Laman

Rabu, 19 Oktober 2011

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 108-112



Ayat ke-108:
Artinya:
Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada zaman dahulu? Dan barang siapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus.
Allah Swt menujukan ayat ini kepada kaum Muslimin dengan mengatakan, "Apakah kalian akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan keinginan kalian yang tidak pada tempatnya, kepada Nabi kalian, sebagaimana Bani Israel meminta kepada Nabi Musa as sebelum ini? Ketahuilah bahwa siapa yang beralasan untuk tidak beriman, maka ia telah menggantikan iman dengan kufur dan jelas bahwa ia telah meyimpang dari jalan yang benar."


Sebagian Muslimin yang lemah iman, suka meminta kepada Rasul agar menunjukkan mukjizatnya. Umpamanya, mereka meminta didatangkan surat dari Tuhan, sebagaimana Bani Israel meminta Musa menunjukkan Tuhan kepada mereka sehingga mereka bisa melihat-Nya dengan mata mereka sendiri dan beriman kepada-Nya.
Pada dasarnya, mukjizat adalah untuk membuktikan kenabian dan menyempurnakan hujjah. Bukanlah setiap Rasul itu menunjukkan mukjizatnya kepada siapa saja yang menginginkannya. Sama seperti seorang insinyur pembangunan yang perlu menunjukkan beberapa contoh kerjanya untuk membuktikan pengakuannya. Tetapi ia tidak perlu membuktikannya kepada setiap orang yang memintanya.
Ayat ke-109:
Artinya:
Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Orang-orang Yahudi yang tinggal di Madinah, senantiasa berusaha agar kaum Muslimin kembali berpaling dari agama mereka, atau minimal iman mereka menjadi lemah. Al-Quran berkata kepada Muslimin, "Janganlah kalian menyangka bahwa mereka yakin berada dalam kebenaran, sebagaimana kalian. Demikianlah mereka itu. Meskipun mereka memahami kebenaran Islam dan al-Quran, tetapi sifat dengki dan permusuhanlah yang membuat mereka berbuat demikian."
Oleh karena kekuatan dan kemampuan kaum Muslimin pada waktu itu masih sangat kecil, maka Allah Swt memerintahkan agar untuk saat ini, dalam menghadapi tekanan berat dari musuh, mereka memanfaatkan senjata pengampunan dan maaf. Dan hendaklah mereka memusatkan diri untuk membina kekuatan, sampai turunnya perintah Allah, yaitu perintah untuk berjihad melawan orang-orang kafir.
Ayat ini menunjukkan bahwa dalam menghadapi musuh, kekerasan bukanlah program pertama. Akhlak Islamlah yang sangat tepat digunakan; sehingga dengan memberikan maaf, akan terbuka peluang untuk memperbaiki mereka, kemudian apabila dengan cara lembut itu, mereka masih belum dapat diperbaiki, maka barulah boleh digunakan cara kekerasan.
Ayat ke-110:
Artinya:
Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan apa-apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
Dalam menghadapi keinginan musuh-musuh, yaitu kelemahan iman kaum Muslimin, dan dalam rangka menjaga keimanan mereka, Allah Swt memerintahkan kaum muslimin untuk menggalang kekuatan dalam hubungan mereka dengan Tuhan melalui shalat dan dengan sesama kaum Muslimin, khususnya kalangan fakir miskin melalui pemberian zakat.
Di dalam al-Quran, seringkali, perintah shalat disebutkan beriringan dengan perintah zakat. Yang demikian itu, mungkin, karena ibadah kepada Allah tanpa berbuat baik kepada masyarakat tidaklah cukup. Dan dari sisi lain, membantu kaum fakir miskin tanpa disertai semangat penghambaan diri kepada Allah, akan mendatangkan kesombongan dan takabbur, serta perbudakan terhadap orang-orang miskin.
Salah satu hal yang menjadi pikiran seseorang ketika ia berbuat baik ialah, bahwa masyarakat tidak tahu-menahu perbuatan-perbuatan baiknya, atau kalau toh mereka tahu, mereka tidak akan menghargainya. Karena itu mereka enggan melaksanakan perbuatan baik. Ayat ini mengatakan, "Janganlah cemas, karena Allah menyaksikan segala apa yang kalian lakukan dan pahala kalian akan tetap terjaga di sisi-Nya."
Ayat ke 111-112:
Artinya:
Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". Demikian itu (hanya angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar".
(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Satu lagi cara Ahli Kitab untuk melemahkan semangat kaum Muslimin, ialah dengan mengatakan bahwa surga hanyalah milik kami. Dan apabila kalian menginginkan surga, maka kalian harus masuk agama Yahudi dan atau Nasrani. Tetapi al-Quran menolak dakwaan mereka itu dengan mengatakan, "Ucapan kalian itu tidak lebih dari khayalan dan angan-angan tanpa bukti. Karena sorga bukan disediakan atau dikuasai oleh satu kaum tertentu. Untuk masuk ke surga, ada syarat-syaratnya."
Setiap orang yang telah memenuhi syarat-syarat tersebut, maka ia akan masuk ke sorga. Kunci masuk ke sorga adalah penyerahan sepenuhnya kepada Tuhan, dimana hanya kepada-Nyalah manusia akan kembali, dan hanya di atas jalan-Nyalah seseorang harus beramal baik. Oleh karena itu, membagi-bagi hukum-hukum ilahi, yaitu menerima dan mau melaksanakan perintah-perintah yang sesuai dengan selera dan keinginan-keinginan, dan menolak perintah-perintah yang tidak sesuai dengannya, maka yang demikian itu tidak cocok dengan penyerahan total di hadapan Allah Swt.
Pada dasarnya, monopoli dan rasialisme tidak sesuai dengan penyerahan diri sepenuhnya terhadap perintah-perintah Allah. Dan mereka yang telah memahami kebenaran Islam, tetapi tidak mau beriman karena gengsi dan fanatisme, maka mereka tidak akan masuk sorga, sekalipun mereka adalah Ahlul Kitab. Ayat ini pada akhirnya mengatakan: bahwa orang yang telah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, tidak akan pernah takut kepada seseorang atau sesuatu. Ia senantiasa merasakan keberadaan Allah serta selalu bernaung di bawah lindungan-Nya.
Dari ayat-ayat di atas terdapat empat pelajaran yang bisa kita petik, antara lain:
1. Beberapa permintaan dan harapan yang tidak pada tempatnya dari para pemimpin agama, merupakan pembuka pintu kekafiran. Karena, para pemimpin agama itu tidak akan terpengaruh oleh keinginan-keinginan yang tidak pada tempatnya itu, dan tidak akan memenuhinya. Akibatnya, iman orang tadi menjadi lemah dan goncang.
2. Sikap pemaaf dan lembut lebih diutamakan ketimbang kekerasan dalam menghadapi orang-orang kafir dan musyrikin. Pemberian maaf, tidak menunjukkan kelemahan. Tetapi hal itu adalah dalam rangka menarik perhatian dan memperbaiki mereka.
3. Hendaknya kita berkhidmat kepada masyarakat. Dan apabila mereka tidak mengerti atau tidak berterima kasih, maka Allah adalah Maha Melihat; dan amal kebajikan yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepadaNya akan tetap terjaga, sehingga besok pada Hari Kiamat, Allah akan memberikan pahala amal baik tersebut.
4. Janganlah kita menyangka bahwa surga dikuasai oleh suatu kaum atau ras tertentu; dan jangan sekali-kali kita mengira bahwa karena kirta adalah Muslimin, maka surga disediakan khusus buat kita. Karena iman dan amal saleh merupakan patokan bagi seseorang untuk masuk surga; bukannya kemusliman.
5. Ketenangan yang sebenarnya di dunia dan akhirat, berada di bawah naungan Iman, ikhlas dan amal saleh. Seseorang yang menyerahkan dirinya secara penuh kepada Allah dan bertawakkal kepada-Nya, maka ia tak akan merasa takut kepada apa dan siapa pun, selain kepada-Nya; dan ia selalu merasakan bahwa dirinya berada di bawah lindungan-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar