Laman

Rabu, 19 Oktober 2011

Seri kebohongan Ibn Taimiyah 5


Seri kebohongan Ibn Taimiyah 5

Ibnu Taymiah: Hadis Nabi saw. Mempersaudarakan Imam Ali as. Dengan Beliau saw. Adalah Palsu!
Persembahan Untuk Blog -haulasyiah- dan Wahabiyyun Salafiyyun
“Tulisan dibawah ini kami lengkapi dengan bukti scan dari kitab “Minhajussunnah” karya Ibnu Taymiah terbitan Saudi Arabia yang di Tahqiq oleh Dr. Muhammad Rasyad Salim”
Di antara keistimewaan dan keutamaan Imam Ali as. yang tidak dimiliki oleh para sahabat lain, termasuk Khalifah Abu Bakar atau Umar atau selainnya adalah bahwa Nabi saw. mengkhususkan Ali as. untuk beliau persaudaraan dengan dirinya.



Sejarah mencatat bahwa Nabi saw. pernah mempersaudarakan antara sahabat-sahabat muhajirin antara yang satu dengan lainnya. Sebagaimana setelah Hijrah, Nabi saw. juga mempersaudarakan antara sahabat Muhajir dan sahabat Anshar; seorang dari sahabat Muhajirin dipersaudarakan dengan seorang dari sahabat Anshar! Ini adalah kenyataan sejarah yang telah diterima para ulama dengan data-data sejarah yang meyakinkan! Tidak ada seorang pun meragukan apalagi membohongkan kenyataan tersebut!
Dan dalam kedua kali “Pristiwa Persaudaraan” itu, Nabi saw. mempersaudarakan Ali as. dengan beliau sendiri saw.! tidak dengan selainnya! Dan ini juga sebuah kenyataan yang telah diterima kebenarannya oleh para sejarawan baik Ahlusunnah maupun Syi’ah.
Para ulama Ahlsunnah menjadikannya bukti keutamaan Imam Ali as., sementara ulama Syi’ah menjadikannya tidak sekedar menunjukkan keutamaan Ali as. akan tetapi lebih dari itu! Ia adalah bukti keutamaan dan keafdhalan Imam Ali as. atas seluruh sahabat dan ia adalah bukti imamahnya!
Di sini, Ibnu Taymiah yang tidak akan pernah mau tunduk dengan bukti-bukti keutamaan Imam Ali as. dan yang bersemangat membantah apapun yang diutarakan para ulama Syi’ah harus bersikap tegas menghalau hujah-hujjah kaum Syi’ah atas keyakinannya… maka ia memilih jalan berbahaya dan sekaligus membuktikan kelemahan serangannya atas dalil-dalil ulama Syi’ah.
Dalam berbagai kesempatan dalam kitab Minhâj as Sunnah-nya, Ibnu Taymiah mengerahkan seluruh tenaganya untuk menolak dan membohongkan kenyataan tersebut. Dan sikap itu makin membuktikan keshahihan hadis itu! Dan ia termasuk kekhkususan yang hanya dimiliki Imam Ali as. tidak selainya!
Ibnu Taymiah harus bersikap demikian walaupun  harus menabrak kebenaran pasti yang diterima ulama Islam!
Untuk lebih jelasnya, perhatikan kedegilan Ibnu Taymiahh dalam usaha ngototnya untuk mengkufuri kenyataan ini.
Ibnu Taymiah berkata:
minhaj.4_rsz
Minhaj_4_32_1


1_crop_1

أما حديث المؤاخاة فباطلٌ موضوع، فإنَّ النبي (ص) لم يُؤاخِ أحداً….
“Adapun hadis muâkhâh (Nabi saw. mempersaudarakan Ali as. dengan beliau) adalah batil palsu. Karena Nabi saw. tidak pernah mempersaudarakan siapapun… ”
(Minhajus-Sunnah, Tahqiq, Dr. Muhammad Rasyad Salim, jilid 4, hal 32.) [1]
-Silahkan lihat Scan diatas-
.
Dalam kesempatan lain, ia (Ibnu Taymiah) menegaskan:
minhaj.5_rsz
Minhaj_5_71_2

Minhaj_5_71_2_crop
إنَّ النبي (ص) لم يُؤاخِ عليا و لا غيره، و حديث المؤاخاة لعلي، و مؤاخاة أبي بكر لعمر من الأكاذيب.
“Sesungguhnya Nabi saw. tidak mempersaudarakan siaiapun, tidak Ali, tidak juga selainnya. Dan hadis muâkhâh Nabi dengan Ali dan Abu Bakar dengan Umar adalah kebohongan.”
(Minhajus-Sunnah, Tahqiq Dr. Muhammad Rasyad Salim, jild 5, hal 71) [2]
-Silahkan melihat Scan Diatas-
.
Dalam tempat lain ia juga mengulang pengingkarannya:
minhaj.7_rsz
Minhaj_7_117_3

Minhaj_7_117_3_crop
إنَّ النبي (ص) لم يُؤاخِ عليا و لا غيره، بل كل ما رُوِيَ في هذا فهو كذبٌ.
“Sesungguhnya Nabi saw. tidak mempersaudarakan Ali tidak juga yang lainnya. Bahkan semua yang diriwayatkan tentang hal itu adalah kobehongan belaka!”
(Minhajus-Sunnah, Tahqiq Dr. Muhammad Rasyad Salim, Jilid 7, hal.117)[3]
-Silahkan melihat scan diatas-
Dalam kesempatan keempat ia menambahkan:

Minhaj_7_279_4

Minhaj_7_279_4_crop
إنَّ أحاديثَ المؤاخاة بين المهاجرين بعضهم مع بعض، و الأنصار بعضهم مع بعض، كلها كذبٌ! النبي (ص) لم يُؤاخِ عليا.” .
“Hadis-hadis tentang mempersaudarakan antara sesame kaum muhajrin dan antara sesame kaum Anshar semuanya palsu/kebphongan. Dan Nabi saw. tidak mempersaudarakan antara dirinya dengan Ali.”
(Minhajussunnah, Tahqiq Dr. Muhammad Rasyad Salim, jilid 7, hal.279) [4]
-Silahkan melihat scan diatas-
Dalam kesempatan kelima ia juga mengatakan:

Minhaj_7_361_5

Minhaj_7_361_5_Crop
إنَّ أحاديثَ المؤاخاة لعلي كلها موضوعةٌ.
“Sesungguhnya hadis-hadis Muâkhâh untuk Ali semuanya palsu/maudhû’ah.!”
(Minhajussunnah, Tahqiq Dr. Muhammad Rasyad Salim, jilid 7, hal. 361) [5]
-Silahkan melihat scan diatas-
Kami berkata:
Dalam kesempatan ini, saya hanya akan memfokuskan pembuktian kebenaran dan keshahihan hadis muâkhâh antara Imam Ali as. dengan Nabi saw.!
Adapun hadis-hadis yang menegaskan bahwa Nabi saw.; bersabda bahwa Ali adalah saudaraku demikian juga dengan penegasan Imam Ali as. sendiri yang mengatakan bahwa “Aku adalah hamba Allah dan saudara rasul-Nya” hadis-hadis itu sangatlah banyak, sulit rasanya menelusurinya di berbagai kitab karya ulama Islam!
Yang kami ingin lakukan sekarang adalah membuktikan keshahihan hadis muâkhâh yang telah dikufuri Ibnu Taymiah dalam berbagai kesempatan dengan tanpa mengindahkan etika sebuah kajian ilmiah dan hanya bermodalkan hawa nafsu!
Bukti Kebenaran Peristiwa Persaudaraaan!
Banyak bukti yang memaksa kita untuk tunduk menerima kenyataan sejarah bahwa Nabi saw. telah mempersaudarakan antara sahabat-sahabat beliau… di antaranya adalah Nabi saw. mempersaudarakan antara Abu Bakar dan Umar… Maka Ali berkata, “Wahai Rasulullah, engkau telah mempersaudarakan antara sahabat-sahabat Anda, sementara engkau tidak mempersaudarakan antara aku dengan seorangpun? Maka Rasulullah saw. bersabda:
أنت أخي في الدنيا و الآخرة.
“Engkau adalah saudaraku di dunia dan di akhirat.”
Hadis di atas dapat Anda rujuk dalam:
A)    Shahih at Turmudzi,5/595.
B)     At Thabaqât,2/60.
C)    Mustadrak,3/16.
D)    Mashâbîh as Sunnah,4/173.
E)     Misykât al Mashâbîh,3/356.
F)     Al Istî’âb,3/1089.
G)    Al Bidâyah wa An Nihâyah,7/371.
H)    Ar Riyâdha an Nadhirah,3/111.
I)       Ash Shawâ’iq al Muhriqah:122.
J)       Târîkh al Khulafâ’:159.
K)    Dll.
Hadis tentang pristiwa itu telah diriwayatkan dari banyak sahabat Nabi saw., di antaranya: (1) Imam Ali as. sendiri. (2) Abdullah ibn Abbas ra., (3) Abu Dzar ra. ,(4) Jabir ibn Abdilah al Anshâri ra. (5) Umar ibn al Khaththab ra., (6) Anas ibn Malik ra., (7) Abdullah ibn Umar ra. (8) Zaid ibn Arqam ra. …
Dalam sebagian jalur riwayatnya disebutkan Nabi saw. menjawab pertanyaan Ali as. dengan;
و الذي بعثني بالحقِّّ، ما أخَّرْتُك إلا لنفسي، و أنت مني بمنزلة هارون من موسى غير أنّه لا نبي بعدي، أنت أخي و وارثِيْ.
“Demi Dzat yang mengutusku dengan kebenaran, aku tidak mengkahirkanmu melainkan untuk kupersaudarakan dengan diriku. Engkau di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku. Dan engkau adalah saudara dan pewarisku.”
Para Ulama Besar Yang Meriwayatkan Hadis di Atas.
Di antara ulama dan tokoh besar yang meriwayatkan hadis tentang peristiwa Nabi saw. mempersaudarakan Ali dan dirinya adalah: Imam Ahmad dalam kitab Manâqibnya hadis no. 141, Ibnu Asâkir ketika menyebut biodata Imam Ali as. hadis no.148 dan al Muttaqi al Hindi dalam Kanz al Ummâlnya,16/106 dari riwayat Imam Ahmad.
Dan Anda dapat menemukan hadis Nabi saw. mempersaudarakan dirinya dengan Ali as. dalam berbagai kitab sejarah seperti misalnya: Sirah Ibnu Hisyam,2/109, Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hibbân:149, ‘Uyûn al Atsar; Ibnu Sayyidinnâs,1/264, Sirah Halabiyah; Zaini dahl^an,1/320.
Tidak sedikit pula ulama Ahlusunnah yang menghujat Ibnu Taymiah karena sikap menentangnya tersebut, di antaranya adalah Syeikhul Islam al Hafidz Ibnu Hajar al Asqallâni. Setelah menyebutkan berbagai jalur periwayatan peristiwa tersebut dari riwayat al Waqidi, Ibnu Sa’ad, Ibnu Ishaq, Ibnu Abdil Barr, as Suhaili, Ibnu Katsir dll.
Ibnu Hajar menegaskan:
“Dan Ibnu Taymiah telah mengingkari dalam kitab bantahannya atas Ibnu Muthahhar ar Rafidhi hadis muâkhâh antara sesama muhajirin, khususnya antara Nabi saw. dan Ali. Ia (Ibnu Taymiah) berkata, “Sesungguhnya persaudaraan itu ditetapkan untuk saling kasih sayang dan berlembutan dan untuk mengharmoniskan antara jiwa-jiwa di antara mereka. Jadi tidak ada artinya mempersaudarakan antara Nabi saw. dengan siapapun tidak juga persaudaraan antara sesama kaum muhajirin.”
Dan ini (masih kata Ibnu Hajar) adalah sikap menolak nash dengan qiyas dan mengabaikan hikmah muâkhâh. Sebab sebagian muhajirin lebih kuat dari sebagian lainnya dalam harta atau kekeluargaan dan kekuatan, maka Nabi mempersaudarakan antara yang tinggi dengan yang rendah…
Aku (Ibnu Hajar) berkata, “Hadis itu telah dikeluarkan oleh addh Dhiyâ’ dalam kitab Mukhtârahnya (pilihan dari kitab) al Mu’jam  al Kabirnya ath Thabarani. Dan Ibnu Taymiah telah menegaskan bahwa hadis yang terpilih dalam kitab Mukhtârah adalah lebih shahih dan lebih kuat dari hadis kitab Mustadrak… .“[6]
Az zarqâni –pensyarah kitab al Mawâhib al Ladduniyyah- juga menghujat Ibnu taymiah karena menolak hadis-hadis shahih tentangnya.[7]
Kami berkata:
Dari uraian panjang Ibnu Hajar dapat kita saksikan betapa Ibnu Taymiah tidak menghargai kehormatan ilmu dan agama! Ia berani menolak hadis shahih hanya bermodal qiyas dan rekayasa belaka! Selain itu terlihat jelas sekali inkonsisten sikap Ibnu Taymiah, di mana ia membanggakan kualitas hadis-hadis kitab Mukhtârahnya al Dhiyâ’ al Maqdisi yang meyakininya sebagai lebih shahih dan lebih kuat dari hadis-hadis riwayat al Hakim dalam Mustadrak…. Akan tetapi ketika masalahnya terkait dengan keutamaan Imam Ali as. ia tidak segan-segan menolak dan mengkufurinya!
Semua bukti ia abaikan! Semua data akurat ia tolak!
Jadi pembaca dapat menyaksikan betapa kepalsuan Ibnu Taymiah dalam vonis-vonis sesatnya itu!
Mungkin itu sumbangan besar yang ingin ia sumbangkan dalam membela kebenaran? Dan mungkin itu modal utama yang ia bangggakan untuk menghadap Allah kelak di hari pembalasan agar Allah berkenan mengumpulkannya bersama tuan-tuannya; Abu Sufyan, Mua’wiyah, Yazid, Amr ibn al Âsh dkk.
Semoga kita diselamatakna dari kemunafikan. Amîn.
________________________
[1] Minhaj as Sunnah,4/32.
[2] Ibid.5/71.
[3] Ibid.7/117.
[4] Ibid.7/279.
[5] Ibid.7/361.
[6] Fathu al Bâri,7/217.
[7] Syarah Al Mawâhib al Ladduniyyah,1/273.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar