barangsiapa yang menjadikan aku sebagai mawlâ-nya maka Ali adalah mawlâ-nya)) adalah mengandung atau menyiratkan lafazh min (bagian dari) dan ini adalah hal yang umum dipakai. Beranjak dari hal ini maka setiap orang yang menjadikan Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- sebagai mawlâ-nya  maka dengan sendirinya ia juga mesti menjadikan Ali sebagai mawlâ-nya. Hadis diatas mencakup memuat lafazh mawlâ, yaitu makna lafazh yang [dalam bahasan Arab] digunakan dengan beebrapa makna. Dan terkadang daipakai juga didalam al-Qur'an. Terkadang ia bermakna awlâ (paling/lebih utama dan layak). Allah --subhânahu wa ta'âlâ—berfirman sekaitan dengan orang-orang munafiqin : ((Dan tempat kalian adalah neraka. Itulah [tempat yang] maulâ untuk kalian)) yakni, tempat yang paling layak atau patut untuk kalian. Kemudian beliau menyebutkan arti-arti yang lainnya, yaitu : penolong, pewaris, kekasih, sahabat karib, dan yang membebaskan [dari perbudakan]. Ia melanjutkan ,” Dan kalaupun lafazh ini dimaksudkan untuk makna-makna ini, maka makna manapun yang diterapkan padanya, baik dalam pemaknaannya sebagai “yang paling patut atau utama” –sebagaimana yang menjadi pandangan satu kelompok--, ataupun dalam pemaknaannya sebagai “kekasih dan tyeman karib”, maka kandungan hadis tersebut menjadi :
“Barangsiapa yang yang menganggap aku lebih utama bagi dirinya”, atau dalam pemaknaannya sebagai “kekasih dan dan sahabat karib”, maka pengertian hadis tersebut adalah ((Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai orang yang paling utama (awlâ) bagi dirinya, atau sebagai penolongnya, atau pewarisnya, atau orang pilihannya, atau kekasihnya, ataupun sahabat karibnya, maka hendaknya ia juga menjadikan Ali sebagai bagian [tak terpisahkan] hal tersebut. Ini sangat gamblang dalam hal pengkhususuan keutamaan yang sangat tinggi tersebut atas diri Ali --'alaihissalâm--  dan juga dalam kaitannya dengan kenyataan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—menjadikan keutamaan tersebut bagi lain sebagaimana berlaku atas “diri beliau” sendiri untuk subyek yang masuk dalam wilayah kalimat’ “min” (yang bermakna : “bagian dari”) yang bersifat general dimana dengan sendirinya menafikan [tidak memberikan ‘domain’ bagi] yang selainnya. Dan hendaknya diketahui bahwa hadis ini merupakan salah satu dari rahasia firman Allah --subhânahu wa ta'âlâ--  dalam ayat al-mubâhalah, yang bunyinya : (( maka katakanlah [kepada mereka]: "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, “diri” kami dan diri kamu )). Yang dimaksud dengan “diri kami” pada ayat tersebut adalah “diri” Ali --karramallâhu wajhahu--  sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Sesungguhnya Allah --subhânahu wa ta'âlâ--  ketika menyandingkan antara “diri Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  dan “diri” Ali --'alaihissalâm--, serta menggabungkan keduanya dengan dhamîr (kata ganti) yang disandarkan kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, maka dengan sendiri Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah menetapkan dan memastikan untuk “diri” Ali, melalui hadis ini, sesuatu yang sudah tetap dan pasti bagi diri beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  atas kaum mukminin secara menyeluruh. Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- adalah orang yang lebih utama atas diri kaum mukminin [melebihi diri mereka sendiri], penolong kaum mukmin, dan sekaligus pemimpin bagi semua kaum mukmin. Dan setiap pengertian makna yang ditunjukkan oleh kata “mawla’ pada hadis tersebut yang keseluruhannya diperuntukkan  bagi Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  maka dengan sendirinya ia juga diperuntukkan bagi Ali --'alaihissalâm--. Ini merupakan sebuah posisi yang sangat tinggi, kedudukan yang teramat agung, derajat yang sangat luhur yang Rasulullah khususnya hanya untuk Ali --karramallâhu wajhahu--  danh tidak untukm selainnya. Silahkan lihat al-Ghadîr, tulisan Allamah al-Amini, juz 1, halaman 392, 393, dan 394.  
Sebagai penutup, kami katakan :
Setelah mengkaji dengan seutuhnya dan rinci [atas permasalahan ini] pada sumber-sumber kebahasaan dan sejumlah rujukan yang representatif serta dipercaya (disepakati) oleh kedua kelompok (Sunnah dan Syi’ah) maka kami sampai pada poin kesimpulan yang teliti tentang tentang konotasi atau acuan makna dari waliy dan mawlâ, yaitu :
  1. Sifat waliy dan mawlâ [dalam hadis tersebut] secara spesifik hanya dapat diterapkan untuk Imam Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm--, sebagaimana telah dinyatakan dengan jelas dan gamlang pada hadis-hadis yang telah disebutkan diatas. Dan tak seorang pun dari kalangan sahabat --sebagaimana yang disebutkan didalam  kitab shahih yang enam-- layak menyandang kualitas dan karaketristik ini selain Imam Ali --karramallâhu wajhahu--.
  2. Waliy dan mawlâ mengandung makna yang paling / lebih patut dan layak,  pengendali dan pemilik otoritas dalam suatu pengaturan. Patut untuk disebutkan bahwa kita tidak mendapatkan didalam kitab-kitab ash-shihah yang enam suatu ungkapan atau pernyataan yang beribndikasi bahwa kata waliy dan mawlâ dipakai untuk makna selain dari yang kami sebutkan.
Didalam Shahih al-Bukhari : jilid 4, halaman 44 ;  jilid 5 halaman 23 ; jilid 6 halaman 192 ; jilid 8 halaman 46 // demikian juga di Shahih Muslim : jilid 5, halaman 151 dan 155, kami dapati bahwa kata waliy digunakan dengan arti wilâyah (kewenangan), tawallî (penanganan suatu urusan), awlâ (yang lebih/paling patut atas sesuatu), dan mâlikul-amr (pemilik otoritas atas suatu perkara), dan ia tidak digunakan dalam makna nâshir (penolong) atau muhibb (kekasih). Hal ini juga akan sangat jelas kita dapati dalam ‘prottes’ yang diajukan al-Abbas dan Ali ketika keduanya meminta apa yang menjadi hak Fathimah az-Zahra’ --'alaihassalâm-- atas tanah Fadak. Dan dalam protes tersebut Umar menolak tuntutan keduanya dengan berkata ,” Aku bersumpah kepada kalian berdua dengan nama Allah. Apakah kalian berdua tahu persis tentang hal tersebut ?! “ kemuidan ia melanjutkan pernyataannya ,” Ingatlah ucapan Abu Bakar yang telah berkata ketika Allah mewafatkan nabi-Nya --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- : “ Sesungguhnya  aku adalah waliy Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Maka Abu Bakar tetap mempertahankannya (tanah Fadak tersebut) selama dua tahun, dan ia telah melaksanakan atas tanah fadak tersebut  apa yang yang sebelumnya juga telah dilaksanakan oleh Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—atasnya. Dan ia mebgetahui bahwa dirinya adalah benar , taat dan mengikuti kebenaran dalam hal terserbut. Kemudian Allah --subhânahu wa ta'âlâ--  mewafatkan Abu Bakar dan kini akulah yang menjadi waliy-nya. Dan aku mempertahankannya selama dua tahun dari kepemimpinanku,. Aku telah mengerjakan apa yang sebelumnya juga dikerjakan oleh Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- dan Abu Bakar atas tanah Fadak tersebut. {Shahih al-Bukhari : jilid 8, halaman 44}
Demikianlah yang kami dapati dari hadis ini dan hadis-hadis lainnya yang telah kami sebutkan didepan. Dan sebagaimana yang juga yang biasa dan umumnya dipahami dalam sejarah awal-awal Islam bahwa yang dipahami oleh masyarakat Islam dari kata waliy dan mawlâ ketika itu adalah sesuatu yang identik atau mengandung pengertian kewenangan, tashaddî (………………), penataan, dan orang yang memiliki berhak untuk mengatur suatu urusan. Makna seperti ini adalah makna yang biasa dipahami oleh kalangan masyarakat Islam, dan tidak pernah mereka memahaminya dengan pengertian kekasih dan penolong. Kualitas dan karakteristik ini hanya, dodalam kitab-kitab Shihâh, hanya dapat diterapkan pada pribadi Imam Ali --'alaihissalâm--, dan tak dapat diterapkan untuk seorangpun dari khalifah selain beliau --'alaihissalâm--.
3. Didalam tradisi pemikiran Islam dan pemahaman yang umumnya ada pada umat Islam di periode-periode awal sejarah Islam, kata waliy dan mawlâ bermakna : yang menangani, pemegang otoritas,. pengatur, dan yang lebih utama. Berdasarkan makna-makna ini kita dapati bahwa khalifah Umar --radhiyallâhu 'anhu-- tidak mengembalikan tanah Fadak kepada Fathimah az-Zahra’ --'alaihassalâm-- karena Abu Bakar –dalam kapasitasnya sebagai seorang waliy kaum muslimin-- menolak mengembalikan tanah Fadak kepada Fathimah. Dan diapun dalam kapasitasnya selaku waliy kaum muslimin juga [melakukan yang sama, yaitu] tidak mengembalikan tanah Fadak kepada Fathimah --'alaihassalâm-- . dan ia sebagai seorang walîy juga tidak mengembalikan tanah Fadak kepada Sunan --'alaihassalâm--.
------------------------------------------------------------000---------------------------------------------------------------

Diri Ali berasal dari diri Nabi, dan Ali adalah pemimpin bagi setiap mukmin setelah ketiadaan Nabi saw.
Telah disebutkan sebelumnya dalam bebrapa riwayat bahwa diri Ali bin Abi Thalib adalah dari diri Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Diriwayatkan dari Imran bin Hushain --radhiyallâhu 'anhu--  bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- berkata : ((Sesungguhnya [diri] Ali berasa dari diriku dan diriku berasal dari diri Ali. Dan dia adalah pemimpin bagi setiap orang yang beriman setelahku)).{Dilaporkan oleh Ahmad dan at-Tirmidzi. Dia mengatakan bahwa hadis diatas adalah hadis hasan dan gharîb. Dilaporkan oleh Abu Hatim --radhiyallâhu 'anhu--  bahwa ia membenci Ali bin Abi Thalib, maka Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—bertanya : ((Apakah engkau membenci Ali ? “ Ia menjawab ,” ya “. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepadanya ,” janganlah kau membencinya. Bahkan kalau kaumencintainya maka hendaknya kau meningkatkan kecintaanmu padanya”)). Maka setelah mendapat teguran Nabi, tak seorangpun yang aku cintai, setelah Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, melebihi Ali bin Abi Thalib.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- berkata kepadanya : ((janganlah kau memerangi Ali karena Ia berasal dariku dan aku berasal darinya, dan dia pemimpin kalian setelahku)). Kedua riwayat tersebut dilaporkan oleh Ahmad.

Diri Jibril berasal dari diri Ali as.
Abu Rafi’ melaporkan bahwa ketika Ali membunuh orang-orang kafir yang berpengaruh pada peristiwa perang Uhud, maka Jibril berkata ,” ((Wahai Rasulullah sesungguhnya [kemennagan] ini adalah pelipur [untukmu]. Maka Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepada Jibril --'alaihissalâm-- ,” Sesungguhnya dia berasal dari diriku dan aku berasl dari dirinya “. Maka malaikat Jibril berkata kepada Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- ,” Dan aku juga berasal dari diri kalian berdua wahai Rasulullah )).
{Dilaporkan oleh Ahmad didalam al-Manâqib}.

Malaikat mengucapkan salam kepada Ali.
Diriwayatkan bahwa pada suatu malam ketika meletusnya perang Badar Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  memberikan maklumat : “Siapakah yang akan mangambilkan kami air minum“? Setelah mendengarkan maklumat tersebut orang-orang tampak bubar. Ali bangkit melangkah menuju ke suatu tempat dengan memeluk sebuah qirbah (kantung air). Ia mendatangi sebuah sumur yang sangat dalam dan gelap. Dengan perlahan-perlahan Ali bin Abi Thalib menuruni sumur tersebut. Kemudian Allah azza wajalla mewahyukan kepada Jibril, Mikail dan Israfil ,” Bersiap-siaplah untuk membantu dan memenangkan Muhammad beserta bala tentaranya. Kemudian mereka bertiga turun dari langit untuk membantu mereka  untuk  dengan menciptkaan suara-suara menakutkan yang membuat gentar orang yang mendengarnya. Ketika mereka (para malaikat) berada di sumur (tempat Ali bin Abi Thalib mengambil aiar) mereka mengucapkan salam kepadanya sebagai bentuk penghormatan dan pemuliaan”.
{Dilaporkan oleh Ahmad didalam al-Manâqib}

Allah mengokohkan nabi-Nya saw dengan keberadaan Ali.
Al-Khumais melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah berkata : (( Ketika aku di-mi’raj-kan ke langit, aku memandang kearah pilar ‘arsy sebelah kanan dan disana ku dapati sebuah tulisan yang dengan jelas dapat kufahami berisi ((Muhammad adalah seorang utusan Allah dan Aku [Allah] akan mengukuhkan dan menolongnya dengan [keberadaan] Ali)). {Dilaporkan oleh al-Mula didalam as-Sîrâh}.

Keistimewaan Ali bin Abi Thalib dengan beroleh kepercayaan untuk menyampaikan hal-hal penting..
Abu Sa‘id --radhiyallâhu 'anhu-- atau Abu Hurairah melaporkan ,” Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  mengutus Abu Bakar untuk melaksanakan ibadah haji. Ketika ia sampai di Dhajnan[1] ia mendengar suara onta Ali bin Abi Thalib, dan ia mengetahui  hal tersebut dan lantas ia mendatanginya. Dan ketika sampai ia berkata kepada Ali bin Abi Thalib ,” Bagaimana keadaanmu “? Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm-- menjawab ,” baik-baik saja “. Lalu Abu Bakar berkata kepada Ali ,” Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  mengutusku untuk mensosialisasikan surat Barâ’ah “. Maka tatkala kami kembali Abu Bakar bergegas menemui Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  dan berkata ,” Wahai Rasulullah, bagaimana denganku “? Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  menjawab ,” Engkau dalam keadaan baik-baik saja. Engkau memang orang yang menemaniku ketika di gua, namun demikian tak ada yang dapat meyampaikan [urusan-urusa penting] dariku keculai diriku sendiri atau seseorang yang dirinya berasal dari diriku, yaitu Ali. {Dilaporkan oleh Abu Hatim}. 
Pada riwayat yang lain dalam sebuah hadits yang berasal dari Jabi bin Abdullah disebutkan bahwa Abu Bakar berkata
………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….
………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….……………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….………………….……

Ali adalah junjungan orang-orang Arab dan Nabi saw menyuruh kaum Anshar agar mencintai Ali --karramallâhu wajhahu--.
Dari al-Hasan bin Ali --radhiyallâhu 'anhumâ--, ia melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- telah berkata : ((Serulah orang-orang kepada junjungan orang-orang Arab yaitu Ali)). Kemudian Aisyah --radhiyallâhu 'anhâ-- bertanya kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  ,” Bukankah anda yang sebenarnya junjungan bagi orang-orang Arab (Sayyid al-‘Arab) ?” Maka Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih  menjawab ,” Aku adalah junjungan sekalian  manusia dan Ali adalah junjungan orang-orang Arab”. Maka ketika Ali datang Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- mengutusnya kepada kaum Anshar, maka tatkala orang-orang datang kepada Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bersabda kepada mereka : “ Hai sekalian orang-orang Anshar ! Maukah kalian aku tunjukkan suatu perkara yang apabila kalian berpegang teghuh padanya niscaya kalian tidak akan tersesat selamanya “? Mereka menjawab ,” Tentu wahai Rasulullah “. Maka beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bersabda ,” Inilah [yang ku maksudkan, yaitu] Ali. Cintailah ia karena kecintaan kalian kepadaku, dan muliakanlah ia karena kemuliaanku. Karena sesungguhnya Jibril telah memberitahukan aku bahwa bahwa yang ku sampaikan ini bersumber dari Allah azza wajalla”.

Ali sebagai junjungan kaum muslimin dan pemimpin orang-orang yang bertakwa.
Abdullah bin As’ad bin Zurarah melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—telah berkata : (( Tatkala aku di-isra’-kan oleh Allah, aku bertemu dengan Tuhanku azza wajalla. Dan Tuhan mewahyukan atau memerintahkan kepadaku [tampaknya perawi hadis ini ragu diantara kedua yaitu antara mewahyukan atau memerintahkan] atas tiga perkara, yaitu bahwa Ali adalah junjungan kaum muslimin, mawlâ orang-orang yang bertakwa, dan pemimpin al-ghurr al-muhajjalîn (…………………………)” {Dilaporkan oleh al-Mahamili}. Riwayat serupa juga dilaporkan Imam Ali bin Musa ar-Ridha dari sebuah hadis yang bersumber dari Ali --'alaihissalâm--  dengan tambahan redaksi : “….dan pemimpin agama (Ya‘sûb ad-dîn)”.  

Nabi mewakilkan Ali dalam penyembelihan hewan kurban.
Jabir bin Abdullah al-Anshari --radhiyallâhu 'anhuma-- meriwayatkan sebuah hadis cukup panjang yang berkaitan dengan tema manâsik (ritual) haji. Didalam riwayat yang dilaporkannya itu ia menuturkan: “….Maka Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- menyembelih enam puluh tiga hewan kurban yang gemuk dengan tangan beliau sendiri dan kemudian beliau menyerahkan  kepada Ali. Kemudian Ali bin Abi Thalib menyembelih sisanya. Dan Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  mengikutsertakan Ali dalam penyerahan hewan kurban tersebut. Kemudian beliau menyuruh agar dari setiap hewan hurban disisihkan sedikit. Dan setelah bagian yang disisihkan itu terkumpul, beliau memerintahkan agar dimasak. Kemudian Nabi dan Ali bin Abi Thalib memakan dari masakan tersebut dan meminum kuahnya. {Dilaporkan oleh Muslim}.
Nabi saw memasukkan Ali dalam baju beliau di hari wafat beliau, dan memeluknya sampai beliau menghembuskan nafas terakhir.
Dari Aisyah --radhiyallâhu 'anhâ-- , ia melaporkan bahwa ketika menjelang saat-saat terakhir kehidupannya, Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kekpada yang hadir disekiling beliau ,” Panggilkan aku kekasihku “. Kemudian para sahabat yang hadir memanggil Abu Bakar --radhiyallâhu 'anhu--. Ketika hadir, Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  melihat siapa yang datang. [ketika Abu Bakar datang] beliau kembali merebahkan kepala , lalu beliau ,” Tolong panggilkan kekasihku “! Kemudian para sahabat memanggil Umar --radhiyallâhu 'anhu--.. dan ketika beliau yang melihat yang datang Umar, beliau kembali berbaring. Kemudian sekali lagi ia berkata ,” Tolong panggilkan kekasihku “! Kemudian para sahabat memanggil Ali. Kemudian Ali telah berada disamping Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, beliau memasukkan Ali kedalam baju yang dikenakannya, dan belia terus mendekapnya sampai beliau menghembuskan nafas terakhir. { Dilaporkan oleh ar-Razi}.

Rasulullah saw menyerahkan panji perang pada Ali pada peristiwa Khaibar dan kemenanganpun diraih melalui tanga Ali.
Sahl bin Sa’ad melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- telah bersabda ,” Aku menyerahkan esok hari panji ini pada seseorang yang dicintai Allah dan rasul-Nya dan ia dicntai oleh Allah dan rasul-Nya. Allah akan memberikan kemenangan melalui kedua tangannya “.
Kemudian ia berkata ,” Orang-orang pun berharap-harap cemas semalaman, siapakah diantara mereka yang akan diserahi panji perang oleh Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- [yang tentunya akan menjadi sebuah kebanggan bagi mereka]. Ketka tiba pagi hari Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  mereka (para sahabat) bergegas menghampiri Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Setiap dari mereka berharap bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  akan menyerahkan bendera perang kepada mereka. Kemudian beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata ,” dimanakah Ali bin Abi Thalib “ ? Para sahabat menjawab ,” Dia sedang sakit mata, wahai Rasulullah “. Panggil Ali, suruh ia kemari “! Dan ketika Ali datang kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, beliau berludah di kedua mata Ali dan berdoa untuk kesembuhannya. Maka setelah itu Ali pun sembuh dari sakit mata dan ia merasa seakan-akan tidak pernah sakit mata. Kemudian beliau memberikannya bendera perang. Lalu Ali berkata kepadanya ,” Wahai Rasulullah, apakah aku harus memrangi mereka sampai mereka menjadi seperti kita “? Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—berkata ,” suruh bebrapa orang utusanmu untuk memasuki wilayah mereka (yakni musuh-musuh Islam) dan serukan Islam kepada mereka. Beritahukan kepada mereka apa yang menjadi hal Allah atas diri mereka [selaku hamba-Nya]. Demi Allah, satu orang yang beroleh petunjuk karena dirimu adalah lebih baik daripada engkau memiliki kemewahan-kemewahan dunia “. {Dilaporkan oleh al-Bukhari dan Muslim}.
Didalam suatu hadits yang berasal dari Salamah bin al-Akwa‘ disebutkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata ,” singguh aku akan menyerahkan bendera perang, atau akan benderpa perang akan diambil --besok oleh orang yang dicntai oleh Allah dan rasul-Nya “ atau Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—berkata ,” …yang mencintai Allah dan rasul-Nya… Allah akan memenangkan Islam melalui dirinya ”. Kemudian ia (perawi) menyebutkan teks selengkapnya. {Dilaporkan juga oleh Muslim dari hadits yang dilaporkan Abu Hurairah dimana redaksinya rdaksinya berbunyi : Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata pada perang Khaibar ,” Sungguh akan aku serahkan panji (bendera perang) ini pada seorang lakia-laki yang mencintai Allah dan dicintai oleh Allah dan rasul-Nya. Allah akan memberikan kemengan [untuk umat Isalm] melalui tangannya”. Umar --radhiyallâhu 'anhu-- berkata ,” Tidak pernah aku merasa begitu berkeinginan atas suatu kepemimpinan selain hari itu “. Kemudian aku mendekat kepada beliau dan ‘ku lihat beliau mencoakan Ali. lalu beliau memberikan bendera perang kepada Ali,….--dan seterusnya--}.
Abu Sa’id al-Khudri --radhiyallâhu 'anhu--  melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- mengambil bendera perang lalu mengibar-negibarkannya seraya berkata ,” siapa yang akan mengambilnya (yakni bendera perang) sesuai haknya  “?  Kemudian si fulan datang kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- seraya berkata ,” Saya “. Kemudian Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata ,” Demi Dzat Yang telah memuliakan wajah Muhammad, sungguh aku akan menyerahkan panji perang ini kepada seorang laki-laki yang tidak akan pernah lari dari pertempuran. Terimalah [panji perang] ini hai Ali “.Lalu Ali segera meunju medan perang untuk bertampur, dampai kemudian memberikan Allah memberikan kemenangan pada Ali dimana ia dapat menguasai wilayah Khaibar dan Fadak, sekaligus membawa serta [komoditi terkenal daerah setempat, yaitu] ‘ajwah (korma kemasan) dan qadid (daging dalam bentuk seperti dendeng)-nya”. {Dilaporkan oleh Ahmad}.
Abu Rafi’, salah seorang sahaya Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, menuturkan ,” Kami keluar untuk berperang bersama Ali ketika ia diutus oleh Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- dengan membawa panji perang. Manakala ia (Ali bin Abi Thalib) telah dekat dengan gerbang Khaibar, secara tiba-tiba seorang sejumlah orang Khaibar datang menyerang Ali --'alaihissalâm--. salah seorang yahudi yang ikut menyerang sempat menghantam Ali dan mencampakkan tameng yang ada padanya. Kemudian secara refleks Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--  menanggalkan (mencocot) salah satu pintu gerbang benteng Khaibar, dan Ali menjadikannya serbagai tamang untuk melindunginya dari musuh. Pintu gerbang itu terus berada dalam gengamannya dalam pertempuran sampai akhirnya Allah ‘azza wajalla memberikan kemenangan, dan kemudian setelah berkahirnya pertempuran Ali melemparkan pintu gerbang itu dari tangannya. Kemudian aku bersama tujuh tentara lainnya berusaha sekuatnya memindahkan pintu gerbang yang tadi oleh Ali bin Abi Thalib dijadikan sebagai tameng, namun kami tak dapat  memindahkannya “. {Dilaporkan oleh Ahmad didalam al-Musnad}.
Kedua mata Ali tidak pernah mengalami sakit setelah Nabi saw meludah matanya.
Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--  menuturkan ,” Kedua mataku tidak pernah sakit lagi semenjak Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berludah meletakan ludah beliau dikedua mataku “.
Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--  kuga berkata ,” Kedua mataku tidak pernah sakit lagi semenjak Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  mengusap wajahku dan meludahi kedua mataku pada hari perang Khaibar ketika beliau menyerahkan bendera perang kepadaku “. {Dilaporkan oleh Abul Khair al-Qazuwaini}.
Keistimewaan Ali bahwa ia tidak pernah merasakan dingin maupun panas.
Abdurrahman bin Abi Laila melaporkan ,” Ayahku tenga berbincang-bincang dengan Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm--. Pada masa-masa itu seringkali Ali bin Abi Thalib mengenakan baju musim panas di waktu musim dingin, dan acapkali juga mengenakan baju musim dingin disaat musim panas. Kemudian salah seorang meminta pada ayahku agar menayakan tentang hal tersebut. Maka setelah ditanya tentang alasannya berpakaian seperti itu, Ali bin Abi Thalib menjawab ,” Sesungguhnya Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  mengutusku disaat aku mengalami sakit mata pada perang Khaibar [untuk mengomandoi peperangan]. Lalu ku katakan kepada beliau bahwa aku tengah sakit mata. Mendengar penmgaduanku itu, beliau meludahi ke mataku seraya berdoa ,” Ya Allah, hilangkanlah darinya rasa kepanasan dan kedinginan “. Maka sejak hari itu aku tidak pernah lagi sakit mata, dan tidak pernah merasa kpanasan maupun kedinginan “. {Dilaporkan oleh Ahmad}.
Ali diserahi panji perang oleh Rasulullah saw dan iapun tidak pernah lari dari peperangan hingga Allah menganugerahkan kemenangan kepadanya.
Amr bin Hubais melaporkan bahwa al-Hasan bin Ali menyampaikan khotbahnya kepada kami ketika Ali bin Abi Thalib terbunuh. Dalam khotbahnya ia menuturkan ,” Sungguh kalian telah kehilangan seorang laki-laki yangmana Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah menyerahkan kepadanya, dan ia tak pernah berpaling (lari) dari peperangan sampai Allah memberikan kemenangan kepadanya. Ia tidak meningalkan ‘yang kuning’ (emas) maupun ‘yang putih’ (perak) kecuali uang yang jumlahnya hanya tujuh ratus dirham dari pemasukannya yang ia simpan untuk keperluan seorang pekayan yang bekerja bagi keluarganya “. {Dilaporkan oleh Ahmad}.
Ali bin Abi Thalib kw diutus Rasulullah saw dalam sebuah sariyah.
Al-Hasan bin ali melaporkan ketika terbunuhnya Ali bin Abi Thalib ,” Sungguh kalian telah kehilangan seorang laki-laki yang ‘didahuli’ oleh orang-orang terdahului dalam keilmuannya, dan ‘tak terjangkau’ oleh oleh orang-orang sesudahnya. Adalah Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--   yang telah mengutsunya dalam sebuah sariyah (perang sembunyi-sembunyi). Jibril disebelah kanannya, Mika’il di sebelah kirinya. Ia tidak pernah lari dari peperangan sampai Allah memberikan kemenangan kerpadanya “. {Dilaporkan oleh Ahmad, dan Ditakhrij oleh Abu Hatim, namun dalam redaksi hadits yang dilaporkannya ia tidak menyebutkan “…bi ‘ilmin (dalam keilmuan)…“.}. 
Malaikat menyanjung nama Ali pada peristiwa perang Badar.
Abu Ja’far Muhammad bin Ali --'alaihissalâm--  melaporkan ,” Seorang malaikat bernama Ridhwan berseru dari langit pada peristiwa perang Badar : ((Sungguh tak ada pedang kecuali Dzul Fiqar, dan tak ada pemuda Ali)). {Ditakhrij oleh al-Hasan bin ‘Arafah al-‘Abdari}.
Penjelasan kata : Dzul Fiqar adalah nama pedang Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Pedang tersebut bernama Dzul Fiqar karena ada lubang pada pedang tersebut.
Ali membawa panji Nabi saw pada perang Badar, dan ia membawanya dalam setiap peperangan.
Ibn Abbas --radhiyallâhu 'anhu--  melaporkan ,” Ali mengambil panji (bendera perang) Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- pada perang Badar, kemudian ia berkata ,” kemenangan akan kita raih pada perang Badar dan semua perang lainnya “. {Dilaporkan oleh Ahmad didalam al-Manâqib}.
Dilaporkan dari Ali bin Abi Thalib bahwa ia berkata ,” Dalam perangan Uhud, tangan Ali bin Abi Thalib terluka sehingga bendera perang lepas dari tangannya. Kemudian terdengar Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata : (( Letakkan bendera itu di tangan kanannnya, karena dia adalah pemilik panjiku ini di dunia maupun di akhirat)) “. {Dilaporkan oleh Ibn al-Hadhrami}.
Dilaporkan dari Malik bin Dinar bahwa ia berkata ,” Aku bertanya kepada Sa’id bin Jubair dan para qurrâ’ lainnya ,” Siapakah pemegang panji perang Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- “? Mereka menjawab ,” Pemegang panji Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- Ali --radhiyallâhu 'anhu-- “. {Dilaporkan oleh Ahmad didalam al-Manâqib}.

Keistimewaan Ali bahwa ia akan membawa bendera al-hamd dalam naungan ‘Arsy diantara Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad, dan bahwa disana ia akan dipakaikan pakaian kebesaran.  
Dilaporkan dari Makhdu‘ adz-Dzahali bahwa Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepada Ali ,” Tidakkah engkau tahu, wahai Ali bahwa aku adalah orang pertama yang akan dipanggil pada hari kiamat, maka kemudian aku akan berdiri [menyambut panggilan itu] disebelah kanan ‘arsy dalam naungannya. Kemudian aku akan dipakaian sebuah pakaian kebesaran berwarna hijau yang berasal dari pakaian surga. Kemudian nabi-nabi lainnya akan dipanggil secara bergiliran (bergantian). Mereka berdiri dipinggiran sebelah kanan ‘Arsy. Dan masing-masing dari mereka akan dipakaian sebuauh pakaian hijau dari surga. Ketahuilah, aku bertahukan kepadamu, wahai Ali, bahwa umatku adalah umat pertama yang akan dihisab pada hari kiamat. Dan aku juga menyampaikan kabar gembira kepadamu bahwa engkau adalah orang pertama yang akan dipanggil lantaran kekerabatanmu denganku, serta lantara keistimewaan dan kedudukanmu terhadapku. Benderaku akan diserahkan kepadamu dan itu adalah bendera al-hamd (bendera yang berisi pujian kepada Allah). Engkau berjalan dengan bendera itu diantara barisan para nabi. Adam --'alaihissalâm--  dan semua mkhluk-Nya bernaung dibawah naungan benderaku pada hari kiamat nanti. Engkau akan berjalan dengan membawa bendera itu, sementara al-Hasan --'alaihissalâm-- berada disebelah kananmu dan al-Husein --'alaihissalâm-- berada disebelah kirimu, sampai akhirnya engkau berhenti diantara aku dan nabi Ibrahim dalam naungan Allah. Kemudian engkau akan dipakaian pakaian dari surga. Setelah itu seorang penyeru akan berseru dibawah , (( sebaik-baik bapak adalah bapakmu, Ibrahim. Dan sebaik-sebaik saudara adalah saudaramu, Ali. bergembiralah wahai Ali, bahwa engkau akan dipakaian kebesaran bila aku dipakaikan pakaian kebesaran, engkau akan dipanggil bila aku dipanggil dan engkau akan dihidupkan kembali bilamana aku dihidupkan lagi “. {Dilaporkan oleh Ahmad didalam al-Manâqib}.

Nabi saw mengancam kafir Quraisy pada perang Hudaibiah dengan mengutus Ali untuk menyerang mereka.
Dilaporkan dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata ,” Pada peristiwa perang Hudaibiah sekelompok kaum musyrikin, diantara mereka adalah Suhail bin ‘Amr, dan sejumlah pemuka kaum musyrikin, berdatangan untuk mengancam akan menyerang kami. Lalu beberapa orang dari mereka berkata kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- ,” ……..……..……..……..……..……………..……
……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……….……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……………………..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..…………maka Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- berkata kepada mereka ,” wahai sekalian kaum Quraisy, urungkanlah rencana kalian melakukan hal itu, atau kami benar-benar kami akan mengirim seorang yang memukul telak kalian dengan pedangnya dengan membawa misi agama. Sungguh hati orang ini telah diuji oleh Allah atas keimanan “. Kemudian orang-orang yang hadir bertanya kepada beliau ,” Siapakah dia wahai Rasulullah “? Lau terdengar Abu Bakar bertanya ,” Siapakah dia wahai Rasulullah “? Dan Umar juga bertanya penasaran ,” siapakah dia wahai Rasulullah “? Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  menjawab ,” Dia adalah orang tengah mengesol (menmabal) sandal “. Ketika itu Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- menyerahkan sandal beliau kepada Ali untuk ditambal. Setelah itu Ali beranjak ke arah orang yang berada didekatnya seraya berkata ,” barangsiapa 7 senagaja berdusta atas namaku maka hendaknya ia mempersiapkan tempat bagi dirinya di neraka “. { Dilaporkan oleh at-Tirmidzi, dan ia mengtakan bahwa hadits ini hadits shahih}.

Ali berperang demi [meluruskan] takwil al-Qur'an sebagaimana Rasulullah saw berperang demi [keutuhan] turunnya al-Qur'an.
Abu Sa’id al-Khuudri --radhiyallâhu 'anhu-- melaporkan bahwa ia mendengar Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bersabda ,” Sungguh diantara kalian akan ad yang berperang demi meluruskan penakwilan al-Qur'an sebagaimana aku berperang demi [kutuhan] turunnya al-Qur'an “. Abu Bakar bertanya --radhiyallâhu 'anhu-- kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- ,” Siapakah saya orangnya, wahai Rasulullah “? Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  menjawab ,” Bukan engkau, melainkan orang yang tengah mengesol sepatu di bilik “.  Saat itu Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  memberikan sepatunya kepada Ali untuk disol (ditambal). {Dilaporkan oleh Abu Hatim}.
Nabi saw memerintahkan untuk menutup pintu-pintu yang menuju ke masjid kecuali pintu Ali as.
Dari Zaid bin Arqam --radhiyallâhu 'anhu--, ia berkata ,“ beberapa orang sahabat Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  mempunyai pintu rumah yang berbatasan langsung dengan masjid. Suatu kali Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata ,” tutuplah semua pintu-pintu rumah itu kecuali pintu rumah Ali “. Orang-orang pun membicarakan peristah Nabi tersebut [juga tentang pengecualian pintu rumah Ali --'alaihissalâm--]. Mengetahui hal; tersebut Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—pun bangkit, lalu memuji Allah, seraya berkata : “ Amma ba’du…Sesungguhnya aku telah memerintahkan kalian untuk menutup pintu-pintu rumah kalian [yang menghadap ke masjid] kecuali pintu rumah Ali dan tampaknya seseorang dari kalian menyebut-nyebut tentang hal tersebut. Namun, demi Allah, sungguh tidaklah kalian menutup pintu rumah kalian atau membukanya melainkan berdasarkan perintah [dari Allah --subhânahu wa ta'âlâ--] maka hendaknya kalian patuh “.{Dilaporkan oleh Ahmad}.
Ibnu Umar --radhiyallâhu 'anhu--  melaporkan ,” Sungguh putra Abu Thalib telah dianugerahi tiga anugerah yang apabila salah satu saja darinya ada padaku niscaya aku akan lebih mencintainya ketimbang segala anugerah kenikmatan dunia, yaitu bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah menikahkannya dengan putri beliau serta beroleh keturunan darinya, ditutupnya semua pintu rumah sahabat yang menghadap ke arah masjid kecuali pintu rumahnya, dan [yang ketiga] bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—telah menyerahkan panji peperangan pada peristiwa perang Hunain. {Dilaporkan oleh Ahmad}.
Umar berkata ,” Sesungguhnya hadits ini dilaporkan olehnya. Selain itu hadits ini juga dilaporkan juga oleh Buraidah bahwa umar telah berkata sebagaimana redaksi hadits pertama “.

Ali adalah pintu rumah kebijaksanaan.
Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--  melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda ,” Aku adalah rumah kebijaksanaan sedangkan Ali adalah pintunya “. {Dilaporkan oleh at-Tirmidzi. Dan ia mengatakan bahwa hadits ini adalah hadis ini adalah hadits hasan}.

Ali adalah pintu rumah ilmu dan gerbang kota ilmu.
Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu-- melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—telah bersabda ,” Aku adalah rumah ilmu dan Ali adalah pintu gerbangnya “. {Dilaporkan oleh al-Baghawi dan al-Mashâbîh dan al-Hisân. Ditakhrij oleh Abu Umar, dan ia mengatakan m,elaporkan hadits tersebut namun dengan tambahan “…Barangsiapa yang ingin datang ke kota ilmu maka hendaknya ia mendatanginya melalui gerbangnya}.

Ali as adalah pribadi paling berilmu dan paling penyabar.
Dilaporkan bahwa Ibn Abbas --radhiyallâhu 'anhuma--  ditanya tentang Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--, maka ia menjawab ,” Semoga rahmat Allah tercurah atas Abul Hasan. Demi Allah dia adalah panji hidayah, gua [pertahanan bagi nilai-nilai] ketakwaan, gunung kokoh bagi nilai-nilai keberakalan, tempat [bermuaranya] kearifan, penolong bagi seruan [yang meminta pertolongan], puncak pengetahuan makhluk, cahaya yang menembus relung kegelapan, penyeru kepada hujjah terbesar, yang berpegang teguh pada buhul yang sangat kokoh,  paling bertakwanya orang yang berbusana, paling mulianya orang yang menyaksikan langsungan bisikan [wahyu] setelah al-Mushtafa, penyandang ‘dua kiblat’, ayah bagi dua cucu Nabi saw (al-Hasan dan al-Husein), dan istrinya adalah sebaik-baik wanita. Tak seorangpun dapat mengunggulinya. Kedua mataku tak melihat ada orang yang sepertinya dan tidak pula [telingaku] pernah mendengar ada yang serupa dengannya (selain Rasulullah saw). Dan bagi yang membencinya akan mendapat laknat dari Allah dan hamba-hamabNya pada hari diserukannya seruan. {Dilaporkan oleh Abul Fath al-Fawwas}.
Penjelasan kata :
Thûd artinya gunung yang menjulang tinggi, dan dalam konteks ini ia dipakai sebagai kiasan untuk menggambar keagungan sesuatu. Nuhâ bermakna akal pikiran, demikian juga hujâ. Najwâ dalam konteks ini bermakna menimbang atau musyawarah. Sementara yang dimaksudkan dengan  kata khatanahu wa zaujatuhu dalam riwayat ini adalah putri Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Al-Jauhari mengatakan bahwa kata khatan dalam pembicaraan orang Arab siapa saja yang merupakan keluarga dari pihak perempuan, seperti ayahnya atau saudara laki-lakinya. Ini adalah arti asal dari kata khatan. Kemudian dalam perkembangannya kata ini oleh orang-orang Arab dimaksudkan sebagai suami dari anak perempuan seseorang (yakni menantu laki-laki).
Mi’qal bin Yasar melaporkan bahwa Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  datang menjenguk Fathimah , dan ketika itu Fathimah  mengeluhkan sakit yang dideritanya kepada beliau. Kemudian Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- bertanya kepada Fathimah  --'alaihassalâm-- ,” Bagaimana keadaanmu “? Fathimah  --'alaihassalâm--  menjawab ,” Kemiskinanku begitu parah, dan cukup lama aku menderita sakit namun belum juga membaik “. Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata ,” Aku dapati dari catatan ayahku dalam hadits ini bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata ,” tidak senangkah engkau bahwa aku telah menikahkan engkau dengan orang yang paling mulia, paling berilmu dan paling penyabar. {Dilaporkan oleh Ahmad}.
Dilaporkan oleh atha’ bahwa ia ditanya tentang ,” Adakah diantara para sahabat Nabi yang lebih berilmu dari Ali “ ? Ia menjawab ,” Aku tidak tahu “. Dari Ibn Abbas --radhiyallâhu 'anhu-- ia berkata,” Demi Allah, sungguh Ali bin Abi Thalib telah dianugerahi sembilan persepuluh [dari keseluruhan] ilmu. Dan, demi Allah, sisanya yang sepersepuluh dibagi-bagikan kepada kalian. {Dilaporkan oleh Abu Umar}.
Dilaporkan dari Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm--  bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- berkata kepadanya ,”
Sungguh ilmu pengetahuan dengan mudahnya mengalir kepadamum wahai Abul Hasan. Dan engkau benar-benar telah mereguk ilmu dan dahagamu akan ilmu telah terpuaskan “.{Dilaporkan oleh ar-Razi}.
Abdullah bin ‘Ayyas bin Abi Rabi’ah melaporkan bahwa ia ditanya tentang Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm--, maka ia berkata ,” Demi Allah ………..mâ syâ’a min dharsin qâthi’is-saththah fin-nasab………..kekerabatan dan periaparannya dengan dengan Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, keterdahuluannya dalam memleuk Islam, pengetahuannya tentang al-Qur'an, pemahamannya yang  mendalam tentang sunnah, keberaniannya dalam peperangan, dan……..al-jawdah…….fil-mâ‘ûn. {Dilaporkan oleh al-Mukhlish adz-Dzahabi}.
Dilaporkan dari al-Hasan bin Abil Hasan bahwa ia ditanya tentang Ali bin Abi Thalib, maka ia berkata : ” demi Allah dia adalah anak panah yang selalu tepat [sasaran] bagi musuh-musuhnya, seorang rabbâni dari umat ini, mwemiliki berbagai keutamaan dan backround yang sangat baik serta kekerabatan dengan Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Tidak pernah lalai dari apa yang menjadi perintah dan perkara Allah. Tak ada cela dalam menjalankan agama Allah. Tak pernah [walau sedikit pun] ‘mencuri’ harta Allah ‘azza wajalla. Ia telah beroleh sari pati pengetahuan al-Qur'an,  sehingga karenanya ia berjaya meraih taman nan indah. Demikian itulah Ali bin Abi Thalib --radhiyallâhu 'anhu--.
Yang dimaksud dengan rabbânî dalam redaksi hadits diatas adalah orang yang sangat mendalam dalam ilmu pengetahuan dan keberagamaan. Atau bermakna orang yang dengan ilmu pengetahuannya hanya berbuat karena Allah semata. Namun ada juga yang memaknainya sebagai orang berilmu, mengamalkan ilmuanya, dan mengajarkan ilmu yang diketahuinya. Dalam konteks ini kata rabbânî dianggap sebagai derivat dari kata ar-rabb (yang berarti : Tuhan). Kata tersebut dinisbatkan dengan kata rabb. Sementara huruf  nûn yang ada padanya adalah huruf tambahan (bukan hruf asli). Dan ada juga yang menisbatklannya dengan kata rabb yang berarti tarbiyah (mendidik), sehingga seakan-akan ia mendidik orang yang masih ‘muda’ dalam keilmuannya sebelum ‘kemtangan’nya. Dan didalam ash-Shihâh disebutkan bahwa kata rabbânî berarti al-muta’allih al-‘ârif billâh (orang memiliki keterpautan sepenuhnya dengan Tuhan dan mengenal Tuhan dengan kesaksian batin). 

Ketika sejumlah sahabat ditanya tentang suatu persoalan, mereka merujukkannya kepada Ali bin Abi Thalib as.
Udzainah al-Abdi melaporkan ,” Aku datang kepada Umar dan bertanya : dari manakah aku harus melaksanakan Umrah “ ? Ia berkata ,” datangilah Ali dan bertanyalah kepadanya “. {Ditakhrij oleh Abu Umar}.
Abu Hazim melaporkan ,” suatu  kali seseorang datang kepada Mu’awiyah. Ia datang menyakan suatu persoalan. Maka Mu’awiyah berkata kepada ,” Datanglah kepada Ali dan tanyakanlah persoalan kepadanya. Karena sesungguhnya ia adalah orang yang paling alim “. Orang itu berkata kepada Mua’awiyah ,” wahai amirulmukminin, jawaban dari anda lebih aku sukai aketimbang dari Ali “. Maka Mu’awiyah menegurnya ,” Sungguh buruk perkataanmu tadi. Engkau tidak menyukai orang yang Rasulullah sendiri telah melimpahkan ilmu yang sangat banyak kepadanya. Sungguh Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda ,” Kedudukan kamu (Ali) terhadapku adalah sebagaimana kedudukan Harun disisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku. Umar sendiiri jika dihadapkan pada suatu persoalan yang pelik ia mencari pemechannya dari Ali “. {Dilaporkan oleh Ahmad didalam al-Manâqib}.
Ucapannya ; yaghuzzuhu ghazzan artinya sama dengan ghazârah (yang artinya “banyak”). Ghazura asy-syai’ artinya sama dengan katsura asy-syai’ (yakni sesuatu yang banyak).
A’isyah --radhiyallâhu 'anhâ--  melaporkan ,” aku ditanya tentang menghapus kedua telapak kaki “. Maka Aisyah berkata kepada si penanya ,” datangilah Ali dan tanyakan persoalan itu kepadanya “. {Dilaporkan oleh Muslim}.
Hanats bin al-Mu’tamir melaporkan bahwa dua orang laki-laki datang kepada seorang wanita Qurasiy. Keduanya enitipkan uang sebesar seratus dinar kepada wanita tersebut. Keduanya berkata kepada si wanita ,” Jangan kau menyerahkan uang ini kepada salah seorang dari kami tanpa kesertaan yang lainnya, yakni sampai kita semua kumpul bersama-sama ketika penyerahan uang tersebut “. Kemudian tak terasa setahun telah berlalu dan salah seorang darinya datang kepada si wanita Quraisy itu seraya berkata ,” Sungguh temanku (yang bersamanya ia meniitipkan uang pada wanita tersebut) telah mati, maka kini serahkanlah uang itu kepadaku “. Namun wanita itu menolak menyerahkannya (kalau-kalau lelaki itu berdusta padanya). Namun laki-laki itu terus mendesaknya yang menyebabkan keluarganya merasda tergannggu olehnya, sehingga dengan berat hati wanita ituoun menyerahkan uang itu kepadanya. Kemudian berlalu satu tahun setelah penyerahan uang tersebut ketika tiba-tiba temannya yang satu lagi (yang dianggap telah mati oleh laki-laki yang mengambil titipan uang tersebut) kepada si wanita dan berkata kepadanya ,” serahkanlah kepadaku uang yang kutitipkan kepadamu “. Wanita berkata ,” Temanmu menyangka [dan mengatakan kepadaku] bahwa engkau telah mati, maka aku menyerahkan uang tersebut kepadanya “. Kemudian keduanya mengadukan perkara tersebut kepada Umar --radhiyallâhu 'anhu--. Namun wanita itu berkata kepada Umar ,” Aku bersumpah demi Allah, hendaknya anda jangan memutuskan perkara ini.Mmarilah kita mengadukannya kepada Ali bin Abi Thalib [agar diputuskan olehnya] “. Makamerekapun megdukan perkara tersebut kepada Ali --'alaihissalâm--. Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--  mengetahui bahwa kedua laki-laki itu sengaja membuat makar kepada si wanita. Kemudian beliau berkata kedua laki-laki itu ,” Bukankah kalian telah berkata dahulunya bahwa agar wanita ini tidak menyerahkan uang kalian titipkan kecuali degan kehadiran kalian berdua [secara bersama-sama] “. Laki-laki itu menjawab ,” Benar “. Kemudian Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm--  berkata ,” kalau mamang demikian uanhg milikmu kini ada pada kami. Dan sekarang pergilah, dan nanti jika datanglah engkau bersama temanmu, dan kamipun akan menyerahkan uiang itu kepada kalian berdua “.
Muhammad bin Yahya bin Habban berkata ,” Habban bin Munqidz mempunyai dua orang istri, yang satu wanita bani Hasyim dan satunya lagi wanita dari bani Anshar. Ia mencerai istrinya yang dari bani Anshar. Kemudian ia wafat persis setelah satu tahun. Kemudian wanita bani Anshar itu berkata ,” Masa ‘iddahku belum habis ”. Kemudian mereka mengadukannya kepada Utsman.  Namun utsman berkata kepada mereka ,” Aku tidak punya pengetahuan tentang hal yang kalian tanyakan. Adukanlah persoalan ini kepada Ali “. Setelah persoalan itu kepada Ali, maka Ali bin Abi Thalib berkata kepada wanita tersebut ,” Bersumpahlah di mimbar Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bahwa engkau belum mengalami tiga kali haidh. Maka engkaupun akan mendapatkan bagian warisan “. Kemudian wanita itupun bersumpa, maka iapun berhak atas sebagian harta warisan yang ditinggalkan suaminya.     

Abu Bakar dan Umar --radhiyallâhu 'anhuma--  merujuk kepada ucapan Ali --'alaihissalâm--.
Dari Ibnu Umar --radhiyallâhu 'anhu--, ia melaporkan ,”  Beberapa orang Yahudi mendatangi Abu Bakar --radhiyallâhu 'anhu--  kemudian berkata ,” Gambarkanlah kepadaku tentang sahabatmu (yakni nabi Muhammad --shallallâhu 'alaihi wa âlih--). Wahai orang-orang Yahudi, aku telah menemaninya ketika ia berada di goa bagaikan dua jari ini (seraya mengisyaratkan kepada dua jarinya). Aku naik keatas gunung Hira’ bersamanya, dan sungguh jarinya berada di jariku. Sungguh pembicaraan tentang persoalan ini tidak enteng. Sebaiknya untuk lerbih jelasnya kalian bertanya kepada Ali “. Kemudian Abu Bakar berkata kepada Ali ,” terangkanlah kepada mereka “ ! Kemudian Ali bin Abi Thalib menjelaskan kepada orang-orang Yahudi tentang jati diri beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih--.
Zaid bin Ali melaporkan dari ayahnya dan dari kakeknya ,” Umar --radhiyallâhu 'anhu-- mendatangi seorang wanita hamil yang mengakui perbuatan zina yang dilakukannya. Maka Umar memerintahkan agar wanita itu dirajam. Kemudian Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm-- datang menemui wanita itu seraya bertanya pada khalayak yang hadir ,” Ada apa dengan wanita ini “ ? Mereka menjawab ,”  Umar memerintahkan agar wanita ini dirajam “. Maka Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--  membebaskan wanita tersebut, kemudian ia berkata kepada Umar ,” Engkau memang punya kewenangan untuk mengeksekusi wanita ini, namun apa kewenanganmu atas janin yang ada dalam perutnya ?! Jangan-jangan engkau justru akan hanya akan menyebabhkan terbunuh atau menakutkannya “. Umar menanggapi ,” Ya, benar “. Kemudian Ali berkata ,” tidakkah engkau mendengar Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- telah berkata kepada seseorang yang mengakui kesalahannya setelah musibah menimpanya sedangkan ia dalam keadaan dipasung, dalam tahanan, atau dalam ancaman, sementara ia tidak pernah menghendaki atas apa yang dilakukannya, dan kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  membebaskannya ” ?!
Dari Abdullah ibn al-Hasan ia melaporkan  ,” Suatu kali Ali datang menjenguk Umar, ketika tiba-tiba ia melihat seorang wanita diikat dan dirajam. Maka ia bertanya ,” Ada apa dengan perempuan ini “ ? Perempuan itu menjawab ,” Mereka menghukumku dan merajamku “. Kemudian Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm--  berkata kepada Umar --radhiyallâhu 'anhu-- ,” wahai Amirulmukminin, karena apa ia dirajam ? kalaupun engkau mempunyai kewenangan untuk menghukumnhya, lantas apa kewenanganmu atas janin yang ada dalam perutnya “ ? Kemudian Umar --radhiyallâhu 'anhu-- berkata ,”  Setiap orang lebih mengerti dari aku (ia mengucapkannya sebanyak tiga kali) “.
Kemudian Ali bin Abi Thalib membebaskan wanita tersebut dengan suatu jaminan sampai akhirnya wanita itu melahirkan kandungannya. Dan setelah itu barulah  Ali bin Abi Thalib membawa wanita kepada Umar untuk menerima sangsi hukumkan rajam atas dirinya “.
Wanita yang dibicarakan dalam riwayat ini bukanlah wanita yang disinggung pada riwayat sebelumnya --wallâhu a’lam--, mengingat pengakuan bersalah wanita yang disebutkan pada riwayat pertama terjadi setelah ketakutan yang dirasakannya, dan kemudian setelah terbukti kebenarannya ia tidak jadi dirajam. Sementara eksekusi untuk wanita pada riwayat terakhir tetap dilaksanakan, sebagaimana yang dikandung oleh riwayat hadits bersangkutan.
Abu Abdurrahman as-Silmi melaporkan ,” Seorang wanita didatangkan kepada Umar. Sebelumnya wanita itu mengalami kehausan yang sangat. Kemudian ia berpapasan dengan seorang pengembala dan wanita itu meminta minum dari sim pengembala tadi, namun penggembala tadi tidak mau memberikanya air minum keculai kalau ia mau ‘melayani’nya. Akhirnya wanitapun menyetujuinya. Maka orang-orang mendiskusikan tentang perajaman yang akan diterima wanita tadi. Maka menyaksikan hal itu Ali berkata kepada Umar ,” Ia (wanita itu) dalam keadaan terpaksa [ketika ‘melayani’nya], karena itu biarkan ia berlalu (bebas) “. Maka Umar pun melaksanakannya.
Kemungkinan besar wanita itu memang tengah berada dalam kehausan yang sangat mengkhawatirkan (keadaan yang kritis) yang apabila ia tidak memenuhi persyaratan yang diajukan padanya ia akan mengalami kematian. Mungkin ada yang beranggapan bahwa pernyataan Ali bin Abi Thalib tersebut menunjukkan ia membolehkan perzinahan karena sebab tersebut. Namun saya (penulis. Penerj) tidak melihat seperti itu. Beliau membatalkan pelaksanaan sangsi karena ketidak jelasanan alasan wanita itu untuk diberi sangsi,--wallâhu a’lam--.
Dari Abu Zhubyan, ia melaporkan ,” Aku melihat Umar bin Khaththab --radhiyallâhu 'anhu--  mendatangi seorang wanita yang telah melakukan zina. Kemudian ia memerintahkan agar wanita tadi diraham. Maka-maka orang-orang mendatanginya untuk dirajam. Kemudian datanglah Ali bin Abi Thalib seraya bertanya kepada yang hadir ,” Ada apa dengan wanita ini “ ? mereka menjawab ,” Ia telah berbuat zina dan Umar memerintahkan agar ia dirajam “. Maka spontan Ali bin Abi Thalib menyelamatkan wanita itu dan menyuruh orang-orang yang hadir agar membawanya kembali Umar (yang waktu itu menjabat sebagai khalifah). Kemudian mereka melapor kepada Umar ,” Ali menyuruh kami agar kembali (membatalkan perajaman atas wanita itu) “. Kemudian Umar berkata ,” Tidaklah Ali melakukan hal ini melainkan pasti karena suatu alasan tertentu “. Kemudian Umar datang menemui Ali untuk menanyakan alasanannya melarang orang-orang melaksanakan perajamana atas wanita tadi. Umar bertanya ,” Mengapa anda melarang orang-orang untuk merajam wanita tadi “ ? Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu-- menjawab ,” Tidakkah engkau mendengar Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  telah bersabda : ((Kewajiban agama (sangsi hukum) diangkat dari tiga macam manusia, yaitu orang yang tertidur sampai ia terbangun, anak kecil sampai ia menjadi dewasa, dan orang yang mengalami ganguan jiwa sampai ia normal)) “.
Kemudian  Umar berkata ,” Tentu aku pernah mendengarnya “. Kemudian Ali bin Abi Thalib berkata ,” Wanita ini adalah wanita dari bani fulan yang tengah mengalami gangguan jiwa. Besar kemungkinan ia ‘disetubuhi’ ketika berada dalam keadaan sakit jiwa “. Umar berkata ,” aku tidak tahu tentang hal itu “. Maka  Ali berkata  ,” namun aku tahu pasti tentang hal itu “. Akhirnya perajamanpun diurungkan.
Masruq melaporkan bahwa Umar mjendatangi seorang wanita yang menikah lagi sementara ia masih dalam masa iddahnya. Maka iapun mencerai keduanya dan menyimpan mahar yang dikeluarkan si laki-laki di Baitul Mal. Kemudian sampailah kepada Ali  kabar tentang hal itu. Maka Ali bin Abi Thalib berkomentar ,” Apabila keduanya melakukan hal itu jkarena ketidaktahuan maka wanita itu tetap berhak atas mahar [yang telah diterimanya dari si laki-laki] yang dengannya perkaminan. Dan keduanya memang tetap harus dipisah. Dan apabila telah habis masa iddahnya ia boleh melamar kembali wanita itu. Kemudian Umar menyampaikan khotbah dan memberikan perintah kepada para bahwahannya. Kembalilah urusan orang-orang yang tidak mengetahui itu kepada as-Sunnah. Maka Umar pun merujukkan kembali persoalan tersebut kepada apa yang dikatakan Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm--.
Semua hadits diatas dilaporkan oleh Ibn an-Nu’man didalam kitab al-Muwâfaqah. Hadits yang berasal dari Abu Zhubyan diatas dilaporkan oleh Ahmad. 
Dilaporkan juga bahwa suatu Umar --radhiyallâhu 'anhu-- bermaksud hendak merajam seorang perempuan yang melahirkan ketika kandungannya baru berusia enam bulan. Kemudian Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--  berkata kepadanya ,” sesungguhnya Allah ‘azza wajalla berfirman : (( Dan ia mengandungnya da menyapihnya [dalam rentang waktu] tiga puluh bulan)) dan Allah ta’ala juga berfirman : (( Dan penyapihannya [adalah setelah penysusuan selama] dua tahun)). Dengan demikian kehamilan selama enam bulan [adalah masih dibenarkan karena berdasar pada ayat tersebut], dan penyapihan dilakukan [setelah] dua tahun penyusuan. Maka Umar kemudian mengurungkan niatnya untuk merajam wanita itu. Kemudian ia berkata ,” kalau seandainya tidak ada Ali maka binasalah Umar “. {Ditakhrij oleh al-Khal’i dan dilaporkan oleh Ibn as-Samman}.
Sa’id bin al-Musayyab melaporkan bahwa Umar memohon perlindungan kepada Allah dari sutu polemik (persoalan) yang didalamnya Ali tidak ada. {Dilaporkan oleh Ahmad dan abu Umar}.
Dari Muhammad ibn Zubair, ia berkata ,” Aku masuk kedalam masjid Damaskus dan tiba-tiba aku bertemu dengan orang tua yang telah bungkuk kantaran usianya yang sudah sangat tua. Kemudian aku bertanya padanya ,” Siapakah yang pernah engkau jumpai (dari kalangan sahabat Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--) “ ? Ia menjawab ,” Umar --radhiyallâhu 'anhu--”. Kemudian aku bertanya lagi padanya ,” Peperangan apakah yang pernah engkau terlibat bersamanya “ ? Ia menjawab ,” Perang Yarmuk “. Kemudian aku berkata kepadanya ,” Beritahukanlah aku tentang apa yang pernah engkau dengar darinya “. Maka iapun bercerita ,” Suatu kali pergi melaksanakan ibadah haji berasama seorang pemuda. Kemudian kami terkena tulur burung , sementara kami tengah melaksanakan ihram. Ketika kami telah selesai mengerjakan ritual haji kami memberitahukan kejadian itu kepada amirulmukminin Umar bi Khaththab. Kemudian ia berbalik seraya berkata ,” mari ikut aku “! Kemudian kami diajak ke kediaman Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Kemudian ia mengetuk pintu rumah Rasulullah, kemudian terdengar jawaban seorang perempuan dari dalam rumah. Kemudian ia bertanya ,” Apakah Abuk Hasan ada didalam “? Kemudian wanita didalam rumah Rasulullah menjawab ,” Tidak ada “. Maka kamipun kembali. Lalu ia menyuruku agar mengikutinya, sampai akhirnya kamipun berhasil menemui Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm--.
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Ketika Ali pergi setelah memecahkan persoalan tersebut, Umar berkata ,” Ya Allah ! jangan biarkan suatu persoalan sulit menimpaku kecuali Ali ada disampingku “.
Muhammad bin Ziyad melaporkan ,” Suatu kali Umar bin Khaththab melakukan berkeliling Kitab Allah’bah (thawaf), sementara Ali bin Abi Thalib juga berthawaf didepannya. Tiba-tiba seorang laki-laki datang kepadanya dan berkata kepada Umar ,” Wahai Amirulmukmin, ambilkan apa yang menjadi hakku dari Ali bin Abi Thalib “! Kemudian Umar berkaya kepadanya ,” Ada apa gerangan ?” Kemudian orang itu menjelaskan ,” Ia (Ali bin Abi Thalib) telah menampar mataku “.
Kemudian Umar berhenti sejenak dari thawaf-nya sampai Ali berada dekat darinya. Kemudian Umar memanggil Ali ,” Wahai Abul Hasan [kemarilah] !” baik wahai Amirulmukmin “. Setelah Ali berada dihadapannya, Umar bertanya kepadanya ,” apa alasan anda menampar matanay ?” Kemudian Ali menjelaskan ,” Aarena aku melihat ia mengangan-angankan istri orang lain [yang mukmin] sementara ia tengah mengerjakan thawaf “. Kemudian Umar berkata kepada Ali ,” Anda telah melakukan tindakan yang tepat, wahai Abul Hasan “.
Yahya bin Aqil melaporkan ,” Umar pernah berkata Ali bin Abi Thalib ,” Bila aku bertanya padamu, engkau selalu memberikan jalan keluarnya. Semoga Allah tidak membiarkan aku tetap [hidup] setelah letiadaanmu, wahai Ali “.
Dilaporkan dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa ia mendengar Umara berkata kepada Ali, ketika ia bertanya pada Ali dan Ali menjawab pertanyaanya dengan baik ,” Akuberlindung pada Allah dari menjalani hidup dalam satu hari dimana engkau tidak ada pada hari berangkutan “.
Musa bin Thalhah melaporkan bahwa suatu kali terkumpul banyak sekali harta di kediaman Umar [yang ketika itu menjabat sebagai khalifah]. Maka Umar membagi-bagikan harta tersebut kepada orang-orang, namun masih ada yang tersisa. Kemudian ia merundingkan tentang sisa harta tersebut dengan sahabat-sahabatnya. Mereka mengusulkan agar sisa harta tersebut tetap dipegang oleh Umar, sebab barangkali suatu kali ia memerlukannya. Ketika itu Ali ditengah-tengah mereka, namun ia tidak berbicara sedikitpun. Kemudian Umar menegurnya ,” mengapa anda tidak bicara sedikitpun, wahai Ali  “? Ali bin Abi Thalib menjawab ,” Bukankah tadi orang-orang telah menyampaikan pendapatnya kepada anda “? Kemudian Umar berkata ,” Dan sekarang saya ingin giliranmu yang memberikan usulan “. Maka Ali bin Abi Thalib berkata ,” kalau menurutku lebih baik anda membagikan sisanya tadi dengan merata “. Maka Umar pun melaksanakan usulan tersebut.
Yahya bin ‘Aqil melaporkan dari Ali bin Abi Thalib bahwa ia (Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--) menyampaikan nasehat kerpada Umar ,” Wahai Amirulmukmin, bila anda ingin ‘menyusul’ kedua sahabat anda, maka pendekkanlah angan-angan anda, makanlah ketika perut tidak kenyang, pendekkanlah kain sarung anda, naikkanlah baju yang anda pakai, dan jahitlah sandal anda sendiri, maka pasti anda akan menysul kedua sahabat yang anda kasihi “.{semua riwayat diatas dilaporkan oleh as-Samman –wallahû a’lam--}.     

Tak seorang sahabat pun berani menyatakan ((Tanyailah aku)) selain Ali bin Abi Thalib.
Sa’id bin al-Musayyab berkata ," Tak seorangpun dari sahabat Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  yang pernah menyatakan ((Tanyailah aku)) keculai Ali bin Abi Thalib. {Dilaporkan oleh Ahmad didalam al-Manâqib dan al-Baghawi didalam al-Mu’jam, juga oleh Abu Umar dengan redaksi riwayat : “ Tak seorangpun yang pernah mengatakan ((Tanyailah aku)) selain Ali bin Abi Thalib}.
Abu Thufail melaporkan ,” aku menyaksikan ali telah berkata ((Tanyailah aku ! Demi Allah tak ada suatu persoalan apapun yang kalian tanyakan kepadaku melainkan melainkan aku pasti memberitahukan kalian [jawabannya]. Dan bertanyalah kepadaku tentang kitabullah, karena demi Allah tak ada satupun dari ayat [al-Qur'an] melainkan aku mengetahui kapan turunnya, dimalam hari-kah atau di disiang hari, dimana ia turun, lembahkah atau di gunung)). ]

Ali adalah orang yang paling mampu dalam memutuskan perkara.
Dari Anas --radhiyallâhu 'anhu--, ia melaporkan ,” orang yang paling dalam memutus perkata diantara umatku ad Ali “. {Dilaporkan oleh al-Baghawi didalam al-Mashâbîh dan al-Hisân}.
Dari Umar --radhiyallâhu 'anhu-- , ia melaporkan ,”Orang yang paling mampu dalam memutuskan perkara ad Ali “. {Dilaporkan oleh al-Hafizh as-Salafi}.
Mu’addz bin Jabal --radhiyallâhu 'anhu-- melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepada Ali ,” Banyak orang bersengketa karena tujuh perkara. Namun tak seorangpun dari kaum Quraisy dapat mendebat (menyangsikan) engkau [dalam tujuh perkara tersebut], yaitu bahwa [diantara mereka] engkau adalah orang pertama yang beriman kepada Allah, yang paling paripurna dalam memegang perjanjian dengan Allah, yang paling lurus dalam menangani urusan Allah, yang paling merata dalam pembagian, yang paling adil dalam pemerintahan (mengayomi rakyat), yang paling mengerti dalam menangani persoalan, dan yang paling besar keutamaannya disisi Allah “. {Dilaporkan oleh al-Hakimi}

Do’a Nabi saw untuk Ali ketika menunjuknya sebagai hakim negeri Yaman.
Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--  berkata ,” Ketika Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  mengutusku ke negeri Yaman untuk menjadi hakim sedangkan ketika itu aku masih sangat muda, aku berkata kepada kepada beliau ,” Wahai Rasulullah, anda mengutusku kepada sebuah kaum yang didalamnya banyak muncul persoalan-persoalan baru [yang tidak muncul pada masa sebelumnya] sementara aku tidak punya cukup pengetahuan dalam memutuskan perkara “. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepadaku ,” Sesungguhnya Allah akan menuntun lidahmu dan memantapkan hatimu “. Kemudian aku berkata ,” Maka setelah itu aku tidak pernah lagi ragu dalam memutuskan perkara diantara dua orang yang bersengketa “. {Ditakhrij oleh Ahmad}. Yang dimaksud dengan ahdâts pada hadits diatas perkara-perkara yang baru kemunculannya.

Beberapa contoh putusan cerdas  yang dibuat Ali bin Abi Thalib as.
Zaid bin Hubaisy melaporkan ,” Ada dua orang yang duduk sambil memakan makanan. Salah seoarng dari mereka mempunyai lima roti kering, sedangkan temannya mempunyai tiga roti kering. Kemjudian ada orang ketiga yang ikut nimbrung  duduk bersama kedua orang tadi, dan ia meminta izin untuk ikut memakan makanan yang mereka bawa. Kedua orang itu mengizinkannya ikut memakan makanan yang mereka bawa. Kemudian merekapun memakan makanan yang dimiliki orang dua orang pertama porsi yang sama. Kemjudian orang yang ketiga menyerahkan uang sebesar delapan dirham kepada mereka, seraya berkata ,” Uang ini sebagai ganti dari makanan kalian yang aku makan “. Kemudian kedua orang tersebut berselisih dalam pembagian uang tersebut. Orang yang punya lima troti mengatakan ,” Bagianku lima dirham dan bagianmu tiga dirham “. Sementara orang yang punya tiga roti berkata ,” Tidak, aku mau uang itu kita bagi rata “. Kemudian mereka berdua mengdukan permasalahan tersebut kepada Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm--. Kemudian Ali --karramallâhu wajhahu-- berkata kepada orang yang punya tiga roti ,” Terimalah pembagian yang diusulkan temanmu “. Namun ia menolaknya ,” Aku tidak mau kecuali apa yang menjadi hakku “. Kemudian Ali berkata kepada pemilik tiga roti ,” Hakmu adalah satu dirham sedangkan bagiannya tujuh dirham “. Kemudian dengan rasa haeran ia bertanya ,” bagaimana bisa begitu, wahai Amirulmukmin “ ? Maka Ali bin Abi Thalib menjelaskan ,” karena ……..li anna ats-tsamanâniyah arba‘atu wa ‘isyrûna tsulutsan………….pemilik lima roti mendapatkan lima belas bagian dan engaku mendapatkan sembilan bagian. Sementara kalian memakannya dalam jumlah yang sama. Engkau memakan delapan, maka sisanya satu bagian, dan temanmu memakan delapan maka sisanya tujuh. Dan orang ketiga juga memakan delapan bagian. Dengan demikian tujuh bagian untuk temanmu dan satu bagian untukmu “. {Dilaporkan oleh al-Qal‘î}.
Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--  melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  mengutusnya ke Yaman. Disana ia mendapatkan empat orang yang terjatuh dalam sebuah lubang yang akan mereka gunakan untuk berburu singa. Kemudian salah seorang dari mereka terjatuh kedalam lubang tersebut, namun ia segera bergelantungan pada salah seorang temannya, [namun karena beban terlalu berat] ia juga bergelantung pada teman yang masih diatas. dan karena orang ketiga juga akan terjatuh ke lubang maka iapun terpaksa bergelantung pada orang yang keempat yang belum jatuh. Namun karena orang yang keempat tak mampu menahan beban yang terlalu berat akhirnya mereka semua terjatuh kedalam lubang tersebut. Akhirnya mereka berempat diterkam singa sampi akhirnya mereka semua mati karena luka parah akibat terkaman singa. Para wali dari masing-masing orang yang terbunuh berselisih atas peristiwa tersebut, dan hampir-hampir mereka saling bunuh karenanya. Kemudian Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm--  berkata kepadanya ,” Aku akan memutuskan persoalan yang kalian hadapi jika kalian menyetujuinya. Namun bila tidak aku akan memisahkan kalian sampai kita menemui Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  dan kita serahkan pemecahan persoalan kalian pada beliau.    
Kekohonan Ali bin Abi Thalib dalam berpegang pada agama Allah.
Suwaid bin Ghaflah melaporkan bahwa Amirulmukmin Ali bin Abi Thalib --radhiyallâhu 'anhu-- berkata ,” Bila aku menyampaikan suatu hadits dari Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  kepada, maka demi Allah itu karena jatuh dari langit adalah lebih baik aku sukai ketimbang aku harus berbohong atas nama Rasulullah “. Bunyi redaksinya dalam riwayat lain adalah : ((…lebih aku sukai ketimbang aku harus mengatakan apa yang tidak beliau katakan )). {Dilaporkan oleh al-Bukhari dan Muslim}.
Abu Sa’id al-Khudri --radhiyallâhu 'anhu--  melaporkan ,” Suatu hari orang-orang mengadu kepada Ali. Mengetahui itu, Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—segera berdiri dan menyampaikan khutbah kepada kami. Dalam khuitbah beliau aku mendengar beliau berkata ,” Wahai sekalian manusia, janganlah kalian mengeluh pada Ali. Demi Allah sungguh Ali adalah orang yang sangat keras (kokoh dan mantap) dalam [menegakkan perkara] Allah. –atau beliau berkata--…dalam [berjuang] dijalan Allah “. {Dilaporkan oleh Ahmad}.
Kitab Allah’Ahlulbait bin Ujrah melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata ," Sesungguhnya Ali adalah orang yang sangat ‘keras’ dalam [menegakkan perkara dan urusan] Allah “. {Ditakhrij oleh Ibu Umar}.
Penjelasan kata :
Ikhsyausyana-yakhsyausyinu bermakna isytaddat khusyûnatuhu yang sangat keras. Akhsyan makna sama dengan khasyin. Ini sesuai dengan pandangan al-Jauhari.

Kekukuhan Ali dalam keimanannya.
Ibn Abbas --radhiyallâhu 'anhâ--  melaporkan bahwa Amirulmukmin Ali bin Abi Thalib pernah berkata di masa hidup Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bahwa Allah --'azza wajalla--  berfirman : (( apakah bila ia (Muhammad) telah mati atau terbunuh, lantas kalian akan berbalik kepada keyakinan kalian yang lama (kekafiran) ? )), Demi Allah kami tidak akan berbalik kepada kkeafiran setelah Allah memberikan hidayah kepada kami. Dan jika beliau (Muhammad --shallallâhu 'alaihi wa âlih--) telah wafat atau terbunuh, maka aku akan berperang diatas landasan peperangan yang beliau jalankan sampai aku mati. Demi Allah, sungguh aku adalah saudaranya, wali-nya, anak pamannya (sepupu)nya, dan pewarisnya. Dan adakah yang lebih pantas dariku atas hal itu ? {Dilaporkan oleh Ahmad dalam al-Manâqib}.
Dilaporkan dari Umar bin al-Khaththab --radhiyallâhu 'anhu--  bahwa ia berkata ,” Aku bersaksi atas nama Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  bahwa aku mendengar beliau berkata ,” Seandainya langit yang tujuh dan bumi yang tujuh diletakkan dalam salah satu sisi timbangan, dan keimanan Ali diletakkan disisi timbangan lainnya [untuk ditimbang] niscaya keimanan Ali-lah yang akan lebih berat “. {Ditakhrij oleh Ibn as-Samman didalam al-Muwâfaqah dan al-Hafizh as-Salafi didalam al-Masyîkhah al-Baghdâdiyyah}.

Kezudunan Ali bin Abi Thalib as.
Dilaporkan bahwa Mu’awiyah telah berkata kepada Dhirar ash-Shadi ,” Gambarkanlah kepadaku tentang Ali “. Kemudian Dzirar berkata ,” Maafkan aku wahai amirulmukmin “. Kemudian Mu’awiyah berkata ,” Tidak, engkau harus menerangkannya kepadaku “. Maka Dhirar pun berkata ,” Baiklah kalau begitu. Dia (Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--) adalah orang yang berpandangan jauh dan kuat perkasa. Ia bicara dengan pembicaraan yang tepat, menghakimi dengan penuh keadilan,. Ilmu menyeruak dari semua sisi dirinya. Kebijaksanaan berbicara dari berbagai sudut dirinya. Ia merasa ngeri dengan dunia dan hiasannya, dan merasa tentram dalam keheningan malam dan kesunyiannya. Ketika ia bersama kami, ia tak ubahnya seperti kami, memenuhi pangilan kami tatkala kami memanggilnya dan memberi kami (hadiah, pemberian dll) jika kami memintanya. Demi Allah, kendati demikian dekat dan akrabnya ia dengan kami, namun kami hampir-hampir tak dapat berbicara dengannya lantaran wibawanya yang begitu besar. Ia sangat menghormati agamawan dan senantiasa menjalin keakraban dengan orang-orang miskin. Orang kuat tidak akan menghasratkan derajat keperwiraannya dan orang lemah tak kan dibuat putus asa untuk meraih keadilannya. Aku bersaksi bahwa sungguh aku telat melihat sendiri dalam beberapa kesempatan, ketika malam telah bergelayut, gemintang terbenam dalam peristirahatannya, [ku lihat] ia meraih janggutnya, dan tampak ia menggeliat lalu menangis dengan penuh kesedihan seraya berkata : “ Hai dunia, tipulah orang selain diriku. Apakah [seringnya engkau datang kepadaku lantaran] engkau hendak memusuhiku ataukah engkau merindukanku ?! Jauh…jauhlah engkau dariku ! Aku telah cerai engkau tiga kali dan tak ada lagi kata ‘kembali’ kepadaku. Usiamu singkat namun bahayamu sangat besar. Ooohh… betapa sedikit bekal [perjalanan] dan betapa jauhnya perjalanan [yang harus ditempat] serta keganasan jalan [yang harus dilalui] “.
Setelah mendengar penuturan Dhirar Mu’awiyah pun menangis seraya berkata ,” Semoga Allah merahmati Abul Hasan. Dan demi Allah, memang demikianlah Abul Hasan. Bagaimana kesedihanmu atas [kepergian]nya, wahai Dhirar “? Dhirar menjawab ,” Kesedihanku sebagaimana sebagaimana kesedihan seseorang yang disembelih dalam kesendiriannya.  {Dilaporkan oleh ad-Daulabi dan Abu Umar serta penulis ash-Shafwah}.
Ammar bin Yasir --radhiyallâhu 'anhu--  melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepada Ali ,” Sesungguhnya Allah --'azza wajalla--  telah menghisasi dirimu dengan suatu hiasan yang mana Dia tidak menghisasi hamba-hambaNya dengan hiasan yang lebih dicintai-Nya dari hiasan tersebut [untukmu itu] yaitu hiasan para abrâr§ disisi Allah berupa kezuhudan pada dunia. Dia telah membuat dirimu, sedikitpun, tidak tersentuh oleh dunia dan dunia tidak tersentuh olehmu. Dia juga telah menjadikan orang-orang miskin senantiasa terpaut padamu, maka Ia membuatmu ridha mereka menjadi pengikutmu, sekaligus menjadikan mereka ridha engkau sebagai pemimpin mereka “.{Dilaporkan oleh Abul Khair al-Hakimi}.
Penjelasan kata :
Tazra’u bermakna ushîba (tersentuh, tertimpa atau terkena). Sedangkan washaba berarti senantiasa atau selalu. Diantara yang mengacu pada pengertian ini adalah firman Allah yang berbunyi :
æóáóåõ ÇáÏøöíäõ æóÇÕöÈðÇ
Dan bagi-Nya lah ketaatan itu selamanya (selalu) …“
Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--  melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- telah berkata kepadanya ,” Apa sikap yang engkau ambil bilamana kau dapati manusia manusia telah enggan pada urusan akhirat dan sangat berhasrat pada keduniawian, mereka memakan harta warisan dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil), dan mencintai harta dengan kecintaan yang sangat besar, mereka menimbulkan kerusakan didalam agama Allah. Mereka mejadikan harta Allah sebagai sarana kekuasaan “? Maka aku berkata kepada beliau : “ aku akan berpaling dari mereka dan dari apa yang pilih. Aku akan memilih Allah, rasul-Nya, dan hari akhirat. Aku juga akan bersabar dalam menanggung musibah-musibah dunia dan [kepedihan] dalam menghindar darinya sampai aku menyusul anda –insyâ Allâh (jika Allah menghendaki)—“. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata kepadaku ,” Engaku benar. Ya Allah mampukanlah ia melaksnakannya “ ! {Dilaporkan oleh Hafizh ats-Tsaqafi didalam al-Arba‘în}.
Ali bin Abi Rabi’ah melaporkan ,” Suatu kali Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm-- didatangi oleh Ibn at-Tayyah dan berkata kepadanya ,” Wahai Amirulmukmin, baitul mal telah penuh dengan ‘kuning’ (emas) dan ‘putih’ (perak) “. Kemudian spontan beliau berucap ,”…Allahu Akbar… “! Kemudian ia bangkit berdiri dengan bersandar pada Ibn at-Tayyah sampai akhirnya beliau berdiri didekat Baitul Mal. Kemudian beliau memanggil orang-orang. Setelah mereka berkumpul Amirulmukmin --'alaihissalâm--  memberikan harta yang ada di Baitul Mal kepada kaum muslimin yang hadir pada waktu itu, sembari beliau berkata ,” Hai ‘kuning’, hai ‘putih’, tipulah selainku !” Kemudian beliau membagi-bagikan harta bagian beliau kepada orang-orang sampai akhirnya tak tersisa untuknya baik hanya sedinar ataupun sedirham. Kemudian beliau memerintahkan untuk membasahi (menyirami) tempat tersebut dan kemudian beliau shalat dua rakaat ditampat itu. {Dilaporkan oleh Ahmad didalam al-Manâqib dan penulis ash-Shafwah}.
Ubaidillah bin Abil Hudzail melaporkan ,” Aku melihat Ali keluar ke suatu tempat dengan mengenakan baju yang kasar buatan Raz. Bila ia membentangkan lengan bajunya maka akan mencapai jari jemarinya. Dan apabila ia menjulurkannya maka akan mencapai setengah bagian lengan bawahnya “.
Hasan bin Jurmuz melaporkan dari ayahnya ,” Aku melihat Amirulmukmin Ali bin Abi Thalib keluat masjid Kufah dengan mengenakan dua potong pakaian dingin, yang satu dijadikan sebagai sarung dan yang lainnya beliau pakai sebagai baju. Sarung tersebut panjangnya sampai pertengahan betis. Beliau  berkeliling  di pasar-pasar dengan mengendarai unta. Mereka menyerukan orang-orang di pasar agar bertakwa kepada Allah, berbicara dan berjual-beli dengan cara yang baik, dan tidak mengurangi takaran dab timbangan. {Ditakhrij oleh al-Qal’i}.
Ibn Abbas --radhiyallâhu 'anhu--  melaporkan , “ Suatu kali Ali bin Abi Thalib membeli sebauh gamis seharga tiga dirham padahal ketika itu beliau adalah seorang khalifah. Kemudian beliau memotong bagian lengannya. Setelah itu ia berkata ,” Segala puji bagi Allah. Ini adalah bagian dari pakaian kebesaran-Nya “.  
Ali bin Rabi’ah melaporkan ,” Ali bin Abi Thalib mempunyai dua orang istri. Di saat ia berada pada istri yang satunya ia membelikan daging seharga setengah dirham, dan ketika berada di istri yang lainnya ia juga membelikan daging seharga setengah dirham “.
Ibn Abi Malikah melaporkan ,” ketika Utsman menggutus Ali kepada orang-orang bani Ya’qub, ia (Utsman) mendapati Ali mengenakan sarung dengan ‘aba’ah (mantel / baju luaran) dimana ia juga mengikatkan dengan erat sebuah batu ke tubuhnya dengan ‘iqal (kain syal) dimana ketika itu ia tengah mengecat ontanya dengan tir “.
Umar bin Qais melaporkan ,” Ali bin Abi Thalib pernah ditanya mengapa ia menaikkan pakaian gamisnya “? Maka ia menjawab ,” agar hati dapat menjadi khusyuk dan akan menjadi contoh untuk orang yang beriman “.
Dilaporkan dari Zaid bin Dzahab bahwa al-Ja‘d bin ibn Ba’jah mencela Ali lantaran pakaian yang dikenakannya. Kemudian Ali bin Abi Thalib menanggapi ejekan Ja’d dengan berkata ,” Apa urusanmu dengan pakaian yang ku kenakan. Sesungguhnya pakaian yang aku kenakan ini adalah pakaian yang jauh dari [kemungkinan menimbulkan rasa] kesombongan dan lebih patut untuk diteladani oleh seorang muslim “.
Dhahhak bin Umair melaporkan ,” Aku melihat pakaian yang dikenakan Ali bin Abi Thalib terkena……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..…… 
Habbatul ‘Arani melaporkan ,” Suatu kali Ali bin Abi Thalib diberi fâlûdzaj. Kemudian beliau meletakkannya didepannya dan berkata kepadanya : “ Demi Allah, sungguh aromamu harum, warnamu bagus, dan rasamu enak. Namun aku tidak ingin membiasakan diriku dengan sesuatu yang ia tidak terbiasa dengannya “. {semua hadits ini dilaporkan oleh Ahmad didalam al-Manâqib}.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Footnote :
§  Al-Abrâr adalah bentuk jamak dari al-Barr. Secara linguistik kata ini merupakan isim fâ‘il (kata yang menunjukan makna pelaku), yang berasal dari barra-yabirru yang berarti berbuat kebaikan di luar yang menjadi kewajibannya --Penerj.
----------------------------------------------------------ooo-----------------------------------------------------

Sedekah Ali bin Abi Thalib.
Abdullah bin Salam melaporkan ,” Suatu kali Bilal mengumandangkan azan shalat zhuhur, kemudian para sahabat pun bergegas melaksanakan shalat. Mereka tengah khusuk dalam ruku’dan sujud ketika tiba-tiba seorang pengemis dating meminta-minta kepada orang-orang yang tengah shalat. Mengetahui hal itu Ali bin Abi Thalib memberikan cincinnya kepada si pengemis ketika beliau dalam kedaan ruku’. Kemudian pengemis itu memberitahuakan Nabi tentangt hal tersebut. Maka setelah itu Nabi –shallallâhu ‘alaihi wa âlihi--  berkata kepada para sahabat ,” (( Sesungguhnya pemimpin (waly)-mu adalah Allah dan rasul-Nya, serta orang-orang yang beriman yang melaksanakan shalat dan mengeluarkan zakat sementara ,ereka dalam kedaan ruku’ )). {Dilaporkan oleh al-Waqidi dan Abul Faraj bin al-Jauzi}
Ibnu Abbas –radhiyallâhu ‘anhu--  berkata, sekaitan dengan firman Allah, : (( Dan mereka memberi makan --dalam keadaan mereka sendiri sangat menginginkannya-- orang miskin, anak yatim dan seorang tawanan…)).
……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..   Ketika roti yang dibuat telah matang, tiba-tiba datanglah seorang miskin yang mengemis kepada mereka. Maka merekapun memberikan makanan yang telah siap dihidangkan tersebut. Kemudian untuk kedua kalinya mereka membuat makanan yang sama. Dan ketika makanan telah siap disantap datanglah seorang anak yatim yang meminta makanan. Maka merekapun memberikan yang siap disantap tersebut kepada si yatim. Dan untuk yang terakhir kalinya mereka membuat makanan dari sepertiga gandum yang tersisa untuk membuat makanan. Ketika makanan yang dibuat telah matang, datang lagi seorang tawanan dari kaum musyrikin yang meminta-minta. Lalu mereka mmemberikan makanan yang hampir mereka santap itu. Akhirnya mau tidak mau hari itu mereka semua harus menanggung lapar [karena tak ada lagi yang bisa dimakan]. Lalu turunlah ayat disebutkan diatas. Ini adalah berdasarkan pernyataan al-Hasan dan Qatadah, dimana ia mengatakan bahwa tawanan yang datang kepada Ahlulbait tersebut adalah dari kalangan kaum musyrikin. Para ulama mengatakan bahwa hal ini menandakan bahwa pahalah dapat diperoleh dari mereka (para peminta-minta tersebut) kendatipun  mereka adalah bukan ahlul-millah (yang menganut ajaran yang dibawa oleh nabi Ibrahim sebagai sebuah ajaran monoteistik, dimana Islam merupakan puncak kesempurnaan ajaran nabi Ibrahim--  Penerj). Dan tentunya apa yang diberikan Ahlulbait kepada ketiga orang tersebut adalah diluar zakat dan kaffarah.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Footnote :
  1. Riwayat diatas dikuatkan juga oleh beberapa sumber, diantaranya :
Ia dilaporkan didalam Tafsîr ath-Thabari // Asbâb an-Nuzûl, oleh al-Wahidi // Syawahid at-Tanzîl oleh al-Hakim al-Hiskani // Ansâb al-Asyrâf, oleh Baladzuri, dan sumber-sumber lainnya. {Lihat ! Tafsir ath-Thabari : jilid 6, halaman 186 // Asbâb an-Nuzûl, oleh al-Wahidi : jilid 133-134 // Syawâhid at-Tanzîl : jilid 1, halaman 161-164. Lima riwayat berasal dari Ibn Abbas dan terdapat di halaman 165-166, dua riwayat berasal dari Anas bin Malik, dan enam riwayat lainnya terdapat di halaman 167-169 // Ansâb al-Asyrâf, oleh al-Baladzuri : halaman 151, dinukil dari Tarjamah al-Imam (Biografi Imam) : jilid 1, halaman 225 // Gharâ’ib al-Qur'an, oleh an-Nisaburi, dengan komentar ath-Thabari : jilid 6, halaman 167-168. As-Suyuthi acapkali menukil dari riwayat-riwayat tersebut didalam Tafsir-nya : jilid 2, halaman 293-294. Ia berkata didalam Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûl, halaman 90-91, setelah memaparkan riwayat-riwayat tersebut ,” Ini semua merupaksan riwayat-riwayat yang sebagiannya menguatkan sebagian yang lain “.
Dari Ibn Abbas dan Abu Dzarr --radhiyallâhu 'anhuma--  dan yang lainnya melaporkan [yang ringkasannya] berbunyi ,” Salah seorang miskin dari umat Islam memasuki masjid Nabi untuk mengemis. Ketika itu dalam keadaan ruku’ dalam shalatnya yang bukan shalat fardhu [dan itu (yakni bahwa shalat yang tengah ia kerjakan itu bukan shalat fardhu adalah riwayat yang dilaporkan oleh Anas dimana ia berkata ,” nabi keluar untuk mengerjakan shalat Zhuhur ketika tiba-tiba ia bertemu dengan Ali yang tengah ruku’…”. Serupa dengan itu adalah riwayat yang disampaikan Ibn Abbas. Kedua riwayat tersebut tertera didalam Syawâhid at-Tanzîl : jilid 1, halaman 163-164]….hati Ali pun menjadi terenyuh mendengarkan apa yang dikatakan oleh pengemis itu, maka ia pun mengisyaratkan tangan kanan ke belakang punggungnya. Dan di tangan kanannya ada sebuah cincin bermatakan batu Akik Yaman merah yang ia pakai ketika shalat. Ia mengisyaratkan kepada si pengemis agar mengambil cincin itu. Maka pengemis itupun mengambil cincin tersebut dan mendoakan untuk beliau. setelah itu pengemis itupun berlalu. Tak seorangpun yang keluar dari masjid sampai kemudian Jibril --'alaihissalâm-- turun dengan membawa firman Allah ((Sesungguhnya pemimpin (waly) kalian adalah Allah dan …dst)) (ayat). Sampai disini kami paparkan ringkasan yang termuat didalam Syawâhid at-Tanzîl.}.
Kemudian Hassan bin Tsabit menyusun berkata dalam bait-bait syairnya :
Wahai Abul Hasan, kami menjadi tebusanmu

Juga setiap orang yang cepat maupun lambat dalam memberi

Engkau telah memberikan tatkala engkau rukuk
Jiwa semua kaum menjadi tebusanmu, wahai sebaik-baik orang yang rukuk
Allah telah menurunkan untukmu sebaik-baik wilayah
Yang Ia tetapkan dalam aturan-Nya yang gamblang
(Dinukil dari Kifayatuth-Thâlib, bab ke 61, halaman 228. dinukil uga dari sumber-sumber hadits lainnya didalam Târîkh Ibnu Katsir : jilid 7, halaman 357)
Sebagian orang mengajukan keberatan bahwa maksud sekaitan dengan kandungan riwayat diatas dimana ayat yang berbunyi ((Dan orang-orang yang mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat sementara “mereka” dalam keadaan rukuk)) jelas-jelas menggunakan bentuk kata ganti jamak. Lantas bagaimana mungkin yang dipakai adalah kata ganti jamak (plural) namun yang dimaksud adalah untuk satu orang, yaitu Imam Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm-- ?!
Dan sebagian lainnya menjawab bahwa yang dimaksud adalah orang yang berpendangan seperti itu adalah orang menggunakan wahm (perangkaan tak berdasar). Yang tidak dibenarkan adalah menggunakan lafazh mufrad (kata yang mengandung arti tunggal) namun yang dimaksud darinya adalah makna jamak (plural). Adapaun sebaliknya adalah (yaitu menggunakan kata bermakna jamak namun yang dimaksudkan adalah satu orang) merupakan hal yang dibenarkan dan sudah biasa digunakan dalam percakapan konvensional. Hal semacam ini banyak dipakai didalam al-Qur'an, seperti misalnya lafazh dan ungkapan-ungkapan yang dipakai didalam surat al-Munâfiqûn berikut :
ÅöÐóÇ ÌóÇÁóßó ÇáúãõäóÇÝöÞõæäó ÞóÇáõæÇ äóÔúåóÏõ Åöäøóßó áóÑóÓõæáõ Çááøóåö æóÇááøóåõ íóÚúáóãõ Åöäøóßó áóÑóÓõæáõåõ æóÇááøóåõ íóÔúåóÏõ Åöäøó ÇáúãõäóÇÝöÞöíäó áóßóÇÐöÈõæäó :
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta “. (al-Qur'an, surat : al-Munâfiqûn, ayat : 1), --hingga ayat :
æóÅöÐóÇ Þöíáó áóåõãú ÊóÚóÇáóæúÇ íóÓúÊóÛúÝöÑú áóßõãú ÑóÓõæáõ Çááøóåö áóæøóæúÇ ÑõÁõæÓóåõãú æóÑóÃóíúÊóåõãú íóÕõÏøõæäó æóåõãú ãõÓúÊóßúÈöÑõæäó
Dan apabila dikatakan kepada mereka: Marilah (beriman), agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu, mereka membuang muka mereka dan kamu lihat mereka berpaling sedang mereka menyombongkan diri ”. (al-Qur'an, surat: al-Munâfiqûn, ayat : 5), --sampai pada ayat :
åõãõ ÇáøóÐöíäó íóÞõæáõæäó áóÇ ÊõäúÝöÞõæÇ Úóáóì ãóäú ÚöäúÏó ÑóÓõæáö Çááøóåö ÍóÊøóì íóäúÝóÖøõæÇ æóáöáøóåö ÎóÒóÇÆöäõ ÇáÓøóãóæóÇÊö æóÇáúÃóÑúÖö æóáóßöäøó ÇáúãõäóÇÝöÞöíäó áóÇ íóÝúÞóåõæäó(7)íóÞõæáõæäó áóÆöäú ÑóÌóÚúäóÇ Åöáóì ÇáúãóÏöíäóÉö áóíõÎúÑöÌóäøó ÇáúÃóÚóÒøõ ãöäúåóÇ ÇáúÃóÐóáøó æóáöáøóåö ÇáúÚöÒøóÉõ æóáöÑóÓõæáöåö æóáöáúãõÄúãöäöíäó æóáóßöäøó ÇáúãõäóÇÝöÞöíäó áóÇ íóÚúáóãõæäó(8)
Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar): "Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)". Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami. Mereka berkata: "Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya". Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu'min, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui “. (al-Qur'an, surat al-Munafiqun, ayat : 7-8).
Ath-Thabari didalam menjelaskan tafsiran surat diatas mengatakan :
Orang yang dimaksud dengan semua ayat ini tidak lain adalah Abdullah bin Abi Salul. Untuknya lah Allah menurunkan surat al-Qur'an ini (surat al-Munâfiqîn) dari awal hingga akhir, dan dalam bentuk yang kami paparkan diatas. Ahli takwil menyebutkan sejumlah riwayat telang disebutkan tentang orang yang menjadi obejrk surat ini. {Tafsir ath-Thabari : jilid 28, halaman 270}.
As-Suyuthi melaporkan dari Ibn Abbas --radhiyallâhu 'anhu-- didalam Tafsîr al-Âyât, dimana ia berkata ,” Segala sesuatu (atribut) yang diturunkan bagi orang-orang yang munafik didfalam surat ini, maka ia ditujukan untuk Abdullah bin Ubay. {Tafsîr as-Suyûthi : jilid 6, halaman 223}.
Selain itu masih ada banyak bukti lain didalam al-Qur'an, antara lain adalah :
  1. firman Allah :
ÇáøóÐöíäó ÞóÇáó áóåõãõ ÇáäøóÇÓõ Åöäøó ÇáäøóÇÓó ÞóÏú ÌóãóÚõæÇ áóßõãú ÝóÇÎúÔóæúåõãú ÝóÒóÇÏóåõãú ÅöíãóÇäðÇ æóÞóÇáõæÇ ÍóÓúÈõäóÇ Çááøóåõ æóäöÚúãó Çáúæóßöíáõ
(Yaitu) orang-orang (yang menta`ati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." “.(al-Qur'an, surat Âli Imran, ayat : 173).
Orang yang dimaksud dengan ‘orang-orang yang berkata’ pada ayat tersebut adalah Na’im bin Mas‘ud al-Asyja’i seorang, sesuai dengan ijma’ (kesepakatan) para ahli tafsir, hadits dan  ahlul-akhbâr. {Tafsir as-Suyuthi : halaman 538}. Namun Allah menggunakan kata nâs (yang mengandung makna jamak) untuk makna tunggal (satu orang).
2.       Firman Allah yang berbunyi :
      íóÇÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÁóÇãóäõæÇ ÇÐúßõÑõæÇ äöÚúãóÉó Çááøóåö Úóáóíúßõãú ÅöÐú åóãøó Þóæúãñ Ãóäú íóÈúÓõØõæÇ Åöáóíúßõãú ÃóíúÏöíóåõãú ÝóßóÝøó ÃóíúÏöíóåõãú Úóäúßõãú
Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan ni`mat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak menggerakkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), lalu Allah menahan tangan mereka dari kamu…”. (al-Qur'an, surat : al-Mâ’idah, ayat : 11).
      Yang dimaksud dengan orang yang hendak mengerakkan tangnnya adalah satu orang dari Bani Muharib bernama Ghaurats. Ada juga yang berpendapat bahwa orang tersebut adalah Amr bn Jihasy dari Bani Nadhir. Ketika itu pedangnya telah terhunus dan ia bermaksud hendak mengarahkannya kepada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, namun Allah --'azza wajalla--  menggagalkan rencananya itu. Peristiwa ini dilaporkan oleh sejumlah ahli hadits, ahlul-akhbâr, dan sejumlah ahli tafsir. Ibnu Hisyam melaporkannya dalam bab Ghazwatu dzâtu riqâ‘, pada juz ke-tiga didalam Sîrah-nya, halaman 539. Allah --subhânahu wa ta'âlâ--  memaksudkan qaum (yang mengandung makna jamak) untuk orang tersebut. Dan ini merupakan sebagai bentuk membesar-besarkan (memberi penekanan) atas nikmat Allah --'azza wajalla--  kaum muslimin atas terselamatkannya nabi mereka --shallallâhu 'alaihi wa âlih—
  1. Didalam ayat Mubâhalah disebutkan kata abnâ’anâ (anak-anak kita), nisâ’anâ (wanita-wanita kita), dan anfusanâ (diri-diri kita), yang mana kata-kata itu secara khusus dimaksudkan untuk al-Hasan dan al-Husein --'alaihimassalâm-- (untuk kata abnâ’anâ), Fathimah --'alaihassalâm-- (untukm kata nis’âna), dan Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu-- (untuk kata anfusanâ), sesuai dengan ijma’ (dalam satu pendapat yang sama) para ulama. Hal ini sebagai bentuk pentakzimanatas kemuliaan dan keagungan mereka --'alaihimusalâm--. Ayat-ayat yang serupa dengan ini sangat banyak juumlahnya didalam al-Qur'an. Dan ini merupakan dalil (alasan) bagi dibenarkannya menggunakan kata-jamak diterapkan untuk satu person tertentu, untuk penegasan maksud tertentu.   
  2. Imam ath-Thabrasi menyebutkan didalam Tafsir Majma’ al-Bayân : Maksud yang hendak ditegaskan dari penyebutan kata jamak untuk Amirulmukmin Ali bin Abi Thalib adalah untuk mengagungkannya. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa para ahli bahasa menggunakan kata jamak untuk satu orang tertentu sebagai bentuk pengagungan atas orang bersangkutan. Begitu makruf-nya pola bahasa semacam ini sehingga tidak lagi memerlukan argumentasi atasnya {Majma’ al-Bayân, halaman 541}.
  3. Didalam Tafsir-nya al-Kasysyâf, Adz-Dzamakhsyari menyebutkan satu poin penting sekaitan ihwal diatas, dimana ia berkata : “ bila anda bertanya, bagaimana mungkin dapat dibenarkan ayat tersebut diturunkan untuk Ali bin Abi Thalib --radhiyallâhu 'anhu—sementara kata yang dipakai adalah kata jamak. Maka jawaban saya atas pertanyaan anda itu adalah : “ pemakaian kata jamak yang ditujukan untuk satu orang pada ayat tersebut dimaksudkan untukm merangsang orang agar dapat melakukan perbuatan yang sama sehingga akan beroleh keutamaan sebagaimana yang telah didapat oleh orang yang dimaksudkan dalam ayat tersebut. Selain itu adalah untuk mengingatkan bahwa karaktersitik orang mukmin hendaknya dapat sampai pada tingkatan dimana ia sangat berhasrat untuk berbuat kebaikan dan kebajikan serta memberi sedekah kepada orang-orang fakir. Dan memberikan sedekah pada orang fakir adalah sedemikian pentignya yang mana apabila kondisi telah sangat mendesak [bagi si fakir] dan tak dapat diundur, meskipun orang yang dimintai sedekahnya berada dalam keadaan shalat, ia tetap tidak boleh menunda untuk memberikan sedekah kepada si fakir.
----------------------------------------------------------000-----------------------------------------------------

Ghirah Ali bin Abi Thalib terhadap Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--.
Ali bin Abi Thalib --karramallâhu wajhahu--  melaporkan, Aku bertanya kepada Nabi, wahai Rasulullah mengapa anda memilih wanita-wanita dari Quraisy [untuk dijadikan istri] dan engkau tidak memilih wanita dari kalangan kita ?” Beliau menjawab ,” Adakah wanita dari kalian yang dapat ku nikahi ?” kemudian aku menjawab ,” Tentu ada. Dia adalah putri Hamzah “. Kemudian Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata ,” Dia tidah halal untuk ku nikahi karena dia adalah putri saudaraku sepersusuan “. { Ditakhrij oleh Muslim}



MULHAQ
Dua belas imam as berasal dari anak keturunan Fathimah, dan Imam Mahdi adalah salah seorang dari mereka.
Setelah kita mengetahui siapa yang dimaksud dengan dzawu al-qurbâ dan setelah kita mengetahui kedudukan mereka didalam Islam, maka kini muncul sejumlah pertanyaan sekaitan dengan Imam al-Mahdi --'ajjalallâhu farajahu-- dan para imam yang dua belas. Oleh karena alasan inilah kami sengaja mengkhususkan pembahasan penutup ini dengan mengkaji persoalan yang sangat urgen dan penting ini.
Kita akan mencoba memberikan jawaban ats sejumlah pertanyaan dalam kajian kali ini yang meliputi :
-          Apakah didalam kitab-kitab hadits yang mu‘tabar (representatif) tersapat nash-nash yang menyinggung tentang imam dua belas pasca Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- ?
-          Siapakah para imam tersebut ?
-          Apakah Imam al-Mahdi adalah salah seorang dari mereka ?
Sebagian muhaqqiq berpendapat bahwa hadits-hadits yang yang menyatakan bahwa para khalifah setelah Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berjumlah dua belas orang merupakan hadis yang sudah sangat populer dari sumber dan jalur yang beragam. Dari sini dapat diketahui bahwa yang dimaksudkan orang Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- dalam hadis-hadis tersebut adalah para imam 12 (dua belas) yang berasal dari keluarga dan keturunan beliau. Karena sangat sulit untuk menyatakan bahwa hadis-hadis tersebut kemungkinan dimaksudkan untuk para khalifah dari kalangan sahabat beliau dikarenakan jumlah mereka kurang dari 12 (dua belas) orang. Tidak mungkin juga kita mengatakan bahwa kemungkinan maksud hadis tersebut adalah para penguasa bani Umayyah mengingat jumlah mereka yang lebih dari 12 (dua belas) orang, jugadikarenakan kezhaliman mereka yang tak terperikan keculai Umar bin AbdulAziz, serta mengingat mereka bukan bani Hasyim. Sebagaimana tidak mungkin juga hadis-hadis tersebut mengacu kepada para penguasa bani Abbas mengingat jumlah mereka meleibihi yang dinyatakan oleh hadis bersangkutan. Juga karena sedikitnya perhatian mereka pada ajaran-ajaran Islam dan jauhnya nasab dan moralitas mereka dari Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Serta sangat jauhnya kemungkinna mereka menjadi pribadi yang dimaksudkan dengan ayat ((Katakanalah [hai Muhammad], aku tidak meminta upah apapun atas penyampaian risdalah ini kecuali kecintaan kalian pada keluargaku)) dan hadits al-kisâ’. Maka dengan demikian mau tidak mau kandungan hadis-hadis tersebut mengacu kepada para imam dua belas yang berasal dari ahlulbait dan itrah beliau, mengingat mereka adalah orang-orang yang paling berilmu pada zamannya, paling mulia, paling wara’, paling bertakwa, paling tinggi nasabnya, paling utama kemuliaan keturunannya, serta  paling utama kedudukannya disisi Allah. Pengetahuan yang mereka miliki bersambung kepada ayah dan datuk-datuk mereka melalui pewarisan dan secara laduni. Demikianlah yang dijelaskan oleh orang-orang yang berilmi, para muhaqqiq, para ahli kasyaf, dan orang-orang yang telah beroleh taufik. Untuk membuktikan kebenaran pandangan ini, yaitu bahwa yang dimaksud oleh Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, dalam hadis-hadis tersebut adalah para imam dari ahlubait beliau, berikut ini kami paparkan beberapa nash yang berasal dari Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  sebagaimana yang termuat dalam kitab-kitab hadis yang mu’tabar.
1)      Muslim melaporkan dari Jabir bin Samrah bahwa ia mendengar Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- berkata : ((Agama akan senantiasa tegak sampai tibanya hari kiamat atau akan ada pada kalian dua belas khalifah, semuanya dari Quraisy)). Didalam riwayat yang lain dipakai ungkapan ((Urusan manusia akan senantiasa berjalan sebagaimana mestinya….)). Didalam dua hadits diatas dipakai ungkapan ((…ilâ itsnâ ‘asyar khalîfatan [sampai adanya dua belas khalifah] )).
Didalam Sunan Abu Dawud terdapat ungkapan ((…hattâ yakûna ‘alaikum itsnâ ‘asyar khalîfatan [sampai adanya dua belas khalifah yang akan memimpin kalian] )). Dan dalam sebuah hadits yang terpakai ungkapan ((ilâ itsnâ ‘asyar)) [1].
Didalam Shahih al-Bukhari disebutkan : Aku mendengar Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- berkata ," akan ada dua belas amîr (pemimpin) “. Kemudian pelapor riwayat ini (Jabir bin Samrah) mengatakan ,” kemudian beliau --shallallâhu 'alaihi wa âlih—mengatakan kalimat yang tak dapat aku dengan. Dan ayahku mengatakan bahwa yang dikatakan nabi itu adalah ((dan semuanya dari kalangan Quraisy)).

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Footnote :
1. Shahîh Muslim : jilid 6, halaman 3-4, bab “an-nâs tabi‘a li quraisyin min kitâb al-imârah”. Kami lebih memilih ungkapan riwayat ini Jabir juga menusikan yang serupa. Shahîh al-Buhkari : jilid 4, halaman 165, Kitâb al-Ahkâm // Shahîh at-Tirmidzi, bab “mâ jâ’a fil-khulafâ’i min abwâbil fitan” // dan Sunan Abu Dawud : jilid 3, halaman 106 // Kitâb al-Mahdi dan Musnad ath-Thayâlisi, hadis ke-767 dan 1278 // Musnad Ahmad : jilid 5, halaman 86-90, 92-101, dan 106-108 // Kanzul ‘Umâl : jilid 13, halaman 26-27 // Hilyat Abu Na’îm, jilid 4, halaman 333 // juga oleh Jabir bin Samrah bin Junâdah al-‘Âmiri dan as-Siwâ’i putra dari saudara perempuan Sa’ad bin Abi Waqqash, yang merupakan  sekutu merrka, meninggal di Kufah setelah berusia 70 tahun. Para penulis kitab shihah menuliskan 146 hadis yang berasal darinya. Biografinya tertuang dalam kitab Usud al-Ghabah, Taqrîb at-Tahdzîb dan Jawâmi‘ as-Sîrâh, halaman 277
----------------------------------------------------------000----------------------------------------------------

Dan didalam suatu riwayat disebutkan : “ Kemudian Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berbicara dengan suara yang tak dapat aku dengar. Kemudian aku bertanya kepada ayahku .” Apa gerangan yang dikatakan Rasulullah “? Ayahku menjawab ,” Yang dikatakan Nabi adalah ((semuanya dari bangsa Quraisy)) “.[1]
Dan di riwayat lain : ((Tidak akan membahayakan mereka pemusahan orang kepada mereka)).[2]
2)      Didalam riwayat lain disebutkan ,” Umat ini akn senantiasa senantiasa lurus urusannya dan menang atas musuh-musuhnya selama pada mereka ada dua belas khalifah yang kesemuanya dari bangsa Quraisy. Kemudian setelah itu akan ada kekacauan “.[3]
3)      Dan di riwayat lainnya dikatakan ,” akan ada dua belas qayyim (orang yang bangkit menegakkan kebenaran dan keadilan) didalam umat ini. Mereka tidak akan dirugikan oleh orang-orang yang tak mau membantu mereka. Semuanya dari kalangan Quraisy “.[4]
4)      ((Urusan manusia akan selalu dapat dibereskan / dituntaskan selama mereka ditangani oleh dua belas orang laki-laki)). [5]
5)      Anas --radhiyallâhu 'anhu--  melaporkan ,” Agama ini akan senantiasa tegak dengan adanya dua belas orang dari bangsa Quraisy. Apabila kedua belas pribadi tersebut telah tiada maka bumi akan menelan penghuninya “.[6]
6)      Perkara umat ini akan senantiasa dapat diselesaikan hingga tegakknya dua belas pribadi yang kesemuanya dari kalangan Quraisy “.[7]
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

footnote :

  1. Fath al-Bârî : jilid 16, halaman 338 // Mustadrak ash-Shahîhain : jilid 3, halaman 617
  2. Fath al-Bârî : jilid 16, halaman 338
  3. Muntakhab Kanz al-'Ummâl : 5, halaman 312 // Târîkh Ibn al-Katsîr : jilid 6, halaman 249 // Târîkh al-Khulafâ’, oleh as-Suyuthi : halaman 4 // Kanz al-‘Ummâl : jilid 13, halaman 26 // ash-Shawâ‘iq al-Muhriqah : halaman 28
  4. Kanz al-'Ummâl : jilid 13, halaman 27, Muntakhab Kanz al-'Ummâl : jilid 5, halaman 315
  5. Shahih Muslim dengan komentar an-Nawawi : hadits 12, halaman 202 // ash-Shawâ'iq al-Muhriqah : halaman 18 // Târîkh al-Islâm, oleh as-Suyuthi : halaman 10
  6. Kanz al-'Ummâl : jilid 13, halaman 27.
  7. Kanz al-'Ummâl : jilid 13, halaman 27, dari Ibn an-Najjar.
-------------------------------------------------------000-------------------------------------------------------
7) Ahmad dan al-Hakim serta para perawim lainnya melaporkan riwayat dengan redaksi yang pertama dari Masruq, dimana ia berkata ,” Kami tengah duduk-duduk di suatu malam kami di kediaman Abdullah (Ibn Mas’ud) yang mana ketika itu ia membacakan al-Qur'an untuk kami. Kemudian seseorang bertanya kepadanya ,” Wahai Abu Abdurrahman apakh anda pernah bertanya pada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berapakah jumlah khalifah yang dimiliki umat ini “ ? Abdullah Ibn Mas’ud menjawab ,” Sebelummu tak seorangpun yang bertanya kepadaku tentang persoalan ini semenjak aku datang ke Irak “. Kemudian orang itu berkata ,”  Kalau begitu mari kita menanyakannya pada Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—“. Maka kemudian merekapun menanyakannya pada Rasulullah dan Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- menjawab ,”   jum;ahnya ada dua belas sebagaimana jumlah pemuka bani bani Isra’il “. [1]
8)  Didalam sebuah riwayat Ibn Mas’ud melaporkan bahwa Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  berkata ," Akan aka setelahku para khalifah yang yang jumlahnya sebagaimana jumlah sahabat Musa --'alaihissalâm—“.[2]
Ibnu Katsir berkata ," riwayat seperti ini juga telah dilaporkan oleh Abdullah bin Umar, Hudzaifah dan Ibn Abbas “.[3] Dan  aku tidak tahu apakah riwayat yang dimaksudkan Ibn Abbas tersebut yang dilaporkan oleh Hakim al-Hiskani atau bukan “?!
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
footnote :
  1. Musnad Ahmad : jilid 1, halaman 398 dan 406. Ahmad Syakir mengatakan didalam cacatan kaki pertama yang diberikannya bahwa mata rantai periwayatan hadis diatas adalah shahih // Mustadrak al-Hakîm an-Nisaburi, dan diringkas oleh adz-Dzahabi : jilid 4, halaman 105 // Fath al-Bârî : jilid 16, halaman 339 (ditulis dalam bentuk ringkasan) // Majma’ az-Zawâ’id : jilid 5, halaman 190 // ash-Shawâ'iq al-Muhriqah, oleh Ibn Hajar al-Atsqalani : halaman 12 // Kanz al-'Ummâl, oleh al-Muttaqi : jilid 13, halaman 27. Ia (perawi hadis tersebut) mengatakan bahwa  hadis diatas juga dilaporkan oleh ath-Thabrani dan Na’im bin Hammad didalam kitab al-Fitan, dan oleh Faidh al-Qadir didalam Syarh al-Jâmi’ ash-Shaghîr oleh al-Munawi : jilid 2, halaman 458 // Kedua riwayat tersebut dilaporkan oleh Ibn Katsir didalam Târîkh-nya yang bersumber dari Ibn Mas’ud, bab “dzikr al-a’immah al-itsnâ ‘asyar alladzîna kulluhum min quraisy” : jilid 6, halaman 248-250.
  2. Ibn Katsir : jilid 6, halaman 248 // Kanz al-'Ummâl : jilid 13, halaman 27 // Lihat juga Syawâhid at-Tanzîl, oleh al-Hiskani : jilid 3, halaman 455, hadits ke 262.
  3. Ibn Katsir : jilid 6, halaman 248.
--------------------------------------------------------000------------------------------------------------------
Dapat kita simpulkan dan kita petik dari apa yang telah dipaparkan diatas bahwa jumlah imam (pemimpin) berjumlah dua belas orang secara silih berganti. Namun demikian sebagian ulama merasa bingung tentang maksud dari jumlah yang dua belas didalam riwayat-riwayat yang disebutkan diatas, dan terdapat berbagai pendapat yang saling berlawanan sekaitan dengan maksud dari jumlah tersebut.
Ibn al-Arabi melaporkan didalam Syarah at-Tirmidzi :
(( Kami telah menghitung dua belas amîr setelah Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--, dan kami dapati bahwa mereka itu adalah : Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, al-Hasan, Mu’awiyah, Yazid, Mu’awiyah bin Yazid, Marwan, Abdul Malik bin Marwan, al-Walid, Sulaiman, Umar bin Abdul Aziz, Yazid bin Abdul Malik, Marwan bin Muhammad bin marwan, as-Saffah, ….dst)).
Kemudian setelah itu ia menghitung dan menyebutkan dua puluh tujuh khalifah dari kalangn Abbasiyah hingga sampai masa hidupnya. Kemudian ia berkata :
((Dan bila kita sebutkan dan rinci satu persatu berdasarkan urutan diatas, maka khalifah yang dua belas itu semestinya berakhir pada Sulaiman. Dan bila kita merincinya berdasarkan semestinya dari hadits tersebut maka ada lima khalifah yang semasa dengan kita, yaitu khalifaj yang empat dan Umar bin Abdul Aziz)). [1]
Al-Qdhi ‘Iyash, ketika menanggapi pernyataan diatas, berkata ,” keberatan ini tidak benar adanya, sebab Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  tidak pernah berkata  : “ Tidak akan melampaui dua belas orang. Dan [kenyatannya jumlah khalifah yang ada] melampaui jumlah yang disebutkan Nabi. Dan tak ada halangan bagi kenyataan jumlahnya lebih dari yang disebutkan Nabi “.[2]
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Footnote :
  1. Syarh Ibn al-‘Arabi ‘alâ Shahîh at-Tirmidzi : jilid 9, halaman 68-69
  2. Syarh an-Nawani ‘ala ShahÎh Muslim : jilid 12, halaman 201-202 // Fath al-Bârî : jilid 16, halaman 339. Penysusun juga menyebutkan redaksi yang sama di halaman 241
-------------------------------------------------------000----------------------------------------------------------------
As-Suyuthi menyebutkan sanggahannya atas penyataan tersebut :
((Sesungguhnya yang dimaksud dengan hadits tersebut adalah keberadaan dua belas khalifah di semua periode Islam hingga hari kiamat, dimana mereka akan berbuat berasarkan kebenaran meskipun mereka tidak berkesinambungan )). [1]
Didalam Fath al-Bârî ia menyatakan :
((Telah berlalu empat khalifah dari khalifah yang dua belas. Dan jumlah tersebut harus genap sebelum tibanya hari kiamat)).[2]
Ibn al-Jauzi berkata ," atas dasar ini maka yang dimaksud dengan ((…akan ada kekacauan setelahnya…)) adalah serangkaian fitnah (bencana) yang memantapkan tibanya hari kiamat, yaitu dengan keluarnya Dajjal dan kejadian lainnya yang menyusul [setelah keluarnya Dajjal].[3]
As-Suyuthi berkata ,” Yang kami dapati dari dua belas khalifah tersebut adalah empat khalifah (khulafâur râsyidin, yaitu : Abu Bakar, Umar Utsman dan Ali), kemudian al-hasan, Mu’awiyah, Ibn az-Zubair, dan Umar bin Abdul Aziz. Mereka itu berjumlah delapan orang. Dan ada kemungkinan termasuk dari yang dua belas itu adalah al-Mahdi dari bani Abbas. Karena kepemimpinannya didantara khalifah Abbasiyah adalah seperti Umar bin Abdul Aziz di masa kekhalifahan bani Umayyah. Dan juga ath-Thahir dari bani Abbas, mengingat ia dianugerahi kemampuan berlaku adil. Dan yang tersisa tinggal dua orang khalifah yang dinanti-nantikan kemunculannya, yang salah satunya adalah al-Mahdi, karena ia dari Ahlulbait Nabi saw “. [4]
Ada juga pendapat minoritas yang mengatakan :
((Yang dimaksud dengankan dari hadits tersebut adalah adanya dua belas pribadi selama masa kejayaan kekhalifahan dan masa kuatnya Islam serta lurusnya perkara-perkara keIslaman, yang akan membuat kejayaan bagi Islam pada zamannya. Dan masyarakat Islam akan terhimpun dalam kepemimpinannya)).[5]
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Footnote :
  1. Târîkh al-Khulafâ’, oleh as-Suyuthi : halaman 12.
  2. Fath al-Bârî : jilid 16, jilid 341, Târîkh al-Khulafâ’ oleh as-Suyuthi : halaman 12.
  3. Yang dimaksud adalah Haman
  4. Ash-Shawâ'iq al-Muhriqah : halaman 19 // Târîkh al-Khulafâ’, oleh as-Suyûthi : halaman 12. Atas dasar ini maka para pengikut mazhab al-Khuafa’ mempunyai dua imam yang dinanti-nantikan kedatangannya, salah satunya adalah al-Mahdi yang diperhadapkan dengan seorang imam yang dinanti-nantikan oleh pengikut mazhab Ahlulbait --'alaihissalâm--.
  5. Disinyalir oleh an-Nawawi didalam Syarh Shahih Muslim : jilid 12, halaman 202-203. Ibn Hajar al-Atsqalani juga menyebutkannya didalam Fath al-Bârî : jilid 16, halaman 338-341, dan as-Suyuthi didalam Târîkh-nya : halaman 12.
------------------------------------------------------------000-----------------------------------------------------------
Al-Baihaqi menyatakan ,” jumlah ini kita dapati dalam bentuk keterangan diatas, yaitu hanya sampai pada masa al-Walid bin Yazid bin Abdul Malik. Kemudian setelah terjadilah kekacauan dan fitnah yang besar, baru kemudian setelahnya, kekuasaan berada dalam kendali bani Abbasiyah. Mereka (para ulama) dapat menambahkan dari jumlah tersebut didalam pernyataan-pernyataan , namun itu berarti tidak sejalan dengan  apa yang dinyatakan sebelumnya. Atau mereka menghitung juga khalifah-khalifah yang muncul setelah kekacauan yang disebuitkan diatas.[1]
Mereka berkata :
((dan yang disepakati oleh umat Islam pada generasi yang lalu adalah tiga khalifah pertama, kemudian Ali bin Abi Thalib sampai terjadinya peristiwa tahkîm (airtrasi) di medan Shiffin [antara Ali dan Mu’awiyah]. Maka sejak saat itulah Mu’aweiyah dianggap sebagai memilki kewenangan atas kekhilfahan. Dan mereka menggap Mu’awiyah sepenuhnya sebagaai khalifah setelah adanya rekonsiliasi antara Mu’awiyah dan al-Hasan. Umat juga mensepakai atas kepemimpinan putranya, Yazid, dan  kenyataannya bahwa al-Husein tidak dapat menjadi khalifah bahkan ia telah terbunuh sebelum memegang kendali kepemimpinan. Kemudian ketika Yazid mati, umat berselisih tentang yang berwenang menjabat khalifah setelahnya. Maka mereka pun bersepakat menjadikan Abdul Malik bin Marwan sebagai khalifah setelah ia berhasil membunuh Ibnu Zubair. Setelah itu umat bersepakat kekhalifahan dipegang oleh kempat anak Abdul Malik bin Marwan, yaitu al-Walid, kemudian Sulaiman, kemudian Yazid dan terakhir Hisyam. Diantara kepemimpinan Sulaiman dan Yazid, ke3ndali kepemimpinan sempat dipegang oleh Umar bin Abdul Aziz. Dan yang kedua belas adalah al-Walid bin Yazid bin Abdul Malik. Umat bersepakat ataskepemimpinannya Hisyam memgang kendali kepemimpinan selama empat tahun)).[2]
Atas dasar ini maka kekhalifahan kedua belas orang-orang yang disebutkan diatas adalah kekhalifahan yang shahih (valid dan absah) mengingat umat telah bersepakat atas mereka semua. Dan Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih—telah mewartakan kepada mereka kedua belas orang yang disebutkan diatas akan menggantikan beliau (yakni sebagai khalifah) dalam mengemban Islam ditengah-tengah manusia.
Ibnu hajar berkomentar sekaitan dengan pandangan diatas : ((Ini adalah pandangan yang paling ‘mengena’)).
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Footnote :
  1. Dinukil oleh Ibn Katsir didalam Târîkh-nya : jilid 6, halaman 249, dari al-Baihaqi.
  2. Târîkh al-Khulafâ’, oleh as-Suyuthi : halaman 11 // ash-Shawâ'iq al-Muhriqah : halaman 19 // Fath al-Bârî : jilid 16, halaman 341.
-------------------------------------------------------------000----------------------------------------------------------

Ibnu Katsir berkata  :
((Pandangan yang dipilih oleh al-Baihaqi dan disepakati juga oleh sekelompok ulama mengindikasikan bahwa yang dimaksud dua belas khalifah adalah para kahlifah yang secara berturut-turut muncul hingga masa al-Walid bin Yazid bin Abdul Malik, seorang fasik yang telah kita bicarakan sebelumnya tentang kebobrokan dan kejahatannya. Pandangan sseperti ini adalah pandangan yang layak untuk dipertanyakan dan diperdebatkan. Penjelasan atas hal tersebut adalah bahwa, dengan penjelasan manapun, para khalifah hingga masa al-Walid  bin Yazid berjumlah lebih dari dua belas orang. Bukti atas hal itu adalah bahwa khalifah yang empat, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali [adalah orang-orang yang kekhilfahannya] telah dikukuhkan. Kemudian setelahnya al-Hasan bin Ali sebagaimana yang kenyataanya terjadi, karena Ali telah berwasiat kepadanya, dan orang-orang Iraq juga telah membaiatnya..dimana Mu’awiyah juga berekonsiliasi dengannya. Kemudian putra Mu’awiyah, Yazid bin Mu’awiyah. Kemudian putranya, Mua’wiyah bin Yazid. Kemudian Marwan ibn al-Hakam. Kemudian putranya Abdul Malik bin Marwan. Kemudian putranya al-Walid bin Abdul Malik. Kemudian Sulaiman bin Abdul Malik. Kemudian Umar bion Abdul Aziz. Kemudian Yazid bin Abdul Malik. Kemudian Hisyam bin Abdul Malik, Mereka itu berjumlah lima belas orang. Kemudian al-Walid bin Yazid bin Abdul Malik. Dan kalau kita juga menganggap kelayakan Ibnu Zubair sebagai khalifah sebelum periode Abdul Malik maka jumlahnya menjadi enam belas orang. Bagaimanapun, mereka berjumlah dua belas sebelum Umar bion Abdul Aziz. Berdasarkan asumsi ini maka Yazid bin Mu'awiyah masuk dalam kategori dua belas khalifah. sementara Umar bin Abdul Aziz, seorang pemimpin yang para imam sendiri menyatakan terimakasihanya kepadanya dan musuh-musuhnya sekalipun menghaturkan pujian kepadanya, dan semua orang sepakat akan keadila dirinya, dan masa-masa kepemimpinannya masa-masa yang paling penuh dengan keadilan sampai-sampai para râfidhi mengakui hal tersebut, harus ‘keluar’ dari kategori khlaifah yang dua belas. Kalau ada yang berkata ((Saaya tidak akan menganggap bernilai kecuali apa-apa yang disepakati oleh umat)), maka pandangan ini akan mengharuskan  kita untuk ‘mengeliminasi’ Ali bin Abi Thalib dan putranya dari khalifah yang dua belas, mengingat banyak orang ketika itu tidak sepakat menjadikan mereka berdua sebagai khalifah dimana penduduk Syam secara keseluruhan tidak berbaiat kepada keduanya)).
Ia juga berkata :
((Sebagian ulama menganggap Mu'awiyah dan putranya, Yazid, serta putran Yazid, yaitu Mu'awiyah bin Yazid, sebagai termasuk dalam dua khalifah yang dua belas. Dan mereka tidak memberi catatan sekaitan dengan masa-masa pemerintahan Marwan dan Ibnu Zubair, karena umat tidak bersepakat atas kepemimpinan salah seorang dari keduanya. Atas dasar ini, dapat kami katakan sekaitan dengan pandangan yang ditempuhnya bahwa yang dikategorikan sebagai dua belas khalifah olehnya adalah khalifah yang tiga (yaitu selain Ali bin Abi Thalib. Penerj), kemudian Mu'awiyah, kemudian Yazid, kemudian Abdul Malik, kemudian al-Walid bin Sulaiman, kemudian Umar bin Abdul Aziz, kemudian Yazid, kemudian Hisyam. Sampai disini jumlah baru sepuluh. Kemudian setelah yang sepuluh ini adalah al-Walid bin Yazid bin Abdul Malik si fasik. Beranjak dari pandangan tersebut maka Ali bin Abi Thalib dan putra al-Hasan dikeluarkan dari kategori khalifah yang dua belas, dan ini jelas-jelas bertentangan dengan nash yang ditegaskan baik oleh para imam dari kalangan Ahlussunnah maupun Syi’ah)). [1]
Ibn al-Jauzi didalam Kasyful Musykil menyebutkan dua bentuk jawaban atas pandangan diatas :
Pertama :  Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  mengisyaratkan didalam hadits tersebut kekhalifahan setelah periode beliau dan sahabat. Hukum yang ditetapkan untuk sahabat [sekiatan dengan masalah khilafah] adalah berkaitan erat dengan hukum yang berlaku atas diri beliau. maka belia memberitahukan kepemimpinan setelah periode sahabat. Maka dengan begitu seakan–akan mengisyaratkan tentang jumlah khalifah dari bani Umayyah. Seakan-akan ucapan beliau ((Agama akan senantiasa…)) bermakna kepemimpinan yang dikendalikan oleh dua belas khalifah. ………………tsumma yantaqilu ilâ shifatin ukhrâ asyaddi minal-ûlâ …………………………….
Khalifah yang pertama  dari bani Umayyah adalah Yazid bin Mu’awiyah dan yang terakhir Marwan al-Himâr. Dan jumlah keseluruhannya adalah tiga belas orang. Utsman, Mu’awiayh, dan Zubair tidak masuk dalam kotegori tersebut karena mereka adalah bagian dari sahabat. Apabila kita juga mengeluarkan Marwan bin Hakam, lantaram perbedaan pendapat seputar statsus dirinya sebagai sahabat Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  atau bukan, atau lantaran ia orang yang melakukan sabotase atas kekuasaan Abdullah bin Zubair yang telah disepakati oleh umat, maka barulah jumlahy “dua belas” itu menjadi tepat. Dan setelah berakhirnya kekhilafahan dari bani Umayah maka terjadilah mala petaka besar-besaran dan berbagai macam pembantaiansampai akhirnya negara dikuasai oleh bani Abbas. Maka terjadilah perubahan drstis dan mencolok dari keadaan sebelumnya )).[2]
Ibnu Hajar memberikan sanggahan atas pandangan yang diajukan oleh Ibn al-Jauzi diatas dalam kitabnya Fathul Bârî.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Footnote :
  1. Târîkh Ibn Katsir : jilid 6, halaman 249-250
  2. Fath al-Bârî : jilid 16, halaman 340
---------------------------------------------------------000--------------------------------------------------------------

Kemudian Ibn al-Jauzi memaparkan pandangan alternatif yang kedua dari bagian yang dihimpun oleh Abul Husein ibn al-Munadi didalam topik tentang al-Mahdi, dimana ia berkata :
((Ada kemungkinan bahwa dimaksud adalah kekhalifahan setelah al-Mahdi yang akan muncul di akhir zaman. Telah disebutkan didalam “catatan Daniyal” (Kitâb Daniyâl) bahwa apabila al-Mahdi telah mati maka akan ada lima orang dari keturunan as-Sibth al-Akbar (Imam al-Hasan --'alaihissalâm--) yang akan memgang tampuk kekuasaan, dan kemudia lima orang yang berasal dari keturunan as-Sibth al-Ashghar (Imam al-Husein --'alaihissalâm--). Kemudian yang terakhir dari mereka akan mewasiatkan agar tampuk kekhalifahan berikutnya diserahkan seorang lakia-laki yang berasal dari anak keturunan as-Sibth al-Akbar. Kemudian barulah setelahnya tampuk kekuasaan akan dipegang oleh dua belas raja (penguasa), dimana masing-masing dari mereka itu merupakan Imam Mahdi)).
Ia berkata ,” didalam suatu riwayat disebutkan ((….kemudian urusan ini akan ditangani oleh dua belas orang laki-laki, enam darinya merupakan anak keturunan al-Hasan --'alaihissalâm--, dan yang terakhir dari mereka itu bukan merupakan keturunan al-Hasan --'alaihissalâm--. Kemudian setelah itu ia akan mati dan setelahnya kondisi zaman akan menjadi sangat bobrok )).
Ibnu Hajar mengomentari hadits pertama diatas didalam ash-Shawâ‘iq, dimana ia berkata ,” Sesungguhnya riwayat ini adalah riwayat yang sangat lemah dan tak layak untuk diperhatikan “.[1]
Sekelompok orang mengatakan :
(( Kemungkinan besar bahwa Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  memberitahukan, didalam hadits tersebut, tentang sejumlah peristiwa dan bencana mengejutkan (yang tidak diprediksikan sebelumnya) yang akan terjadi ketiadaan beliau, sampai-sampai dalam satu waktu orang-orang akan terpecah-pecan dalam dua belas kepemimpinan. Seandainya maksud Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih--  dengan hadits tersebut bukan sebagaimana yang kami sebutkan ini maka tentunya beliau akan berkata : ((Akan ada dua belas pemimpin yang akan melakukan “ini dan itu” )). Namun karena Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih—tidak menyebutkankannya dalam pewartaannya, maka dapat diketahui bahwa yang dimaksudkan Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih-- adalah keberadaan mereka di satu masa…)).[2]
Kemudian mereka menambahkan :
((Hal ini telah terjadi pada abad kelimam dimana pada abad itu negeri Andalusia-lah  satu-satunya negeri yang didalamnya ada enam tokoh yang memegang kendali kekhalifahan. Da bersama mereka adalah penguasa Mesir dan para penguasa Abbasiyah di Baghdad, serta tokoh-tokoh yang mengkleim kekhilafahan di muka bumi dari kalangan ‘Alawiyyin (anak keturunan Ali bin Abi Thalib --'alaihissalâm--) dan Khawârij)). [3]
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Footnote :
1.      Fath al-Bârî : jilid 16, halaman 341 // ash-Shawâ'iq al-Muhriqah, oleh Ibn Hajar al-Atsqalani : halaman 19.
2.      Fath al-Bârî : jilid 16, halaman 338
3.      Syarh an-Nawawi : jilid 12, halaman 202 // Fath al-Bârî : jilid 16, halaman 339
-------------------------------------------------------------000----------------------------------------------------------

Ibnu Hajar berkata ," Pernyataan diatas adalah pernyataan orang yang mengerti sedikitpun tentang aspek-aspek ilmu hadits selain riwayat yang ada di al-Bukhari. Demikian ringkasnya…”. [1]
Ia juga berkata ,” Sesungguhnya keberadaan mereka didalam satu masa justru akan menimbulkan perselisihan dan perpecahan itu sendiri, maka tidak mungkin hal itu menjadi maksud Nabi --shallallâhu 'alaihi wa âlih—dalam hadits tersebut “. [2]
¨      ¨  ¨  ¨

Didalam hadits-hadits yang disebutkan diatas dan yang serupa dengannya terdapat nash dari Rasulullah yang menegaskan bahwa tentang tempat kembali dan merujuknya umat  setelah beliau, dan bahwa mereka itu adalah ithrah dan Ahlulbait beliau sendiri, dan bahwa jumlah mereka adalah dua belas orang “. [3]
Demikianlah, mereka (orang-orang dan para ulama yang memaparkan beragam pandangan didepan) tidak menemukan kata sepakat. Atas satu pendapat tunggal dalam menginterpretasikan hadits tersebut. Saya tidak tahu mengapa tak seorangpun dari mereka yang berpendapat bahwa madrasah (mazhab) Ahlulbait berpandangan bahwa mishdâq hadits tersebut beserta keutuhan jumlah yang dimaksudkannya terwujud pada diri dua belas imam dari Ahlulbait Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--. Dan sesungguhnya jumlah angaka ini (yakni dua belas) tidak dapat terealisir pada selain mereka, sebagaimana yang kami nyatakan didepan.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Footnote : 
  1. Fath al-Bârî : jilid 16, halaman 338
  2. Fath al-Bârî : jilid 16, halaman 339
  3. Lihat ! Yanâbî‘ al-Mawaddah, oleh Sulaiman bin Ibrahim al-Qanduzi al-Hanafi
---------------------------------------------------------000------------------------------------------------------------


Referensi :
  1. al-Qur’anul-Karim.
  2. Asbâb Nuzûl al-Qur'an. Oleh Aul Hasan Ali bin
    Ahmad al-Wahidi (wafat tahun 468 Hijriah), ditahkik oleh Kamal Basyuni Zaghlulo, Beirut , Dâr al-Kutub al-’Ilmiyyah, cetakan pertama, tahun 1141 Hijriah.
  3. Usud al-Ghâbah fî Ma‘rifatish-Shahâbah, oleh Izzuddin Ali bin Abil Karam Muhammad bin Abdul Karim asy-Syaibani, yang dikenal sebagai Ibnnl Atzir al-Jauzi (wafat tahun 630 Hijriah), Beirut, Dâr Ihyâ’ at-Turâts al-‘Arabi
  4. Ansâb al-Asyraf, oleh Ahmad bin Yahya  bin Jabir al-Balâdzari (wafat tahun 779 Hijriah), bagian biografi Rasulullah saw dan biografi Amirulmukmin kw, ditahkik oleh Muhammad Baqir al-Mahmudi, Beirut, Mu’assasah al-A’lami lil-Mathbû‘ât, cetakan pertama, tahun 1394 Hijriah.
  5. al-Bidâyah wan-Nihâyah, oleh Isma’il bin Umar bin Katsir ad-Dimsyiqi Abul Fida’, (wafat tahun 774 Hijriah), Beirut , Dâr al-Kutub al-'Ilmiyyah, cetakan keempat, tahun 1408 Hijriah.
  6. Tarîkh Baghdad (Madinatus-Salâm), oleh ahmad bin Ali bin Tsabit al-Khathib al-Baghdadi (wafat tahun 463 Hijriah), Madinah al-Munawwarah, al-Makatabah as-Salafiyyah.
  7. Târikh al-Khulafâ’, oleh Jalaluddin Abdurahhman as-Suyuti (wafat tahun 911 Hijriah), Beirut , Darul Fikr.
  8. Târikh Ibn al-Atsîr (al-Kâmil fit-Târîkh), Ibn al-Atsir, Dâr Shâdir, Beirut , tahun 1982 Masehi.
  9. Tadzkiratu Khawâshshil-Ummah, oleh Yusuf bin Qazaughali, cucu Ibn al-Jauzi (wafat tahun Hijriah), Teheran, Maktabah Nainawa al-HadÎtsah, dan sebagian lainnya adalah terbitan Beirut  oleh Mu’assasah Ahlilbait, tahun 1401 Hijriah / 198 Masehi.
  10. Tafsîr al-Hîrî, oleh Abu Abdillah al-Kufi al-Husein bin al-Hakam bin Muslim al-Hiri (wafat tahun 268 Hijriah) ditahkik oleh Muhammad Ridha al-Huseini, Beirut , Mu’assasah Âlul Bait li Ihyâ’i at-Turâts, cetakan pertama tahun 1408 Masehi.
  11. Tafsir ath-Thabari : Jâmi’ul Bâyan Fî Tafsîr al-Qur'an.
  12. TafsÎr Ibn Katsîr : Tafsir al-Qur'an al-‘Azhîm, oleh Ismail bin Umar bin Katsir al-Bashri ad-Dimsyiqi, (wafat tahun 774 Hijriah), Beirut , Darul Ma‘rifah, tahun 1402 Hijriah.
  13. al-Jâmi’ Li Ahkâm al-Qur'an, oelh Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi (wafat tahun 671 Hijriah), dikoreksi oleh Abdul Alîm al-Bardûni, Beirut, Dâr Ihyâ’i at-Turâts al-‘Arabi, cetakan pertama.
  14. al-Husein Yaktubu Qishshatahu al-Akhîrah, oleh asy-Syahîd Sayyid Muhammad Baqir ash-Shadr, ditahkik oleh Shadiq Ja’far ar-Rawaziq, cetakan pertama, Lisân ash-Shidq, 1427 Hijriah / 2006 Masehi.
  15. Hulyatul Awliyâ’ wa Thabaqât al-Ashfiyâ’, oleh Abu Na’im Ahmad bin Abdullah al-Isbahani (wafat tahun 430 Hijriah), Beirut, Darul Kutub al-Arabi, cetakan kelima, 1407 Hijriah.
  16. ad-Durr al-Mantsûr min al-Ma’tsûr wa Ghairil-Ma’tsûr : oloeh Ali bin Muhammad bin al-Hasan ibn asy-Syahid ats-Tsani, (wafat tahun 1130 Hijriah), Qom, Maktabah Ayatullah al-Ma’asyi, cetakan pertama.
  17. Sunan Ibn Mâjah, oleh Muhammad bin Yazid bin Majah al-Qazuwaini, (wafat tahun  775 Hijriah), ditahkik Muhammad Fu’adalah AbdulBaqi, Beirut, Darul Fikr.
  18. Sunan Abî Dâwûd, oleh salman ibn al-Asy‘ats as-Sajistani al-Azdani, (wafat tahun  775 Hijriah), ditahkik oleh Muhammad Muhyiddin, Dâr Ihyâ’ as-Sunnah an-Nabawiyah.
  19. Sunan at-Tirmidzi, oleh Muhammad bin Isa bin Surah at-Tirmidzi, (wafat tahun 797 Hijriah), ditahkik oleh Ahmad Muhammad Syakir, Beirut, Dâru Ihyâ' at-Turâts al-'Arabi.
  20. Sunan adalah-Dârimî, oleh Muhammad Abdullah bin Abdurrahman ibn al-Fadhl bin Bahran adalah-Darimi (wafat tahun 255 Hijriah), Dâru Ihyâ' as-Sunnah an-Nabawiyah.
  21. as-Sunan al-Kubrâ, oleh Ahmad ibn al-Husein bin Ali al-Baihaqi, (wafat tahun 458 Hijriah), Beirut, Darul Ma'rifah.
  22. as-Sunan al-Kubrâ, oleh an-Nasa’i (wafat tahun 303 Hijriah), Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, ditahkik oleh AbdulGhaffar Sulaiman al-Bandari dan Sayyid Kisrawi Hasan, cetakan pertama tahun 13411 Hijriah.
  23. Kitâb as-Sayr, oleh Abu Ishaq al-Fizari, (wafat tahun 186 Hijriah), ditahkik oleh Faruq Hamadah, Beirut, Mu’assasah ar-Risâlah, cetakan pertama, tahun 1408 Hijriah / 1986 Masehi.
  24. Sîrah Ibn Ishâq (Kitâb as-Sayr al-Maghâzî), oleh Muhammad bin Ishaq bin Yasar, ditahkik oleh Suhail Zakkar, Darul Fikr, cetakan pertama tahun 1398 Hijriah.
  25. as-Sîrah an-Nabawiyyah, oleh Abul Fida’ Ismail bin Umar bin Ktsir al-Qarasyi asy-Syafi’I ad-Dimsyiqi, (wafat tahun 747 Hijriah), ditahkik oleh Mushtafa Abdul Wahid, Beirut, Dâru Ihyâ' at-Turâts al-'Arabi.
  26. Syarh Shahih Muslim, oleh Zakariya Yahya bin Syaraf asy-syafi’i an-Nawawi, (wafat tahun 676 Hijriah), Beirut, Darul Kitab al-‘Arabi, tahun 1407 Hijriah.
  27. Syarh Nahj al-Balâghah, oleh Izzuddin AbdulHamid bin Muhammad bin Abil Hadid al-Mu’tazili yang dikenal dengan nama Ibnul Hadid. (wafat tahun 656 Hijriah), ditahkik oleh Abul Fadhl Ibrahim, Beirut, Daru Ihyâ’ al-Kutub al-’Arabiyyah, cetakan kedua, tahun 1385 Hijriah.
  28. Syawâhid at-Tanzîl li Qawâ‘id at-Tafdhîl, oleh Ubaidillah bin Abdillah bin Ahmad al-Hanafi an-Nisaburi yang dikenal dengan sebutan Hakim al-Hiskani, ditahkik oleh Muhammad Baqiral-Mahmudi, Beirut, Mu’assasah al-A’lami, tahun 1393 Hijriah.
  29. Shahih al-Jâmi‘ ash-Shaghîr.
  30. Shahîh al-Bukhârî, oleh  Muhammad bin Ismail bin Ibrahim ibn al-Mughirahal-Ja’fi al-Bukhari, (wafat tahun 256 Hijriah), Beirut, Dâru Ihyâ' at-Turâts al-'Arabi.
  31. Shahih Muslim, oleh Muslim ibn al-Hajjaj al-Ausyairi an-Nisaburi, ditahkik oleh Muhammad Fu’adalah AbdulBaqi, Beirut, Dâru Ihyâ' at-Turâts al-'Arabi.
  32. Shahih at-Turmudzi
  33. ash-Shawâ‘iq al-Muhriqah, oleh Ahmad bin Hijr al-Haitsami al-Malaki, (wafat tahun 974 Hijriah), AbdulWahhab AbdulLathif, Mesir, Maktabah Kairo.
  34. ath-Thabaqât al-Kubrâ, oleh Muhammad bin Sa’ad Katib al-Waqidi, (wafat tahun 630 Hijriah), Beirut, Dâr Shâdir.
  35. Ghâyat al-Marâm.
  36. al-Ghadîr fi al-Kitâb was-Sunnah wal-Adab, Abdul Husein al-Amini, (wafat tahun 1390 Hijriah), Darul Kutub al-Islamiyah, Teheran, tahun 1408 Hijriah.
  37. Fath al-Bârî fî Syarh Shahîh al-Bukhârî, oleh Ahmad bin Ali bin Hijr al-‘Asqalani, (wafat tahun 852 Hijriah), ditahkik oleh Muhyiddin al-Khathib, Beirut, Darul Ma'rifah.
  38. Farâ’id as-Simthain fî Fadhâ’il al-Murtadhâ wal-Batûl was-Sibthain wal-A’immah min Dzurriyyatihim, oleh Ibrahim bin Muhammad ibn al-Mu’ayyad bin Abdillah al-Juwaini al-Hamawaini, (wafat tahun 730 Hijriah), ditahkik oleh Muhammad Baqir al-Mahmudi, Beirut, Mu’assasah al-Mahmudi, cetakan pertam, tahun 1398 Hijriah.
  39. Fadhâ’il ash-Shahâbah, oleh Ahmad bin Muhammad bin Hanbal asy-Syaibani, (wafat tahun 241 Hijriah), ditahkik oleh washiyullah bin Muhammad Abbas, Mu’assasah ar-Risâlah, cetakan pertama, tahun 1403 Hijriah, al-Mamlakah al-‘Arabiyyah as-Su‘ûdiyyah, Jâmi’ah Ummul Qura.
  40. Faydh –al-Qadîr fî Syarh al-Jâmi’ ash-Shaghîr, oleh Muhammad AbdurRa’uf al-Munawi, (wafat tahun 1331 Hijriah), ditahkik oleh Ahmad AbdusSalam, cetakan pertama, tahun 1415 Hijriah, Darul Kutub al-Ilmiyyah.
  41. al-Kasysyâf, oleh Mahmud bin Umar ibn az-Zamakhsyari, (wafat tahun 538 Hijriah), Qom, Nasyr Adab al-Hawzah,……………….
  42. Kifâyah ath-Thâlib fî Manâqib Ali bin Abi Thâlib, oleh Muhammad bin Yusuf bin Muhammad al-Kanji asy-Syâfi’i, (wafat tahun 658 Hijriah), ditahkik oleh Muhammad Hadi alAmini, Teheran, Dâru Ihyâ’ Turâtsi Ahlilbait as, cetakan ketiga, tahun 1404 Hijriah.
  43. Kanz al-‘Ummâl fî Sunan al-Aqwâl wal-Af‘âl, oleh ‘Alâ’uddin Ali al-Muttaqi bin Hisamuddin al-Hindi, (wafat tahun 975 Hijriah), Shafwatu Saqâ, Mu'assasah ar-Risâlah, Beirut, cetakan kelima, tahun 1405 Hijriah.
  44. Majma‘ az-Zawâ’id wa Manba‘ al-Fawâ’id, oleh Ali bin Abu Bakar al-Haitsami, (wafat tahun 807 Hijriah), Beirut, Mansyûrât Dârul Kutub al-‘Arabi, cetakan ketiga, tahun 1403 Hijriah.
  45. al-Mustadrak ‘alash-Shahîhain, oleh Abu Abdillah Muhammad bin Abdullah al-Hâkim an-Nisaburi, (wafat tahun 405 Hijriah), dibawah pengawasan Yusuf bin Abdurrahman al-Mar’asyi, Beirut, Darul Ma'rifah.
  46. Musnad Ahmad, Ahmad bin Muhammad bin Hambal asy-Syaibani, (wafat tahun 641 Hijriah), cetakan pertama sekaligus cetakan………………., Mu'assasah ar-Risâlah, ditahkik oleh Syu’aib al-Arnuth dan Adil Mursyid.
  47. Musnad Abu Dâwûd ath-Thayâlisî, oleh Abui Dawud Sulaiman bin Dawud al-Jarud ath-Thayalisi, (wafat tahun 204 Hijriah), Haidar Abad Daka, cetakan pertama, tahun 1321 Hijriah.
  48. al-Mushannaf, oleh Abu Bakar Abdurrazzaq bin hammam ash-Shun’ani, (wafat tahun 211 Hijriah), HabiburRahman al-A’zhami, Beirut, al-Maktabah al-Islami, cetakan kedua, tahun 1403 Hijriah.
  49. al-Mushannaf fil-Ahâdîts wal-Âtsâr, oleh Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin abi Syaibah al-Kufi al-‘Abasi, (wafat tahun 235 Hijriah), ditahkik oleh Muhammad Abdussalam Syahin, Beirut, Darul Kutub al-‘Ilmiyyah. Cetakan pertama, tahun 1416 Hijriah.
  50. Mathâlib as-Su’ûl fî Manâqid Âlir-Rasûl, oleh Muhammad bin Thalhahasy-Syafi’i, (wafat tahun 654 Hijriah), cetakan an-Najaf al-Asyraf.
  51. Mu‘jam al-Mu’allifîn, oleh Umar Ridha Kahalah, Beirut, Dâru Ihyâ' at-Turâts al-'Arabi.
  52. Maqâtil ath-Thâlibîn, Abul Faraj Ali bin al-Husein bin Muhammad al-Isbahani, (wafat tahun 356 Hijriah), ditahkik oleh Ahmad Shaqr, Qom, Mansyûrât asy-Syarif ar-Ridhâ, cetakan pertama, tahun 1414 Hijriah.
  53. Manâqib al-Khawârizmî, oleh al-Muwaffaq bin Ahmad bin Muhammad al-Makki al-Khawarizmi, (wafat tahun 568 Hijriah), ditahkik oleh Malik Ath-Hamudi, Mu'assasah an-Nasyr al-Islami, Jami’atul-Mudarrisîn, Qom, cetakan ketiga, tahun 1411 Hijriah.
  54. al-Muwaththa’, oleh Malik bin Anas, (wafat tahun 179 Hijriah), ditahkik oleh Muhammad Fu’ad AbdulBaqi, Beirut, Dâru Ihya’ at-Turâts.
  55. Yanâbi’ al-Mawaddah lidzawîl-Qurbâ, Sulaiman bin Ibrahim al-Qanduzi al-Hanafi, (wafat tahun 1294 Hijriah),cetakan kedelapan, tahun 1385 Hijriah.


                     Daftar isi

Kata Pengantar dari Muhaqqiq--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Profile penulis berdasarkan keterangan Muhaqqiq----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kata pengantar dari penulis----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

 

BAB-1
Pembahasan umum seputar kerabat (keluarga) Nabi saw.

- Seputar kerabat (keluarga) Rasulullah saw secara umum----------------------------------------------------------------------------------------------------

- Keutamaan ayat yang turun untuk mereka -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

- Penekanan untuk mencintai keluarga Nabi saw--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Keutamaan suku Quraisy dan keunggulan mereka-------------------------------------------------------------.------------------------------------------------------
- Perintah untuk menjaga keluarga Nabi saw. --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Keutamaan bani Hasyim dan keunggulan mereka atas semua kabilah Quraisy.--------------------------------. --------------
- Keutamaan-keutamaan bani Abdul Muththalib. ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Bani Abdul Muththalib adalah junjungan para penghuni surga--------------------------------------------------------------------------------------

BAB-2
Tentang keutamaan-keutamaan Ahlulbait as.

- Dorongan untuk berpegang teguh pada Ahlulbait dan kitabullah serta memperlakukan keduanya dengan baik.-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- -------------------------------------------------------------------------------------
- Riwayat-riwayat yang menyatakan bahwa Ahlulbait as akan di-itsrah, dan dorongan Nabi agar umat menolong mereka dan menjadikan mereka sebagai pemimpin.----------------------------------------------------------------------------
- Ahlulbait adalah pengaman bagi umat Muhammad saw ----------------------------------------------------------------------------------------------------

- Tak seorangpun dapat dibandingkan dengan Ahlulbait as--------------------------------------------------------------------------------------------------

- Penekanan kuat dari Nabi saw atas umatnya agar menjaga Ahlulbait. ----------------------------------
- Anjuran kuat untuk mencintai Ahlulbait as dan larangan keras membenci mereka.-------------------------- ------------
- Anjuran kuat agar bershalawat bagi Ahlulbait as ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Ganjaran Rasulullah saw pada hari kiamat bagi orang yang berbuat baik kepada Ahlulbait beliau---
- Orang yang ikut merasakan penderitaan Ahlulbait -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Doa Nabi saw atas orang yang ikut merasakan penderitaan  -------------------------------------------------------------------------------------------
- Ahlulbait orang pertama yang akan beroleh syafaat Nabi saw pada hari kiamat. -------------------------------------------
- Ahlulbait bagaikan bahtera Nuh as, yang menumpanginya akan selamat.------------------------------------ -------------------
- Hikmah (kearifan) ada pada Ahlulbait as. --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Janji Allah yang Allah berikan untuk Nabi-Nya atas Ahlulbait beliau saw. --------------------------------------------------------
- Surga diharamkan atas orang yang berlaku zhalim pada Ahlulbait. as --------------------------------------------------------------------

BAB-3

Fathimah, Ali, al-Hasan, dan al-Husein as adalah Ahlulbait sebagaimana yang disinyalir dalam ayat, “Sesungguhnya Allah berkehendak menghilangkan ‘noda’ dari kalian, wahai Ahlulbait, dan mensucikan kalian sesuci-sucinya”. Dan Nabi saw mengagungkan mereka dengan memakaikan kain (ridâ’) kepada mereka serta mendo’akan mereka.

- Nabi termasuk dalam lingkup ‘Ahlulbait’ sebagaimana yang diisyaratkan oleh ayat-penyucian---------
- Nabi saw biasa melewati pintu rumah Fathimah seraya membacakan ayat-tathhir.-------------------------- ------------
- Tentang ayat mubâhalah. --------------------------------------------------------------------------------------
- Keempat pribadi (Ahlulbait) akan bersama Nabi saw pada hari kiamat di satu tempat yang sama----
- Nabi saw perang terhadap orang yang memerangi Ahlulbait dan berdamai dengan orang yang berdamai dengan Ahlulbait. --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Merekalah adalah yang diisyaratkan dengan ayat (( Katakanlah aku tidak meminta upah atas [penyampaian risalah] ini kecuali kecintaan kalian pada al-qurbâ…)) --------------------------------------------------------------------
- Junjungan wanita semesta adalah Fathimah al-Batûl, putri junjungan para rasul -------------------------------------------
- Alasan beliau diberi nama “Fâthimah” ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Pernikahan Fathimah as dengan Ali bin Abi Thalib kw. ----------------------------------------------------------------------------------------------------
- Mahar dan prosesi pernikahan Fathimah dengan Ali as. ----------------------------------------------------------------------------------------------------
- Nabi meminta persetujuan Fathimah ketika hendak menikahkannya. ----------------------------------------------------------------------
- Pernikahan Fathimah dan Ali adalah berdasarkan perintah dan wahyu dari Allah ‘azza wajalla -------
- Allah menikahkan Fathimah dengan Ali di Mala’ al’A’la dengan dihadiri para malaikat------------------------
- Malaikat memboyong Fathimah  ke kediaman Ali as -----------------------------------------------------------------------------------------------------------

- Apabila Rasulullah saw berpergian maka orang terakhir yang beliau kunjungi adalah Fathimah, dan apabila beliau balik maka orang pertama yang menyambang beliau adalah Fathimah as ------------------

- Allah ridha pada orang yang ridha pada Fathimah dan benci pada orang yang membenci Fathimah as --'alaihassalâm----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Keserupaan Fathimah dengan Nabi saw dalam cara jalannya dan pemberitahuan Nabi bahwa Fathimah adalah junjungan wanita semesta alam, junjungan wanita umat ini, serta junjungan wanita penghuni surga.
- Keserupaan Fathimah dengan Nabi saw dalam karakter, kewibawaan, ketenangan, dan gaya bicara. Apabiala Fathimah  datang, Nabi saw akan berdiri menyambutnya serta mendudukkannya di pisisi duduk beliau. ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Keunggulan dan keutamaan Fathimah  as. ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Keutamaan Fathimah dalam kaitannya dengan ayah dan kerabatnya. ---------------------------------------------------------------------
- Fathimah adalah orang yang paling jujur dalam bertutur kata. --------------------------------------------------------------------------------------
- Fathimah tersucikan dari haidh yang umumnya dialami setiap wanita. ------------------------------------------------------------------
- Pada hari kiamat semua manusia diperintahkan untuk menundukkan kepala dan pandangan sampai Fathimah berlalu dari pandangan mereka. ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Pengawalan Fathimah --'alaihassalâm-- ke surga bagaikan pengiringan pengantin baru. -------------------------
- Neraka diharamkan atas Keturunan Fathimah ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Bab-4 :

Tentang Amirulmukminin Ali bin Abi Thalib as


- Nasab Ali bin Abi Thalib ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

- Nama dan kuniahnya. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Gambaran fisk dan sifat Ali kw. ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Keisalaman Ali bin Abi Thalib dan usianya ketika memeluk Islam. ------------------------------------------------------------------------­­­
- Ali adalah orang pertama yang masuk Islam---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Ali adalah orang pertama yang melaksanakan shalat. -----------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Hijrah yang dilakukan Ali. --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

- Keutamaan kedudukan Ali disisi Rasulullah saw- Tak seorangpun dapat mencapai keutamaan   sebagaimana yang diraih Ali kw-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

- Keistimewaan Ali dengan menikahi Fathimah as. --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Ali adalah orang pertama yang mengetuk pintu surga setelah Nabi saw. ---------------------------------------------------------------
- Ali adalah makhluk yang paling dicintai Allah setelah Rasulullah saw. -----------------------------------------------------------------
- Ali adalah makhluk yang paling dicintai Rasulullah saw. --------------------------------------------------------------------------------------------------
- Kedudukan Ali terhadap Rasulullah saw adalah seperti kedudukan kepala terhadap badan. ------------------
- Kedudukan Ali terhadap Rasulullah saw adalah sebagaimana kedudukan Harun disisi Musa as--------
- Kedudukan Ali disisi Nabi saw sama seperti kedudukan Nabi saw disisi Allah swt. -----------------------------------
- Ali adalah ‘dari’ Nabi atau seperti Nabi saw. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

- Malaikat bershalawat untuk Nabi saw dan Ali bin Abi Thalib kw. -----------------------------------------------------------------------------

- Allah swt mencabut nyawa Nabi saw dan nyawa Ali dengan kehendak-Nya langsung dan bukan melalui malaikat maut. --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Yang menyakiti Ali sama dengan menyakiti Nabi saw. Yang membenci Ali sama dengan membenci Nabi saw. Yang mencela Ali sama dengan mencela Nabi saw. Yang mencintai Ali sama seperti mencintai Nabi saw. Yyang menjadikannya sebagai pemimpin (ber-maulâ dengannya) maka sama dengan ia menjadikan Nabi sebagai pemimpinnya. Yang mematuhinya sama artinya ia mematuhi Nabi saw. Dan yang membangkang padanya sama artinya telah membangkang pada Nabi saw
- Nabi mempersaudarakan Ali dengan diri beliau saww. -------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Allah menjadikan anak keturunan Nabi saw berada di sulbi Ali. ---------------------------------------------------------------------------------
- Sesiapa yang menjadikan Nabi sebagai pemimpinnya maka Ali adalah pemimpinnya juga. -----------------
- Diri Ali berasal dari diri Nabi, dan Ali adalah pemimpin bagi setiap mukmin setelah ketiadaan Nabi saw.
- Diri Jibril berasal dari diri Ali as. ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Malaikat mengucapkan salam kepada Ali. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Allah mengokohkan nabi-Nya saw dengan keberadaan Ali. --------------------------------------------------------------------------------------------
- Keistimewaan Ali bin Abi Thalib dengan beroleh kepercayaan untuk menyampaikan hal-halpenting---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Ali adalah junjungan orang-orang Arab dan Nabi saw menyuruh kaum Anshar agar mencintai Ali
karramallâhu wajhahu-- -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Ali sebagai junjungan kaum muslimin dan pemimpin orang-orang yang bertakwa. -------------------------------------
- Nabi mewakilkan Ali dalam penyembelihan hewan kurban---------------------------------------------------------------------------------------------
- Nabi saw memasukkan Ali dalam baju beliau di hari wafat beliau, dan memeluknya sampai beliau menghembuskan nafas terakhir. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Rasulullah saw menyerahkan panji perang pada Ali pada peristiwa Khaibar dan kemenanganpun diraih melalui tanga Ali. -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Kedua mata Ali tidak pernah mengalami sakit setelah Nabi saw meludah matanya. ------------------------------------
- Keistimewaan Ali bahwa ia tidak pernah merasakan dingin maupun panas. -------------------------------------------------------
- Ali diserahi panji perang oleh Rasulullah saw dan iapun tidak pernah lari dari peperangan hingga Allah menganugerahkan kemenangan kepadanya. ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Ali bin Abi Thalib kw diutus Rasulullah saw dalam sebuah sariyah. -----------------------------------------------------------------------
- Malaikat menyanjung nama Ali pada peristiwa perang Badar. --------------------------------------------------------------------------------------
- Ali membawa panji Nabi saw pada perang Badar, dan ia membawanya dalam setiap peperangan. -
- Keistimewaan Ali bahwa ia akan membawa bendera al-hamd dalam naungan ‘Arsy diantara Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad, dan bahwa disana ia akan dipakaikan pakaian kebesaran. -------------------------  
- Nabi saw mengancam kafir Quraisy pada perang Hudaibiah dengan mengutus Ali untuk menyerang mereka. ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Ali berperang demi [meluruskan] takwil al-Qur'an sebagaimana Rasulullah saw berperang demi [keutuhan] turunnya al-Qur'an. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Nabi saw memerintahkan untuk menutup pintu-pintu yang menuju ke masjid kecuali pintu Ali as.
- Ali adalah pintu rumah kebijaksanaan. ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Ali adalah pintu rumah ilmu dan gerbang kota ilmu. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Ali as adalah pribadi paling berilmu dan paling penyabar. ------------------------------------------------------------------------------------------------
- Ketika sejumlah sahabat ditanya tentang suatu persoalan, mereka merujukkannya kepada Ali bin Abi Thalib as. -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Abu Bakar dan Umar --radhiyallâhu 'anhuma--  merujuk kepada ucapan Ali --karramallâhu wajhahu--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Tak seorang sahabat pun berani menyatakan ((Tanyailah aku)) selain Ali bin Abi Thalib. ---------------------
- Ali adalah orang yang paling mampu dalam memutuskan perkara. ---------------------------------------------------------------------------
- Do’a Nabi saw untuk Ali ketika menunjuknya sebagai hakim negeri Yaman. --------------------------------------------------
- Beberapa contoh putusan cerdas  yang dibuat Ali bin Abi Thalib as. -----------------------------------------------------------------------

- Keistimewaan Ali dibisiki oleh Nabi saw ketika di Tha’if -----------------------------------------------------------------------------------------------

- Allah memerintahkan Nabi saw agar menjadikan Ali sebagai menantu beliau. ------------------------------------------------
- Empat perkara yang menjadi keistimewaan Ali yang tak dimiliki oleh selainnya. -----------------------------------------
- Lima hal yang menjadi keistimewaan Ali. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Sepuluh hal yang menjadi keistimewaan Ali. ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Ayat-ayat yang diturunkan untuk Ali bin Abi Thalib as. ----------------------------------------------------------------------------------------------------
- Ali adalah salah seorang junjungan penghuni surga. --------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Anjuran untuk mencintai Ali dan peringatan keras bagi orang yang membencinya. -------------------------------------

- Laknat Allah dan nabi-Nya atas orang yang membenci Ali----------------------------------------------------------------------------------------------

- Perumpamaan Ali --karramallâhu wajhahu-- sama dengan perumpamaan Isa as. -------------------------------------------
- Kesamaan Ali dengan lima Nabi saw ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Langit beserta para nabi yang berada di surga merindukan Ali bin Abi Thalib. -----------------------------------------------
- Ali termasuk sebaik-baik manusia. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Keberanian Ali bin Abi Thalib. ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Kekohonan Ali bin Abi Thalib dalam berpegang pada agama Allah. -----------------------------------------------------------------------
- Kekukuhan Ali dalam keimanannya. --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Kezudunan Ali bin Abi Thalib as. ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Ghirah Ali bin Abi Thalib terhadap Nabi saw w ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Bab-5

Al-Hasan dan al-Husein as adalah putra Ali bin Abi Thalib dan Fathimah binti Rasulullah --shallallâhu 'alaihi wa âlih--.

- Kelahiran al-Hasan dan al-Husein.--'alaihissalâm-- ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Penamaan “Hasan” dan “Husein” adalah berdasarkan perintah Allah dan Nabi mengadzankan keduanya ketika lahir. ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Keistimewaan perlakuan Nabi saw kepada al-Hasan.--'alaihissalâm-- --------------------------------------------------------------------     
- Perintah untuk mencintai kedua al-Hasan dan al-Husein. --------------------------------------------------------------------------------------------------
- Perintah khusus untuk mencintai al-Hasan secara khusus. ------------------------------------------------------------------------------------------------
- Kecintaan pada al-Hasan dan al-Husein seiring dengan kecintaan pada Rasulullah saw. -------------------------
- Pengetahuan yang dimiliki al-Hasan. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Khotbah al-Hasan pada hari terbunuhnya ayah beliau Ali bin Abi Thalib kw. --------------------------------------------------
- Al-Hasan dan al-Husein adalah pelipur hati Rasulullah. -----------------------------------------------------------------------------------------------------
- Al-Hasan dan al-Husein adalah junjungan pemuda penghuni surga. -------------------------------------------------------------------------
- Sabda Rasulullah saw : “ Barangsiapa yang ingin melihat seorang laki-laki penghuni surga  maka lihatlah al-Husein as. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Rasulullah saw menggendong al-Hasan dan al-Husein di pundak beliau. -------------------------------------------------------------
- Al-Hasan dan al-Husein adalah dari Nabi saw. --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Al-Mahdi yang akan muncul di akhir zaman berasal dari mereka. ------------------------------------------------------------------------------
- Al-Mahdi berasal dari keturunan al-Husein as. ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Kekeramatan dan mukjizat yang muncul ketika terbunuhnya al-Husein as. --------------------------------------------------------
- Persitiwa pembunuhan al-Husein : Siapa pembunuhnya, dimana dan kapan beliau dibunuh ?! ----------
- Nabi saww telah memberitahukan tentang terbunuhnya al-Husein dan perintah beliau agar membantu al-Husein. ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Malaikat mengabarkan Rasulullah saw tentang terbunuhnya al-Husein dan menunjukkan kepada beliau tanah tempat al-Husein terbunuh. ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Menziarahi kubur kubur al-Husein bin Ali kw. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Mulhaq (bahasan tambahan) -
Imam yang dua belas adalah anak keturunan Fathimah dan Imam al-Mahdi berasal dari mereka.--------
Rehrensi ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------











الْبَابُ الْأَوَّل
تُبْكِين يَا عَمَّةٌ من توفى  لَهُ وَلَد فِى اْلإِسْلاَمِ كَانَ لَهُ بَيْت فِى الْجَنَّةِ يَسْكُنه.
يا عمة تبكين وقد قلت لك كماقلت.
مَا بَال أَقْوَام يَزْعَمُوْن أَنْ قَرَابَتِى لاَ تَنْفَعُ إِنْ كُل سَبَب ونسب يَنْقَطَع يَوْم الْقِيَامَة الاسْبَبِي ونسببي وإن رحى موصلة فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَة.
إِذَا كَانَ يَوْم الْقِيَامَة شَفعت لِاَبِي وَأُمِّي وَعَمّي أَبِي طَالِب وَأخ لِي كَانَ فِى الْجَاهِلِية.
مَابَالَ أَقْوَام يؤذونني فى قرابتي من آذى قرابتي فقد آذاني ومن آذاني فقد آذى الله.
قُلْ لاَ اَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ اَجْرًا اِلاَّ المودة فِى القربى.
وَاللهِ لاَيَدْخُلُ قلب أمرئ أِيْمَان حَتَّى يُحِبُّكُم الله ولقرابتي.
إِنَّ اللهَ اصْطَفى من ولد آدَمَ اِبْرَاهِيْم واتخذه خَلِيْلاً وَاصْطَفى مِنْ وَلَد اِبْرَاهِيْم أِسْمَعِيْل ثُمَّ اصْطَفَى مِنْ وَلَد اِسْمَاعِيْل نَزَر ثُمَّ اصْطَفَى مِنْ وَلَد نَزَر مضر ثُمَّ اصْطَفَى مِنْ نَضَر كِنَانَة ثُمَّ اصْطَفَى مِنْ كِنَانَة قَرَيْشًا ثُمَّ اصْطَفَى مِنْ قَرَيْشًا بَنِي هَاشِم ثُمَّ اصْطَفَى مِنْ بَنِي هَاشِم بَنِى عَبْدِ الْمُطَلِّب ثُمَّ اصْطَفَانِي مِنْ بَنِى عَبْدُ الْمُطَلِّب.
قُلْ لاَ أَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ اَجْرًا إِلاَّ الْمَوَدَّة فِى الْقَبِي.
قَالَ جِبْرِيْل قلبت الاَرْض مَشَارِقِهَا وَمَغَارِبِهَا فَلَمْ أجد اَفْضَلُ مِنْ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَ قلبت الاَرْض مَشَارِقِهَا وَمَغَارِبِهَا فَلَمْ أَجِد بَنِي أب اَفْضَل مِنْ بَنِي هَاشِم.
نَحْنُ بَنُوْ عَبْدُ الْمُطَلِّب سَادَات أَهْل الْجَنَّة أَنَا وَهَمْزَة وَعَلِي وَجَعْفَر بِنْ أَبِى طَالِب وَالْحَسَن وَالْحُسَيْن وَالْمَهْدِى.

الباب الثاني
بَاب فصل أهل البيت
إِنِّى تَارَك فِيْكُم الثَقَليى مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِ لَنْ تَضَلُّوا بَعْدى أَحَدهُمَا أَعْظَم مِن الآخِر كِتَابِ الله عَز وَجَل حَبْل مَمْدُوْد مِنَ السَّمَاء إِلَى الأَرْض وَعَترتِي اَهْل بَيْتِي وَلَنْ تَفتَرقَا حَتَّى يردا عَلَي الحوض فَانْظُرُوا كَيْفَ تُلْحَقُوا بِي فِيْهِمَا.
أَيُّهَا النَّاس إِنَّمَا أَنَا بَشَر يُوشك أَنْ يَأْتِيْنِي رَسُوْل رَبِّي عَزَّوَجَل فَأَجِيْبه وَإِنِّى تَارَك فِيْكُم الثَقَلَين أَوَّلَهُمَا كِتَابِ الله فِيْهِ الْهُدَى وَالنُّوْر فَتَمْسِكُوا بِكِتَابِ الله عَزَّوَجَلَّ وَخُذُوْا بِهِ – وَحَث فِيْهِ وَرَغب فِيْهِ ثُمَّ قَالَ – وَأَهْل بَيْت أُذْكُركُم الله عَزَّوَجَل فِى أَهْل بَيْتِى ثَلاَث مَرَّاتٍ: فَقِيل لزيد: من أَهْل بَيْتِه أَلَيْسَ نساؤه مِنْ أَهْل بَيْتِه؟ فَقَالَ: بَلَى إِنَّ نساءه مِنْ أَهِل بَيْتِه وَلَكِنْ أَهْل بَيْتِه مِنْ حَرَم عَلَيْه الصَّدَقَه بَعْدهُ قَاَل: وَمَنْ هُم؟ قَالَ: هُمْ آلِ عَلِي وَآلِ جَعْفَر وَآلِ عقبل وَآلِ عَبَّاس قَالَ أَكل هَؤُلاَء حَرَّمَ عَلَيْهِم الصَّدَقَه قَالَ: نَعَم.
إِنِّى اَوْشك أَنْ أَدْعى فَأَجِيْب وَإِنِّى تَارَك فِيْكُم الثَقَلين كِتَابِ اللهِ وَعترَتِى كِتَابِ اللهِ حبل مَمْدُوْد مِنَ السَّمَاءِ اِلىَ الاَرْض وَعُتْرَتِي أَهْل بَيْتِى وَاِن اللَّطِيْف الْخَبِيْر أَخْبَرنِي أَنَّهُمَا لَنْ يَفتَرَقَا حَتَّى يردا عَلَي الحوض فَانْظرف فِيْمَا تخلفُوْنِي فِيْهِمَا.
أَنَا وَأَهْل بَيْتِى شَجَرَة فِى الْجَنَّة وَأَغْصَانهَا فِى الدُّنْيَا مِمَّن تَمسك بِنَا اتَّخَد إِلَى رَبِّه سَبِيْلاً.
أَنَا أَهْل الْبَيْت إِخْتَار الله لَنَا الآخِرَة عَلَى الدُّنْيَا وَان أَهْل بَيْتِي سيلقون بَعْدِي أثرة وشدة وتطريدا فِى الْبِلاَدِ حَتَّى تَأْتِي قَوْم من هَهُنَا وَأَشَار بِيَدِه نَحْو المَشْرِق أَصْحَاب رَايَان سود فَيسئكون الْحَق فَلاَ يَعْطونه فَيُقَاتِلُوْنَ فَيَنْصرُوْن ويعطون مَاشَاءُوا فَلاَ يقْبَلُوْنَهُ حَتَّى يَدْفَعُوهَا إِلَى رجل مِنْ أَهْلِ بَيْتِي فَيَمْلِؤهَا عَدْلاً كَمَا هلئت ظلْمًا مِمَّنْ أَدْركَ ذَلِكَ فَلْيَأْتِهِمْ وَلَوْ حُبُّوْا عَلَى الثَّلْج.
فِى كُلِّ خلوف مِنْ اُمَّتِي عَدُوْل أَهْل بَيْتِي يَنفُونَ عَنْ هَذَا الَّذِيْن تَحْرِيف الْغَالِيْنَ وَإِنْتِحَال الْمُبْطِلِيْن وَتَأْوِيْل الْجَاهِلِيْن ألا وَ إِنْ أَئِمَّتكُمْ وفدكُمْ إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَل فَانْظُرُوا بِمَنْ تُوْفدُوْن.
النُّجُوْم أَمان لِأَهْل السَّمَاء وَأَهْل بَيْتِى أَمَّان لامتر.
النُّجُوْم أَمَان لِأَهْل السَّمَاءفَإِذَا ذَهَبَتِ النُّجُوْم ذَهَب أَهْل السَّمَاءِ وَأَهْلُ بَيْتِي أَمَان لِأَهْل الْأَرْض فَإِذَا ذَهَبَ أَهْل بَيْتِى ذَهَب أَهْل الْأَرْض.
نَحْنُ أَهْل بَيْتِ لا يقاس بَنَا أَحَد.
يَاأَيُّهَا النَّاس ارْقِبُوا نَحند فِى أَهْل بَيْتِهِ.
مَنْ حَفَظَنِى فِى أَهْلِ بَيْتِى فَقَدْ اِتَّخَدَ عِنْدَ اللهِ عَهْداً.
اِسْتَوْصُوْا يَأَهْلِ بَيْتِيْ خَيْرًا فَأِنِّي أَخَاصِمُكُمْ عَنْهُمْ غَدًا وَمَنْ اَكُنْ خَصْمَهُ أَخْصِمُهُ وَمَنْ أَخْصِمُهُ دَخَلَ النَّارَ.
أَرْبَعَةٌ أَنَا لَهُمْ شَفِيْعٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: اَلْمُكْرِمُ بِذُرِّيَّتِىْ وَالْقَاضِى حَوَائِجَهُمْ وَالسَّاعِى فِى أُمُوْرِهِمْ عِنْدَ اِضْطِرَارِهِمْ إِلَيْهِ وَالْمَحَبَّةَ لَهُمْ بِقَلْبِهِ وَلِسَانِهِ.
أَحِبُّوْا اللهَ لِمَا يَغْذُوْكُمْ بِهِ وَأَحِبُّوْنِيْ لِحُبِّ اللهِ وَاَحِبُّوْا أَهْلَ بَيْتِى بِحُبِّيْ.
لَوْ أَنَّ رَجُلاً صَفَّ بَيْنَ الرُّكْنِ وَالْمَقَامِ فَصَلَّى وَصَامَ ثُمَّ لَقِىَ اللهَ مُبْغِضًا لِأَهْلِ بَيْتِ مُحَمَّدٍ دَخَلَ النَّارَ.
مَنْ اَبْغَضَ اَهْلَ الْبَيْتِ فَهُوَ مُنَافِقٌ.
لَا يُحِبُّنَا أَهْلَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُؤْمِنٌ تَقِىٌ وَلاَ يُبْغِضُنَا إِلاَّ مُنَافِقٌ شَقِىٌّ.
يَرِدُ الْحَوْضَ أَهْلُ بَيْتِى وَمَنْ أَحَبَّهُمْ مِنْ أُمَّتِى كَهَاتَيْنِ السَّبَابَتَيْنِ.
قَوُلُوُا اَللَّهُمَّ صَلَّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
لَوْ صَلَّيْتُ صَلاَةً لَمْ اُصَلِّ فِيْهَا عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ مَا رَأَيْتُ اَنَّهَا تُقْبَلُ.
مَنْ صَنَعَ مَعَ اَحَدٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِى يَدًا كَافَأْتُهُ عَنْهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
مَنْ صَنَعَ مَعَ اَحَدٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِى مَعْرُوْفًا فَعَجِزَ عَنْ مُكَافَأَتِهِ فِى الدُّنْيَا فَأَنَا اَلْمُكَافِئُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
مَنْ دَمَعَتْ عَيْنَاهُ فِيْنَا دَمَعَةً اَوْ قَطَرَتْ عَيْنَاهُ فِيْنَا قَطْرَةً أَتَاهُ اللهُ عَزَّوَجَلَّ اَلْجَنَّةَ. 
سَأَلْتُ رَبِّيْ أَنْ لَا يَدْخُلَ النَّارَ أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِيْ فَأَعْطَانِيْ ذَلِكَ.
اَللَّهُمَّ إِنَّهُمْ عِتْرَةُ رَسُوْلِكَ فَهَبْ مُسِيْئَهُمْ لِمُحْسِنِهِمْ وَهَبْهُمْ لِيْ.
فَعله بكم ويفعله بِمَنْ بَعْدكُمْ.
اَوَّلُ مَنْ أَشْفَعُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أُمَّتِيْ أَهْلَ بَيْتِيْ ثُمَّ الْأَقْرَبَ فَالْأَقْرَبَ ثُمَّ الْأَنْصَارَ ثُمَّ مَنْ آمَنَ بِيْ وَاتَّبَعَنِيْ مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ ثُمَّ سَائِرَ الْعَرَبِ ثُمَّ الْأَعَاجِمَ.
مَثَلُ أَهْلِ بَيْتِيْ كَمَثَلِ سَفِيْنَةِ نُوْحٍ مَنْ رَكِبَهَا نَجَا وَمَنْ تَعَلَّقَ بِهَا فَازَ وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا غَرِقَ.
مَثَلُ أَهْلِ بَيْتِيْ َمَثَلِ سَفِيْنَةِ نُوْحٍ مَنْ رَكِبَهَا نَجَا وَمَنْ تَعَلَّقَ بِهَا فَازَ وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا زُجَّ فِى النَّارِ.
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ جَعَلَ فِيْنَا الْحِكْمَةَ أَهْلَ الْبَيْتِ.
وَعَدَنِيْ رَبِّيْ فِيْ أَهْلِ بَيْتِيْ مَنْ أَقْرَ مِنْهُمْ بِالتَّوْحِيْدِ.
إِنَّ اللهَ حَرَّمَ الْجَنَّةَ عَلَى مَنْ ظَلَمَ أَهْلَ بَيْتِيْ أَوْ قَاتَلَهُمْ أَوْ أَغَارَ عَلَيْهِمْ أَوْ سَبَّهُمْ.

الباب الثالث
إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهَ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ.
اَللَّهُمَّ هَؤُلَاءِ أَهْلُ بَيْتِيْ فَأَذْهِبْ عَنْهُمْ الرِّجْسَ وَطَهِّرْهُمْ تَطْهِيْرًا.
أَنْتِ عَلَى خَيْرٍ أَنْتِ مِنْ أزْوَاجِ النَّبِيْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ.
اَللُّهُمَّ هَؤُلاَءِ أَهْلُ بَيْتِيْ وَحَامَّتِيْ أَذْهِبْ عَنْهُمْ الرِّجْسَ وَطَهِّرُهُمْ تَطْهِيْرًا.
إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهَ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ.
اَللَّهُمَّ إِنَّ هَؤُلاَءِ آلُ مُحَمَّدٍ فَاجْعَلْ صَلَوَاتِكَ وَبرَكَاتِكَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ إِنَّكَ حَمْيُدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ إِلَيْكَ لَا اِلَى النَّارِ أَنَا وَأَهْلُ بَيْتِيْ.
اَللَّهُمَّ أَهْلُ بَيْتِيْ أَذُهِبْ عَنْهُمُ الرِجْسَ وَطَهِّرُهُمْ تَطْهِيْرًا. اَللَّهُمَّ أَذْهِبْ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهِّرُهُمْ تَطْهِيْرًا. اَللَّهُمَّ أَذْهِبْ عَنْهُمُ الرِجْسَ وَطَهِّرُهُمْ تَطْهِيْرًا.
اَللُّهُمَّ هَؤُلاَءِ أَهْلُ بَيْتِيْ وَحَامَّتِيْ وَخَاصَّتِيْ . اَللَّهُمَّ أَذْهِبْ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهِّرُهُمْ تَطْهِيْرًا أَنَا حَرْبٌ لِمَنْ حَارَبَهُمْ وَسِلْمٌ لِمَنْ سَالَمَهُمْ وَعَدُوٌّ لِمَنْ عَادَاهُمْ.
رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ إِنَّهُ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهَ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَطَهِّرُهُمْ تَطْهِيْرًا.
نَزَلَتْ فِىْ خَمْسَةٍ فِى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَعَلِيٍّ وَ فَاطِمَةَ وَالْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ.
قُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ.
دَعَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ هَؤُلَاءِ الْاَرْبَعَةَ.
فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ.
اِنِّيْ وَإِيَّاكَ وَهَذَيْنِ يَعْنِيْ حَسَنًا وَحُسَيْنًا وَهَذَا الرَّاقِدَ يَعْنِيْ عَلِيًّا فِى مَكَانِ وَاحِدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
أَنَا حَرْبٌ لِمَنْ حَارَبْتُمْ وَسِلْمٌ لِمَنْ سَالَمْتُمْ.
قُلْ لاَ اَسْأَلَكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا اِلَّا الْمَوَدَّةَ فِى الْقُرْبَى.
اِنَّ اللهَ جَعَلَ أَجِْريْ عَلَيْكُمْ اَلْمَوَدَّةَ فِى أَهْلِ بَيْتِيْ وَاِنِّي سَائِلُكُمْ غَدًا عَنْهُمْ.
يَا فَاطِمَةَ تَدْرِيْنَ لِمَ سُمِّيْتِ فَاطِمَةَ؟
اِنَّ اللهَ عَزَّوَجَلَّ قَدْ فَطَمَهَا وَذّرِّيَّتَهَا عَنِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
اِنَّ اللهَ عَزَّوَجَلَّ فَطَمَ اِبْنَتِيْ فَاطِمَةَ وَوُلْدَهَا وَمَنْ اَحَبَّهُمْ مِنَ النَّارِ وَلِذَالِكَ سُمِّيَتْ فَاطِمَةَ.
إِنَّ اِبْنَتِيْ فَاطِمَةَ حَوْرَاءُ إِذْلَمْ تَحِضْ وَلَمْ تَطْمَثَّ وَإِنَّمَا سَمَّاهَا فَاطِمَةَ لِاَنَّ اللهَ عَزَّوَجَلَّ فَطَمَهَا وَمُحِبِّيْهَا عَنِ النَّارِ.
اَللَّهُمَّ إَِنِّيْ أُعِيْذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الْمَحْمُوْدِ بِنِعْمَتِهِ الْمَعْبُوْدِ بِقُدْرَتِهِ، اَلْمُطَاعِ بِسُلْطَانِهِ، اَلْمَرْهُوْبِ مِنْ عَذَابِهِ وَسَطْوَاتِهِ، اَلنَّافِذِ أَمْرُهُ فِى سَمَائِهِ وَأَرْضِهِ، اَلَّذِيْ خَلَقَ الْخَلْقَ بِقُدْرَتِهِ، وَمَيَّزَهُمْ، بِأَحْكَامِهِ، وَأَعَزَّهُمْ بِدِيْنِهِ، وَأَكْرَمَهُمْ بِنَبِيِّهِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ اِنَّ اللهَ تَبَارَكَ اسْمُهُ وَتَعَالَتْ عَظَمَتُهُ جَعَلَ الْمُصَاهَرَةَ نَسَبًا لَا حِقًا وَأَمْرًا مُفْتَرَضًا، أَوْ شَجَ بِهِ الْأَرْحَامَ وَأَلْزَمَ اَلْاَنَامَ.
وَهُوَ الَّذِيْ خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصِهْرًا وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيْرًا فَأَمْرُ اللهِ يَجْرِيْ إِلَى قَضَائِهِ وَقَضَاؤُهُ يَجْرِيْ إِلَى قَدَرِهِ، وَلِكُلِّ قَضَاءٍ قَدَرٌ، وَلِكُلِّ قَدَرٌ أَجَلٌ، وَلِكُلِّ أَجَلٍ كِتَابٌ، يَمْحُوْ اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ ثُمَّ إِنَّ اللهَ تَعَالَى أَمَرَنِيْ أَنْ أُزَوِّجَ فَاطِمَةَ بِنْتَ خَدِيْجَةَ مِنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ.
جَعَلَ اللهُ مِنْكُمَا الْكَثِيْرَ الطَّيِّبَ وَبَارَكَ فِيْكُمَا.
يَا مُحَمَّدُ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكَ أَنْ تُزَوِّجَ فَاطِمَةَ اِبْنَتَكَ مِنْ عَلِيٍّ.
يَا مُحَمَّد إِنَّ اللهَ تَعَالَى يَقْرَأُ عَلَيْكَ السَّلاَمَ، وَيَقُوْلُ لَكَ اِنِّي قَدْ زَوَّجْتُ فَاطِمَةَ اِبْنَتَكَ مِنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ فِى الْمَلَاِ اَلَا فَزَوِّجْهَا مِنْهُ فِى الْاَرْضِ.
هَذَا جِبْرِيْلُ يُخْبِرُنِيْ أَنَّ اللهَ زَوَّجْكَ فَاطِمَةَ، وَاَشْهَدَ عَلَى تَزْوِيْجِهَا اَرْبَعِيْنَ اَلْفِ مَلَكٍ، وَأَوْحَى إِلَى شَجَرَةِ طُوْبَى أَنْ اِنْثَرَي عَلَيْهِمُ الدُّرُّ وَالْيَاقُوْتُ وَنَثَرَتْ عَلَيْهِمُ الدُّرَّ وَالْيَاقُوْتَ فَانْتَدَرَتْ إِلَيْهِ الْحُوْرُ الْعِيْنُ يَلْتَقِطْنَ فِى اَطْبَاقِ الدُّرَّ وَالْيَاقُوْتَ فَهُمْ يَتَهَادُوْنَهُ بَيْنَهُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
إِنَّ اللهَ لَمَّا أَمَرَنِي اَنْ اُزَوِّجَكِ مِنْ عَلِيٍّ وَأَمَرَ الْمَلاَئِكَةَ أَنْ يَصْطَفُّوْا صُفُوْفًا فِى الْجَنَّةِ ثُمَّ أَمَرَ شَجَرَ الْجِنَانِ إَنْ تَحْمِلَ الْحِلَي وَالْحُلَلَ، ثُمَّ أَمَرَ جِبْرِيْلَ فَنُصِبَ فِى الْجَنَّةِ مِنْبَرٌ ثُمَّ صَعَدَ جِبْرِيْلُ وَاخْتَطَبَ. فَلَمَّا فَرَغَ يَثْرِيْ عَلَيْهِمْ مِنْ ذَلِكَ فَمَنْ أَخَذَ أَحْسَنَ أَوْ أَكْثَرَ مِنْ صَاحِبِهِ افْتَخَرَبِهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ يَكْفِيْكِ يَا بُنَيَّةِ هَذَا.
أَتَانِي مَلَكٌ فَقَالَ يَا مُحَمَّدْ إِنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُوْلُ لَكَ إِنِّي قَدْ أَمَرْتُ شَجَرَةَ طُوْبَي أَنْ تَحْمِلَ الدُّرَّ وَالْيَاقُوْتَ وَالْمَرْجَانَ وَاَنْ تَنْثُرَهُ عَلَى مَنْ قَضَى عَقْدَ نِكَاحِ فَاطِمَةَ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ وَالْحُوْرِ الْعَيْنِ وَقَدْ سُرَّ بِذَلِكَ سَائِرُ أَهْلِ السَّمَوَاتِ وَاِنَّهُ سَيُوْلَدُ مِنْهُمَا وَلَدَانِ سَيِّدَانِ فِى الدُّنْيَا وَسَيَسُوْدَانِ عَلَى كُهُوِلِ أَهْلُ الْجَنَّةِ وَشَبَابِهَا وَقَدْ تَزَيَّنَ أَهْلُ الْجَنَّةِ لِذَلِكَ فَاقْرُرْ عَيْنَاكَ يَا مُحَمَّدْ فَأِنَّكَ سَيِّدُ الْأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ صَلَّى اللهَ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ.
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَمَامَهَا وَجِبْرِيْلُ عَنْ يَمِيْنِهَا وَمِيْكَائِيْلُ عَنْ يَسَارِهَا وَسَبْعُوْنَ اَلْفِ مَلَكٍ مِنْ خَلْفِهَا يُسَجِّوُنَ اللهَ وَيُقَدِّسُوْنَهُ حَتَّىطَلَعَ الْفَجْرُ
يَافَاطِمَةَ اَنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَغْضَبُ لِغَضَبِكِ وَيَرْضَى لِرِضَاكِ هرق  دم نبي وَآذَاهُ فِي عِتْرَتِهِ
يَافَاطِمَةَ أَمَامَ تَرْضَيْنَ اَنْ تَكُوْنِي سَيِّدَةَ نِسَاءِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَوْ سَيِّدَةَ نِسَاءِ هَذِهِ الْاُمَّةِ

إِنَّكَ سَيِّدَةُ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ اِلَّا مَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ عَلَيْهَاالسَّلاَمَ

أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ تَأْتِيْنِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَيِّدَةَ نِسَاءِ الْمُؤْمِنِيْنَ, أَوْنِسَاءَ أَهْلُ الْجَنَّةِ
إِنَّكَ سَيِّدَةُ نِسَاءِ أَهْلُ الْجَنَّةِ إِلَّامَاكَانَ مِنَ الْبَتُوْلِ مَرْيَمَ بِنْتَ عِمْرَانَ
أَفْضَلُ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ, خَدِيْجَةُ بِنْتُ خَوَيْلِدْ وَفَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ وَمَرْيَمُ اِبْنَةُ عِمْرَانَ وَآسِيَةُ إِبْنَةُ مَزَاحِمٍ,اِمْرَأَةُ فِرْعَوْنَ.
أَفْضَلُ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ بَعْدَ مَرْيَمَ بِنْتِ عِمْرَانَ فَاطِمَةُ وَخَدِيْجَةُ وَآسِيَةٌ بِنْتُ مُزَاحِمٍ اِمْرَأَةُ فِرْعَوْنَ.
فَاطِمَةُ سَيِّدَةُ نِسَاءِ اَهْلِ الْجَنَّةِ إِلَّا مَا كَانَ مِنْ مَرْيَمَ اِبْنَةِ عِمْرَانَ عَلَيْهَا السَّلاَمُ.
حَسْبُكِ مِنْ نِسَاءِ الْعَالَمِيْنَ مَرْيَمُ اِبْنَةُ عِمْرَانَ وَخَدِيْجَةُ بِنْتِ خُوَيْلِدَ وَفَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ وَآسِيَةُ اِمْرَأَةُ فِرْعَوْنَ.
يَا بُنَيَّةَِ أَمَا تَرْضَيْنَ اَنَّكَ سَيِّدَةُ نِسَاءِ الْعَالَمِيْنَ.
أَيْ بُنَيَّةِ تِلْكَ سَيِّدَةِ نِسَاءِ عَالَمِهَا وَاَنْتِ سَيِّدَةِ نِسَاءِ عَالَمِكِ وَالَّذِى بَعَثَنِى بِالْحَقِّ لَقَدْ زَوَجْتُكِ سَيِّدًا فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ لَا يُبْغِضُهُ إِلَّا مُنَافِقٌ.
أَرْبَعُ نِسْوَةٍ سَيِّدَاتُ سَادَاتُ عَالَمِهِنَّ مَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ وَآسِيَةٌ بِنْتُ مُزَاحِمٍ وَخَدِيْجَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ وَفَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ وَأَفْضَلُهُنَّ عِلْمًا فَاطِمَةُ.
خَيْرُ نِسَاءِ الْعَالَمِيْنَ أَرْبَعٌ مَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ وَآسِيَةُ بِنْتُ مُزَاحِمٍ اِمْرَأَةُ فِرْعَوْنَ وَخَدِيْجَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ وَفَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
نَبِيُّناَ خَيْرُ الْأَنْبِيَاءِ وَهُوَ أَبُوْكِ وَشَهِيْدُنَا خَيْرُ شُهَدَاءُ وَهُوَ عَمَّ أَبِيْكِ حَمْزَةُ وَمِنَّا مَنْ لَهُ جَنَاحَانِ يَطِيْرُ بِهِمَا فِى الْجَنَّةِ حَيْثُ شَاءَ وَهُوَ ابْنُ عَمِّ أَبِيْكَ جَعْفَرُ وَمِنَّا سِبْطُ هَذِهِ الْاُمَّةِ الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ وَهُمَا اِبْنَاكِ وَمِنَّا اَلْمَهْدِىُّ.
مَا رَأَيْتُ أَحَدَا كَانَ أَصْدَقَ لَهْجَةٍ مِنْ فَاطِمَةَ إِلَّا اَنْ يَكُوْنَ الَّذِيْنَ وَلَدَهَا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ.
أَمَا عَلِمْتَ اَنَّ أِبْنَتِيْ طَاهِرَةٌ مُطَهَّرَةٌ لَا يُرَى لَهَا دَمٌ فِى طَمْثٍ وَلاَ وِلاَدَةٍ.
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ نَادَى مُنَاٍد مِنْ بَطْنَانِ الْعَرْشِ يَا أَهْلَ الْجَمْعِ نَكِّسُوْا رُءُوْسَكُمْ وَغَضُّوْا أَبْصَارَكُمْ حَتَّى تَمُرَّ فَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ عَلَى الصِّرَاطِ فَتَمُرُّوْ وَمَعَهَا سَبْعُوْنَ أَلْفِ جَارِيَةٍ مِنَ الْحُوْرِ الْعَيْنِ كَالْبَرْقِ اللاَّمِعِ.
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ نَادَى مُنَاٍد مِنْ وَرَاءِ الْحِجَابِ غَضُّوْا أَبْصَارَكُمْ عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ حَتَّى تَمُرَّ.
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ نَادَى مُنَاٍد يَا مَعْشَرَ الْخَلاَئِقِ طَأْطِئُوْا رُءُوْسَكُمْ حَتَّى تَجُوْزَ فَاطِمَةُ عَلَيْهَا السَّلاَمَ.
تُحْشَرُ إِبْنَتِيْ فَاطِمَةُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهَا هَالَةُ الْكَرَامَةِ قَدْ عُجِنَتْ بِمَاءِ الْحَيَوَانِ فَتَنْظُرَ إِلَيْهَا أَلْخَلاَئِقُ فَيَتَعَجَّبُوْنَ مِنْهَا ثُمَّ تُكْسَى حُلَّةٌ مِنْ حُلَلِ الْجَنَّةِ عَلَى اَلْفٍ حُلَّةٍ مَكْتُوْبٌ بِخَطٍّ أَخْضَرَ: أُدْخُلُوْا اِبْنَةَ مَحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ الْجَنَّةَ عَلَى أَحْسَنِ صُوْرَةٍ وَأَكْمَلِ هَيْبَةٍ وَأَتَمِّ كَرَامَةٍ وَأَوْ فَرِحَظٍّ فَهَتَفَ اِلَى الْجَنَّةِ كَالْعَرُوْسِ حَوْلَهَا سَبْعُوْنَ أَلْفِ جَارِيَةٍ.
اِنَّ فَاطِمَةَ حَصَنَتْ فَرَجَهَا فَحَرَّمَ اللهُ ذُرِّيَّتَهَا عَلَى النَّارِ.

الباب الرابع
أَنْتَ الصِّدِّيْقُ الْاَكْبَرُ وَأَنْتَ الْفَارُوْقُ الَّذِيْ يُفَرِّقُ بَيْنَ الْحّقِّ وَالْبَاطِلِ وَأَنْتَ يَعْسُوْبُ الدِّيْنِ.
الصِّدِّيْقُوْنَ ثَلاَثَةٌ: حَبِيْبُ النَّجَارِ، مُؤْمِنُ آلِ يس الَّذِى قَالَ (يَا قَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِيْنَ) وَحَزْقِيْلُ مُؤْمِنُ آلِ فِرْعَوْنَ الَّذِى قَالَ (أَتَقْتُلُوْنَ رَجُلاً أَنْ يَقُوْلَ رَبِّيَ اللهُ) وَعَلِيُّ بْنُ أَبِى طَالِبٍ وَهُوَ أَفْضَلُهُمْ.
سَلاَمٌ عَلَيْكَ يَا أَباَ الرَّيْحَانَتَيْنِ فع قَلِيْلٌ يَذْهَبُ رُكْنَاكَ وَاللهُ خَلِيْفَتِيْ عَلَيْكَ.
يَا عَلِيُّ أَنْتَ أَوَّلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا وَأَنْتَ أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ اِسْلاَمًا وَأَنْتَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُوْنَ مِنْ مُوْسَى.
أَنْتَ أَوَّلُ مَنْ آمَنَ بِيْ وَصَدَّقَنِى.
أَنَا الصِّدِّيْقُ الْاَكْبَرُ آمَنْتُ قَبْلَ اَنْ يُؤْمِنَ أَبُوْ بَكْرٍ وَأَسْلَمْتُ قَبْلَ اَنْ يُسْلِمَ أَبُوْ بَكْرٍ.
السَّابِقُ ثَلاَثَةً سَبْقُ يُوْشَعُ بِنْ نُوْنٍ إِلَى مُوَْسى وَصَاحِبُ يَس إِلَى عِيْسَ وَعَلِيٌّ إِلَى النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ .
عَبَدْتُ اللهَ مِنْ قَبْلُ أَنْ يَعْبُدَهُ أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْاُمَّةِ خَمْسَ سِنِيْنَ.
صَلَّيْتُ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ النَّاسُ سَبْعَ سِنِيْنَ.
أَسْلَمْتَ قَبْلَ أَنْ يُسْلِمَ النَّاسُ بِسَبْعِ سِنِيْنَ.
أًنًا عَبْدُ اللهِ وَأَخُوْ رَسُوْلِهِ وَأَنَا الصِّدِّيْقُ الْاَكْبَر وَلَقَدْ صَلَّيْتُ قَبْلَ النَّاسِ بِسَبْعِ سِنِيْنَ.
أَيْ عَمِّ هَذَا دِيْنُ اللهِ وَدِيْنُ مَلاَئِكَتِهِ وَدِيْنُ رُسُلِهِ وَبْعَثَنِيَ اللهُ عَزَّوَجَلَّ بِهَ رَسُوْلاً إِلَى الْعِبَادِ وَأَنْتَ يَا عَمِّ أَحَقُ مِنْ ذَلِكَ لَهُ النَّصِيْحَةُ وَدَعْوَتُهُ إِلَى الْهُدَى وَأَحَقُّ مَنْ أَجَابَنِيْ إِلَيْهِ وَأَعَانَنِيْ عَلَيْهِ.
مَا اكْتَسَبَ مَكْتَسِبٌ مِثْلَ فَضْلِ عَلِيٍّ يَهْدِيْ صَاحِبَهُ إِلَى الْهُدَى وَيُرُدُّهُ عَنِ الرَّدَى.
يَا عَلِيُّ إِنَّكَ أَوَّلُ مَنْ يَقْرَعُ بَابَ الْجَنَّةِ فَتَدْخُلَهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ بَعْدِيْ.
اَللَّهُمَّ ائْتِنِي بِأَحَبِّ خَلْقِكَ إِلَيْكَ لِيَأْكُلَ مَعِيْ هَذَا الطَّيْرَ.
اَللَّهُمَّ ائْتِنِي بِأَحَبِّ الْخَلْقِ إِلَيْكَ وَإِلَيَّ فَأَتَي عَلِيٌّ فَضَرَبَ الْبَابَ.
مَا يُلاَمُ الرَّجُلُ عَلَى حُبِّ قَوْمِهِ.
عَلِيُّ مِنِّيْ بِمَنْزِلَةِ رَأسٍ مِنْ جَسَدٍ.
أَنْتَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَرُوْنَ مِنْ مُوْسَى اِلَّا أَنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِيْ.
أَمَا تَرْضَى أَنْ تَكُوْنَ مِنِّى بِمَنْزِلَةِ هَرُوْنَ مِنْ مُوْسَى اِلاَّ أَنَّهُ لاَ نَبِيَّ مِنْ بَعْدِيْ.
كَذِبُوْا وَلَكِنْ خَلَفْتُكَ لِمَا وَرَائِي فَاْرجِعْ فَاخْلُفْنِى فِى أَهْلِي أَمَا تَرْضَى أَنْ تَكُوْنَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَرُوْنَ مِنْ مُوْسَى اِلاَّ اِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِيْ.
اَللَّهُمَّ أِنِّي أَقُوْلُ كَمَا قَالَ أَخِيْ مُوْسَ وَاجْعَلْ لِي وَزِيْرًا مِنْ أَهْلِى أَخِيْ عَلِيًّا أُشْدُدْ بِهِ أَزْرِي وَاَشْرِكْهُ فِى أَمْرِيْ كَيْ نُسَبِّحَكَ كَثِيْرًا وَنَذْكُرُكَ كَثْيًرا إِنَّكَ كُنْتَ بِنَا بَصِيْرًا.
عَلِيٌّ مِنِّي بِمَنْزِلَتِيْ مِنْ رَبِّي.
لَتَسْلِمُنَّ أَوْ لَأَبْعَثَنَّ عَلَيْكُمْ رَجُلاً مِنِّي أَوْ قَالَ مِثْلَ نَفْسِي لَيَضْرِبَنَّ أَعْنَاقَكُمْ وَلَيَسْبِيَنَّ ذَرَارِيَكُمْ وَلَيَأْخُذَنَّ أَمْوَالَكُمْ.
مَا مِنْ نَبِيْ إِلَّا وَلَهُ نَظِيْرٌ فِى أُمَّتِهِ وَعَلِيٌّ نَظِيْرِي.
لَقَدْ صَلَّتْ اَلْمَلاَئِكَةُ عَلَيَّ وَعَلَى عَلِيٍّ لِأَنَّا كُنَّا نُصَلِّي لَيْسَ مَعَنَا أَحَدٌ يُصَلِّي غَيْرُنَا.
لَمَّا أُسْرِىَ بِيْ مَرَرْتُ بِمَلَكٍ جَالِسٍ عَلَى سَرِيْرٍ مِنْ نُوْرٍ وَأِحْدَى رِجْلَيْهِ فِى الْمَشْرِقِ وَاْلاُخْرَى فِى الْمَغْرِبِ وَبَيْنَ يَدَيْهِ لَوْحٌ يَنْظُرٌ فِيْهِ وّالدُّنْيَا كُلُّهَا بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَالْخَلْقُ بَيْنَ رُكْبَتَيْهِ وَيَدُهُ تَبْلُغُ الْمَشْرِقَ وَالْمَغْرِبَ.
بَلَى مَنْ آذَى عَلِيًّا فَقَدْ آذَانِي.
مَنْ أَحَبَّ عَلِيًّا فَقَدْ أَحَبَّنِيْ وَمَنْ أَبْغَضَ عَلِيًّا فَقَدْ أَبْغَضَنِيْ وَمَنْ آذَى عَلِيًّا فَقَدْ آذَنِيَ.
مَنْ أَحَبَّ عَلِيًّا فَقَدْ أَحَبَّنِيْ وَمَنْ أَحَبَّنِيْ فَقَدْ أَحَبَّ اللهَ وَمَنْ أَبْغَضَ عَلِيًّا فَقَدْ أَبْغَضَنِيْ وَمَنْ أَبْغَضَنِيْ فَقَدْ أَبْغَضَ اللهَ عَزَّوَجَلَّ.
وَمَنْ تَوَلاَّهُ فَقَدْ تَوَلَّانِيْ وَمَنْ تَوَلاَّنِيْ فَقَدْ تَوَلَّى الله.
مَنْ سّبَّ عَلِيًّا فَقَدْ سَبَّنَي وَمَنْ سَبَّنَي فَقَدْ سَبَّ اللهَ وَمَنْ سَبَّ اللهُ عَزَّوَجَلَّ أَكَبَّهُ اللهُ عَلَى مَنْخَرِيْهِ.
مَنْ سَبَّ عَلِيًّا فَقَدْ سَبَّنِيِ.
مَنْ اَطَاعَكَ فَقَدْ اَطَاعَنِي وَمَنْ اَطَاعَنِي اَطَاعَ اللهَ وَمَنْ عَصَاكَ فَقَدْ عَصَانِي وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللهَ.
يَا عَلِيُّ مَنْ فَارَقَنِي فَقَدْ فَارَقَ اللهَُ وَمَنْ فَارَقَكَ فَقَدْ فَارَقَنِيْ.
أَنْتَ أَخِيْ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ.
قُمْ فَوَ اللهِ لَأُرْضِيَنَّكَ أَنْتَ أَخِيْ وَأَبُوْ وُلَدِي تُقَاتِلُ عَلَى سُنَّتِيْ مَنْ مَاتَ عَلَى عَهْدِي فَهُوَ فِى كن الْجَنَّةِ وَمَنْ مَاتَ عَلَى عَهْدِكَ فَقَدْ قَضَى نَحْبَهُ وَمَنْ مَاتَ عَلَى دِيْنِكَ بَعْدَ مَوْتِكَ خَتَمَ اللهُ لَهُ بِالْأَمْنِ وَالْاِيْمَانِ مَا طَلَعَتْ شَمْسٌ أَوْ غَرَبَتْ.
أَنْتَ أَخِيْ وَأَبُوْ وُلْدِي.
يَا عَمِّ وَاللهِ لِلَّهِ اَشَدُّ حُبًّا لَهُ مِنِّي اِنَّ اللهَ جَعَلَ ذُرِّيَةَ كُلِّ نَبِيٍّ فِى صُلْبِهِ وَجَعَلَ ذُرِّيَّتِيْ فِى صُلْبِ هَذَا.
أَلَْستُمْ تَعْلَمُوْنَ أَنِّى أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِيْنَ مِنْ أَنْفُسَهُمْ.
اَللَّهُمَّ مَنْ كُنْتُ مَوْلاَهُ فَعَلِيٌّ مَوْلاَهُ اَللَّهُمَّ وَالِ مَنْ وَالاَهُ وَعَادِ مَنْ عَادَاهُ.
فَلَقِيَهُ عُمَرُ بَعْدَ ذَلِكَ فَقَالَ هَنِيئًا لَكَ يَا ابْنَ أَبِي طَالِبٍ أَصْبَحْتَ وَاَمْسَيْتَ مَوْلَى كُلِّ مُؤْمِنْ وَمُؤْمِنَةٍ.
هَذَا مَوْلَايَ وَمَوْلَى كُلِّ مُؤْمِنٍ وَمَنْ لَمْ يَكُنْ مَوْلاَهُ فَلَيْسَ بِمُؤْمِنٍ.
اِنَّ عَلِيًّا مِنِّي وَاَنَا مِنْهُ وَهُوَ وَلِيَّ كُلِّ مُؤْمِنِ بَعْدِيْ.
لَا تَفع فَإِنَّهُ مِنِّي وَأَناَ مِنْهُ وَهُوَ وَلِيُّكُمْ بَعْدِيْ.
يَا رَسُوْلَ اللهُ اِنَّ هَذِهِ لَهِيَ الْمُوَاسَاةُ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنَّهُ مِنِّيْ وَاَنَا مِنْهُ فَقَالَ جِبْرِيْلَ وَاَنَا مِنْكُمَا يَا رَسُْولَ الله.
مَنْ يَسْتَسْقِيْ لَنَا مِنَ الْمَاءِ فَأَحْجَمُ النَّاسُ فَقَامَ عَلِيًّ فَاحْتَضَن قلابة، فاتى بئرا بعيدة القعر مظلمة فانحدر فيها فأوحى  الله عزوجل الى جبريل وميكائيل وأسرفيل تأهبوا لنصر محمد صلى الله عليه وسلم وحزبه فهبطوا من السماء لهم لغط يذعر من سمعه فلما حاذوا بالبئر سلموا عليه من عند آخرهم إكراما وتبجيلا.
اسرى بي الى السماء فنظرت الى ساق العرش الايمن فرأيت كتابا فهمته محمد رسول الله ايجته بعلي ونصرته به لا يبلغ عني غيري او رجل مني.
ادعوا الى سيد العرب يعني عليا.
هذا علي فاحبوه بحبي واكرموه بكرامتي فأن جبريل اخبرني بالذي قلت لكم عن الله عزوجل.
ليلة عسري بي أنتهيت الى ربي عزوجل فأوحى الي أو امرني شك الراوى فى ايهما فى علي ثلاثا – انه سيد المسلمين وولي المتقين وقائد الغر المحجلين.
لا يجوز احد الصراط الا من كتب له على الجواز.
لكل نبي وصي ووارث وان عليا وصيي ووارثي.
ما يرث النبيون بعضهم من بعض كتاب الله وسنة نبيه.
وصيي ووارثي يقضي ديني وينجر موعدي عليا بن ابي طالب رضي الله عنه.
والله ما أردت أن اقلب من رسول الله صلى الله عليه وسلم عضوا الا قلب لي.
ادعوا لى حبيبي
لا عطين غدا الراية رجلى يحبه الله ورسوله ويجب الله ورسوله يفتح الله على يديه.
أين علي بن ابي طالب؟
انفذ على رسلك حتى تنزل بساحتهم ثم ادعهم الى الاسلام واخبرهم بما يجب عليهم من حق الله فيه فوى الله لان يهدي الله بك رجلا واحدا خير له لك من ان يكون لك حمر النعم.
لاعطين هذه الراية رجلا يحب الله ويحبه الله ورسوله يفتح الله على يديه.
من يأخذها بحقها.
والذى يقرم وجه محمد لا عطينها رجلا لا يفر هاك يا علي.
اللهم اذهب عنه الحر والبرد.
ان لا سيف الا ذو الفقار ولا فتر الا علي.
كسرت يد علي رضي الله عنه يوم أحد فسقط اللواء من يده فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ضعوه فى يد اليسرى فأنه صاحب لوائي فى الدنيا والآخرة.
أما عملت يا علي اني اقل من يدعي به يوم القيامة فأقوم عن يميني العرش فى ظله فأكسى حلة خضراء من حلل الجنة ثم يدعي بالنبيين بعضهم على اثر بعض فيقومون سماطين عن يمين العرش ويكسون حلل الجنة الا واني اخبرك يا علي ان امتي اول الأهم يحاسبون يوم القيامة يم ابشر انك اول من يحعى بك لقرابتك مني وميزتك ومنزلتك عندى. فندفع اليك لوائى وهو لواء الحمد تسير به بين السماطين آدم وجميع خلق الله تعالى مستظلمون بظل لوائى يوم القيامة فتسير باللواء الحسن عن يمينك والحسين عن يسارك حتى تقف بيني وبين ابراهيم قى ظل العرش ثم نكسى حلة من الجنة ثم ينادى منادى تحت العرش نعم الاب ابوك ابراهيم ونعم الاخ اخوك علي ابشر يا علي انك تكسى اذا كسيت وتدعى اذا دعيت وتحيا اذا حييت.
يا معشر قريش لتنتهن او ليبغثن الله عليكم من يضرب رقابكم بالسيف على الدين فقد امتحن الله قلبه على الايمان.
هو خاصف النعل.
من كذب علي متعمدا فليتبوا مقعده من النار.
ان منكم من يقاتل على تأويل القرآن كما قتلت على تنزيله.
لا ولكن خاصف النعل فى الحجرة.
اما بعد فاني ما امرت بسد هذه الأبواب غير باب علي فقا فيه فائلكم وأني والله ما سددت شيئ ولا فتحته ولكن امرت بشيئ فاتبعته.
انا دار الحكمة وعلي بابها.
انا دار العلم وعلي بابها.
ليهنك العلم أبا الحسن لقد شرب العلم شربا ونهلته نهلا.
انت مني بمنزله هرون من موسى الا انه لا نبي بهدي.
اقضى امتى عليا.
تخصم الناس بسع ولا يحاجك احد من قريش أنت أولهم ايمانا بالله واوفاهم بعهد الله  وأقوم بأسر الله وأقسمهم بالسرية وأعدلهم فى الرعية وأبصرهم بالوضية وأعظمهم عند الله مزية.
ان الله سيهدي لسانك ويثبت قلبك.
الحمد لله الذى جعل فينا الحكمة أهل البيت.
ما انتجيته ولكن الله انتجاه.
يا علي ان الله امرنى ان اتخذك صهرا.
اعطيت فى علي خمسا هن أحب إلي من الدنيا وما فيها اما واحدة فهو تكأتي بين يد الله عز وجل حتى نفرغ من الحساب واما الثانية فلواء الحمد بيده آدم ومن ولده تحته وأما الثالثة فواقف على عقر حوضي يسقي من عرف من أمتي واما الرابعة فساتر عوراتي ومسلمى الى ربي عزوجل واما الجامسة فلست أخشى ان يرجع زانيا بعد احصان ولا كافرا بعد ايمانا.
لا بعثن رجلا لا يخزيه الله أبدا يحب الله ورسوله.
لا يذهب بها الا رجلا مني وانا منه.
ابكم يواليني فى الدنيا والآخرة.
انت ولي فى الدنيا والآخرة.
اما ترضى ان تكون مني بمنزلة هرون من موسى الا انك ليس بيبي انه ينبغي ان اذهب الا وانت خليقتي.
انت ولي كل مؤمن بعد.
من احبني وأحب هذين واباهما وامها كان معي فى درجتي يوم القيامة.
والذي فلق الحبة وبرأ النسمة انه لعهد النبي صلى الله عليه وسلم انه لا يحبني الا مؤمن ولا يبغضني الا منافق.
ياايها الناس اوصيكم بحب اخي وابن عمي علي بن ابي طالب فأنه لا يحبه الا مؤمن ولا يبغضه الا منافق.
حب عليا يأكل الذنوب كما تأكل النار الخطب.
ان السعيد كل السعيد حق السعيد من احب عليا فى حياته وبعد موته.
يا علي طوبي لمن احبك وصدق فيك وويل لمن ابغضك وكذب فيك.
معاشر المؤمنين ذها اخي وابن عمى وختني هذا لحمي ودمي وشعري هذا ابو السبطين الحسن والحيسن سيدس شباب اهل الجنة هذا مفرج الكروب عني هذا اسد الله وسيفه فى ارضيه على اعدائه على مبغضه لعنة الله ولعنة اللاعنين والله منه بريء وانا منه بريء فمن احب ان يبرأ من الله مني فاليبرأ من علي فيبلغ الشاهد الغائب.
اجلس يا علي قد عرف الله لك ذلك.
فيك مثل من عيسى عليه السلام ابَغضه يهود حتى بهتوا امه واحبته النصارى حتى نزلوه بالمنزلة التى ليس بها ثم قال يهلك فى رجلان محب مفرط بما ليس في ومبغض يحمله شئاني على ان تبهتني.
لتحبني اقوام حتى يدخلوا النار فى حبى ويبغضني قوم حتى يدخلوا النار فى بغضي.
من أراد ان ينظر الى آدم فى علمه والى نوح فى فهمه والى ابراهيم فى حلمه والى يحيى بن زكريا فى زهده والى موسى فى بطسه فلينظر الى علي بن ابي طالب رضي الله عنه.
من اراد ان ينظر الى ابراهيم فى حلمه والى نوح فى حكمه والى يوسم فى حماله فالينظر الى علي بن ابي طالب.
ما مررت بسماء الا واهلها بشتاقون الى علي بن ابي طالب وما فى الجنة نبي الا وهو يشتاق الى علي بن ابي طالب.
ذاك من خير البشر.
الشهر الحرام بالشهر الحرام والحرامان قصاص.
ايها الناس لا تشكوا عليا فو الله انه لأخشن في ذات الله أول قال فى سبيل الله.
إن عليا مخشوشن فى ذات الله.
لو ان السماوات السبع والارضين السبع وضعت في كفة ووضع ايمان علي فى كفة لرجع ايمان علي.
ان الله عزوجل قد زينك بزينة لم يزين العباد بزينة احب اليه منها مهي زينة الابرار عند الله الزهد فى الدنيا فجعلك لا ترزأ من الدنيا ولا ترزأ الدنيا منك شيئا ووصب اليك المساكين فجعلك ترض بهم اتباعا ويرضون بك اماما.
كيف انت اذا زهد الناس فى الآخرة ورعبوا فى الدنيا وأكلوه التراث اكلا لما واحبوا المال حبا حما واتخذوا دين الله دغلا ومال الله دولا، قلت اتركهم وما اختاروا واختار الله ورسوله والدار الآخرة وأصبر على مصائب الدنيا وتقواها حتى الحق بك ان شاء الله تعالى قلت صدقت اللهم أفعل ذلك به.
يخشع القلب ويقتدي به المؤمن.
انما وليكم الله ورسوله والذين امنوا والذين يقيمون الصلاة ويؤتون الزكاة وهم راكعون.
ونطعمون الطعام على حبه مسكينا ويتيما وأسيرا.

الباب الخامس
اللهم اني احبه فاحبه واحب من احبه.
اللهم اني احبه فاحبه واحب من يحبه ثلاث مرات يقولها.
اني احبهما فاحبوهما أيها الناس الولد مبخلة مجبنة مجهلة.
من احبني فليحبه فليبلغ الشاهد منكم الغائب.
من احب الحسن والحسين فقد احبني ومن ابغضهما فقد ابغضني.
قال اربع اصابع: قال: بين قال: اليقين ما رأته يمينك والايمان ما سمعته اذنك وصدفت به.
قل لا أسئلكم عليه اجرا الا المودة فى القربي ومن يقترف حسنة فزدله فيها حسنا.
هما ريحانتاي من الدنيا.
هذان ريحانتاي من الدنيا من احبني فليحبهما ثم قال الوالد مجبنة مبخلة مجهلة.
إن هذا ملك لم ينزل الأرض قط قبل هذه الليلة أستأذى ربه ان يسلم علي ويبشرنى أن فاطمة سيدة نساء اهل الجنة.
الحسن والحسين سيدا سباب اهل الجنة الا ابني الخالة عيسى بن مريم ويحيى بن زكريا.
من سره ان ينظر الى رجل من اهل الجنة فلينظر الى الحسين بن علي فاني سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقوله.
من احب ان ينظر الى سيد سباب اهل الجنة فلينظر الى هذا سمعته من رسول الله صلى الله عليه وسلم.
اللهم احفظهما وسلهما.t
نعم المطي مطيهما ونعم الراكبان هما وأبوهما خير منهما.
معاشر المسلمين ألا ادلكم على خير الناس جدا وجدة.
الحسن والحسين جدهما رسول الله صلى الله عليه وسلم خاتم المرسلين وجدتهما خديجة بنت خويلد سيدة نساء اهل الجنة الا ادلكم على خير الناس عما وعمه.
الحسن والحسين عمهما جعفر بن ابي طالب وعمتهما أم هاني بيت أبي طالب ايها الناس الا ادلكم على خير الناس خالا وخالة.
الحسن والحسين خالهما القاسم ابن رسول الله صلى الله عليه وسلم وخالتهما زينب بنت رسول الله صلى الله عليه وسلم.
اللهم انك تعلم ان الحسن والحسين قى الجنة وعمهما فى الجنة وعمتهما فى الجنة ومن احبهما فى الخنة ومن ابغضهما فى النار.
هذا مني وحسين من علي
هذا مني وانا من حسين احب الله من احب حسينا حسين سبط من الاسباط.
طرفه اليها فقال: حبيبتي فاطمة ما الذي يبكيك؟
يا حبيبتي ما علمت ان الله اطلع على اهل الارض اطلاعة فاختار منها اباك فبعثه برسالة ثم اطلع اطلاعة فاختار منها بعلك واوحى الي ان انكحك اياه يا فاطمة زنحن اهل بيت فقد اعطانا الله سبع خصال لم تعط احد قبلنا ولا تعط احد بعدنا وانا خاتم النبيين واكرمهم على الله عزوجل واحب المخلوقين الى الله عزوجل وهو بعلك وشهيدنا عير الشهداء واحبهم الى الله عزوجل وهو حمزة بن عبد المطلب عم ابيك وعم بعلك ومنا من له جناحانا اخضران يطير بهما فى الجنة حيث يشاء مع الملائكة وهو ابن عم ابيك واخو بعلك ومنا سبط هذه الامة وهما ابناك الحسن والحسين وهما سيدا شباب اهل الجنة وابوهما والذى بعثنى بالحق خير منها يا فاطمة والذى بعثنى بالحق ان منهما مهدى هذا الامة إذا صارت الدنيا هرجا ومرجا وتظاهرت الفتن وتقطعت السيل واغار بعضهم على بعض فلا كبيرا يرحم صغيرا يوقر كبيرا فيبعث الله عزوجل عند ذلك من يفتح حصون الضلالة وقلوبا غلفا يقوم بالدين فى آخر الزمان كما قمت به فى اول الزمان ويملأ الارض عدلا كما ملئت جورا.
يولد منهما يعني الحسن والحسين مهدى هذه الامة.
المهدى من ولدك.
المهدى من ولدى وجهه كاالكوكب الدري.
المر يعلنى ان بكاءة يؤذيني.
كربلاء.
ان ابني هذا يعني الحسين يقتل بأرض من العراق فمن ادركه منكم فلينصره.
هذا دم الحسين لم ازل التقطة مذ اليوم فوجد قد قتل فى ذلك اليوم.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar