Laman

Rabu, 19 Oktober 2011

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 94-98



Ayat ke-94-95:
Artinya:
Katakanlah: "Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian (mu), jika kamu memang benar.
Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya."


Sepanjang sejarah, Yahudi menganggap diri mereka sebagai bangsa yang paling mulia dan berkeyakinan bahwa surga diciptakan untuk mereka dan api neraka tidak akan menyentuh mereka, serta menganggap diri mereka sebagai anak-anak dan kekasih Allah. Prasangka-prasangka batil ini, dari satu sisi menyebabkan mereka bebas melakukan berbagai bentuk kezaliman, kejahatan, perbuatan dosa dan kebejatan, dari sisi lain mereka menjadi sombong, ujub dan merasa lebih baik dari yang lain.
Ayat ini mengajak mereka untuk menilai dengan naluri dan mengatakan, jika yang kalian aku itu memang benar, dan surga dikhususkan bagi kalian, lalu mengapa kalian tidak mengharap kematian sehingga lebih cepat masuk ke surga? Mengapa kalian takut terhadap kematian dan lari darinya ?
Takut terhadap kematian bagaikan ketakutan pengemudi terhadap perjalanan. Seorang pengemudi terkadang takut karena tidak mengetahui jalan, atau karena tidak memiliki bensin atau takut melanggar, atau khawatir memuat barang selundupan atau takut karena di tempat tujuan, ia tidak memiliki tempat tinggal.
Sementara itu, seorang mukmin sejati mengetahui jalan, menyiapkan bekal perjalanan dengan amal saleh, menutupi pelanggaran-pelanggarannya dengan taubat, tidak memuat barang selundupan yaitu dosa dan kezaliman; dan pada hari Kiamat ia mempunyai tempat tinggal, yaitu Surga. Kebanyakan, ketakutan terhadap kematian, dilatar-belakangi oleh satu diantara dua hal:
Pertama ialah karena ia menganggap kematian sebagai ketiadaan dan kebinasaan. Dan secara alamiah setiap yang maujud akan merasa ketakutan terhadap kebinasaannya.
Kedua: mungkin saja seseorang memiliki keyakinan terhadap Hari Kiamat. Tetapi ia takut kepada kematian, lantaran perbuatan-perbuatan buruk dan pelanggaran yang mereka lakukan. Sebab mereka menggangap kematian sebagai permulaan hisab dan balasan amal perbuatan, oleh karena itu mereka berharap agar kematian mereka ditangguhkan selama mungkin.
Adapun Nabi dan auliya Allah, yang, dari satu sisi, tidak menganggap kematian sebagai ketiadan, bahkan menganggapnya sebagai permulaan kehidupan lain, dan dari sisi lain mereka tidak menunjukkan sesuatu dari diri mereka selain kesucian dalam berpikir dan berbuat, oleh karena itu, bukan hanya tidak takut kematian, bahkan mereka merindukannya.
Sebagaimana Amirul mukminin Imam Ali as menyangkut permasalahan ini mengatakan, "Demi Allah, kerinduan putera Abu Thalib kepada kematian lebih besar dari pada kerinduan anak bayi kepada air susu ibunya."
Ayat ke-96
Artinya:
Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, seloba-loba manusia kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa; Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.


Ayat ini mengatakan kepada Nabi, orang-orang Yahudi yang mengklaim bahwa Surga hanya diperuntukkan bagi mereka, bukan hanya tidak mengharapkan kematian hingga lebih cepat berada di Surga, bahkan mereka rakus terhadap kehidupan dunia melebihi orang-orang musyrik yang tidak meyakini kiamat dan menganggap kematian sebagai akhir kehidupan mereka. Mereka sedemikian mencintai dunia, hingga ingin hidup seribu tahun di dunia, meski memiliki bentuk kehidupan yang paling hina di puncak kesengsaraan, yang penting mereka terjauh dari siksa ilahi di akherat, dan dapat berjerih payah mengumpulkan kekayaan dan hiasan dunia.
Tetapi Allah swt berfirman, andaikan umur seribu tahun diberikan kepada mereka, maka hal itu tidak menyebabkan mereka selamat dari siksa Allah, sebab seluruh amal perbuatan mereka berada di bawah pengawasan Allah dan harapan yang bersifat kekanak-kanakan ini tidak bermanfaat bagi mereka.
Ayat ke 97-98
Artinya:
Katakanlah:" Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.
Barangsiapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir."
Sewaktu Nabi saw datang ke Madinah, sekelompok Yahudi yang disertai oleh salah seorang ulama mereka mendatangi beliau dan melontarkan beberapa pertanyaan. Di antaranya, mereka bertanya, "Siapa nama malaikat pembawa wahyu untuk kamu?" Sewaktu Nabi menjawab, "Jibril", mereka berkata, "Jika malaikat itu adalah Mikail, maka kami akan beriman. Sebab Jibril adalah musuh kami dan membawa perintah-perintah berat seperti Jihad."
Sewaktu manusia tidak mau menerima kebenaran, maka ia akan mencari-cari alasan. Bahkan tanpa dasar apapun mereka menuduh salah satu Malaikat Allah dengan mengatakan bahwa malaikat itu mempersulit mereka. Mereka berpikir, bahwa yang demikian itu merupakan jalan bagi mereka untuk menolak kebenaran. Persis, seperti pelajar yang suka bermain, yang menganggap jelek guru matematika dan menganggap baik guru olah raga.
Pada prinsipnya para Malaikat Allah, baik Jibril maupun Mikail tidak membawa sesuatu dari mereka sendiri yang dapat disukai atau dibenci. Mereka tidak berbuat melainkan atas perintah Allah dan hanya sebagai penyampai wahyu Allah kepada Nabi-Nya. Oleh sebab itu, perkataan Yahudi hanyalah suatu alasan untuk menghindari Islam, bukannya suatu logika yang dapat diterima untuk tidak menerima Islam.
Dari ayat di atas terdapat lima pelajaran yang bisa kita petik, antara lain:
1. Manusia harus hidup sedemikian rupa, sehingga setiap saat siap menghadapi kematian. Ia haruslah menjalankan tugas-tugasnya dengan benar dan menutupi dosa-dosanya dengan taubat. Sehinggga tidak ada dalih apapun untuk takut mati.
2. Umur panjang tidaklah penting. Yang bernilai adalah umur yang berkah, yang penuh dengan usaha-usaha mendekatkan diri kepada Allah . Sebagaimana Imam Sajjad as berkata dalam doanya, "Tuhanku, jika umurku sebagai perantara dalam jalan mentaatimu, maka panjanglah, tetapi jika akan menjadi lahan subur bagi setan, maka akhirilah."
3. Agama adalah sebuah kumpulan ajaran-ajaran yang wajib diimani semuanya. Tidak dapat dikatakan bahwa aku beriman kepada Allah, namun aku bermusuhan dengan malaikat ini, atau tidak meyakini nabi itu. Seorang mukmin sejati beriman kepada Allah , seluruh nabi dan seluruh malaikat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar