Laman

Senin, 05 Maret 2012

Meneladani Sadra dan “Membumikan” Empat Perjalanan Ruhani / Spiritual


M. Norsatya Azmatkhan
Di era modern yang serba instan dan praktis ini, manusia kerap mencari jalan yang mudah dan sederhana untuk memahami dan melaksakan suatu ilmu dan pemikiran yang rumit. Berangkat dari pandangan ini dan dari keinginan meneladani Mulla Shadra saat beliau memberikan ‘nilai’ pemikiran filosofisnya dalam bingkai spiritualisme kaum arif dengan empat perjalanan rohani; Penulis secara khusus mengajak kepada diri penulis sendiri dan rekan-rekan di Mulla Shadra Society of Indonesia , serta secara umumnya kepada masyarakat luas, untuk secara sadar menerapkan empat perjalanan rohani / spiritualitas dalam berbagai sendi kehidupan kita, sebagai pemaknaan atas jalan kehidupan kita. Hal ini tidaklah harus berangkat secara ideal sempurna, seperti yang dilakukan oleh kaum sufi dan filsuf par excellence (Apabila dapat, amatlah baik), namun dengan segala keterbatasan kita, berangkat dari role model tersebut, kita bisa menerapkan secara sederhana pula dalam kehidupan kita sehari-hari. Pandangan tersebut, hendak penulis jelaskan sebagai berikut.


Pengetahuan modern sudah dapat menerima bahwa manusia selain memiliki kecerdasan intelektual dan emosional (IQ dan EQ) juga memiliki kecerdasan spiritual (SQ) yakni kecerdasan dalam memaknai dan memberi nilai-nilai spiritualitas pada kehidupan dan moment-momentnya. Kecerdasan Spiritual inilah yang melahirkan kebijaksanaan (Wisdom) dalam diri manusia, dan karena yang esensial dari manusia adalah spiritnya, maka kecerdasan inilah yang terpenting bagi manusia dalam menemukan & mengalami kebahagiaan. Kecerdasan type inilah yang dikembangkan para kaum arif / sufi, demikian pula Mulla Shadra dan pengikutnya. Namun dalam pandangan penulis, Mulla Shadra berhasil menggunakan ketiga kecerdasan tersebut, dengan IQ-nya beliau berhasil menyusun penjelasan rasional yang luar biasa atas pengalaman spiritualnya, dengan EQ-nya beliau berhasil dalam menyampaikan ajarannya ke masyarakat sebagai interaksi social beliau dan dengan SQ-nya beliau berhasil menggali, mendapatkan, memaknai pengalaman hidupnya dan pemikirannya sebagai pengalaman spiritual, sebuah perjalanan spiritual MENUJU, DALAM, DARI & DENGAN Tuhan.
Di era modern ini, ada sebuah contoh kasus dimana seorang yang pintar, punya kedudukan, kaya raya, terkenal, punya banyak teman dan penggemar, namun merasa kehidupannya terasa hampa dan memilih bunuh diri. Hal ini menunjukkan kurangnya Kecerdasan Spritual (SQ) untuk memaknai kehidupannya sehingga gagal dalam menemukan kebahagiaan, & mengalami kegamangan dalam kehidupannya. Di lain pihak secara ekstrim (tentu saja kita tidak harus mengikuti contoh ini) ada seorang sufi yang zahid atau pertapa yang tanpa harta duniawi, tanpa title, gelar & kedudukan duniawi, hidup sendiri membujang dan jauh dari masyarakat, namun hatinya dipenuhi kebahagiaan, karena dengan kecerdasan spiritualnya (SQ) memaknai kehidupannya sebagai suatu keindahan berasal dari CINTA, dalam CINTA dan akan kembali pada CINTA. (Orang seperti ini yang Imam Khomeini katakan sebagai orang yang washil namun tersesat di DALAM-NYA, tidak mau berbagi berkah dengan kembali ke masyarakat). Tentunya yang ideal adalah mengintegrasikan ketiga kecerdasan ini dalam kehidupan kita, sehingga kita dapat menemukan kebahagiaan dalam berbagai area kehidupan kita, salah satunya adalah dengan meneladani Mulla Shadra yang kita lihat berhasil menggunakan ketiga kecerdasan ini.
Khususnya mengenai SQ, kita dapat memberi penilaian, makna spiritual yang membahagiakan hati kita pada berbagai bidang kehidupan kita. Bila kita memaknai hidup kita dengan husnuzhon & banyak bersyukur, sesuai dengan Sunatullah (LAW OF ATTRACTION dalam istilah modern) maka kebahagiaan & kenikmatan akan sering kali hadir dalam hidup kita. Bila kita memaknai segala sesuatu sebagai manifestasi Ilahi, cerminan Sang Kekasih Sejati kita beserta segala nama dan sifat-Nya, maka dengan pemaknaan ini kita akan selalu menjumpai keindahan, bayangan Sang Kekasih Sejati kita, yang membawa rasa bahagia bagi kita; dimana-mana kita akan menyadari perwujudan cinta-Nya sebagaimana kaum Sufi / Irfan menyadari hal tersebut. Demikian pula bila kita meneladani Mulla Shadra dalam membawa dimensi SQ (4 perjalanan rohani) dalam area kehidupannya, juga sebagai bingkai atas penyusunan pemikiran rasionalnya; insya Allah kita akan menemukan kebahagiaan dalam memaknai kehidupan kita sebagai perjalanan Rohani MENUJU, DALAM, DARI & DENGAN Tuhan, Sang Kekasih Sejati. Dengan kesadaran SQ kita masing-masing yang unik, secara sederhana, kita juga dapat meneladani beliau menggunakan beberapa diantara 4 perjalanan ruhani sebagai nilai spiritualitas yang membingkai kegiatan duniawi kita.
Sebagai contoh, Islam mengajarkan bahwa belajar, bekerja dan melakukan suatu yang ‘bermanfaat’ bagi diri dan orang lain merupakan ibadah terutama bila didasari untuk mendekatkan diri kepada-NYA (MENUJU, DALAM, DARI & DENGAN-NYA, Sang Kekasih Sejati) dan mencari Ridho-Nya. Bila kita menyadari “manfaat” dari apa yang kita pelajari dan lakukan, pada “hakekatnya” manfaat apapun merupakan cerminan dari Nama dan Sifat Allah, AN-NAFII (Yang Memberi Manfaat). Ketika kita memberi manfaat pada orang lain, kita sedang memanifestasikan Nama & Sifat-Nya tersebut. Kita menjadi saluran berkah-Nya. Hal ini merupakan suatu proses pemanifestasian kualitas Ilahi melalui dan dalam diri kita, dan hal ini merupakan proses penyempurnaan diri kita. Jadi bila kita mempelajari sesuatu apapun yang bermanfaat, pada hakekatnya kita sedang dalam perjalanan pertama MENUJU Al-Haqq yang dalam hal ini, sedang dalam proses perjalanan untuk bisa memanifestasikan kualitas Ilahi, nama AN-NAFII (bisa pula terkait dengan kualitas nama Ilahi lainnya sesuai dengan kondisi keadaan yang kita hadapi) dalam dan melalui diri kita. Ketika ilmu yang kita pelajari dapat bermanfaat bagi diri kita sendiri, pada hakekatnya kita sedang menempuh perjalanan rohani kedua, DALAM Al-Haqq, lantas ketika kita dengan ilmu tersebut, dapat bermanfaat bagi orang lain / masyarakat, pada hakekatnya kita berada dalam perjalanan rohani yang ketiga yakni DARI Al-Haq, lantas ketika kita berhasil menularkan, mengajar, mengajak, membimbing orang untuk “mengestafetkan” ilmu yang bermanfaat tersebut (orang lain, melalui kita terinspirasi untuk menuntut pula ilmu yang bermanfaat tersebut bukan hanya untuk merasakan manfaatnya seorang diri) maka secara hakekat dapat kita maknai sebagai perjalanan keempat DENGAN Al-Haqq. Dengan penilaian yang sederhana ini, namun penuh makna, maka kita dapat menemukan suatu manfaat dalam kehidupan kita (Sebagai cerminan Kekasih Sejati kita), serta berbagi manfaat dan menyebarluaskannya kepada banyak pihak. (Semoga banyak pihak dapat mendapat manfaat dan kebahagiaan melalui kita).
Aplikasi nilai “manfaat” bisa pada berbagai macam hal, tidak hanya terbatas pada ilmu akademis saja, sebagai misal seorang yang panggilan hati nuraninya (sebagai bimbingan Ilahi) ingin mengembangkan bakat seninya. Seni yang dapat “bermanfaat” untuk menghibur orang pun, bersumber dari cerminan Ilahi, juga merupakan sarana untuk berbakti & beribadah. (Terutama bila pengekspresian seni tersebut sesuai syariah) Ketika orang tersebut mempelajari seni music sebagai misal, hal tersebut merupakan perjalanan pertama, setelah menguasai dan dapat bermanfaat bagi dirinya, setidaknya dapat menghibur dirinya sendiri, secara hakekat merupakan perjalanan kedua, ketika dia berhasil menghibur orang lain, merupakan perjalanan ketiga dan ketika dia menularkan ilmunya, dengan orang lain belajar music kepadanya dan berhasil menguasainya merupakan perjalanan keempatnya.
Berhubung tulisan ini dibuat pada bulan ramadhan, sebagai contoh terakhir adalah tentang manfaat puasa (Misalnya sebagai pengobat jiwa / riyadhoh spiritual dan raga / detoksifikasi). Ketika belajar mencari tahu manfaat puasa secara hakekat kita berada dalam perjalanan pertama, ketika kita sudah mengetahui, mengamalkan puasa dan merasakan manfaatnya, kita dalam perjalanan kedua, ketika orang lain mendapat manfaat dari puasa kita (aman dari perbuatan kita yang dapat menyakitinya) dan kita ajak dan jelaskan manfaat puasa, kita pada perjalanan ketiga dan seandainya orang lain terbut terinspirasi mengikuti kita maka hal tersebut adalah perjalanan keempat.
Artinya proses empat Perjalanan Rohani, secara praktis dan metaforis (dibanding proses aslinya oleh kaum sufi) dalam kehidupan sehari-hari yang bisa kita amalkan, merupakan proses untuk memanifestasikan kualitas Ilahi dalam diri kita, untuk penyempurnaan diri kita, yang terkait dengan berbagai kualitas nama ilahi seperti An-Nafi, Ar-Rahman, Al-Alim, Al-Adil, Al-Wahab, tergantung konteks area kehidupan yang kita jalani. Hal ini sebagaimana anjuran Hadist untuk berakhlak dengan akhlak Allah, yang mana Penulis kaitkan dengan Empat Perjalanan Mulla Shadra, Manifestasi nama dan sifat Allahnya, (Tahali dan Tajali) kaum Sufi, dan ilmu ESQ yang beredar di jaman modern ini. Diharapkan kedepannya pandangan ini bisa diintegrasikan dengan sistem pendidikan di Indonesia, dimana suatu pengajaran, pembelajaran, dan pengaplikasian ilmu yang bermanfaat merupakan proses pendekatan pada Ilahi dan suatu perjalan ruhani. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat mendekatkan kita kepada-Nya, dan meningkatkan kualitas hidup kita dalam menjalani perjalanan kehidupan MENUJU, DALAM, DARI & DENGAN TUHAN Sang Kekasih Sejati…Wallahu a’lam bishowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar