Laman

Kamis, 02 Februari 2012

Takhrij Hadis Tutuplah Pintu Masjid Kecuali Pintu Ali



Takhrij Hadis Tutuplah Pintu Masjid Kecuali Pintu Ali
Sebagaimana hadis keutamaan Ahlul Bait pada umumnya, hadis ini juga menjadikorban kesinisan mereka yang mengidap “syiahphobia” [atau terinfeksi virus nashibi]. Segala puji bagi Allah, Allah SWT menegakkan hujjahnya meski orang-orang munafik tidak suka [baca : nashibi] hadis ini ternyata diriwayatkan dengan beberapa jalan [sanad] yang saling menguatkan sehingga walaupun terdapat kelemahan atau kritik pada setiap sanadnya tetap saja secara keseluruhan hadis tersebut shahih. Tulisan ini insya Allah akan menampilkan sedikit takhrij hadis “tutuplah pintu masjid kecuali pintu Imam Ali”
.


Hadis Riwayat Sa’ad bin Malik

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا حجاج ثنا فطر عن عبد الله بن شريك عن عبد الله بن الرقيم الكناني قال خرجنا إلى المدينة زمن الجمل فلقينا سعد بن مالك بها فقال أمر رسول الله صلى الله عليه و سلم بسد الأبواب الشارعة في المسجد وترك باب علي رضي الله عنه

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Hajjaaj yang berkata telah menceritakan kepada kami Fithr dari ‘Abdullah bin Syarik dari ‘Abdullah bin Ruqaim Al Kinaniy yang berkata “kami keluar menuju Madinah pada zaat perang Jamal maka kami bertemu Sa’ad bin Malik yang berkata Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk menutup pintu-pintu yang mengarah ke masjid dan meninggalkan pintu Ali radiallahu ‘anhu” [Musnad Ahmad 1/175 no 1511]
Hadis Sa’ad ini juga diriwayatkan Ibnu Abi Ashim dalam As Sunnah no 1384, Ath Thahawi dalam Musykil Al Atsar no 3554, Nasa’i dalam Khasa’is Aliy no 40 & 41, Ibnu Asakir dalam Tarikh-nya 42/165 dengan jalan dari Fithr bin Khalifah dari ‘Abdullah bin Syarik dari ‘Abdullah bin Ruqaim Al Kinaniy dari Sa’ad.
Diriwayatkan oleh Ath Thahawi dalam Musykil Al Atsar no 3553, Ibnu Adiy dalam Al Kamil 3/234 dengan jalan sanad dari Zafir bin Sulaiman dari Israil bin Yunus dari ‘Abdullah bin Syarik dari Al Harits bin Tsa’labah dari Sa’ad. An Nasa’i dalam Al Khasa’is no 40 juga meriwayatkan dengan jalan sanad dari ‘Ali bin Qadim dari Isra’il dari ‘Abdullah bin Syarik dari Al Harits bin Malik dari Sa’ad.
Nampak riwayat Isra’il berselisih dengan riwayat Fithr dan yang mahfudz [terjaga] adalah riwayat Fithr karena diriwayatkan dengan sanad yang shahih sampai ke Fithr sedangkan riwayat Isra’il tidak tsabit karena Zafir bin Sulaiman seorang yang shaduq tetapi banyak melakukan kesalahan [At Taqrib 1/307]. Ali bin Qadim seorang yang shaduq [At Taqrib 1/701] tetapi ia dilemahkan Ibnu Ma’in dan As Saji berkata “shaduq ada kelemahan padanya” [At Tahdzib juz 7 no 606]. Berikut analisis perawi Ahmad dalam riwayat Fithr
  • Hajjaj bin Muhammad Al Mashishiy adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ahmad bin Hanbal telah meriwayatkan dan memuji dirinya. Ali bin Madini dan Nasa’i berkata “tsiqat”. Abu Ibrahim Ishaq bin ‘Abdullah berkata Hajjaj lebih terpercaya dari ‘Abdurrazaq. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat shaduq insya Allah tetapi mengalami perubahan hafalan di akhir umurnya”. Muslim, Al Ijli, Ibnu Qani’ dan Maslamah bin Qasim menyatakan tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 2 no 381]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat tsabit mengalami ikhtilath di akhir umurnya ketika datang ke Baghdad sebelum wafatnya” [At Taqrib 1/190]. Hajjaj memiliki mutaba’ah dari Yazid bin Harun sebagaimana disebutkan Ibnu Abi Ashim dan Yazid bin Harun seorang yang tsiqat mutqin ahli ibadah [At Taqrib 2/333]
  • Fithr bin Khalifah adalah perawi Bukhari dan Ashabus Sunan. Ahmad berkata “tsiqat shalih al hadits”. Yahya bin Sa’id menyatakan tsiqat. Ibnu Ma’in berkata “tsiqat”. Al Ijli berkata tsiqat hasanul hadis dan bertasyayyu’. Abu Hatim berkata “shalih al hadits”. Nasa’i kadang berkata “tidak ada masalah padanya” kadang berkata “tsiqat”. Abu Nu’aim menyatakan tsiqat dan tsabit dalam hadis. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat insya Allah”. Al Jauzjaniy berkata “tidak tsiqat”. As Saji menyatakan ia shaduq tsiqat tidak mutqin dan ia mengutamakan Ali dari Utsman. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Ibnu Adiy menyatakan ia memiliki hadis-hadis baik kukira tidak ada masalah dengannya [At Tahdzib juz 8 no 550]. Ibnu Hajar berkata shaduq dituduh tasyayyu’ [At Taqrib 2/16]
  • ‘Abdullah bin Syarik Al ‘Amiriy perawi Nasa’i dalam Al Khasa’is. Ahmad, Ibnu Main dan Abu Zur’ah menyatakan tsiqat. Abu Hatim dan Nasa’i berkata “tidak kuat”. Nasa’i juga terkadang berkata “tidak ada masalah padanya”. Al Jauzjaniy menyatakan ia pendusta. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat tetapi memasukkannya juga ke dalam Adh Dhu’afa karena berlebihan dalam tasyayyu’. Daruquthni berkata “tidak ada masalah padanya”. Abu Fath Al Azdiy berkata ia tidak ditulis hadisnya. Yaqub bin Sufyan menyatakan tsiqat [At Tahdzib juz 5 no 444]. Ibnu Hajar berkata “shaduq tasyayyu’, Al Jauzjaniy berlebihan ketika mendustakannya [At Taqrib 1/501]. Abu Hatim dan Nasa’i termasuk ulama yang ketat dalam menjarh sehingga jarh “tidak kuat” bisa berarti hadisnya hasan atau tidak mencapai derajat shahih. Al Jauzjaniy dan Al Azdiy bukan ulama yang bisa dijadikan pegangan perkataannya.
  • ‘Abdullah bin Ruqaim Al Kinaniy adalah perawi Nasa’I dalam Al Khasa’is, Nasa’i berkata “tidak dikenal”. Bukhari berkata “fihi nazhar” [At Tahdzib juz 5 no 369]. Ibnu Hajar berkata “majhul termasuk thabaqat ketiga” [At Taqrib 1/492]. Pernyataan Bukhari yang dikutip Ibnu Hajar “fihi nazhar” perlu ditinjau kembali karena Al Bukhari menyebutkan biografinya tanpa menyebutkan jarh dan ta’dil [Tarikh Al Kabir juz 5 no 247]. Abu Hatim juga menyebutkan keterangan tentangnya tanpa jarh dan ta’dil [Al Jarh wat Ta’dil 5/54 no 250]
Al Haitsami menyatakan “sanad riwayat Ahmad hasan” [Majma’ Az Zawaid 9/149 no 14672]. Ibnu Hajar juga menyebutkan sanad riwayat Ahmad ini hasan [An Nukat ‘Ala Kitab Ibnu Shalah 1/465]. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pandangan Ibnu Hajar dan Al Haitsami riwayat tabiin majhul thabaqat ketiga kedudukannya hasan. Menurut kami hadis di atas lemah karena ‘Abdullah bin Ruqaim seorang yang tidak dikenal kredibilitasnya tetapi dia seorang tabiin thabaqat ketiga yang meriwayatkan dari sahabat Nabi maka riwayatnya dapat dijadikan i’tibar. Hadisnya hasan dengan ada syawahid atau mutaba’ah.

حدثنا علي بن سعيد الرازي قال نا سويد بن سعيد قال نا معاوية بن ميسرة بن شريح قال نا الحكم بن عتيبة عن مصعب بن سعد عن ابيه قال امر رسول الله صلى الله عليه و سلم بسد الابواب إلا باب علي قالوا يا رسول الله سددت الابواب كلها الا باب علي قال ما أنا سددت ابوابكم ولكن الله سدها

Telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin Sa’id Ar Raziy yang berkata telah menceritakan kepada kami Suwaid bin Sa’id yang berkata telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah bin Maisarah bin Syuraih yang berkata telah menceritakan kepada kami Al Hakam bin Utaibah dari Mush’ab bin Sa’ad dari ayahnya yang berkata Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] memerintahkan untuk menutup pintu pintu kecuali pintu Ali, mereka berkata “wahai Rasulullah, engkau menutup pintu pintu kecuali pintu Ali?”. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “bukan aku yang menutup pintu pintu kalian tetapi Allah yang menutupnya” [Mu’jam Al Awsath 4/186 no 3930]
Hadis ini mengandung kelemahan tetapi dapat dijadikan I’tibar perawinya diperbincangkan yaitu ‘Ali bin Sa’id Ar Raziy dan Suwaid bin Sa’id sedangkan Muawiyah bin Maisarah adalah shaduq hasanul hadis
  • ‘Ali bin Sa’id Ar Raziy seorang yang diperbincangkan. Hamzah meriwayatkan dari Daruquthni bahwa Ali bin Sa’id menceritakan hadis yang tidak memiliki mutaba’ah dan ia telah diperbincangkan. Ibnu Yunus berkata “ia seorang hafizh dan memiliki kefahaman”. Maslamah bin Qasim berkata “ia tsiqat alim dalam hadis”. Adz Dzahabiy menyebutnya al hafizh al baara’. Syaikh Nayif bin Shalah Al Manhsuri menyimpulkan bahwa dia tsiqat dan dibicarakan dalam sirah-nya [Irsyad Al Qaadhi no 679]
  • Suwaid bin Sa’id Al ‘Anbariy adalah perawi Muslim dan Ibnu Majah. Telah meriwayatkan darinya Imam Muslim, Abu Zur’ah, Abu Hatim, dan Baqiy bin Makhlad. [mereka adalah huffazh yang dikenal meriwayatkan dari perawi yang mereka anggap tsiqat]. Ahmad bin Hanbal berkata “tsiqat” dan terkadang berkata “tidak aku ketahui kecuali kebaikan”. Al Baghawiy berkata “ia termasuk hafizh”. Abu Hatim berkata “shaduq melakukan tadlis”. Bukhari berkata “sungguh ia telah menjadi buta dan mentalqinkan hadis-hadis yang bukan hadisnya”. Shalih bin Muhammad berkata “ia shaduq hanya saja ketika buta ia melakukan talqin hadis-hadis yang bukan hadisnya”. Al Hakim berkata “buta di akhir umurnya dituduh melakukan talqin hadis-hadis yang bukan hadisnya, siapa yang mendengar hadis darinya ketika ia masih melihat maka hadisnya hasan”. Nasa’i berkata “tidak tsiqat”. Ali bin Madini berkata “tidak ada apa-apanya”. Hamzah As Sahmiy meriwayatkan dari Daruquthni yang menyatakan Suwaid bin Sa’id dibicarakan oleh Ibnu Ma’in, ia meriwayatkan dari Abu Muawiyah dari A’masy dari Athiyah dari Abu Sa’id secara marfu’ hadis “Hasan dan Husain Sayyid pemuda ahli surga”, Ibnu Ma’in berkata “hadis ini bathil dari Abu Muawiyah”. Daruquthni membantahnya dan menyatakan Suwaid memiliki mutaba’ah yaitu dalam Musnad Abu Yaqub Ishaq bin Ibrahim Al Baghdadi [yang tsiqat] telah meriwayatkan dari Abu Kuraib dari Abu Muawiyah seperti yang dikatakan Suwaid. Al Ijli menyatakan tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Salamah berkata dalam Tarikh-nya Suwaid tsiqat tsiqat [At Tahdzib juz 4 no 481]. Ibnu Hajar menyatakan ia shaduq hanya saja ketika ia menjadi buta ia melakukan talqin hadis yang bukan darinya [At Taqrib 1/403]
  • Mu’awiyah bin Maisarah bin Syuraih, Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Ats Tsiqat juz 7 no 10986]. Ibnu Abi Hatim menyatakan “Syaikh” dan menyebutkan bahwa telah meriwayatkan darinya Qutaibah bin Sa’id, Yahya bin Sulaiman, Utsman bin Abi Syaibah, ‘Abdullah bin Umar Al Qurasyiy dan Al Hakam bin Mubarak [Al Jarh Wat Ta’dil 8/386 no 1764]. Telah meriwayatkan darinya sekumpulan perawi tsiqat, Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan Abu Hatim menyatakan “syaikh” [yaitu lafaz ta’dil yang ringan] maka kedudukannya adalah shaduq hasanul hadis.
  • Al Hakam bin Utaibah Al Kindi adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Mahdi berkata “tsiqat tsabit”. Ibnu Ma’in, Abu Hatim dan Nasa’i menyatakan tsiqat. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat tsiqat faqih alim banyak meriwayatkan hadis”. Yaqub bin Sufyan berkata “faqih tsiqat” [At Tahdzib juz 2 no 756]. Ibnu Hajar menyatakan tsiqat tsabit faqih [At Taqrib 1/232]
  • Mush’ab bin Sa’ad adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat banyak meriwayatkan hadis”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Al Ijli berkata “tabiin tsiqat” [At Tahdzib juz 10 no 306]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 2/186]
Hadis riwayat Ahmad dan Thabrani di atas saling menguatkan sehingga kedudukannya menjadi hasan. Kesimpulannya hadis Sa’ad dalam perkara ini termasuk hadis yang hasan. Hadis Sa’ad dikuatkan oleh hadis yang lain yaitu hadis Ibnu Umar berikut.
.
.
Hadis Riwayat Ibnu Umar

وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ دَاوُدَ ، قَالَ : حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ صَالِحٍ النَّخَّاسُ ، قَالَ : حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو الرَّقِّيُّ , عَنْ زَيْدِ بْنِ أَبِي أُنَيْسَةَ , عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ , عَنِ الْعَيْزَارِ بْنِ حُرَيْثٍ ، قَالَ : كُنْتُ عِنْدَ ابْنِ عُمَرَ , فَسَأَلَهُ رَجُلٌ عَنْ عَلِيٍّ , وَعُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا , فَقَالَ لَهُ : ” أَمَّا عَلِيٌّ , فَلا تَسْأَلْنَا عَنْهُ , وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى مَنْزِلَتِهِ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّهُ سَدَّ أَبْوَابَنَا فِي الْمَسْجِدِ غَيْرَ بَابِهِ , وَأَمَّا عُثْمَانَ , فَإِنَّهُ أَذْنَبَ ذَنْبًا يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ عَظِيمًا ، عَفَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْهُ , وَأَذْنَبَ ذَنْبًا صَغِيرًا , فَقَتَلْتُمُوهُ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Aliy bin Dawud yang berkata telah menceritakan kepada kami Walid bin Shalih An Nakhkhas yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidillah bin ‘Amru Ar Raqiy dari Zaid bin Abi Unaisah dari Abi Ishaq dari Al ‘Aizaar bin Huraits yang berkata “aku pernah berada di sisi Ibnu Umar, maka seseorang bertanya kepadanya tentang Ali dan Utsman radiallahu ‘anhuma. Maka ia berkata “ada pun Ali maka jangan bertanya kepada kami tentangnya tetapi lihatlah kediamannya termasuk [kediaman] Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bahwasanya Beliau menutup pintu-pintu kami di dalam masjid selain pintunya. Adapun Utsman bahwasanya ia melakukan kesalahan besar pada hari berkumpulnya dua pasukan maka Allah telah mengampuninya dan ia melakukan kesalahan kecil maka kalian membunuhnya [Musykil Al Atsar Ath Thahawiy no 3558]
Riwayat Ath Thahawiy ini diriwayatkan oleh para perawi tsiqat semuanya para perawi Muslim kecuali Syaikh [guru]nya Ath Thahawiy yaitu Muhammad bin ‘Ali bin Dawud dan dia tsiqat
  • Muhammad bin Aliy bin Dawud, Adz Dzahabiy menyebutnya Imam hafizh. Ibnu Yunus menyatakan ia hafizh dalam hadis dan memiliki kefahaman, ia tsiqat hasanul hadis [As Siyar Adz Dzahabiy 13/338]
  • Walid bin Shalih An Nakhkhas adalah perawi Bukhari dan Muslim. Ahmad bin Ibrahim Ad Dawraqiy dan Abu Hatim menyatakan tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Abu Awanah dalam Shahih-nya berkata “tsiqat” [At Tahdzib juz 11 no 227]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 2/286]
  • ‘Ubaidillah bin ‘Amru Ar Raqiy adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Ma’in dan Nasa’I menyatakan tsiqat. Abu Hatim berkata “shalih al hadits tsiqat shaduq tidak dikenal memiliki hadis mungkar dia lebih aku sukai daripada Zuhair bin Muhammad”. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat shaduq banyak meriwayatkan hadis dan dituduh melakukan kesalahan”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Dinyatakan tsiqat oleh Al Ijli dan Ibnu Numair [At Tahdzib juz 7 no 74]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat faqih dituduh melakukan kesalahan” [At Taqrib 1/637]
  • Zaid bin Abi Unaisah adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Ma’in berkata “tsiqat”. Nasa’I berkata “tidak ada masalah”. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat banyak meriwayatkan hadis”. Al Ijli berkata “tsiqat”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Abu Dawud berkata “tsiqat”. Yaqub bin Sufyan menyatakan tsiqat. Ibnu Khalifun menyebutkan bahwa Adz Dzahiliy, Ibnu Numair dan Al Barqiy menyatakan ia tsiqat [At Tahdzib juz 3 no 279]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat dan memiliki riwayat yang menyendiri” [At Taqrib 1/326]
  • Abu Ishaq As Sabi’i adalah ‘Amru bin Abdullah As Sabi’i perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ahmad, Ibnu Ma’in, Nasa’i, Abu Hatim, Al Ijli menyatakan ia tsiqat [At Tahdzib juz 8 no 100]. Ia dilemahkan sebagian orang karena ikhtilath dan tadlis. Tetapi pelemahan ini perlu ditinjau kembali, adapun ikhtilath Abu Ishaq, Adz Dzahabi telah menolaknya. Adz Dzahabi menyebutnya imam tabiin di kufah dan paling tsabit diantara mereka dan ia tidak mengalami ikhtilath [Al Mizan juz 3 no 6393]. Hal senada dikatakan pula oleh Abu Sa’id Al Ala’iy [Al Mukhtalithin hal 94]. Ibnu Hajar menyatakan dalam At Taqrib ia tsiqat dan mengalami ikhtilath di akhir umurnya tetapi dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib bahwa perkataan “ikhtilath di akhir umurnya” tidaklah benar karena ia tidak mengalami ikhtilath. [Tahrir At Taqrib no 5065]. Adapun tadlis Abu Ishaq juga diperbincangkan, yang rajih adalah ia tidak banyak melakukan tadlis, cukup banyak hadis ‘an anah Abu Ishaq dalam kitab shahih dan ‘an anah Abu Ishaq dari ‘Aizaar bin Huraits juga dipakai Muslim dalam Shahih-nya. Apalagi dikenal di kalangan mutaqaddimin bahwa mereka sering menyatakan irsal sebagai tadlis, sehingga tadlis yang dituduhkan pada Abu Ishaq kemungkinan adalah irsal.
  • ‘Aizaar bin Huraits adalah perawi Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i. Ibnu Ma’in dan Nasa’I menyatakan tsiqat. Ibnu Hibban memasukkan dalam Ats Tsiqat. Al Ijli berkata “tsiqat” [At Tahdzib juz 8 no 379]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 1/768]
Hadis ini sanadnya jayyid, kelemahan pada Abu Ishaq seputar ikhtilath dan tadlis adalah kelemahan yang ringan. Riwayat Ibnu Umar ini juga disebutkan melalui jalur lain yaitu dari Syu’bah dari Abu Ishaq dan Israil dari Abu Ishaq. Kedua riwayat ini menggugurkan kelemahan karena ikhtilath dan tadlis. Di kalangan mereka yang menuduh tadlis kepada Abu Ishaq maka riwayat Syu’bah dari Abu Ishaq termasuk riwayat yang diterima tadlisnya dan di kalangan mereka yang menuduh Abu Ishaq mengalami ikhtilath maka riwayat Israil dari Abu Ishaq adalah jayyid karena ia mendengar dari Abu Ishaq sebelum ikhtilath. Berikut perincian riwayat-riwayat tersebut
Riwayat Ibnu Umar disebutkan juga oleh Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Ausath 2/37 no 1166 dengan jalan sanad dari Zaid dari Abu Ishaq dari Al ‘Aala’ bin ‘Araar dari Ibnu Umar dengan matan seperti di atas. Kedua riwayat ini [Thahawi dan Thabrani] sanadnya jayyid tetapi riwayat Thahawi lebih kuat daripada riwayat Thabraniy.
Dalam penyebutan Al ‘Alaa’ bin ‘Araar, Zaid [dalam riwayat Thabraniy] memiliki mutaba’ah yaitu dari Syu’bah, Ma’mar, Israil dan Zuhair bin Muawiyah. Maka disini ada dua kemungkinan, kemungkinan pertama terjadi tashif pada riwayat Thahawi seharusnya perawi tersebut adalah Al ‘Alaa’ bin ‘Araar atau kemungkinan kedua, Abu Ishaq meriwayatkan dari dua orang yaitu Al ‘Alaa’ bin ‘Araar dan ‘Aizaar bin Huraits. Kemungkinan manapun tidak menjatuhkan hadis tersebut karena Al ‘Alaa’ bin ‘Araar seorang yang tsiqat sebagaimana dikatakan Ibnu Ma’in [At Tahdzib juz 8 no 340]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 1/764]

أخبرنا إسماعيل بن مسعود قال حدثنا خالد عن شعبة عن أبي إسحاق عن العلاء قال سأل رجل بن عمر عن عثمان قال كان من الذين تولوا يوم التقى الجمعان فتاب الله عليه ثم أصاب ذنبا فقتلوه وسأله عن علي فقال لا تسأل عنه ألا ترى منزله من رسول الله صلى الله عليه و سلم

Telah mengabarkan kepada kami Ismail bin Mas’ud yang berkata telah menceritakan kepada kami Khalid dari Syu’bah dari Abi Ishaq dari Al ‘Alaa’ yang berkata seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Umar tentang Utsman. Ibnu Umar berkata “ia orang yang berpaling [lari] pada hari bertemunya dua pasukan, Allah menerima taubatnya kemudian ia melakukan kesalahan maka kalian membunuhnya dan ia bertanya tentang Aliy maka Ibnu Umar berkata “jangan bertanya tentangnya, tidakkah kau lihat kediamannya yang termasuk [kediaman] Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] [Sunan Al Kubra An Nasa’I 5/137 no 8489]
Lafaz riwayat Syu’bah “manzilahu min Rasulullah” lebih tepat diartikan “kediamannya termasuk dari [kediaman] Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini nampak jelas dari riwayat-riwayat lain. Seperti berikut

أخبرنا عبد الرزاق عن معمر عن أبي إسحاق عن العلاء بن عرار أنه سأل بن عمر عن علي وعثمان قال أما علي فهذا منزله لا أحدثك عنه بغيره وأما عثمان فأذنب يوم أحد ذنبا عظيما فعفا الله عنه وأذنب فيكم ذنبا صغيرا فقتلتموه

Telah mengabarkan kepada kami ‘Abdurrazaq dari Ma’mar dari Abu Ishaq dari Al ‘Alaa’ bin ‘Aarar bahwasanya ia bertanya kepada Ibnu Umar tentang Ali dan Utsman. Ibnu Umar berkata “adapun Ali maka ini adalah kediamannya, aku tidak akan menceritakan tentangnya selain itu kepadamu sedangkan Utsman ia melakukan kesalahan pada hari Uhud kesalahan yang besar maka Allah mengampuninya dan ia melakukan kesalahan terhadap kalian kesalahan kecil maka kalian membunuhnya [Mushannaf ‘Abdurrazaq 11/232 no 20408]
Riwayat Ma’mar di atas juga disebutkan Ahmad bin Hanbal dalam kitabnya Fadha’il Ash Shahabah no 1012. Disini digunakan lafaz “fahadzaa manzilahu” yang lebih tepat diartikan “ini adalah kediamannya”. Apa maksud “fahadza” itu dijelaskan dalam riwayat Isra’il

أخبرنا أحمد بن سليمان الرهاوي قال حدثنا عبيد الله قال حدثنا إسرائيل عن أبي إسحاق عن العلاء بن عرار قال سالت ابن عمر وهو في مسجد رسول الله عن علي وعثمان فقال أما علي فلا تسألني عنه وانظر إلى منزله من رسول الله ليس في المسجد بيت غير بيته وأما عثمان فإنه أذنب ذنبا عظيما يوم التقى الجمعان فعفى الله عنه وغفر له وأذنب فيكم ذنبا دون ذلك فقتلتموه

Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Sulaiman Ar Rahaawiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Ubaidillah yang berkata telah menceritakan kepada kami Israil dari Abi Ishaq dari Al ‘Alaa’ bin ‘Aarar yang berkata aku bertanya kepada Ibnu Umar dan ia berada di dalam masjid Rasulullah tentang Ali dan Utsman. Ibnu Umar berkata “adapun Ali jangan bertanya kepadaku tentangnya dan lihatlah kediamannya termasuk [kediaman] Rasulullah, tidak ada rumah di dalam masjid selain rumahnya. Adapun Utsman maka bahwasanya ia melakukan kesalahan besar pada hari bertemunya dua pasukan dan Allah mengampuninya kemudian ia melakukan kesalahan kecil terhadap kalian maka kalian membunuhnya [Sunan Al Kubra An Nasa’I 5/138 no 8491 ]
Ibnu Umar ketika itu berada di masjid Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan lafaz “fahadza” yang dimaksud dalam riwayat Ma’mar tidak lain merujuk pada masjid tersebut. Jadi Ibnu Umar mengatakan masjid tersebut adalah manzilahu Ali, sehingga dalam riwayat Israil disebutkan tidak ada rumah di dalam masjid selain rumahnya Ali. Maka memang tepat bahwa “manzilahu” diartikan kediaman atau bait.

أخبرني هلال بن العلاء بن هلال قال حدثنا حسين قال حدثنا زهير عن أبي إسحاق عن العلاء بن عرار قال سألت عبد الله بن عمر قلت ألا تحدثني عن علي وعثمان قال أما علي فهذا بيته من بيت رسول الله صلى الله عليه و سلم ولا أحدثك عنه بغيره وأما عثمان فإنه أذنب يوم أحد ذنبا عظيما فعفا الله عنه وأذنب فيكم صغيرا فقتلتموه

Telah mengabarkan kepada kami Hilaal bin Al Alaa’ bin Hilaal yang berkata telah menceritakan kepada kami Husain yang berkata telah menceritakan kepada kami Zuhair dari Abi Ishaq dari Al ‘Alaa’ bin ‘Araar yang berkata “aku bertanya kepada Abdullah bin Umar, aku berkata “ceritakan kepadaku tentang Ali dan Utsman. Ibnu Umar berkata “Adapun Ali maka ini adalah rumahnya termasuk rumah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan aku tidak akan menceritakan yang lain tentangnya kepadamu. Adapun Utsman bahwasanya ia melakukan kesalahan pada hari Uhud kesalahan yang besar maka Allah mengampuninya dan ia melakukan kesalahan kecil terhadap kalian maka kalian membunuhnya [Sunan Al Kubra An Nasa’i 5/138 no 8490]
Secara keseluruhan riwayat Ibnu Umar menyebutkan bahwa rumahnya Ali adalah rumahnya Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka ketika diperintahkan untuk menutup pintu pintu sahabat yang terhubung ke masjid, Imam Ali dikecualikan karena sebagaimana rumahnya adalah rumah Rasulullah maka pintu Ali sama seperti pintu Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tetap terbuka. Hal ini sebabnya masjid Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] itu juga disebut kediaman Imam Ali dan kediaman Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Riwayat Ibnu Umar ini tidak diragukan lagi kedudukannya shahih. Ibnu Hajar telah menyatakan shahih hadis Ibnu Umar tersebut [Qaul Al Musaddad hal 1/18]

حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ أَسِيْدَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : لَقَدْ أُوتِيَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ ثَلاثَ خِصَالٍ لأَنْ تَكُونَ لِي وَاحِدَةٌ مِنْهُنَّ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ : زَوَّجَهُ ابْنَتَهُ فَوَلَدَتْ لَهُ , وَسَدَّ الأَبْوَابَ إلاَّ بَابَهُ , وَأَعْطَاهُ الْحَرْبَةَ يَوْمَ خَيْبَرَ

Telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Hisyaam bin Sa’d dari Umar bin Usaid dari Ibnu Umar yang berkata sungguh telah diberikan kepada Ali bin Abi Thalib tiga perkara yang jika ada padaku salah satu dari ketiganya maka itu lebih aku sukai daripada unta merah yaitu [Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam] menikahkannya dengan putrinya dan memiliki anak, menutup pintu pintu [masjid] kecuali pintunyadan memberinya panji pada hari Khaibar [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 12/70 no 32762]
Hadis Ibnu Umar ini diriwayatkan para perawi tsiqat perawi Bukhari Muslim kecuali Hisyam bin Sa’d dan ia termasuk perawi Muslim.
  • Waki’ bin Jarrah adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ahmad bin Hanbal sangat memujinya dan menyatakan ia jauh lebih hafizh dari Ibnu Mahdiy. Ibnu Ma’in berkata “aku tidak pernah melihat orang yang lebih utama dari Waki’. Ibnu Ma’in berkata “orang yang paling tsiqat itu ada empat yaitu Waki’, Ya’la bin Ubaid, Al Qa’nabiy dan Ahmad bin Hanbal. Ibnu Sa’ad menyatakan ia hujjah tsiqat ma’mun banyak meriwayatkan hadis. Al Ijli menyatakan ia tsiqat ahli ibadah dan hafizh. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan berkata “hafizh mutqin”. [At Tahdzib 11 juz 211]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat hafizh dan ahli ibadah” [At Taqrib 2/284]
  • Hisyam bin Sa’d Al Madaniy adalah perawi Bukhari dalam At Ta’liq, Muslim dan Ashabus Sunan. Ahmad berkata “Hisyam bukan hafizh”. Ibnu Ma’in berkata “dhaif dan Dawud bin Qais lebih aku sukai daripadanya” dalam riwayat lain Ibnu Ma’in berkata “shalih bukan seorang yang matruk” dalam riwayat lain Ibnu Ma’in berkata “tidak kuat”. Al Ijli menyatakan ia hasanul hadis. Abu Zur’ah berkata “tempat kejujuran dan ia lebih aku sukai dari Muhammad bin Ishaq”. Abu Hatim berkata “ditulis hadisnya tetapi tidak dapat dijadikan hujjah, dia dan Muhammad bin Ishaq disisiku sama kedudukannya”. Nasa’i berkata “dhaif” terkadang berkata “tidak kuat”. Ali bin Madini berkata “shalih dan tidak kuat”. As Saji berkata “shaduq”. Al Hakim berkata “dikeluarkan oleh Muslim sebagai syawahid” [At Tahdzib juz 11 no 80]. Ibnu Hajar berkata shaduq memiliki kesalahan dan dituduh tasyayyu” [At Taqrib 2/266]
  • Umar bin Usaid perawi Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i. Ia dikatakan juga ‘Amru bin Abi Sufyan. Telah meriwayatkan darinya Hisyam bin Sa’d. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. [At Tahdzib juz 8 no 66]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat [At Taqrib 1/736]. Adz Dzahabi menyatakan “tsiqat” [Al Kasyf no 4163]
Hadis ini dikatakan oleh Ibnu Hajar sanadnya hasan [Fath Al Bari 10/451]. Syaikh Al Albaniy juga membenarkan apa yang dikatakan Ibnu Hajar [Ats Tsamar Al Mustathab 1/491]. Hadis Ibnu Umar ini sanadnya lemah karena Hisyam bin Sa’d Al Madaniy  tetapi dapat dijadikan I’tibar maka kedudukannya hasan dengan penguat dari hadis sebelumnya.
Selain Ibnu Abi Syaibah, hadis ini juga diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal sebagaimana yang disebutkan Ibnu Hajar dalam Qaul Al Musaddad 1/7, Ibnu Asakir dalam Tarikh-nya 42/121-122,  Ibnu Abi Ashim dalam As Sunnah no 1199, dan Abu Ya’la dalam Musnad-nya 9/452 no 5601 dengan jalan sanad yang berujung pada Hisyam bin Sa’d dari Umar bin Usaid dari Ibnu Umar. Berikut adalah riwayat Abu Ya’la dalam Musnadnya

حدثنا نصر بن علي أخبرنا عبد الله بن داود عن هشام بن سعد عن عمر ابن أسيد عن ابن عمر قال كنا نقول على عهد رسول الله صلى الله عليه و سلم ك النبي ثم أبو بكر ثم عمر ولقد أعطي علي بن أبي طالب ثلاث خصال لأن يكون في واحدة منهن أحب إلي من حمر النعم : تزوج فاطمة وولدت له وغلق الأبواب غير بابه ودفع الراية يوم خيبر

Telah menceritakan kepada kami Nashr bin ‘Aliy yang berkata telah mengabarkan kepada kami ‘Abdullah bin Dawud dari Hisyaam bin Sa’d dari Umar bin Usaid dari Ibnu Umar yang berkata kami dahulu mengatakan di masa hidup Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] yaitu Nabi kemudian Abu Bakar kemudian Umar dan sungguh telah datang kepada Ali tiga perkara yang jika saja salah satunya ada padaku maka itu lebih aku sukai dari pada unta merah yaitu menikahi Fathimah dan memiliki anak darinya, ditutup pintu-pintu [masjid] selain pintunya dan ia pembawa panji pada perang Khaibar [Musnad Abu Ya’la 9/452 no 5601].
Ada sebagian nashibi yang melemahkan hadis Umar bin Usaid dari Ibnu Umar ini karena pada riwayat Ibnu Umar seperti dalam kitab shahih tidak ditemukan matan yang menyebutkan keutamaan Imam Ali. Hujjah ini lemah sekali, riwayat Umar bin Usaid di atas adalah riwayat dengan matan yang lebih panjang. Hal yang ma’ruf bahwa terkadang perawi meringkas matan hadis atau menyampaikan apa yang ingin disampaikan dan meninggalkan apa yang ingin ditinggalkan. Hal yang ma’ruf pula bahwa terkadang perawi mengetahui hadis tersebut dengan matan yang panjang sedangkan perawi lain hanya mengetahui dengan matan yang lebih ringkas. Dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah yang lain disebutkan hadis Umar bin Usaid dari Ibnu Umar dengan matan yang ringkas

ثنا أبو بكر بن أبي شيبة ثنا وكيع عن هشام بن سعد عن عمر ابن أسيد عن ابن عمر قال كنا نقول زمن رسول الله صلى الله عليه وسلم خير الناس رسول الله صلى الله عليه وسلم وأبو بكر وعمر

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah yang berkata telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Hisyaam bin Sa’d dari Umar bin Usaid dari Ibnu Umar yang berkata “kami mengatakan di zaman Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] manusia yang paling baik adalah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan Abu Bakar dan Umar. [As Sunnah Ibnu Abi Ashim no 1198]
Jadi Ibnu Abi Syaibah dalam kitabnya Al Mushannaf menyebutkan penggalan akhir [keutamaan Imam Ali] dan meninggalkan penggalan awal [keutamaan Abu Bakar dan Umar] tetapi sebaliknya pada riwayat Ibnu Abi Ashim dari Ibnu Abi Syaibah ia menyebutkan penggalan awal tetapi meninggalkan penggalan akhir. Hal seperti ini ma’ruf dalam ilmu hadis dan tidak ada yang perlu dipertentangkan atau dipermasalahkan. Apalagi penggalan akhir tentang keutamaan Imam Ali itu memang masyhur disebutkan dalam berbagai hadis lain. Mengenai penyebutan ditutup pintu masjid selain pintu Ali dalam riwayat Hisyaam bin Sa’d telah dikuatkan oleh riwayat Abu Ishaq sebelumnya. Secara keseluruhan hadis Ibnu Umar kedudukannya shahih.
.
.
Hadis Riwayat Ibnu ‘Abbas

أخبرنا محمد بن المثنى قال حدثنا يحيى بن حماد قال حدثنا الوضاح قال حدثنا يحيى قال حدثنا عمرو بن ميمون قال قال بن عباس وسد أبواب المسجد غير باب علي فكان يدخل المسجد وهو جنب وهو طريقه ليس له طريق غيره

Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hammaad yang berkata telah menceritakan kepada kami Wadhdha’ yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Maimun yang berkata Ibnu Abbas berkata ditutup pintu pintu masjid [oleh Nabi] selain pintu Ali maka kadang ia masuk ke masjid sedang ia dalam keadaan junub karena ia tidak memiliki jalan lain selain jalan itu [Sunan Al Kubra Nasa’I 5/119 no 8428]
Hadis Ibnu Abbas disebutkan juga dalam Sunan Tirmidzi 5/641 no 3732, Musnad Ahmad 1/330 no 3062, Mu’jam Al Kabir Ath Thabraniy 12/98 no 12593 & 12594, Musykil Al Atsar Ath Thahawiy no 3955 & 3966, Mustadrak Al Hakim juz 3 no 4652 dan Tarikh Ibnu Asakir 42/98-103 semuanya dengan jalan sanad dari Abu Balj dari ‘Amru bin Maimun dari Ibnu Abbas. Berikut keterangan perawi sanad Nasa’I di atas
  • Muhammad bin Al Mutsanna adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Ma’in berkata “tsiqat”. Adz Dzahiliy berkata “hujjah”. Abu Hatim berkata “shalih al hadits shaduq”. Ibnu Khirasy berkata “termasuk orang yang tsabit”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Al Khatib berkata “tsiqat tsabit”. Daruquthni berkata “termasuk orang yang tsiqat, ia didahulukan dari Bindar”. Maslamah berkata “tsiqat masyhur termasuk hafizh” [At Tahdzib juz 9 no 698]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat tsabit” [At Taqrib 2/129]
  • Yahya bin Hammaad Asy Syaibaniy termasuk perawi Bukhari dan Muslim. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat banyak meriwayatkan hadis”. Abu Hatim berkata “tsiqat”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Al Ijli menyatakan tsiqat [At Tahdzib juz 11 no 338]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 2/300]
  • Wadhdhah bin ‘Abdullah adalah Abu Awanah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Abu Zur’ah berkata tsiqat jika meriwayatkan hadis dari kitabnya. Abu Hatim berkata “kitabnya shahih jika meriwayatkan dari hafalannya banyak melakukan kesalahan dan ia tsiqat shaduq”. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat shaduq”. Al Ijli menyatakan tsiqat. Ibnu Syahin memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Yaqub bin Syaibah berkata “tsabit baik hafalannya dan shahih kitabnya”. Ibnu Khirasy berkata “shaduq dalam hadis”. [At Tahdzib juz 11 no 204]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat tsabit” [At Taqrib 2/283]
  • Yahya bin Abi Sulaim adalah Abu Balj perawi Ashabus Sunan. Telah meriwayatkan darinya Syu’bah [itu berarti tsiqat dalam pandangannya]. Ibnu Ma’in, Ibnu Sa’ad, Daruquthni dan Nasa’I menyatakan tsiqat. Bukhari berkata “fihi nazhar”. Abu Hatim berkata “shalih al hadits tidak ada masalah padanya”. Yazid bin Harun berkata “ia banyak menyebut Allah”. Yaqub bin Sufyan berkata “tidak ada masalah padanya”. [At Tahdzib juz 12 no 184]. Pendapat yang rajih ia seorang yang tsiqat, pembicaraan terhadapnya tidaklah tsabit dan insya Allah akan dibuat tulisan khusus untuk membahas kredibilitas Abu Balj dan membantah syubhat para nashibi.
  • ‘Amru bin Maimun Al Awdiy perawi kutubus sittah ia menemui masa jahiliyah. Al Ijli menyatakan tsiqat. Ibnu Ma’in dan Nasa’I berkata “tsiqat”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. [At Tahdzib juz 8 no 181]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat ahli ibadah” [At Taqrib 1/747]
Hadis Ibnu Abbas ini tidak diragukan lagi kedudukannya shahih. Sebagian orang menyebarkan syubhat terhadap Abu Balj untuk melemahkan hadis ini. Diantara mereka ada yang menukil pendapat Ahmad bin Hanbal bahwa hadis tersebut mungkar. Jika memang tsabit perkataan Imam Ahmad tersebut [kenyataannya tidak tsabit] maka beliaulah yang keliru. Hadis tersebut tidaklah mungkar dan tidak selayaknya tuduhan “meriwayatkan hadis mungkar” dijatuhkan kepada Abu Balj karena seperti yang dapat dilihat hadis Ibnu Abbas radiallahu ‘anhu [riwayat Abu Balj] telah dikuatkan oleh hadis Ibnu Umar radiallahu ‘anhu dan hadis Sa’ad bin Malik radiallahu ‘anhu. Syaikh Al Albaniy mengingkari tuduhan Adz Dzahabi bahwa hadis ini mungkar disebabkan Abu Balj tidak menyendiri dengannya tetapi memiliki banyak syawahid [Atsmar Al Mustathab 1/487]. Kesimpulannya hadis Ibnu Abbas shahih.
Secara keseluruhan riwayat riwayat di atas saling menguatkan, walaupun para nashibi berusaha mendhaifkan atau mencari celah untuk melemahkan sanad-sanadnya maka kelemahan itu tidak menjatuhkan hadisnya ke derajat dhaif. Sangat masyhur dalam ilmu hadis bahwa hadis yang dijadikan I’tibar tidak mesti semua perawinya tsiqat dan bebas dari cacat karena kalau memang begitu maka hadis itu sudah shahih dengan sendirinya dan tidak memerlukan syawahid atau mutaba’ah.
Fenomena “perawi zero jarhnya” adalah penyakit khas kaum nashibi yaitu orang-orang “ngeyel” yang mencari-cari dalih untuk melemahkan hadis keutamaan Ahlul Bait. Padahal banyak sekali dalam kitab shahih para perawi yang tidak zero jarhnya dan banyak ditemukan perawi tsiqat yang ternukil jarh terhadapnya dari salah satu ulama. Menyatakan suatu hadis sebagai hujjah dengan syarat perawi tersebut zero jarhnya adalah naïf. Para nashibi itu sendiri mengalami tanaqudh dalam perkara ini. Jika mereka berhujjah dengan hadis maka mereka bersikap tasahul terhadap para perawinya tetapi jika mereka mau mencela hadis keutamaan Ahlul Bait maka mereka leluasa menukil setiap jarh yang ada terhadap perawi tersebut. Dasar munafik, sungguh benar sekali hadis yang menyatakan tidaklah mencintai Ali kecuali mukmin dan tidak membenci Ali kecuali munafik.
.
.
Sebagian ulama yang mempermasalahkan hadis ini disebabkan [menurut mereka] bertentangan dengan hadis dalam kitab shahih bahwa pintu masjid ditutup selain pintu Abu Bakar. Berikut hadis-hadisnya.

حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ حَدَّثَنَا فُلَيْحٌ قَالَ حَدَّثَنِي سَالِمٌ أَبُو النَّضْرِ عَنْ بُسْرِ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ خَطَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النَّاسَ وَقَالَ إِنَّ اللَّهَ خَيَّرَ عَبْدًا بَيْنَ الدُّنْيَا وَبَيْنَ مَا عِنْدَهُ فَاخْتَارَ ذَلِكَ الْعَبْدُ مَا عِنْدَ اللَّهِ قَالَ فَبَكَى أَبُو بَكْرٍ فَعَجِبْنَا لِبُكَائِهِ أَنْ يُخْبِرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ عَبْدٍ خُيِّرَ فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ الْمُخَيَّرَ وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ أَعْلَمَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ أَمَنِّ النَّاسِ عَلَيَّ فِي صُحْبَتِهِ وَمَالِهِ أَبَا بَكْرٍ وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلًا غَيْرَ رَبِّي لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ وَلَكِنْ أُخُوَّةُ الْإِسْلَامِ وَمَوَدَّتُهُ لَا يَبْقَيَنَّ فِي الْمَسْجِدِ بَابٌ إِلَّا سُدَّ إِلَّا بَابَ أَبِي بَكْرٍ

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu ‘Aamir yang berkata telah menceritakan kepada kami Fulaih yang berkata telah menceritakan kepadaku Abu Nadhr dari Busr bin Sa’id dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahu ‘anhu yang berkata Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkhutbah di ahadapan manusia dan berkata sesungguhnya Allah telah memberi pilihan kepada seorang hamba untuk memilih antara dunia dan apa yang ada di sisi-Nya maka hamba tersebut memilih apa yang ada di sisi Allah. [Abu Sa’id] berkata maka Abu Bakar menangis yang membuat kami heran dengan tangisannya hanya karena Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengabarkan ada seorang hamba yang diminta untuk memilih. Ternyata Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang dimaksud dengan hamba tersebut dan Abu Bakar paling mengetahui [akan hal itu] daripada kami. Maka Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata sesungguhnya orang yang paling amanah dalam persahabatannya dan hartanya adalah Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengambil kekasih selain Rabb-ku maka aku akan mengambil Abu Bakar. Akan tetapi cukuplah persaudaraan dan kasih sayang dalam islam. Sungguh tidak ada satupun pintu di dalam masjid yang tersisa melainkan tertutup kecuali pintu Abu Bakar [Shahih Bukhari 5/4 no 3654]

حدثنا عبدالله بن جعفر بن يحيى بن خالد حدثنا معن حدثنا مالك عن أبي النضر عن عبيدالله بن حنين عن أبي سعيد أن رسول الله صلى الله عليه و سلم جلس على المنبر فقال عبد خيره الله بين أن يؤتيه زهرة الدنيا وبين ما عنده فاختار ما عنده فبكى أبو بكر وبكى فقال فديناك بآبائنا وأمهاتنا قال فكان رسول الله صلى الله عليه و سلم هو المخير وكان أبو بكر أعلمنا به وقال رسول الله صلى الله عليه و سلم إن أمن الناس علي في ماله وصحبته أبو بكر ولو كنت متخذا خليلا لاتخذت أبا بكر خليلا ولكن إخوة الإسلام لا تبقين في المسجد خوخة إلا خوخة أبي بكر

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ja’far bin Yahya bin Khalid yang berkata telah menceritakan kepada kami Ma’n yang berkata telah menceritakan kepada kami Malik dari Abu An Nadhr dari Ubaid bin Hunain dari Abu Sa’id bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] duduk di atas mimbar lalu berkata Ada seorang hamba yang diberikan pilihan oleh Allah SWT yaitu antara kekayaan dunia dan apa yang ada di sisiNya [Allah], hamba itu memilih apa yang ada di sisi-Nya. Maka Abu Bakar menangis dan Rasulullah menangis. Abu Bakar berkata “sungguh kami serahkan kepadamu apa yang kami miliki”. Rasulullah adalah hamba yang diberikan pilihan dan Abu Bakar paling mengetahui diantara kami tentang hal itu. Rasulullah berkata “orang yang paling amanah dalam harta dan persahabatannya adalah Abu Bakar. Seandainya aku diperbolehkan untuk mengambil kekasih maka aku akan mengambil Abu Bakar sebagai kekasih tetapi cukuplah persaudaraan dalam islam. Jangan ada pintu kecil masjid yang tersisa kecuali pintu kecil Abu Bakar [Shahih Muslim 4/1854 no 2382]

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الْجُعْفِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ قَالَ حَدَّثَنَا أَبِي قَالَ سَمِعْتُ يَعْلَى بْنَ حَكِيمٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَرَضِهِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ عَاصِبٌ رَأْسَهُ بِخِرْقَةٍ فَقَعَدَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ النَّاسِ أَحَدٌ أَمَنَّ عَلَيَّ فِي نَفْسِهِ وَمَالِهِ مِنْ أَبِي بكْرِ بْنِ أَبِي قُحَافَةَ وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ النَّاسِ خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا وَلَكِنْ خُلَّةُ الْإِسْلَامِ أَفْضَلُ سُدُّوا عَنِّي كُلَّ خَوْخَةٍ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ غَيْرَ خَوْخَةِ أَبِي بَكْر

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad Al Ju’fiy yang berkata telah menceirtakan kepada kami Wahb bin Jarir yang berkata telah menceritakan kepada kami Ayahku yang berkata aku mendengar Ya’la bin Hakim dari ‘Ikrimah dari Ibnu Abbas yang berkata Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] keluar dalam keadaan sakit yang menyebabkan wafatnya. Ketika itu kepalanya dibalut kain, Beliau naik ke atas mimbar dan mengucapkan pujian kepada Allah kemudian berkata sesungguhnya tidak ada orang yang paling amanah dihadapanku tentang diri dan hartanya selain Abu Bakar bin Abi Quhaafah, sekiranya aku diperbolehkan mengambil seorang manusia sebagai khalil maka aku akan mengambil Abu Bakar sebagai khalil. Akan tetapi persaudaraan islam lebih utama. Tutuplah dariku semua pintu kecil di masjid ini kecuali pintu kecil Abu Bakar [Shahih Bukhari 1/100 no 467]
Ketiga hadis ini shahih dan kami katakan tidak ada pertentangan antara hadis keutamaan Abu Bakar radiallahu ‘anhu ini dengan keutamaan Ali ‘Alaihis salam. Hal ini dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam Fath Al Bari ketika menjelaskan hadis ini. Sebelumnya kami akan memberikan hadiah kecil kepada para nashibi sebagai tinjauan atas “metode ngawur bin bid’ah” mereka dalam menilai hadis. Jika kita menerapkan metode hadis ala nashibi maka ketiga hadis shahih di atas tidak bisa dijadikan hujjah alias dhaif karena
  1. Hadis Bukhari yang pertama di dalam sanadnya terdapat Fulaih bin Sulaiman. Utsman Ad Darimi dari Ibnu Ma’in berkata “dhaif kedudukannya mendekati Abu Uwais”. Terkadang Ibnu ma’in berkata “tidak kuat dan tidak dapat dijadikan hujjah”. Abu Hatim berkata “tidak kuat”. Nasa’I berkata “dhaif”. Abu Ahmad Al Hakim berkata “tidak kuat di sisi para ulama”. Ali bin Madini mendhaifkannya. Ar Ramliy berkata dari Abu Dawud “tidak ada apa-apanya”. [At Tahdzib juz 8 no 553].
  2. Hadis Muslim yang kedua di dalam sanadnya terdapat Ubaid bin Hunain. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat tidak banyak meriwayatkan hadis”. Abu Hatim berkata “shalih al hadits”. Ibnu Hibban memasukkan dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 7 no 129]. Menurut salah seorang nashibi, pernyataan Abu Hatim “shalih al hadits” berarti ia bermasalah dalam hafalannya dan tidak bisa dijadikan hujjah jika tafarrud. Nashibi yang lain menyatakan Ibnu Sa’ad dan Ibnu Hibban tasahul dalam mentautsiq perawi. Maka berdasarkan metode ilmu hadis ala nashibi maka Ubaid bin Hunain tidak bisa dijadikan hujjah.
  3. Hadis Bukhari yang ketiga didalam sanadnya terdapat Wahb bin Jarir dan ayahnya. Mengenai Wahb bin Jarir, Affan membicarakannya. Ibnu Hibban berkata “sering keliru”. [At Tahdzib juz 11 no 273]. Al Uqaili memasukkannya dalam Adh Dhu’afa [Adh Dhu’afa Al Uqaili 4/324 no 1928]. Mengenai Jarir bin Hazm, Ibnu Ma’in menyatakan ia tsiqat tetapi ia juga berkata meriwayatkan dari Qatadah dari Anas hadis-hadis mungkar. Ahmad berkata “Jarir banyak melakukan kesalahan”. Ibnu Hibban berkata “sering keliru meriwayatkan hadis dari hafalannya”. Al Azdy menyatakan ia shaduq tetapi bukan hafizh dan meriwayatkan hadis-hadis mungkar. [At Tahdzib juz 2 no 111]. Al Uqaili memasukkannya dalam Adh Dhu’afa [Adh Dhu’afa Al Uqaili 1/198 no 243]
Maka bagaimana nashibi itu mau berhujjah dengan hadis shahih kalau hadis shahih di atas ternyata diriwayatkan oleh para perawi yang masih ternukil jarh-nya. Itulah dilema para nashibi dan alangkah lucunya kalau mereka masih tidak sadar diri. Kami perlu menekankan kepada nashibi yang sering menukil tulisan kami, jangan sampai anda mengira kami sedang melemahkan hadis shahih Bukhari dan Muslim di atas. Kami ingin menunjukkan kepada anda para nashibi bahwa metode hadis ala anda itu tidak laku dalam ilmu hadis karena membahayakan banyak hadis shahih termasuk hadis yang anda jadikan hujjah.
Kembali pada hadis di atas, hadis keutamaan Imam Ali tidaklah bertentangan dengan hadis keutamaan Abu Bakar. Keduanya shahih dan bisa dijamak, peristiwa itu terjadi dua kali. Pada awalnya Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] memerintahkan untuk menutup pintu-pintu masjid kecuali pintu Imam Ali kemudian setelah beberapa lama kemudian sebagian sahabat meminta izin kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] untuk membuat pintu kecil [khawkhah]. Pada akhirnya sebelum wafat, Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] menutup semua pintu kecil itu kecuali pintu kecil Abu Bakar. Hal inilah yang dijelaskan Ibnu Hajar dalam Fath Al Bari.

ومحصل الجمع أن الأمر بسد الأبواب وقع مرتين ، ففي الأولى استثني علي لما ذكره ، وفي الأخرى استثني أبو بكر ، ولكن لا يتم ذلك إلا بأن يحمل ما في قصة علي على الباب الحقيقي وما في قصة أبي بكر على الباب المجازي والمراد به الخوخة كما صرح به في بعض طرقه ، وكأنهم لما أمروا بسد الأبواب سدوها وأحدثوا خوخا يستقربون الدخول إلى المسجد منها فأمروا بعد ذلك بسدها ، فهذه طريقة لا بأس بها في الجمع بين الحديثين ، وبها جمع بين الحديثين المذكورين أبو جعفر الطحاوي في مشكل الآثار ، وهو في أوائل الثلث الثالث منه ، وأبو بكر الكلاباذي في ” معاني الأخبار ” وصرح بأن بيت أبي بكر كان له باب من خارج المسجد وخوخة إلى داخل المسجد ، وبيت علي لم يكن له باب إلا من داخل المسجد ، والله أعلم

Dengan mengumpulkan kedua hadis tersebut maka perintah untuk menutup pintu-pintu masjid itu terjadi dua kali. Pada peristiwa yang pertama Ali dikecualikan dan pada peristiwa yang kedua, Abu Bakar dikecualikan. Tetapi hal itu tidakbisa dipahami sempurna kecuali bahwa yang disebutkan pada kisah Ali adalah pintu secara hakiki [yang sebenarnya] sedangkan yang disebutkan dalam kisah Abu Bakar adalah pintu secara majaz [kiasan] dimana yang dimaksud adalah pintu kecil [khaukhah] sebagaimana yang disebutkan secara jelas dalam sebagian riwayatnya. Seolah-olah mereka ketika diperintahkan menutup pintu-pintu masjid, mereka menutupnya dan membuat pintu kecil [khaukhah] dan mereka masuk kedalam masjid melaluinya maka setelah itu pintu-pintu kecil itu juga ditutup. Maka tidak ada masalah menggabungkan antara kedua hadis ini. Dan menggabungkan kedua hadis ini juga disebutkan oleh Abu Ja’far Ath Thahawiy dalam Musykil Al Atsar dan Abu Bakar Al Kalabadzi dalam Ma’aniy Al Akhbar dengan menjelaskan bahwa rumah Abu Bakar memiliki pintu yang terhubung ke luar masjid dan khaukhah yang terhubung ke dalam masjid sedangkan rumah Ali tidak memiliki pintu kecuali yang terhubung untuk masuk kedalam masjid. Wallahu a’lam. [Fath Al Bari Syarh Shahih Bukhari Ibnu Hajar10/451]
Perkataan Ibnu Hajar ini diikuti oleh Al Mubarakfuri dalam penjelasannya terhadap hadis Sunan Tirmidzi. [Tuhfatul Ahwadzi 9/89 no 3611]. Penjelasan ini sudah cukup untuk membungkam syubhat yang dilontarkan kaum nashibi.
.
.
Kesimpulan
Hadis tutuplah pintu masjid kecuali pintu Ali adalah shahih dengan keseluruhan jalannya. Diantara ulama yang mengumpulkan jalan-jalannya dan menguatkan hadis ini adalah Al Hafizh Ibnu Hajar [dalam Fath Al Bari 10/451 dan Qaul Al Musaddad 1/17-19], Al Hafizh Asy Syaukaniy [Fawaid Al Majmu’ah no 56] dan Syaikh Al Albaniy [Atsmar Al Mustathab 1/487-493].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar