Laman

Rabu, 19 Oktober 2011

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 233-237

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 233-237
Ayat ke-233:
Artinya:
Para ibu hendaklah meyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seoragn ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan.





Keluarga adalah tonggak setiap masyarakat dan segala bentuk kegoncangan di dalamnya akan melahirkan problema dalam masyarakat itu. Anda ingat bahwa dalam ayat-ayat sebelum ini, pembalasan kita berkisar pada perceraian wanita dan laki-laki, dalam ayat ini nasib anak-anak khususnya para bayi setelah perceraian, akan dijelaskan. Ayat ini dengan memperhatikan emosional para ibu dan pentingnya pemberian air susu ibu (asi) untuk anak, menganjurkan penyusuan anak selama dua tahun penuh, sekalipun ibunya sudah bercerai dengan suaminya ataupun si ayah sudah meninggal dunia, ibu harus memperhatikan hak anak dan perselisihan antara dirinya dengan suaminya jangan menyebabkan terganggunya jasmani maupun jiwa anak.

Namun dibalik itu, si ayah juga memiliki tanggungjawab terhadap anaknya yaitu menyediakan keperluan makanan dan sarana kesejahteraan untuk istri dan juga anaknya dan janganlah merugikan mereka.

Dari ayat ini, kita dapat mengambil beberapa pelajaran:
1. Pemeliharaan anak adalah wajib hukumnya bagi kedua orang tua dan sekiranya terjadi perceraian, maka anak tidak boleh menjadi korban perceraian tadi.
2. Dalam pemerintahan Islam, lali-laki bertanggungjawab memenuhi keperluan-keperluan mendasar keluarga dan wanita tidak memiliki tanggungjawab mengenai pemenuhan biaya hidup.

Ayat ke-234:

Artinya:
Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya, beriddah empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka, menurut apa yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.

Selain perceraian, salah satu perkara yang menyebabkan perpisahan determinatif wanita dari suaminya, adalah kematian suaminya yang terjadi karena proses alamiah. Di kalangan berbagai kaum dan bangsa, dalam kasus di mana isteri ditinggal mati oleh suami mereka, terdapat sikap yang berbeda antara satu dengan lainnya. Sebagian berkeyakinan bahwa apabila suami meninggal, istri harus ikut meninggal dengan dikuburkan hidup-hidup bersama suaminya dan sebagaian kaum lainnya melarang istri yang ditinggal mati suaminya untuk kawin lagi, sementara sebaliknya, ada yang membolehkan istri yang ditinggal mati oleh suaminya langsung kawin lagi dengan laki-laki lain.

Di tengah-tengah ifrat dan tafrit (ekstrim berlebihan dan berkurangan), agama Islam guna memelihara kehormatan bekas suami yang meninggal dan menentukan kehamilan si istri, memandang pentingnya menunggu untuk beberapa masa. Namun Islam mengizinkan kepada wanita itu setalah selesai masa penungguan (iddah) untuk berkawin dengan laki-laki yang ia sukai dan ia tidak perlu memperhatikan pandangan dan pendapat orang lain.

Ayat ke-235:

Artinya:
Dan tidak ada dosa bagimu meminang wanit-wanita itu dengan sendirian atau kamu mnyembunyikan keinginan mengawini mereka dalam hatimu, Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadkaan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan kepada mereka perkataan yang ma'ruf. Dan janganlah kamu ber'azam bertetap hati untuk beraqad nikah sebelum habis iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepadaNya dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.

Sebagai lanjutan ayat sebelumnya yang mengizinkan para istri yang ditinggal mati suami mereka untuk berkawin lagi sesuai dengan yang diinginkan, ayat ini menyatakan, sekalipun akad pernikahan tidak diperbolehkan dalam masa terbatas yang dijelaskan tadi, namun tindakan kaum lelaki untuk meminang dan berunding sebagaimana wajarnya sebelum perkawinan, bukanlah perkara yang dilarang. Akan tetapi dengan syarat pertemuan-pertemuan tadi dilakukan dalam bingkai yang sesuai dan baik serta cocok dengan kondisi istri yang sedang berkabung dan berduka karena ditinggal mati suaminya.

Dari ayat ini kita dapat memetik pelajaran:
1. Islam adalah agama fitrah. Setiap manusia secara fitrah cenderung utnuk kawin. Oleh karena itu, Islam bukan hanya tidak menentang keinginan ini, melainkan juga menyediakan peluang yang seirama dengan syariat sebelum perkawinan.
2. Hendaknya, janji dan pertemuan-pertemuan rahasia untuk perkawinan dan juga perkataan dan prilaku yang tidak senonoh dihindari sebelum perkawinan.

Ayat ke 236-237:

Artinya:
Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.

Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan.

Dua ayat ini menekankan soal pemeliharaan hak istri saat perceraian dan menyatakan, seandainya dalam catatan perkawinan, kalian tidak menentukan mas kawin, maka dengan kalian memberikan hadiah yang sesuai sekadar kemampuan keuangan kalian, maka hadiah itu dapat mengobati kepahitan perceraian, dan ini adalah cara orang-orang yang baik dan saleh. Dan jika kalian telah menentukan jumlah mas kawin dan kalian telah menggauli mereka, maka kalian harus memberikannya secara penuh, kendati satu hari, dan jika kalian belum mencampuri mereka, maka lebih baik juga kalian berikan mas kawinnya secara penuh dan ini menandakan kedermawanan dan kemuliaan diri, dan paling tidak, anda berikan separuh atau sebagian darinya.

Dari ayat ini kita petik pelajaran bahwa keluarga Qur'ani adalah keluarga yang sekalipun telah bercerai, mereka tidak melupakan akhlak dan kemuliaan insani. Dalam perceraian atau talaq, kedua pihak selain harus menunaikan hak yang wajib, mereka dianjurkan supaya berpisah dengan kebesaran diri dan pengorbanan, bukannya dengan kebencian dan dendam serta pemberontakan. (IRIB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar