Laman

Kamis, 20 Oktober 2011

Awas Tertipu Promosi Salafy Wahabi Sebagai Islam Murni



Kesombongan Sikap Salafy Wahabi Memicu Respons Ummat Islam
Awas Tertipu Promosi Salafy Wahabi Sebagai Islam Murni
Dalam beberapa postingan artikel sebelumnya, kita telah memperoleh penjelasan bahwa salafy merasa dirinya paling benar, selamat dan masuk syurga. Sehingga hanya salafy saja golongan yang harus tetap eksis di dunia. Sedangkan golongan lain sesat, bid’ah dan tidak selamat karena musyrik sehingga tidak layak kebeadaannya, dan harus dicela dalam forum-forum dan jangan diungkapkan secuil-pun kebaikannya.




Sangat Populer kisah ini, yaitu ketila Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya tentang golongan yang selamat, dia berkata: “Mereka adalah para ulama salaf. Dan setiap orang yang mengikuti jalan para salafush-shalih”.
Tetapi faktanya yang mereka maksudkan dengan jalan para salafush-shalih adalah golongan SALAFY sendiri. Bukan salafus shalih dalam arti sesungguhnya, juga bukan golongan-golongan yang lain! Ini dibuktikan bahwa pandangan Salafy Wahabi selalu bertentangan dengan ajaran para salafus shalih. 
Pantaslah jika kita penasaran, darimana munculnya golongan yang demikian gencar mempromosikan dirinya sebagai sekte paling benar dan murni?  Sementara semua golongan yang lain salah, sesat dan bid’ah sehingga layak diberantas ini? Sejak kapan Sekte sempalan Islam ini dirintis oleh pendirinya, siapa saja pendirinya dan bagaimana sejarah berdirinya? Mari kita bongkar satu persatu pertanyaan yang mengganjal tersebut.
Mereka Mengklaim Salafy Sudah Ada Sejak Nabi Adam AS.
Kelompok Salafy mendoktrin para pengikutnya bahwa sekte mereka telah ada semenjak manusia pertama, yakni Nabi Adam AS.
Otomatis dengan demikian, Da’wah Salafiy Wahabi adalah da’wahnya seluruh Nabi, mulai dari Nabi Nuh sebagai Rasul pertama sampai dengan Nabi Muhammad yang merupakan Nabi dan Rasul terakhir yang diutus kepada umat manusia (Kita do’akan semoga damai dan rahmat Allah selalu tercurah bagi para Nabi dan Rasul semua). Menurut keyakinan mereka, Da’wah Salafiy Wahabi dimulai sejak dari Rasul pertama. Lebih dahsyat bahkan ada yang mengatakan bahwa dimulainya Da’wah Salafiy Wahabi ini sudah ada sejak dari Nabi Adam ‘alaihis Salam, sebab da’wah ini adalah da’wah yang murni dan asli.
Dan Da’wah Salafiyyah adalah da’wah dalam rangka memahami Al Qur’an dan As Sunnah. Ini sejalan dengan seruan Allah dan Rasul-Nya telah memerintahkan umat ini untuk melakukan hal tersebut. Da’wah ini dilakukan atas perintah dari Allah dan Rasul-nya kepada kita guna mendapatkan pahala yang akan diberikan oleh Allah. Dan da’wah ini menjauhkan kita dari apa-apa yang telah Allah dan Rasul-Nya larang untuk dilakukan, karena takutnya pada siksa dari Allah.
Jadi, sejarah dimulainya Da’wah Salafiyyah ini adalah tidak hanya terjadi sejak satu abad, dua abad atau lima abad yang lalu. Sedangkan da’wah yang dimulai pada periode waktu tertentu adalah da’wah yang dilakukan oleh berbagai kelompok-kelompok sesat, seperti , Asy’ariyah Maturidiyah, NU – Muhammadiyah, Ikhwanul Muslimin,  Jama’ah Tabligh, HizbutTahrir, Sururiyyah/Qutubiyyah dan selainnya dari berbagai macam kelompok da’wah yang baru bermunculan. Itulah hal pertama yang ingin djelaskan dalam tulisan ini.
Dengan klaim Salafy Wahabi sebagai golongan yang telah ada semenjak da’wah Nabi Adam AS dan diteruskan para Nabi sesudahnya maka inilah golongan paling tua di dunia. Sekte keagamaan yang telah lahir semenjak Nabi Adam AS dilahirkan dan diutus oleh Allah SWT sebagai manusia pertama.
Pastilah nalar anda akan linglung sejenak, memikirkan klaim konyol ini. Bukankah klaim Salafy Wahabi yang menyatakan bahwa Salafy telah ada semenjak Nabi Adam AS menunjukkan sikap kesombongan yang Melampaui batas? Dengan pernyataan keberadaan salafy sebagai da’wah awal para Nabi, sehingga salafy menjadi golongan tertua di dunia, maka tidak ada peluang sekecil apapun golongan lain menyatakan bahwa golongan merekalah yang benar. Karena salafy menyatakan bahwa merekalah golongan yang paling benar, ajarannya murni dan telah dimulai semenjak keberadaan Nabi Adam AS. Sedemikian purba-nya kelompok ini, sehingga mengundang kelompok lain sinis merespon-nya, tentunya sambil tersenyum karena klaim lucu mereka.
Arogansi Salafy Wahabi ini semakin kebablasan ketika mereka juga mengklaim bahwa salafy adalah Islam itu sendiri. Ini berart jika anda seorang muslim maka anda harus mengaku sebagai Salafy. Jika tidak maka bisa jadi keislaman anda diragukan keabsahannya. Anda jangan cuma mengaku muslim, karena orang syi’ah juga mengaku muslim. Anda jangan hanya mengaku muslim berdasarkan Al-Quran dan sunnah, karena orang Asy’ari juga mengaku hal yang sama. Maka anda harus berkata: “Ana Salafy”. Menurut mereka inilah yang benar, selamat dan masuk syurga. Sedangkan yang lain sesat dan bid’ah bahkan musyrik. Kita tidak tahu persis, apakah Nabi Adam AS juga pernah mengaku sebagai Salafy?
Mereka merasa harus mempunyai penisbatan tersendiri yang membedakan pada zaman ini. Sehingga di antara sesama Pengikut Salafy Wahabi tidak cukup berkata: Saya muslim atau, Madzab saya muslim! Sebab semua kelompok-kelompok mengatakan demikian, baik Rafidhi (Syi’i), Asy’ary Maturidy (Ahlussunnah Waljama’ah), Qodyani (Ahmadiyyah) dan firqoh-firqoh selain mereka! Maka apa yang membedakan anda dengan mereka (kelompok-kelompok ) tersebut? Maka yang benar adalah anda harus berkata: Saya Salafy.
Ketika anda berkata, Saya muslim berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah, maka pernyataan seperti itu belum memadai. Alasannya karena orang-orang yang berada pada kelompok, baik itu Asy’ari, Maturidy, dan golongan-golongan lain mengaku mengikuti kedua pedoman agama Islam tersebut (Al Qur’an dan As Sunnah).
Dan tidak diragukan lagi bahwa nama yang jelas dan terang yang dapat membedakan dengan yang lainnya adalah anda harus berkata, saya seorang muslim berdasarkan Al Kitab dan as Sunnah, sesuai dengan cara atau metode (manhaj) salafus shalih. Yakni cukup engkau katakan, “saya salafy!”
Singkatnya, Salafy Wahabi adalah Islam itu sendiri. Lantas pertanyaan kita atas semua itu, benarkah Salafy Wahabi telah ada semenjak Nabi Adam AS? Darimanakah sebetulnya salafy berasal? Maka inilah fakta tentang mereka dan asal-usulnya.
Salafy Wahabi Berasal dari Muhammad bin Abdul Wahab
Pemikiran para salaf dimulai pada abad ke-4 H, di saat ulama-ulama Madzhab Hanbali yang pemikirannya bermuara pada Imam Ahmad bin Hanbal. Madzhab ini menghidupkan aqidah ulama salaf dan memerangi paham lainnya.
Golongan ini kemudian muncul kembali pada abad ke-7 H dengan kemunculan Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah menambahkan beberapa hal pemikiran Hanbali sesuai kondisi zamannya. Ibnu Taimiyah ditangkap dan dipenjara beberapa kali, pada tahun 726 H beliau dipenjara kembali karena perdebatan mendatangi kuburan nabi dan orang-orang shalih, akhirnya beliau meninggal dipenjara Damaskus pada tahun 20 Dzulhijjah 728 H.  Dan selama dipenjara ditemani murid beliau Ibnul Qayyim Al-Jauziyah.
Selanjutnya pada abad ke-12 H pemikiran serupa muncul kembali di Jazirah Arab yang dihidupkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab, yang selanjutnya disebut kaum Wahabi.
Muhammad bin Abdul Wahab mempunyai nama lengkap Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Ahmad bin Rasyid bin Buraid bin Muhammad bin Buraid bin Musyarraf, dilahirkan di negeri Uyainah pada tahun 1115 H. Daerah Uyainah ini terletak di wilayah Yamamah yang masih termasuk bagian dari Najd. Letaknya berada di bagian barat laut dari kota Riyadh yang jaraknya (jarak antara Uyainah dan Riyadh) lebih kurang 70 km. Beliau belajar kepada ulama bermadzhab Hanbali di Bashrah.
Sehingga diyakini da’wah Salafi dimulai dengan kemunculan Muhammad bin Abdul Wahab ini. Aliran Wahabi (Wahabiyyah) sebagai sumber pemikirannya. Wahabiyyah muncul atas reaksi terhadap sikap pengkultusan dalam bentuk mencari keberkatan dari orang-orang tertentu melalui ziarah kubur, di samping bid’ah yang mendominasi tempat kegamaan dan aktifitas duniawi. Pada hakikatnya Wahabiyyah tidak membawa pemikiran baru tentang aqidah, mereka hanya mengamalkan apa yang telah dikemukan oleh Ibnu Taimiyah dalam bentuk yang lebih keras, dibandingkan apa yang telah diamalkan oleh Ibnu Taimiyah sendiri. Mereka menertibkan berbagai hal yang tidak pernah disinggung oleh Ibnu Taimiyah.
Kaum wahabi menghancurkan kuburan-kuburan sahabat dan meratakannya dengan tanah, tindakan wahabi berdasarkan sabda Nabi saw mengingkari tindakan Bani Israil yang menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai mesjid. Kaum wahabi juga melarang mengganti kain penutup raudhah dengan alasan bid’ah, sehingga kain itu menjadi usang, kotor dan tidak enak dipandang mata.
Kaum wahabi (yang berpusat di Riyadh) dengan bantuan Inggris melakukan pembangkangan bersenjata (peperangan) terhadap kekhilafahan Utsmaniyah. Inggris memberikan bantuan dana dan senjata kepada kaum wahabi dan dikirim melalui India. Mereka berusaha merampas wilayah-wilayah yang dikuasai oleh kekhilafahan Utsmaniyah agar mereka bisa mengatur wilayah tersebut sesuai dengan paham wahabi. Kemudian mereka menghilangkan madzhab lain dengan kekerasan. Sehingga kaum wahabi mengalami penentangan dan bantahan yang bertubi-tubi dari para ulama, pemimpin dan tokoh masyarakat yang menganggap pendapat wahabi bertentangan dengan pemahamam kitabullah dan sunnah itu sendiri.
Da’wah kaum wahabi ini tidak diterima oleh umat, sehingga kata ‘wahabi’ menjadi momok tersendiri di tengah-tengah umat.
Apa sebenarnya Wahhabi itu? Mengapa Ummat Islam begitu risau setengah mati terhadap Wahhabi? Sehingga buku-buku yang membicarakan Muhammad bin Abdul Wahhab mencapai seratus kitab atau lebih. Apakah kritikan mereka yang tajam begitu saja meluncur tanpa sebab musababnya? Secara logika kita bertanya, adakah asap yang mengepul tanpa api yang membara?
Akan tetapi dengan cara yang aneh dan nekad, ulama wahabi menjelaskan makna kata ‘wahabi’ berasal dari asma Allah SWT. Padahal fakta awalnya memang wahabi berasal dari kata Muhammad bin Abdul Wahab, nama sang tokoh itu sendiri. Mereka dengan kelucuannya berkata: “Orang-orang bodoh seperti mereka tidak mengetahui bahwa ‘wahabi’ dinisbatkan kepada ‘Al-wahhab’. Adalah salah satu dari asma Allah yang telah memberikan kepada umat manusia ajaran tauhid murni dan menjanjikan syurga kepada mereka”
Kaum wahabi tahun 1788 M menyerang dan menduduki Kuwait serta mengepung Baghdad, tahun 1803 menyerang dan menduduki Makkah. Pada tahun 1804 menduduki Madinah dan menghancurkan kubah besar yang digunakan untuk menaungi makam Rasulullah saw, mempreteli seluruh batu perhiasan dan ornamennya yang sangat berharga. Setelah menguasai seluruh daerah Hijaz, mereka begerak kedaerah Syam, tahun 1810 menyerang Damaskus dan Najaf. Kekhilafahan Utsmaniyah mengerahkan kekuatan menghadapinya tetapi tidak berhasil, sehingga kekhilafahan Utsmaniyah meminta bantuan Gubernur Mesir Muhammad Ali, Muhammad Ali mengutus anaknya Thassun untuk memerangi kaum wahabi dan berhasil menghancurkan Wahabi pada tahun 1818 M, ketika itulah kekuatan senjata wahabi mulai surut dan hanya tinggal beberapa kabilah saja.
Tetapi dengan bantuan Inggris akhirnya kaum wahabi berhasil melepaskan diri dari kekhilafahan Ustmaniyah. Mereka mendirikan kerajaan yang turun temurun diperintah oleh Ibnu Saud dan kerajaan hanya menggunakan paham wahabi hingga kini. Sangat nyata taktik yang dilakukan oleh Inggris dalam mencerai-beraikan kekhilafahan Utsmaniyah, yakni dengan mempertajam prbedaan wahabi dengan madzhab lainnya. Sehingga wilayah-wilayah tersebut lepas dari genggaman kekhilafahan Utsmaniyah dan Inggris dapat menguasainya secara politik.
Begitulah, kaum wahabi menyebarluaskan paham mereka melalui peperangan bersenjata dan mengacungkan pedang kepada khalifah. Mereka menyerang kaum muslimin di daerah Arab, Iraq, Syam dan Kuwait, memaksa kaum muslimin di daerah yang mereka kuasai untuk menanggalkan madzhab mereka dan menggunakan paham wahabi saja. Karena mereka meyakini bahwa hanya paham wahabi yang boleh eksis di dunia.
Mereka tidak lagi mempedulikan boleh tidaknya berkolaborasi dengan kaum kuffar (Inggris, bahkan sekarang juga Amerika), padahal Rasulullah saw memperingatkan kita agar berhati-hati dengan orang-orang kafir. Jangan menjadikan mereka sebagai teman dekat (teman kepercayaan) dan jangan jadikan mereka sebagai wali. Tetapi mereka mengabaikan semua itu dengan alasan menjalankan sunnah Rasulullah Saw, mengaku ahlus-sunnah tetapi dengan melanggarnya, bagaimana bisa mengaku ahlussummah dan Islam Murni?
“Siapa saja diantara kalian mengambil mereka (orang-orang kafir) sebagai wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim”. (Qs. al-Maa’idah [5]: 51).
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang diluar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu”. (Qs. Ali-’Imraan [3]: 118).
Tindakan kaum wahabi membangkang dan mengacungkan pedang kepada khalifah dari kekhilafahan Utsmaniyah, sungguh pembangkangan yang nyata kepada seorang Khalifah yang telah diangkat kaum muslimin. Dalam hukum syara’ ini disebut bughat (berontak). Pelaku bughat harus diperangi oleh Khalifah, sampai mereka kembali tunduk kepada khalifah.
“Jika ada dua golongan dari orang-orang Mukmin berperang maka damaikanlah keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Qs. al-Hujuraat [49]: 9).
sungguh sangat kontradiksi dengan pembangkangan wahabi terhadap kekhilafahan Utsmaniyah, dimana saat ini Salafi Wahabi tidak berani menentang penguasa sekuler ditempat mereka menetap. Mereka menggunakan ayat lain yang menyatakan ketaatannya kepada penguasa sekuler itu, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, serta ulil amri diantara kalian.” (Qs. an-Nisaa’ [4]: 59).
Sungguh edan, mereka membangkang kepada kekhilafahan Utsmaniyah yang menjalankan hukum Islam, tetapi saat ini mereka bemesraan dengan para penguasa yang melanggar  hukum Islam di tempat mereka Bermarkas.  Salafi Wahabi meyakini harus ta’at kepada penguasanya, meskipun ia telah berbuat dzalim kepada rakyatnya dan bermaksiat kepada Allah SWT dengan tidak mentaati Allah SWT dan Rasul-Nya.
Mereka berdalil: “Oleh karena itu janganlah kita membuka kesalahan mereka (hukam) di muka umum dan ‘melepaskan tangan’ untuk tidak taat kepada mereka. Walaupun mereka telah menyimpang, berbuat dzalim dan bermaksiat, asal tidak berbuat kekufuran secara terang-terangan, sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah Saw. Jika mereka berbuat maksiat, penganiayaan dan kelaliman, maka hendaklah sabar dalam menaati mereka”.
Padahal Rasulullah Saw bepesan dalam hadits shahih bahwa tidak ada ketaatan kepada makhluk selagi bermaksiat kepada Allah SWT. “Tidak ada ketaatan kepada seseorang dalam hal kemaksiatan kepada Allah. Sesungguhnya ketaatan itu dalam hal kebaikan.” [HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan An-Nasa'i].
“Ketaatan itu hanyalah dalam perkara yang ma’ruf.” [HR Bukhari dan Muslim]. Sungguh jauh berbeda sikap Salafi Wahabi terhadap penguasanya dengan sikap yang diajarkan Rasulullah Saw kepada kita. Sikap yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah Saw ini dilakukan Salafi untuk kepentingan da’wah mereka di dunia saja. karena mereka lebih mengutamakan dunianya dari pada akhiratnya. Mengaku ahlus-sunnah tetapi dengan melanggar sunnah Rasulullah Saw, bagaimana bisa kita mempercayainya?
“Seutama-utamanya jihad adalah ucapan/menyampaikan (kata-kata) yang haq di hadapan penguasa yang zalim.” [HR Ahmad, At-Tirmidzi dan Nasa'i].
“Pemimpin para Syuhada adalah Hamzah, dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa yang dzalim kemudian (ia) menasehatinya, lalu penguasa tadi membunuhnya.”  [HR Hakim].
Bukankah Salafi Wahabi telah mengabaikan sunnah Rasulullah Saw yang mulia dalam mengkritik penguasa dan mengungkapkan kemaksiaatan yang telah dilakukannya? Bukankah terbunuhnya para ulama karena menasehati penguasa semisal Al-Banna dan Qutb setara dengan syahidnya Hamzah dalam perang Uhud. Lantas seperti apakah salafush-shalih (Salafi) yang asli?  Membebek kepada penguasa dengan membuat fatwa-fatwa yang sesuai keinginan penguasa sekuler atau dengan tegas mengkrtik penguasa secara terang-terangan? Berikut kita bahas seperti apa salafush-shalih yang asli!
Siapakah Salafush-Shalih (Salafy) Yang Asli?
Dalam masa keemasan kekhilfahan Islam para ulama sangat berpengaruh dan selalu dimintai nasehat oleh penguasa. Mereka tidak mau menemui (mendekati) penguasa dan tidak segan-segan mengkritik penguasa dengan keras. Kita bisa saksikan ulama tabi’in Sa’id bin Musayyab yang menolak menemui Khalifah Abdul Malik bin Marwan (692-705 M) di saat Khalifah meminta nasehat, karena orang yang membutuhkan nasehatlah seharusnya yang mendatangi para ulama, begitu kata Sa’id bin Musayyab.
Sa’id bin Musayyab juga pernah menolak menikahkan puterinya dengan Al-Walid bin Abdul Malik (putra Abdul Malik bin Marwan), malahan beliau menikahkan puterinya dengan seorang duda yang miskin tetapi ta’at yakni Abu Wada’ah. Alasan beliau menolaknya adalah: “Puteriku adalah amanat dileherku, maka kupilihkan apa yang sesuai untuk kebaikan dan keselamatan dirinya”. Tetapi kenyataannya, Muhammad bin Abdul Wahab sendiri berbesanan dengan keluarga Ibnu Saud.
Dalam kisah lain, ulama Hasan Al-Basri yang tidak segan-segan menentang dan mengecam dengan keras penguasa Iraq Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Saat Hasan Al-Basri dipanggil oleh Hajjaj untuk dihukum mati, Hasan Al-Basri datang dengan tabah dan berwibawa, sehingga Hajjaj membatalkan hukumannya dan malah meminta beberapa nasehat kepada Hasan Al-Basri.
Penguasa (wali/gubernur) baru Iraq berikutnya adalah Hubairah Al-Fazari (masa Khalifah Yazid bin Abdulmalik, 720-724 M), Hubairah menjalankan perintah Khalifah Yazid yang kadang-kadang melenceng dari Islam. Hasan Al-Basri memberikan nasehat kepada Hubairah: “Ya Ibnu Hubairah, takutlah kepada Allah atas Yazid dan jangan takut kepada Yazid karena Allah. Sebab ketahuilah bahwa Allah SWT bisa menyelamatkanmu dari Yazid, sedangkan Yazid tak mampu menyelamatkanmu dari Allah” (lihat 7, hal 53-56).
Penutup:
1. Keyakinan kaum Salafi Wahabi bahwa mereka telah ada semenjak nabi Adam AS, maka inilah golongan tertua didunia. Tetapi setelah ditelaah sejarah kemunculan Salafi Wahabi, maka terungkap mereka  muncul dari da’wah syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang mengambil ajaran Ibnu Taymiyah sebagai sumber pemikirannya. Sehingga pernyataan bahwa ajaran salafi telah ada sejak nabi Adam AS, merupakan sikap berlebihan dan memelihara ironis diri  sendiri saja.
2. Kaum  wahabi (yang merupakan awal da’wah Salafi masa kini) telah melakukan pembangkangan (bughat) kepada kekhilafahan Utsmaniyah yang syah. Dengan bantuan dana dan senjata dari Inggris. Sikap ini sungguh bertentangan dengan ajaran Rasulullah saw yang mulia, agar ta’at kepada Amirul mu’minin. “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, serta ulil amri diantara kalian.” (Qs. an-Nisaa’ [4]: 59).
3. Sikap kaum wahabi yang menentang kekhilafahan Utsmaniyah dalam sejaranya, bertolak belakang dengan sikap ‘Salafi masa kini’ yang tidak berani mengkritik dan mengungkapkan kemaksiatan penguasanya yang melanggar larangan  Allah swt (bermesraan dengan kaum kafir), hal ini dilakukan untuk kepentingan da’wah mereka. Mereka lebih mengutamakan dunia dari pada akhiratnya, padahal memberikan kritik kepada penguasa yang melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya merupakan bagian dari jihad. “Seutama-utamanya jihad adalah ucapan/menyampaikan (kata-kata) yang haq di hadapan penguasa yang zalim. [HR Ahmad, At-Tirmidzi dan Nasa'i].
4. Para tabi’in yang harus kita teladani kehidupannya, mereka mengkritik penguasa dengan keras dan terang-terangan, semisal kisah tabi’in Sa’id bin Musayyab, Hasan Al-Basri, dll, merekalah salafush-shalih yang asli. Sedangkan mereka-mereka yang kini tidak berani mengkritik penguasanya (di negeri asalnya Saudi Arabia) dan mengungkapkan kemaksiaatan mereka, juga terus bermesraan dengan kaum kuffar (Amerika, Eropa), serta selau membuat fatwa-fatwa yang hanya menyenangkan  keinginan penguasanya, kemungkinan besarnya adalah  salafush-shalih (salafi) palsu! Maka demikian layakkah klaim Islam murni bagi mereka?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar