Laman

Rabu, 19 Oktober 2011

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 224-232




Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 224-232
Ayat ke 224-225:
Artinya:
Janganlah kamu jadikan nama Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan mengadakan islah di antara manusia dan Allah maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud untuk bersumpah, tetapi Allah menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang disengaja untuk bersumpah oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha penyantun.


Sebagaimana dalam kitab-kitab tafsir, disebutkan, antara menantu dan anak perempuan salah seorang sahabat Nabi, terjadi perselisihan. Sahabat Nabi itu bersumpah, bahwa tidak akan ikut campur untuk menengahi dan mendamaikan mereka. Ayat ini kemudian turun dan menyatakan, janganlah kalian jadikan sumpah sebagai jalan untuk lari dari tanggung jawab. Yaitu mendamaikan masyarakat dan janganlah kalian berlepas tangan dari perbuatan-perbuatan baik lantaran sumpah-sumpah yang tidak pada tempatnya. Malah sumpah-sumpah semacam tadi secara dasarnya tidaklah memiliki nilai dan Allah memaafkan orang yang melanggarnya. Allah Swt mengampuni kekhilafan-kekhilafan yang muncul dari ketidaksadaran dan kosongnya pikiran.
Dari ayat ini, kita petik beberapa pelajaran bahwa:
1. Janganlah kita jadikan sumpah sebagai penghalang perbuatan baik, hendaknya nama Allah dimuliakan dan dihormati dan janganlah kita manfaatkan nama-nama Allah itu untuk urusan hina dan sepele.
2. Kalian hendaknya mencontohi Tuhan, yaitu memaafkan omongan atau ucapan yang dikeluarkan atas dasar kemarahan dan khilaf dan janganlah kalian membalas dendam kepadanya.
Artinya:
Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan lamanya. Kemudian jika mereka kembali kepada isterinya, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Salah satu dari kebiasaan buruk yang ada di kalangan orang Arab sebelum Islam, adalah sebagian laki-laki guna meletakkan istrinya dalam posisi sulit dan tertekan, mereka bersumpah untuk tidak mendatangi mereka dan membiarkan mereka tanpa kejelasan, bukannya diceraikan sehingga wanita itu bebas, dan tidak menjadi istri yang bermanfaat. Islam dalam rangka memerangi tingkah laku buruk ini, mengumumkan bahwa barang siapa bersumpah semacam ini, hanya berkesempatan empat bulan untuk memastikan nasib istrinya, atau mereka boleh melanggar janji dan kembali hidup seatap dengan istri-istri mereka kalau sudah tidak memungkinkan lagi hidup seatap, maka secara resmi, ia harus menceraikannya.
Dari ayat ini, kita dapat memetik beberapa pelajaran:
1. Salah satu dari tugas para Nabi adalah memutuskan tradisi-tradisi jahiliyah dan khurafat dalam rangka memperbaiki kondisi masyarakat.
2. Islam menerima penceraian dengan segala kepahitan dan penderitaannya, akan tetapi Islam menolak prilaku membiarkan wanita tanpa kejelasan nasibnya. Namun dengan syarat, perceraian yang ada maslahatnya untuk keluarga, bukannya perceraian yang berpijak pada perbudakan hawa nafsu laki-laki atau wanita yang nanti di Hari Qiyamat harus dipertanggung jawabkan.
3. Kendati pengaturan rumah tangga berada di pundak laki-laki, namun laki-laki tidak berhak bersikap arogan atau mengganggu istrinya.
Ayat ke-228:
Artinya:
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri(menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya , jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada isterinya. Dan Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana.
Ayat ini dalam rangka memelihara kehormatan keluarga dan anak anak, menjelaskan bahwa sekiranya terjadi perceraian, maka wanita mesti bersabar untuk tidak kawin dengan orang lain sehingga sekiranya mengandung anak dalam perutnya, maka dalam jangka waktu tiga bulan tersebut menjadi jelas dan hak anak terpelihara dan mungkin saja, bayi itu membuka peluang bagi menyelesaikan sengketa. Kedua, alangkah besar kemungkinannya, wanita dan laki-laki menyesali keputusan untuk berpisah dan menginginkan untuk memulai kembali kehidupan keluarga dan sudah barang tentu, suami pertama lebih utama dari laki-laki lain.
Bagian akhir ayat mengingatkan satu point penting kepada suami istri yang hendak berpisah sebagai jalan buat mencabut akar kebencian dan dendam serta mewujudkan ishlah antara mereka berdua. Pertama, al-Quran menyatakan kepada pihak lelaki, sekalipun istri-istri kalian memiliki tanggung jawab soal rumah tangga dan keluarga, namun sebesar itu pula, kalian para suami memiliki tanggung jawab kemanusiaan, yang harus kalian tunaikan dengan baik. Kemudian al-Quran mengatakan kepada pihak wanita, manajemen rumah tangga dan urusannya adalah tanggung jawab lelaki dan dalam hal ini, lelaki lebih utama dari wanita.
Ayat ke-229:
Artinya:
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma;ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya, itulah hukum hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya, barang siapa yang melanggar hukum hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zalim.
Menyusul ayat sebelumnya yang mengatakan, wanita harus bersabar selama tiga bulan setelah bercerai, sehingga kalau ada anak di perut dapat menjadi jelas dan jika pihak lelaki menyesali keputusannya untuk berpisah, maka memungkinkan baginya untuk kembali ke istrinya. Ayat ini menyatakan, kendati laki-laki hanya berhak menceraikan istrinya dua kali dan rujuk (kembali) kepadanya dan jika pada kali ketiga, maka tidak memungkinkan lagi baginya untuk kembali.
Kemudian al-Quran mengingatkan satu dasar umum ditujukan untuk laki laki yang diperlukan bagi mengatur keluarga bahwa hendaknya kalian serius menjalani kehidupan dan bermuamalah dengan istri secara terpuji dan baik, atau kalau karena berbagai alasan, kalian tidak mungkin melanjutkan hidup dengannya, maka bebaskanlah ia dengan baik, akan tetapi, kalian harus membayar mas kawinnya, namun sekiranya pihak istri yang menuntut cerai, maka ia dapat membebaskan pembayaran mas kawin tadi dan bercerai dengannya. Namun bagaimanapun juga, laki-laki tidak berhak menyempitkan kehidupan istrinya sehingga istrinya terpaksa merelakan mas kawinnya dan menuntut cerai darinya.
Dari ayat tersebut kita dapat memetik beberapa pelajaran:
1. Selain dari hak kemanusian istri, hak miliknya juga harus diperhatikan, dan laki-laki tidak boleh merampas harta dan mas kawin istrinya.
2. Bila mana perceraian sudah tidak dapat dihindari lagi, maka perceraian itu hendaknya disertai ihsan dan kebaikan bukan dengan kebencian dan dendam.
3. Keluarga bahagia, adalah keluarga yang hubungan antar anggotanya berlandaskan undang undang ilahi, akan tetapi jika hubungan itu berlanjut dengan dasar dosa, maka perceraian lebih baik dari berlanjutnya keluarga itu.
Ayat ke 230-232:
Artinya:
Kemudian jika sisuami mentalaknya (sesudah talak yang kedua). maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain itu menceraikan, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum hukum Allah. Itulah hukum hukum Allah, diterangkan -Nya kepada kaum yang mau mengetahui.
Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). Janganlah kamu merujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka, barang siapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri, janganlah kamu jadikan hukum hukum Allah sebagai permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang diturunkan Allah kepadamu yaitu al-kitab dan al hikmah, Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah maha mengetahui segala sesuatu.
Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis iddahnya, maka janganlah kamu(para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila terdapat kerelaaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.
Dikarenakan Islam menghormati keinginan-keinginan yang tidak melanggar syariat dan fitrah, maka agama sempurna ini menyambut baik segala bentuk ishlah (perdamaian) guna kembalinya wanita dan laki-laki serta pertumbuhan anak anak di pelukan orang tua, dengan itulah, islam mengijinkan, jika wanita kawin dengan lelaki lain, kemudian berpisah dengannya, dan bersepaham dengan suami pertamanya, ia boleh kembali membina rumah tangga dengan suami pertamanya itu dan tidak jauh kemungkinan, kehidupan itu menjadi manis dan harmonis. Jelas sekali, para wali wanita atau lain lainnya tidak berhak menghalangi atau melarangnya dan kesepakatan wanita dan lelaki itu sudah cukup untuk perkawinan kembali bagi syahnya akad nikah.
Dari ayat ini kita dapat memetik pelajaran bahwa, pendapat wanita dalam memilih suami harus dihormati dan diperlukan dan pada dasarnya, tonggak perkawinan adalah kesepakatan dan kerelaan dua pihak dengan cara terpuji dan baik.(IRIB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar