Ayat ke-167: Artinya:
Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: "seandainya kami dapat kembali ke dunia, pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami." Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka, dan sekali-kali mereka tidak akan ke luar dari api nereka.
Dalam sejumlah ayat sebelum ini, telah dijelaskan bahwa manakala orang-orang yang berbuat jahat menyaksikan siksa Allah, maka para pemimpin mereka berlepas diri dari para pengikutnya. Karena cinta kasih yang berlandaskan kepada hawa nafsu dan harapan, pada hari kiamat nanti akan berubah menjadi permusuhan dan kedengkian. Ayat di atas menjelaskan bahwa para ahli neraka meminta kepada Allah supaya dapat kembali ke dunia dan menunjukkan kebencian dan kemuakannya terhadap para pemimpin mereka sewaktu di dunia. Karena mereka tidak memperoleh apapun dari perbuatan-perbuatan mereka kecuali penyesalan. Namun apa gunanya penyesalan, karena jalan untuk kembali sudah tertutup rapat. Di hadapan para penganut akidah Jabariyah (Determinisme) ayat ini memberikan penjelasan tentang kebebasan manusia untuk memilih di dunia. Karena penyesalan mengindikasikan bahwa kita dapat melakukan selain yang telah berlaku. Namun kita telah memilih jalan yang salah menurut pilihan kita sendiri.
Ayat ke-168: Artinya:
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Makan dan minum merupakan tuntutan fitrah dan naluri, bahkan keperluan kepada makanan adalah salah satu dari keperluan asasi semua manusia. Namun sebagaimana pada kebanyakan perkara lainnya, dalam pemenuhan keperluan makan ini adakalanya terjadinya ifrath dan tafrith atau ekstrim berlebihan dan berkekurangan. Ada sebagian orang yang hendak menuruti segala yang diinginkan hawa nafsu dalam makan dan minum tanpa menerima sebarang peraturan dan standar dan mereka mengabaikan sisi akal dan syariat. Adakah perbuatan itu boleh atau diharamkan. Begitu pula adakah makanan itu diperoleh dari cara yang halal atau haram? yang mereka tuju semata-mata untuk mengenyangkan perut dan memenuhi hawa nafsu. Di pihak lain, beberapa orang lainnya tanpa argumentasi dan alasan yang memuaskan, tidak mau makan apa yang telah diperbolehkan oleh akal dan syaariat. Mereka berpikir bahwa cara ini identik dengan perjuangan melawan hawa nafsu. Islam adalah agama yang sempurna. Islam memiliki peraturan dalam soal makanan dan minuman. Islam menghalalkan apa yang diperlukan oleh badan manusia. Adapun yang merugikan dan membahayakan jasmani dan ruh manusia diharamkan. Ayat tadi menjelaskan bahwa apa yang ada di bumi adalah diciptakan untuk manusia. Oleh karena itu, makanlah apa yang sesuai dan halal bagi anda dan janganlah anda sekali-kali menghalalkan atau mengharamkan sesuatu tanpa dalil wahyu atau hadis. Karena perbuatan itu adalah program setan untuk menyesatkan kalian. Sama seperti yang telah dilakukan setan terhadap Nabi Adam dan Sayidah Hawa, sehingga mereka bersedia memakan buah khuldi yang terlarang. Minum minuman keras adalah perbuatan setan dan menjauhi benda-benda halal biasanya mengacu kepada ideologi batil dan khurafat juga bisikan setan. Ayat ke-169: Artinya:
Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. Ayat sebelumnya mengatakan, "setan adalah musuh kalian", sementara ayat ini menyebutkan, "tanda permusuhan setan terhadap kalian adalah senantiasa menyeru kalian kepada keburukan yang hasil kesemuanya adalah kesengsaraan dan kegelapan hati." Hal itu dilakukan setan meskipun ia tidak memiliki kekuasaan terhadap kita, sehingga dapat mencabut kebebasn kita untuk memilih. Melainkan maksud dari perintahnya kepada perbuatan dosa, adalah bisikan-bisikannya yang setiap kali dilakukan mampu melemahkan iman manusia. Bila iman manusia melemah, gangguannya akan semakin mengena. Setan juga menyeru manusia untuk berbuat dosa dan juga menunjukkan justifikasinya. Berdusta atas nama Allah merupakan salah satu dari pembenaran perbuatan dosa yang mendorong manusia untuk melakukan perbuatan menyeleweng berdasarkan kebodohan dan khurafat dan selanjutnya untuk menjustifikasi perbuatannya tadi dan menisbatkannya kepada Allah.
Ayat ke-170: Artinya:
Dan apabila dikatakan kepada mereka, ikutilahh apa yang telah diturunkan Allah, mereka menjawab: "Tidak, tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari perbuatan nenek moyang kami, apakah mereka akan mengikuti juga, walupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk? Memelihara budaya dan tradisi nenek moyang merupakan suatu perkara yang bernilai, namun di tempat dimana tradisi itu berpijak kepada akal, pemikiran atau wahyu ilahi, bukannya kita mengikuti tradisi khurafat orang-orang terdahulu lantaran fanatisme. Salah satu dari jalan setan untuk menyusup dalam diri manusia, adalah taklid buta terhadap nenek moyang, dimana manusia sebagai ganti mentaati perintah-perintah ilahi, mereka melakukan tradisi-tradisi salah orang-orang terdahulu tanpa banyak pikir. Padahal mereka menyadari bahwa perbuatan tadi salah dan agama pun melarang mereka melakukan perbuatan tersebut. Ayat ke-171: Artinya:
Dan perumpamaan orang yang menyeru orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka oleh sebab itu mereka tidak mengerti. Ayat sebelumnya mengatakan, orang-orang kafir mengikuti secara buta akidah-akidah khurafat nenek moyang mereka, padahal orang-orang terdahulu memperoleh akidah-akidah tadi tidak berdasarkan wahyu dan pikiran. Ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang kafir, tidak berpikir dan berusaha untuk menemukan kebenaran. Mereka justru menutup mata dihadapan kebenaran, supaya tidak melihat dan mendengar. Persis seperti kambing-kambing, yang semakin penggembalanya menakut-nakuti kambing-kambing tersebut dengan satu bahaya, kambing-kambing tadi tidak memahami teriakan penggembal tadi kecuali teriakan dan suara keras. Mereka itu bagaikan hewan yang memiliki mata, telinga dan lidah, namun mereka tidak berpikir, dari itulahh, mereka tidak dapat mengerti kebenaran, dan cenderung kepada tradisi-tradisi salah nenek moyang mereka dan menerima serta melaksanakan apa yang dikatakan oleh nenek moyang mereka tanpa menambahi dan menguranginya. Kini mari kita lihat pelajaran-pelajaran yang dapat diambil dari ayat-ayat di atas:
1. Manusia bukanlah binatang yang menjadi budak perut, melainkan harus memenuhi keperluan makannya dalam kerangka hukum-hukum ilahi dari apa yang halal dan baik (tayyibah).
2. Siapa saja yang mengajak manusia kepada dosa dan perbuatan keji, ia adalah setan meskipun lahiriahnya berwajah manusia.
3. Mengikuti tradisi dan adat istiadat nenek moyang akan bernilai positif, bilamana berlandaskan kepada akal dan ilmu pengetahuan, jika tidak, pemindahan khurafat dari generasi ke generasi lain, tidak akan membuahkan sesuatu kecuali keterbelakangan dan kemunduran.
4. Nilai manusia terletak dalam akal dan pikirannya, karena kalau tidak, binatang juga memiliki mata dan telinga serta lisan.(IRIB) |
Agama Islam menurut saya sebagai orang yang agama, diturunkan untuk semua umat manusia di dunia yang berada dalam kesatuan bangsa-bangsa dan suku-suku yang memiliki budaya, adat-istiadat, tradisi dan seni.
BalasHapusAgama Islam dan Rosul Muhammad diturunkan ke Bumi untuk memperbaiki akhlak. Tidak untuk menghilangkan budaya, adat istiadat, tradisi dan seni melainkan untuk memeliharanya dengan nilai-nilai ajaran Islam yang menjauhkan dari perilaku musyrik dan syrik.
Setiap bangsa wajib memelihara, melestarikan dan mengembangkan budaya dan peradabannya dan secara sadar memelihara nilai-nilai budaya dan peradabannya sesuai dengan ajaran Islam Qur'an dan Al Hadits ).
Tugas kita sebagai makhluk Allah adalah mengaktualisasikan ajaran agama dalam hidup dan kehidupan kita dengan menggunakan akal dan pikirannya dalam keseluruhan aspek kehidupannya ( sosial, Budaya, politik , teknologi dan ilmu pengetahuan ).
Manusia dalam ikatan bangsanya dituntut untuk berlomba -lomba untuk beribadah dan beramal sholeh dan bersaing secara sehat dan produktif. Persaingan antara manusia sebaiknya adalah persaingan dalam bagaimana mengaktualisasikan ajaran agama islam dalam peri kehidupan dan bukan persaingan dalam ajaran agama atau dakwah.
Perbedaan pemahaman agama seharusnya tidak melahirkan perselisihan, pertengkaran dan bahkan permusuhan. Hal ini dapat menimbulkan perpecahan umat islam. Hal ini tentunya akan memberikan keuntungan bagi umat non-muslim.
Ag