Manusia cenderung memaksakan apa yang ia fahami, padahal kebenaran disisinya belum tentu kebenaran bagi orang lain. Ketika banyak orang berbicara masalah abasa, mereka spontan menunjuk Rasulillah sebagai objectnya. Tanpa Ragu dan dengan yakin.. Innalilllah...!!
Bagi para pengkaji agama, telah dimaklumi bahwa Makna kebenaran adalah mencari tit...ik temu dari 2 pendapat, seperti yang Imam Ali As sampaikan sekaitan dengan kebenaran.
"Benturkan pendapat kalian niscaya akan tampak kebenaran".
Maka dengan mengambil semua pendapat lalu melakukan talaqi serta tabayyun niscaya akan berpedar hidayah. Sebagaian sahabat saya dari ahlusunnah, kekeh mempertahankan pendapatnya bahwa Nabilah yang bermuka masam dengan mengesampingkan analisa akal, benturan ayat dan hanya bertumpu pada kitab kitab tafsir ulama terdahulu.
Padahal dengan mengkaji Tafsir ulama dahulu, tidak ada aturan Khusus harus memakai tafsiran Ulama tersebut, dan saya yakin tidak akan ada kalimat " Tafsir dalam Kitab ini harus dipakai " dalam kitab tafsir ulama terdahulu.
Bagi Pengikut Ahlulbayt, Tafsir yang akan dipakai hanyalah tafsiran Mutlak dari Para Imam Suci As, karena pada Beliau Beliau yang sucilah Tafsiran Ayat Muhkam dan Mutasyabihat dijabarkan dengan indah dan tepat. Rasulillah Saww bersabda : "Ahlul baytku adalah Alquran berjalan"
Oleh karenanya tidak ada benturan ayat manapun dalam menafsirkan ayat ayat mutasyabihat.
QS Al Waqiyyah ayat 77-79 :
Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menyentuhnya (makna terdalam) kecuali orang-orang yang disucikan
Dan bila kita lihat lagi siapa pribadi yang disucikan serta digandengkan oleh ALLAH AWJ sebagai penjelas Al quran jawabannya ada di Surah Al Ahzab Ayat 33 :
"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya".
Walaupun sebagian orang mengatakan ayat ini dimulai dengan kalimat 'hai istri istri Nabi' saya patut mempertanyakan. karena kalimat 'hai istri istri Nabi' ada di ayat 32 bukan di ayat 33.
Kita memerlukan penjabaran Riwayat siapa yang dimaksud Ahlulbayt disini, yang jelas bukan jamian keluarga Nabi, karena Abu Lahab, Abu jahal tidak mungkin masuk apatah lagi Istri Istri Nabi, karena bila Istri Nabi termasuk dalamnya, sudah pasti ada Hadits yang mengatakan Aisyah atau Ummu salamah sebagai saksi pelapor masuk dalam kategori khusus ini.
Al Ahzab 33 adalah ayat yang berbicara tentang kekhususan, Syaikh al Muslim dengan gamblang meredaksikan jawabannya.
Berdasarkan riwayat dari Aisyah, Ummu Salamah, Abu Sa'id Al-Khudri dan Anas bin Malik, ayat ini turun hanya untuk lima orang, yaitu Rasulullah SAWW, Ali, Fathimah, Hasan, dan Husein as
Rasulullah SAWW bersabda seraya menunjuk kepada Ali, Fathimah, Hasan, dan Husein as: "Ya Allah, mereka ini adalah Ahlul Baytku, maka peliharalah mereka dari keraguan dan sucikan mereka sesuci-sucinya".
Shahih Muslim, kitab Fadhā`ius Shahābah, bab Fadhā`il Ahli Baytin Nabi SAWW, juz 2, hal. 368, cetakan Isa Al-Halabi; juz 15 hal. 194, Syarah An-Nawawi, cetakan Mesir.
Dalam Moment Ghadir Khum pun Baginda Suci Saww telah menjelaskan bahwa
Sesungguhnya Ali dan orang-orang suci dari keturunanku, mereka adalah “Tsiqlul-Ashghar” (mutiara kecil) sedang al-Quran merupakan “Tsiqlul-akbar” (mutiara besar), satu sama lainnya saling memberikan berita dan terdapat keserasian antara keduanya, dan kedua-duanya itu tidak akan berpisah sampai menjumpai aku di telaga Kautsar kelak.
Dari sini jelas, bahwa Ahlulbayt Nabi Saww adalah penjelas segala sesuatu, dan sudah pasti tafsiran Pribadi Suci As tepat karena sebagai Al Quran yang Natiq (berbicara)
Adalah sebuah kesalahan besar manakala ada saudara lain yang hendak berdiskusi dengan kami namun tetap memakai 'kebenaran dari sisinya' dan menutup diri menerima pendapat lain.
Adalah pula kesalahan besar bila hanya terpaku pada 1 kitab tafsir yang berasal dari manusia biasa dan mengabaikan asas ayat penjelas ayat lainnya.
Asas pertama yang saya gunakan adalah akal, manakala akal menolak Abasa sebagai Khuluqun adzim, maka dengan satu garis merah saya menolak semua tafsir yang mendeskreditkan Nabi Suci Saww dan meletakkan Beliau SAWW lebih rendah dari Kafirin Quraish ataupun Muslim lain.
Bukan saya merasa benar, sebagai bahan Ibroh, saya sering kali mengajukan hujjah, manalah mungkin Allah Awj menyandingkan Nama KekasihNya bila dalam ayatNya ia ditegur..
Manalah mungkin kita kekeh mempertahankan pendapat kita walaupun harus bertentangan dengan Al Quran.
Metode macam apa yang di anut. .?
Sedangkan Ummu Aisyah dengan Jelas menjabarkan dalam Kitab Bukhari Bahwa Akhlak Rasul adalah Al Quran. Lalu akal yang bagaimana yang mengamini Abasa adalah akhlak al Quran..
Sebagian lagi berhujjah, bahwa teguran tersebut bukanlah sebuah kehinaan.
Saya katakan padanya, bahwa Teguran dalam Makna Abasa adalah sebuah penghinaan. Disana berbenturan dengan akal qurani dan jelas merendahkan Nabi Suci Sebagai Ushwah.
Sungguh teramat jelas bahwa Allah menegur keras orang kafirin disekitar Nabi dan sebagai bahan pelajaran bagi kita agar tidak tinggi hati kepada kaum Dhuafa, hatta ia kotor lagi bau. Karena Islam Hadir mendobrak hegemoni pemikiran tersebut.
Pendapat lain lagi, Bahwa Rasul mengharapkan Pemuka Quraish masuk ISLAM.
Saya katakan, pendapat apa pula ini, apa manfaat mengharapkan orang kafir? Kita saja tidak boleh berharap pada Orang kafir apa lagi Rasul..
Dalil Mereka Ajukan, dengan 2 hadis; satu diriwayatkan oleh aisyah dan satu diriwayatkan oleh ibn Abbas.
Saya katakan, saya tidak perlu sulit menjawabnya, Keduanya dimana saat ayat ini turun ? keduanya masih sangat kecil tuk dapat meriwayatkan sebagai saksi pelapor.
dan jangan lupa pula pabrikasi Banu Ummayah banyak yang mencatut nama nama Sahabat demi tujuan mereka.
Sederhananya begini, Bila Aisyah dan Ibn Abbas tidak menjadi saksi pelapor, sudah dipastikan Nama keduanya dicatut Haditsin Bany Ummayah dan di produce dalam Kitab kemudian. Artinya kita dijebak. Karena mereka telah memprediksikan dengam nama Besar Ini, riwayat tersebut tidak akan dipertanyakan..
tapi tunggu dulu..
Dalam Ahlusunnah ada derajat Kitab Hadits. Syaikh Bukhari dan Muslim bukan mustahil tidak mengetahui Riwayat ini, namun karena memang penuh keanehan maka keduanya tidak meredaksikan. Ya benar ada keanehan disana.
Bagaimana Orang yang belum lahir dapat meriwayatkan hadis dan menjadi saksi pelapor...
Terus dan menerus segala upaya mereka tempuh tuk meloloskan dogma mereka "membela Leluhur mereka yang mati di badar".
Dan terus menerus saya menyampaikan sanggahan secara ia mengajukannya.
ala Kulli hal...
segala sesuatu berpedar pada tempatnya, dan Kebatilan pasti sirna dengan kemurnian.
sesuai dengan janji ALLAH AWJ: QS Al Ankabut ayat 69:
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik".
Dan tiada akan ada kehinaan selama kita besandar pada ALLAH sebaik baik pelindung..
kiranya langkah kecil ini dapat memberikan efect besar dimasa mendatang, sehingga generasi mendatang dapat lebih mengenal Nabi Suci Saww sebagai Ushwah sejati bukan sebagai simbol semata...
Insha ALLAH
Bagi para pengkaji agama, telah dimaklumi bahwa Makna kebenaran adalah mencari tit...ik temu dari 2 pendapat, seperti yang Imam Ali As sampaikan sekaitan dengan kebenaran.
"Benturkan pendapat kalian niscaya akan tampak kebenaran".
Maka dengan mengambil semua pendapat lalu melakukan talaqi serta tabayyun niscaya akan berpedar hidayah. Sebagaian sahabat saya dari ahlusunnah, kekeh mempertahankan pendapatnya bahwa Nabilah yang bermuka masam dengan mengesampingkan analisa akal, benturan ayat dan hanya bertumpu pada kitab kitab tafsir ulama terdahulu.
Padahal dengan mengkaji Tafsir ulama dahulu, tidak ada aturan Khusus harus memakai tafsiran Ulama tersebut, dan saya yakin tidak akan ada kalimat " Tafsir dalam Kitab ini harus dipakai " dalam kitab tafsir ulama terdahulu.
Bagi Pengikut Ahlulbayt, Tafsir yang akan dipakai hanyalah tafsiran Mutlak dari Para Imam Suci As, karena pada Beliau Beliau yang sucilah Tafsiran Ayat Muhkam dan Mutasyabihat dijabarkan dengan indah dan tepat. Rasulillah Saww bersabda : "Ahlul baytku adalah Alquran berjalan"
Oleh karenanya tidak ada benturan ayat manapun dalam menafsirkan ayat ayat mutasyabihat.
QS Al Waqiyyah ayat 77-79 :
Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menyentuhnya (makna terdalam) kecuali orang-orang yang disucikan
Dan bila kita lihat lagi siapa pribadi yang disucikan serta digandengkan oleh ALLAH AWJ sebagai penjelas Al quran jawabannya ada di Surah Al Ahzab Ayat 33 :
"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya".
Walaupun sebagian orang mengatakan ayat ini dimulai dengan kalimat 'hai istri istri Nabi' saya patut mempertanyakan. karena kalimat 'hai istri istri Nabi' ada di ayat 32 bukan di ayat 33.
Kita memerlukan penjabaran Riwayat siapa yang dimaksud Ahlulbayt disini, yang jelas bukan jamian keluarga Nabi, karena Abu Lahab, Abu jahal tidak mungkin masuk apatah lagi Istri Istri Nabi, karena bila Istri Nabi termasuk dalamnya, sudah pasti ada Hadits yang mengatakan Aisyah atau Ummu salamah sebagai saksi pelapor masuk dalam kategori khusus ini.
Al Ahzab 33 adalah ayat yang berbicara tentang kekhususan, Syaikh al Muslim dengan gamblang meredaksikan jawabannya.
Berdasarkan riwayat dari Aisyah, Ummu Salamah, Abu Sa'id Al-Khudri dan Anas bin Malik, ayat ini turun hanya untuk lima orang, yaitu Rasulullah SAWW, Ali, Fathimah, Hasan, dan Husein as
Rasulullah SAWW bersabda seraya menunjuk kepada Ali, Fathimah, Hasan, dan Husein as: "Ya Allah, mereka ini adalah Ahlul Baytku, maka peliharalah mereka dari keraguan dan sucikan mereka sesuci-sucinya".
Shahih Muslim, kitab Fadhā`ius Shahābah, bab Fadhā`il Ahli Baytin Nabi SAWW, juz 2, hal. 368, cetakan Isa Al-Halabi; juz 15 hal. 194, Syarah An-Nawawi, cetakan Mesir.
Dalam Moment Ghadir Khum pun Baginda Suci Saww telah menjelaskan bahwa
Sesungguhnya Ali dan orang-orang suci dari keturunanku, mereka adalah “Tsiqlul-Ashghar” (mutiara kecil) sedang al-Quran merupakan “Tsiqlul-akbar” (mutiara besar), satu sama lainnya saling memberikan berita dan terdapat keserasian antara keduanya, dan kedua-duanya itu tidak akan berpisah sampai menjumpai aku di telaga Kautsar kelak.
Dari sini jelas, bahwa Ahlulbayt Nabi Saww adalah penjelas segala sesuatu, dan sudah pasti tafsiran Pribadi Suci As tepat karena sebagai Al Quran yang Natiq (berbicara)
Adalah sebuah kesalahan besar manakala ada saudara lain yang hendak berdiskusi dengan kami namun tetap memakai 'kebenaran dari sisinya' dan menutup diri menerima pendapat lain.
Adalah pula kesalahan besar bila hanya terpaku pada 1 kitab tafsir yang berasal dari manusia biasa dan mengabaikan asas ayat penjelas ayat lainnya.
Asas pertama yang saya gunakan adalah akal, manakala akal menolak Abasa sebagai Khuluqun adzim, maka dengan satu garis merah saya menolak semua tafsir yang mendeskreditkan Nabi Suci Saww dan meletakkan Beliau SAWW lebih rendah dari Kafirin Quraish ataupun Muslim lain.
Bukan saya merasa benar, sebagai bahan Ibroh, saya sering kali mengajukan hujjah, manalah mungkin Allah Awj menyandingkan Nama KekasihNya bila dalam ayatNya ia ditegur..
Manalah mungkin kita kekeh mempertahankan pendapat kita walaupun harus bertentangan dengan Al Quran.
Metode macam apa yang di anut. .?
Sedangkan Ummu Aisyah dengan Jelas menjabarkan dalam Kitab Bukhari Bahwa Akhlak Rasul adalah Al Quran. Lalu akal yang bagaimana yang mengamini Abasa adalah akhlak al Quran..
Sebagian lagi berhujjah, bahwa teguran tersebut bukanlah sebuah kehinaan.
Saya katakan padanya, bahwa Teguran dalam Makna Abasa adalah sebuah penghinaan. Disana berbenturan dengan akal qurani dan jelas merendahkan Nabi Suci Sebagai Ushwah.
Sungguh teramat jelas bahwa Allah menegur keras orang kafirin disekitar Nabi dan sebagai bahan pelajaran bagi kita agar tidak tinggi hati kepada kaum Dhuafa, hatta ia kotor lagi bau. Karena Islam Hadir mendobrak hegemoni pemikiran tersebut.
Pendapat lain lagi, Bahwa Rasul mengharapkan Pemuka Quraish masuk ISLAM.
Saya katakan, pendapat apa pula ini, apa manfaat mengharapkan orang kafir? Kita saja tidak boleh berharap pada Orang kafir apa lagi Rasul..
Dalil Mereka Ajukan, dengan 2 hadis; satu diriwayatkan oleh aisyah dan satu diriwayatkan oleh ibn Abbas.
Saya katakan, saya tidak perlu sulit menjawabnya, Keduanya dimana saat ayat ini turun ? keduanya masih sangat kecil tuk dapat meriwayatkan sebagai saksi pelapor.
dan jangan lupa pula pabrikasi Banu Ummayah banyak yang mencatut nama nama Sahabat demi tujuan mereka.
Sederhananya begini, Bila Aisyah dan Ibn Abbas tidak menjadi saksi pelapor, sudah dipastikan Nama keduanya dicatut Haditsin Bany Ummayah dan di produce dalam Kitab kemudian. Artinya kita dijebak. Karena mereka telah memprediksikan dengam nama Besar Ini, riwayat tersebut tidak akan dipertanyakan..
tapi tunggu dulu..
Dalam Ahlusunnah ada derajat Kitab Hadits. Syaikh Bukhari dan Muslim bukan mustahil tidak mengetahui Riwayat ini, namun karena memang penuh keanehan maka keduanya tidak meredaksikan. Ya benar ada keanehan disana.
Bagaimana Orang yang belum lahir dapat meriwayatkan hadis dan menjadi saksi pelapor...
Terus dan menerus segala upaya mereka tempuh tuk meloloskan dogma mereka "membela Leluhur mereka yang mati di badar".
Dan terus menerus saya menyampaikan sanggahan secara ia mengajukannya.
ala Kulli hal...
segala sesuatu berpedar pada tempatnya, dan Kebatilan pasti sirna dengan kemurnian.
sesuai dengan janji ALLAH AWJ: QS Al Ankabut ayat 69:
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik".
Dan tiada akan ada kehinaan selama kita besandar pada ALLAH sebaik baik pelindung..
kiranya langkah kecil ini dapat memberikan efect besar dimasa mendatang, sehingga generasi mendatang dapat lebih mengenal Nabi Suci Saww sebagai Ushwah sejati bukan sebagai simbol semata...
Insha ALLAH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar