Laman

Senin, 05 Maret 2012

Islam Itu Universal


Pendahuluan
Islam sebagaimana Islam dari zaman ke zaman telah dituntut untuk menjawab segala problematika di dunia yang kita diami ini. Maka dari itu, berkat dari usaha para intelektual kontemporer Islam untuk membuktikan validitas Islam, Islam berhasil menunjukkan jati dirinya dengan merambah ke segala lini dalam konteks kehidupan. Mulai dari permasalahan hukum ibadah, lalu ke permasalahan politik, sampai kepada hak asasi manusia. Serangan-serangan dari barat tidak menjadikan Islam makin termarginalkan tetapi islam makin berkembang.


Ayatullah MT Misbah Yazdi juga ikut andil atas hal ini, sebagai seorang filosof dan mutakallim, ia kerap memberikan sumbangsih pengetahuannya terhadap Islam, tidak terlepas atas serangan-serangan barat, MT Misbah Yazdi memberikan argumennya tentang universalitas Islam kala masa itu iklim pemikiran Iran telah diselimuti oleh doktrin-doktrin Marxisme yang materialis dan meruntuhkan nilai-nilai agama.
Universalitas Islam
Muhammad Taqi Mishbah Yazdi yang merupakan seorang filosof dan mutakallim kontemporer Iran memberikan argumennya bahwa Islam adalah suatu agama yang mempunyai statement universal dan abadi sepanjang masa. Mengapa dikatakan universal dan abadi? Mengapa tidak seperti agama lainnya yang hanya marak pada zaman-zaman tertentu dan kaum-kaum tertentu saja? Karena kepercayaan akan penyifatan kepada islam atas ke-universal-annya itu adalah satu kepercayaan yang mempunyai bukti dharuri/jelas atau pasti.
Bahkan sejarah pun juga mengungkapnya, yakni ketika Rasulullah Muhammmad saww memberikan surat-suratnya kepada para pembesar-pembesar kerajaan seperti Raja Persia, Raja Habasyah, Mesir dan lainnya dengan upaya untuk mengajak dan membimbing mereka agar memeluk Islam.[1] Serta juga pada masa tiga khalifah yang berekspansi ke beberapa wilayah, selain untuk memperluas wilayah kekuasaan Islam, ekspansi tersebut juga ditinjau untuk berdakwah. Jika Rasulullah saww tidak memiliki keyakinan akan ke-universalitas agama Islam ini niscaya segala upaya yang dilakukan di atas tidak akan diberlakukan karena tidak mempunyai dasar dan Islam hanya akan disifati sebagai salah satu dari produk feodalisme. Menurut MT Misbah Yazdi Islam tidaklah seperti itu, Islam adalah agama yang suci yang tidak terbatas pada zaman dan keadaan tertentu saja, hal ini dibuktikan dari adanya risalah Rasulullah Muhammad saww yang tidak terbatas pada satu umat saja.
Berdasarkan pandangan MT Misbah Yazdi, salah satu bukti lain dari adanya universalitas Islam itu sendiri terletak pada Al-Qur’an itu sendiri yang tidak diwahyukan hanya untuk satu kaum saja atau satu zaman saja, tapi lebih dari itu, bahwa Al-Qur’an diwahyukan untuk semua umat pasca Isa as sampai berakhirnya zaman. Lebih khusus lagi yakni pada beberapa teks Al-Quran yang secara tidak langsung memberikan gambaran universalitasnya terletak pada ayat-ayat yang berawalkan “Yâ Ayyuhal Al-Nâs”/wahai manusia sekalian atau “Yâ Banî Adam”/wahai keturunan Adam, ini merupakan indikasi bahwa seruan Al-Qur’an meliputi seluruh umat manusia. Serta contoh lain ada pada kata-kata kecaman yang ada pada Al-Qur’an yang ditujukan kepada orang-orang yang ingkar kepada risalah Nabi Muhammad saw agar selayaknya memeluk Islam.
Dari contoh-contoh tentang universalitas Al-Qur’an di atas yakni semisal “Yâ Ayyuhal Al-Nâs”/wahai manusia sekalian atau “Yâ Banî Adam”/wahai keturunan Adam, secara tidak langsung dapat kita pahami mengandung kemutlakan waktu yang tak terbatas atas masa tertentu.
Demi menangkis pendapat Islam bahwa islam diturunkan bukan hanya untuk bangsa Arab saja, maka para orientalisme barat yang memberikan argumennya bahwa kenyataannya Islam tidak bersifat universal, contohnya dalam Al-Qur’an sendiri terdapat ayat yang menjelaskan bahwa rasulullah saww hanya diperintah oleh Allah untuk memberikan hidayah kepada keluarga, kerabat dan penduduk Mekkah Madinah saja.
Kemudian pada surat lainnya yang meletakkan sumber kebahagiaan seorang manusia itu terletak pada keimanannya, maka dari itu umat Yahudi, Shabi’in dan Nasrani dapat memperoleh kebahagiaan tersebut tanpa memeluk Islam.
Contoh lainnya pada masalah hukum fiqh pada orang kafir dzimmî, yakni suatu hukum yang menisbatkan untuk melindungi ahlulkitab dalam suatu daerah kekuasaan Islam jika ahlulkitab tersebut membayar iuran entah itu berbentuk pajak atau khumus, maka selaku umat muslim kita wajib melindunginya dan menjamin keselamatannya untuk menjalankan ibadah mereka.
Maka menurut pandangan Taqi Misbah Yazdi atas sanggahan pertama yakni itu hanyalah fase penyebaran Islam yang memang dilakukan secara bertahap berdasarkan perintah Allah terhadap Nabi Muhammad saww. Maka bukan berarti Islam hanya berhenti di jazirah Arab saja, karena kenyataannya dakwah Islam dinisbatkan untuk semua umat manusia.
Adapun pada sanggahan kedua, bahwa keimanan tersebut memang layaknya sebuah ujung tombak yang dapat menghantarkan kita kepada kemenangan yang membawa kebahagiaan atau kekalahan yang membawa kepada penyesalan. Akan tetapi iman yang seperti apa? Tentu saja iman yang menegasikan Tuhan selain dari Allah Tuhan semesta alam ini. Bukan mengimani bintang-bintang dan sesuatu yang mereka anggap sebagai Tuhan.
Sedangkan perihal orang kafir dzimmî tersebut bahwa kenyatannya Islam sebagai agama yang damai sangat menghargai sikap pilihan atas seseorang dalam beragama. Maka dari itu tidak ada paksaan di dalam Islam. Mereka mendapat kelayakan tersebut hanyalah sementara saja karena mereka mau merelakan sebagian harta mereka untuk Islam, maka Islam membayarnya dengan upah berbentuk perlindungan.[2]


[1] Dalam teks isi surat itu, Rasulullah saww hanya menyampaikan “Aslim Taslam”, beberapa pembesar dinasti tersebut ada yang merespon dengan rasa geram dan ada juga yang menghormatinya dengan membalasnya dengan memberi hadiah
[2] MT Misbah Yazdi, Iman Semesta (Jakarta: Al-Huda, 2005) Hal: 276

Tidak ada komentar:

Posting Komentar