Laman

Rabu, 19 Oktober 2011

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 15-17


Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 15-17
Ayat ke-15:
الله یستهزء بهم و یمدهم فی طغیانهم یعمهون
Allah pun akan menghina mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan
Imam Ali Ridha as, seorang cucu Rasul Allah saw berkata: "Allah swt bukan pembuat makar, tipu daya dan pelecehan. Akan tetapi, yang dimaksud ialah, bahwa balasan perbuatan makar dan pelecehan para musuh akan dikembalikan oleh Allah kepada mereka".


Balasan apakah gerangan yang lebih keras daripada kebingungan, keragu-raguan, kebutaan hati dan kesesatan, yang menimpa Munafikin? Sesuai dengan sunnah-Nya, Allah swt memberikan kesempatan kepada para pembuat dosa dan orang-orang zalim. Kesempatan ini merupakan rahmat, jika manusia dapat menggunakannya untuk bertaubat dan kembali kepada kebenaran. Jika tidak demikian, maka justru akan semakin menenggelamkan seseorang ke dalam jurang dosa dan akhirnya akan membinasakannya.
Di antara balasan-balasan Allah bagi para munafik ialah menyerahkan nasib mereka kepada mereka sendiri yang akan mengakibatkan kebingungan dan kesesatan mereka. Mereka tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas, tidak pula memiliki ketenangan dan ketenteraman hidup.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Balasan Allah sesuai dengan dosa-dosa yang dilakukan oleh manusia. Balasan perbuatan olok-olok dan penghinaan, juga olok-olok dan penghinaan.
2. Jangan sekali-kali kita sampai terlena oleh berbagai kesempatan yang diberikan oleh Allah. Karena jangan-jangan, jika kita tak dapat memanfaatkannya dengan baik, maka hal itu justru akan merupakan azab, bukannya rahmat.
3. Allah adalah pelindung orang-orang mukmin. Jika orang-orang munafik mengolok-olok mereka, maka Allah pun akan membalas memperolok-olok mereka dan memberikan balasan yang setimpal.
Ayat ke-16:
اولئک الذین اشتروا الضلالة بالهدا فما ربحت تجارتهم وما کانوا مهتدین
Mereka itulah yang membeli kesesatan dengan petunjuk. Maka perdagangan mereka tak mendatangkan untung, dan mereka bukan orang-orang yang mendapat petunjuk
Dunia yang kita hidup di dalamnya ini, bagaikan sebuah pasar. Dan kita semua adalah para pedagang yang mau tak mau harus menjual modal-modal yang kita miliki. Modal manusia berupa usia, akal dan fitrah, ilmu pengetahuan dan kemampuan serta seluruh potensi yang Allah berikan kepada kita. Di dalam pasar ini, sekelompok orang memperoleh untung dan kebahagiaan, dan sekelompok lain mengalami kerugian. Kelompok kedua ini bukan hanya tidak mendapat keuntungan, bahkan modal pokok mereka juga musnah; bagaikan penjual es batu yang jika barang dagangannya itu tidak laku, bukan hanya tidak memperoleh untung, tetapi modal pokoknya pun mencair dan hilang.
Al-Quran di banyak tempat, perbuatan-perbuatan baik dan buruk manusia diumpamakan dengan perdagangan. Sebagaimana di dalam ayat 9 surat as-Shaff, iman dan jihad disebut sebagai perdagangan yang penuh keuntungan. Al-Quran mengatakan yang artinya: "Wahai orang-orang beriman. Maukah Aku tunjukkan kepada kalian kepada sebuah perdagangan yang akan menyelamatkan kalian dari azab yang pedih? Yaitu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa kalian."
Di dalam ayat 16 surat Al-Baqarah ini, munafikin disebut sebagai para pedagang yang menjual petunjuk dan membeli kesesatan. Mungkin yang dimaksud dengan ayat ini ialah bahwa mereka itu bahkan telah melepaskan bekal-bekal fitrah dan potensi-potensi pemberian Allah yang merupakan faktor hidayah mereka dengan membiasakan diri berbuat dosa dan kemunafikan. Karena orang-orang Munafik bukanlah orang-orang yang memiliki hidayah untuk kemudian mereka menjualnya lalu membeli kesesatan.
Bagaimanapun juga, mereka di dalam perdagangan ini tidak hanya memperoleh kerugian bahkan mereka tak pernah sampai ke tujuan-tujuan jahat mereka. Karena pada kenyataannya Islam terus semakin berkembang dan meluas, sementara mereka semakin terhina.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hendaklah kita jangan berpikir hanya memperoleh keuntungan dalam
perdagangan harta kita saja. Tapi hendaknya kita perhatikan pula, dengan
apa jiwa dan hati kita, kita jual, dan apa yang kita peroleh darinya? Apakah
hasil perdagangan kita ini berupa hidayah dan kebahagian? ataukah
kesesatan dan kesusahan?
2. Petunjuk dan kesesatan adalah hasil perbuatan kita sendiri, bukan
paksaan atau kehendak Allah, bukan pula takdir dan kemauan Ilahi, tanpa
peran kehendak kita sedikit pun di dalamnya.
3. Nifak, tidak memiliki akhir kecuali kesesatan dan kerugian. Bertentangan
dengan iman yang membawa manusia kepada kebahagiaan dan kebaikan.
Ayat ke-17:
مثلهم کمثل الذی استوقد نارا فلما اضاءت ما حوله ذهب الله بنورهم و ترکهم فی ظلمات لا یبصرون
Perumpamaan mereka, yaitu munafikin, seperti orang yang menyalakan api. Ketika api itu menerangi sekitarnya, Allah menghapus cahaya mereka itu, dan meninggalkan mereka dalam kegelapan tanpa dapat melihat
Ayat-ayat yang telah dipelajari pada pertemuan-pertemuan yang lalu, menceritakan tentang tingkah laku dan ucapan-ucapan munafikin. Ayat ini, memberikan perumpamaan orang-orang munafik dengan orang yang berada di tengah padang pasir gelap lalu menyalakan api untuk menerangi sekitarnya. Cahaya iman munafik seperti cahaya api, lemah, tidak tahan lama, disertai dengan asap, abu dan pembakaran.
Ia menampakkan cahaya iman, tetapi di dalamnya tersembunyi api kekafiran. Cahaya iman yang lemah inipun sesungguhnya merupakan sinar fitrah yang bersih yang Allah tanamkan di dalam diri mereka. Namun karena pengaruh negatif sifat fanatik (ta'assub) dan keras kepala, maka secara perlahan fitrah tersebut semakin melemah. Sampai ketika tirai-tirai kezaliman dan kebodohan telah menyelimuti seseorang, ia pun menutupi fitrah dan cahaya iman tadi.
Oleh karena fitrah dan cahaya iman itu lemah maka jadilah kegelapan kufur menyelubungi seluruh wujud mereka. Dengan memilih jalan kemunafikan, orang-orang munafik berpikir demikian bahwa mereka akan mampu mengambil hati orang-orang kafir yang ahli neraka dan juga mengambil hati orang-orang mukmin yang merupakan ahli cahaya. Mereka berusaha mengambil manfaat dari dunia orang-orang kafir, sekaligus akhiratnya orang-orang mukmin.
Itulah mengapa Al-Quran menyerupakan mereka dengan seseorang yang menyalakan api untuk menerangi sekitarnya. Ia telah mengumpulkan api, yaitu neraka dan cahaya, yaitu nur yang muncul dari api itu, sekaligus untuk dapat memanfaatkan keduanya. Akan tetapi medan kehidupan, bagaikan padang pasir luas yang gelap, sehingga untuk menyeberanginya dan melewati bahaya-bahaya yang menghadang, agar sampai ke tempat tujuan dengan selamat, diperlukan cahaya yang kuat dan kekal. Karena angin topan berbagai peristiwa di dunia ini, akan memadamkan api yang lemah, dan menjebak manusia ke dalam kegelapan.
Dari ayat tadi terdapat enam poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Cahaya yang dimiliki oleh munafik seperti cahaya api yang lemah dan tak tahan lama.
2. Keberadaan munafik di tengah masyarakat, merupakan sumber nyala api dan fitnah.
3. Untuk sampai kepada cahaya, munafik menggunakan api yang nyalanya disertai dengan debu, asap dan pembakaran.
4. Pada akhirnya Allah swt menimpakan kehinaan pada orang munafik, dan cahaya yang hanya lahiriyah itu pun akan Allah padamkan.
5. Masa depan munafik gelap dan tak memiliki harapan untuk selamat.
6. Kemunafikan dan sikap mendua, itu pun di hadapan Allah swt sama sekali tidak menunjukkan kecerdikan dan kepandaian. Tetapi ia adalah sumber kegelapan dan kehancuran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar