Ketika Pembohong (H. Mahrus Ali) Dielu-elukan: Sekali Lagi, Kebohongan Atas Nama Pengarang Kitab I’anah
Catatan Singkat Oleh ;
Ats-Tsauriy (Bangkalan)
Ats-Tsauriy (Bangkalan)
Tulisan ini semata-mata sebagai nasehat agar tidak mudah menerima (menelan) informasi yang datang kepada kita tanpa mengecek atau meneliti informasi tersebut.
Ana sangat heran dengan sikap sebagian kalangan yang tidak pernah mau mengambil hikmah dan pelajaran dari fenomena kebohongan yang mengatas namakan ulama. Seorang H. Mahrus Ali yang mengaku sebagai mantan Kiayi NU pernah membuat gebrakan dengan menulis buku yang menggugat Tahlilan, Istighasah, Ziarah dan yang lainnya, dimana semua itu merupakan amaliyah kaum Muslimin terutama warga Nahdliyin.
Berangkat dari keprihatinan terhadap remaja-renmaja yang menjadi korban internet yang menjadikan sebuah kebohongan sebagai kebanggaan. Dalam hal ini adalah kasus H. Mahrus Ali seorang muslim keblinger, maka ana kembali akan mengutip salah satu kebohongan dari sekian banyak kebohongan H. Mahrus Ali dalam bukunya.
Sejak diedarkannya buku “Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat & Dzikir Syirik”, telah menimbulkan pro kontra dan keresahan dikalangan warga Nahdliyin, sebab mereka merasa dilecehkan. Bahkan, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Magelang KH Said Asrori dengan sigap meminta Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur melaporkan H Mahrus Ali kepihak kepolisian karena kebohongan yang dilakukan. Namun, Ketua PWNU Jawa Timur Dr H Ali Maschan Moesa, Msi nampaknya menganggap itu bukan persoalan yang serius dan perlu ditangani dengan segera sebab masih banyak urusan lain yang harus dilakukan daripada meladeni yang jelas-jelas rekayasa kebohongan tersebut. [NU Online, 24/02/2008]
KH Said Asrori mengaku bersyukur dengan munculnya buku bantahan yang disusun oleh LBM PCNU Jember. Buku yang diberi judul “Membongkar Kebohongan Buku Mantan Kiai NU Menggugat Shalawat dan Dzikir Syirik”itu sangat membantu dirinya untuk menenangkan warga NU di daerahnya. Dengan adanya buku itu, ia tidak perlu susah-susah lagi menjelaskan satu persatu persoalan yang sedang dihadapi. [Ibid]
Sebelumnya, NU Jember pun pernah menantang debat dengan penulis buku yang ‘menyerang” Aswaja tersebut, namun penulis buku nampaknya tipe orang yang pengecut atau tidak bertanggung jawab. Bisa jadi karena ilmunya yang masih minim. Info lainnya telusuri di situs NU Online.
Al-Qur’an telah mengajarkan kepada kita agar tidak mudah mengambil begitu saja informasi-informasi yang datang kepada kita, semua itu agar kita terhindar dari tindakan yang bisa menyebabkan kerugian terhadap orang lain, baik berupa fitnah atau yang lainnya, sebagaimana tercantum dalam surat Al-Hujarat ayat 6 :
??? ???????? ????????? ??????? ??? ???????? ??????? ???????? ????????????? ??? ????????? ??????? ??????????? ???????????? ????? ??? ?????????? ??????????
‘Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”
‘Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”
Berikut ini salah satu kutipan yang jelas-jelas bohong, yang berasal dari penulis buku “Menggugat Tahlilan” dan mengatas namakan pengarang kitab I’anath Thalibin,
Didalam buku yang berjudul “Membongkar Kesesatan Tahlilan”, hal. 31, disana dituliskan :
“Dan di antara bid’ah munkaroh yang sangat dibenci adalah apa yang dilakukan orang di hari ketujuh dan di hari ke-40-nya. semua itu haram hukumnya” (lihat buku Membongkar Kesesatan Tahlilan, hal. 31).
Penulis buku tersebut mengutip kalimat tersebut dari kitab Ianatuth Thalibin, yang mana kalimatnya telah di gunting/dipotong atau belum tuntas dan ini yang dijadikan rujukan oleh remaja korban internet. Kutipan diatas juga tercantum dalam buku “Mantan Kiai NU Menggugat Tahlilan”, isinya sebagai berikut :
“Di antara bid’ah munkarat yang tidak disukai ialah perkara yang sangat biasa diamalkan oleh individu dalam majelis untuk menyampaikan rasa duka cita (kenduri arwah), berkumpul dan membuat jamuan majelis untuk kematian pada hari keempat puluh, bahkan semua itu adalah haram” (lihat buku Mantan Kiai NU Menggugat Tahlilan, hal. 69).
Perhatikanlah kutipan kalimat diatas, maka silahkan bandingkan dengan teks asli dari kitab I’anah,
??? ????? ??????? ????? ??? ??? ??????: ??? ????? ??????? ???????? ?????: ?? ????? ????? ?? ?????? ?????? ?????????? ?? ?? ??? ???? ?? ??? ?? ??? ?????? ?? ?? ??? ???? ???? ?? ????? ???? ???? ?? ??? ???.
“Dan didalam kitab Hasiyatul Jamal ‘alaa Syarh al-Minhaj (karangan Al-‘Allamah asy-Syekh Sulaiman al-Jamal) ; “dan sebagian dari bid’ah Munkarah dan Makruh mengerjakannya yaitu apa yang dilakukan orang daripada berduka cita , berkumpul dan 40 harian, bahkan semua itu haram jika (dibiayai) dari harta yang terlarang, atau dari (harta) mayyit yang memiliki (tanggungan) hutang atau (dari harta) yang bisa menimbulkan bahaya atasnya, atau yang lain sebagainya”
“Dan didalam kitab Hasiyatul Jamal ‘alaa Syarh al-Minhaj (karangan Al-‘Allamah asy-Syekh Sulaiman al-Jamal) ; “dan sebagian dari bid’ah Munkarah dan Makruh mengerjakannya yaitu apa yang dilakukan orang daripada berduka cita , berkumpul dan 40 harian, bahkan semua itu haram jika (dibiayai) dari harta yang terlarang, atau dari (harta) mayyit yang memiliki (tanggungan) hutang atau (dari harta) yang bisa menimbulkan bahaya atasnya, atau yang lain sebagainya”
Kalimat yang seharusnya di lanjutkan tapi di potong. Mereka telah menyembunyikan maksud yang sebenarnya dari ungkapan ulama yang berasal dari kitab aslinya. Mereka memenggal kalimat secara “seksama” (penipuan yang direncanakan/kebohongan disengaja, red) demi tercapainya tujuan mereka yaitu melarang bahkan mengharamkan Tahlilan, seolah olah tujuan mereka didukung oleh pendapat Ulama, padahal hanya didukung oleh tipu daya mereka sendiri yang mengatas namakan ulama. Bukankah hal semacam ini juga termasuk telah memfitnah Ulama ? Ucapan mereka yang katanya menghidupkan sunnah sangat bertolak belakang dengan prilaku penipuan dan kebohongan yang mereka lakukan.
Itulah sekilas kebohongan yang dijadikan kebanggaan oleh sebagian da’i-da’i keblinger. Waspadalah!
Wallahu A’lam.
Ingin lebih detail? peroleh buku berjudul : Membongkar Kebohongan Buku; Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat & Dzikir Syirik (H. Mahrus Ali).Penulis: Tim Bahtsul Masail PCNU Jember. Penerbit: Khalista Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar