Laman

Rabu, 15 Februari 2012

Membid’ahkan Maulid, Upaya Menghancurkan Pilar Islam

"Tradisi mauludan memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga umat dari berbagai musibah yang mengancam. Tradisi ini bukan hanya akan membangkitkan atau menyuburkan kembali kecintaan mereka kepada nabinya, namun ia berpotensi mengantar mereka kepada pintu kejayaan dan kebahagiaan yang abadi."

Bulan Rabiul Awwal salah satu bulan Hijriah yang memiliki khas tersendiri bagi kaum muslimin di seluruh dunia. Hal ini tidak lain dikarenakan pada bulan ini telah dilahirkan nabi mereka, manusia teragung sepanjang sejarah manusia, manusia yang kelahirannya telah diberitakan puluhan abad sebelumnya dan menjadi kabar gembira yang bersumber dari lisan suci para pembawa risalah Ilahi.

Kecintaan dan kesetiaan umat Islam terhadap nabi mereka telah menjadikan mereka beratusias untuk selalu mengenang dan mengabadikan sejarah kehidupannya, mengingat perjuangan dan jasa yang telah diberikannya. Salah satu manifestasi dari tujuan ini, ialah dengan memperingati hari kelahiran manusia pilihan ini.

Dengan memperingati kelahiran nabi yang biasa disebut dengan Mauludan, kaum muslimin berupaya menjaga dan menghidupkan misi serta ajaran yang dibawa nabi mereka, sehingga ajaran ini tetap eksis di tengah masyarakat dan hidup di kalbu umat dari generasi ke generasi. Bayangkan, andaisaja umat Islam enggan mengenang sejarah nabi mereka, maka lambat laun sirah dan ajarannya akan terlupakan. Generasi yang akan datang tidak lagi akan mengenal kepribadian agung nabi terakhir, yang tentunya hal ini akan menjauhkan mereka dari hidayah yang dibawanya.

Saat kaum muslimin tidak mengenal pribadi dan sirah nabi mereka, maka berbagai musibah besar akan datang menimpa. Beragam bid’ah dan inovasi dalam agama akan bermunculan secara ekstrim tanpa ada yang mampu membendungnya, kejahilan umat akan ajaran nabi mereka menjadikan mereka kehilangan barometer yang dapat membedakan antara ajaran sebenarnya dan yang telah terdistorsi, antara ajaran asli Ilahi dan ajaran baru syaitani. Pesan-pesan suci qur’ani akan kehilangan fungsinya, karena umat tidak lagi memahami dan mengamalkannya. Pilar-pilar kekuatan umat Islam akan runtuh, sehingga bukan hanya dalam ideologi dan iman, namun dalam berbagai ranah baik politik, sosial, ekonomi, budaya, mereka akan mengalami keterpurukan. Agama Ilahi yang sempurna pun akan menjadi bahan cemoohan sebagai imbas dari kondisi memprihatinkan para pemeluknya.

Tradisi mauludan memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga umat dari berbagai musibah yang mengancam. Tradisi ini bukan hanya akan membangkitkan atau menyuburkan kembali kecintaan mereka kepada nabinya, namun ia berpotensi mengantar mereka kepada pintu kejayaan dan kebahagiaan yang abadi. Bagaimana tidak, dengan memperingati hari kelahiran Nabi tercinta Saw, kita akan mengenal kepribadian agungnya dan misi suci yang diperjuangkannya, tentunya pengenalan ini akan melahirkan tekad pada diri kita untuk mengimplementasikan misi tersebut dalam diri dan masyarakat sekitar kita. Dengan mengamalkan ajaran suci Nabi Saw, umat akan mampu melewati berbagai rintangan sehingga mereka berhasil mencapai kejayaan dan kebahagian hakiki yang menjadi tujuan penciptaan manusia itu sendiri.

Memperingati kelahiran Rasulullah Saw bukan hanya selaras dengan fitrah dan naluri manusia sebagai umat yang mencintainya, namun ia juga sejalan dengan tujuan pengutusan para nabi, penurunan kitab suci dan pensyariatan hukum-hukum Ilahi. Tidak diragukan, kecintaan yang tertanam pada diri seseorang akan memotifasinya untuk mengagungkan dan mengenang pribadi yang dicintainya. Di saat yang sama, misi Ilahi dalam membawa manusia kepada hidayah dan jalan menuju cahaya-Nya, juga tersirat dalam tradisi mulia ini. Para nabi adalah penyampai risalah Ilahi kepada manusia, dengan mengenalkan masyarakat kepada pengemban misi suci ini, berati kita telah mendekatkan mereka kepada hidayah yang terkandung di dalamnya.

Dengan demikian, tradisi maulid adalah salah satu bentuk dari upaya menyampaikan misi Ilahi yang menjadi tanggung jawab para nabi. Perkara agung yang untuk merealisasikannya, Allah Swt rela mengorbankan para kekasih-Nya dilecehkan bahkan dianiaya oleh para musuh-Nya. Betapa banyak utusan Allah yang mati syahid ditangan umatnya sendiri dikarenakan mereka tidak bersedia meninggalkan misi yang diembannya itu. Semua ini menunjukkan betapa besarnya urgensitas perkara tersebut, sehingga Allah Swt pun menjanjikan imbalan yang sangat besar bagi mereka yang menjalankannya. “Dan barangsiapa menghidupkan satu jiwa, ia bagaikan menghidupkan seluruh jiwa manusia.” (QS. Al-Maa'idah [5] : 32)

Ulama dan kaum mukmin dengan mencontoh nabi mereka dan berharap ridha Ilahi, sepanjang masa selalu berupaya mengisi peran Rasul Saw sebagai perantara hidayah Ilahi kepada umat manusia. Berbagai bentuk upaya telah dikerahkan demi terealisasinya tujuan ini, yang salah satunya adalah dengan merayakan hari kelahiran nabi terakhir utusan termulia Tuhan. Oleh karenanya, tradisi maulid tidak bisa dikatagorikan sebagai bid’ah atau inovasi baru dalam agama, karena ia merupakan variasi dari upaya penyebaran risalah Ilahi yang telah diperintahkan sejak diturunkannya Adam as ke muka bumi, bahkan merupakan tujuan utama penciptaannya.

Tidak bisa dibayangkan, bagaimana jika seluruh kaum muslimin meyakini bahwa memperingati kelahiran nabi mereka adalah perbuatan bid’ah dan ritual yang meyimpang, maka cepat atau lambat berbagai musibah besar akan menimpa mereka. Mereka akan merasa asing dan terjauhkan dari simbol terbesar hidayah Ilahi, tidak lagi mengenal serta menyadari akan ajaran suci nan sempurna yang dibawa oleh Nabi Saw, dan pada akhirnya mereka akan terjerumus kepada propaganda besar musuh-musuh Islam sehingga mereka pun akan mengalami keterpurukan yang fatal.

Mengapa perayaan maulid dianggap bid’ah oleh sebagian kolompok umat Islam? Apakah mereka tidak mengetahui maksud dari bid’ah yang sebenarnya? Mungkinkah mereka tidak mencintai pribadi yang mereka anggap sebagai nabi pembawa hidayah dan kebahagiaan hakiki bagi diri mereka? Ataukah ada niat tersembunyi di balik pandangan yang sangat kontrafersial ini? Jika perayaan besar ini dianggap bid’ah hanya lantaran tidak pernah dilakukan oleh para salaf, maka akan banyak sekali tradisi umat Islam yang tergolong bid’ah. Bukan hanya tahlilan dan doa bersama, tetapi menggunakan pakaian yang kita miliki saat ini untuk melaksanakan shalat juga termaksud bid’ah. Karena kaum salaf tidak pernah menggunakan pakaian model seperti ini saat melakukan shalat. Dakwah via internet pun termaksud bid’ah, karena tidak ada satu sejarawan pun yang mengatakan bahwa ada dari salaf yang pernah berdakwah melalui internet. Seorang yang berakal dan bijak, tidak akan melakukan sesuatu yang berdapak besar sebelum ia meneliti dan mengkaji terlebih dahulu. Oleh karenanya, alangkah baiknya jika kelompok yang membid’ahkan maulid itu terlebih dahulu mempelajari pengertian dari bid’ah sebelum mereka mengutarakan dan menyakini pandangan berbahaya tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar