Tafsir Surat Ali Imran Ayat 7-12 Ayat ke-7Artinya:
Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.
Dalam ayat ini, disinggung soal ayat-ayat muhkam dan mutasyabih. Ayat-ayat muhkam adalah ayat-ayat yang makna dan maksudnya jelas seperti ayat "Qul Huwwallahu Ahad" artinya Tuhan Maha Esa. Ayat ini adalah dasar al-Quran yang menjadi rujukan dan penjelas ayat-ayat lainnya. Adapun ayat-ayat mustasyabih adalah ayat-ayat yang artinya rumit dan banyak sekali terdapat kemungkinan dalam ayat jenis ini seperti, "Yadullohu fauqa aydihim", artinya tangan Allah berada di atas tangan mereka. Jelas sekali bahwa Tuhan tidak memiliki badan sehingga punya tangan dan kata tangan dalam ayat ini merupakan kinayah dari pada kekuasaaan. Secara umumnya, Allah Swt telah menjelaskan pengetahuan-pengetahuan yang tinggi dan realita -relaita yang besar di alam ini untuk kepahaman masyarakat secara umum selagi memungkinkan dalam bingkai bahasa yang mudah dan lafad-lafad al-Quran . Walaupun demikian, untuk memahami sebagian realita seperti sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan Tuhan bagi kebanyakan manusia adalah perkara yang sulit dan hanya para ulama dan cendekiawan dan orang-orang yang berhati bersih yang dapat memahami batin lafad-lafad tersebut. Namun orang-orang yang berusaha menyesatkan orang lain, mereka meninggalkan ayat-ayat yang jelas dan cenderung kepada ayat-ayat semacam ini (mutasyabih) dengan tujuan memutarbalikkan kebenaran dan dengan jalan ini, mereka dapat menggapai tujuannya. Mereka ingin menisbatkan pandangan dan pendapatnya kepada ayat dengan jalan tafsir bir ra'yu (menafsirkan semaunya sendiri) dan mereka mengatakan, "Apa yang kami katakan, juga didukung oleh al-Quran, atau pendapat kami adalah pendapat al-Quran, dan dengan jalan ini, mereka menisbatkan akidah sesat mereka kepada al-Quran". Padahal Allah Swt di bagian terakhir ayat mengingatkan, hanya orang-orang yang mendalami ilmu (rasikhuna fil ilm) yaitu para Nabi dan Auliya yang mengetahui takwil (hakikat al-Quran) dan hanya merekalah yang dapat menjelaskan takwil al-Quran kepada masyarakat. Firman-firman Tuhan yang bersumber dari ilmunya yang tidak terbatas memerlukan para penafsir yang telah menimba ilmu Tuhan dan mampu memahami maksud Tuhan. Dari ayat ini, kita dapat memetik beberapa pelajaran:
1. Sebagian ayat al-Quran memiliki makna dan pengertian yang sangat tinggi. Hanya para cendekiawan yang sejati dan mencari kebenaran yang punya jalan untuk memahami segala maksud Tuhan. Maka apa yang kita tidak mengerti, janganlah kita ingkari dan selewengkan.
2. Sebagian orang menyebarluaskan akidah-akidah yang sesat dengan nama Islam dan al-Quran. Kita harus cermat sehingga dapat mengambil air dari sumbernya yaitu penjelasan Nabi dan keluarga sucinya.
3. Fitnah bukan hanya terbatas dengan membangkitkan pertikaiaan, melainkan fitnah yang terbesar adalah menyelewengkan hakikat agama dan tafsir bir ra'yu ayat-ayat al-Quran. Ayat ke 8-9: Artinya:
(Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)" "Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya". Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji. Pada ayat sebelum ini, telah dibicarakan bahwa para cendikiawan di hadapan ayat-ayat al-Quran ada dua golongan, sekelompok yang menyeleweng dan berupaya menyelewengkan makna-makna al-Quran sehingga menisbatkan masalah-masalah yang merupakan pendapatnya kepada kitab Samawi. Dan sekelompok lain yang memiliki ilmu yang sejati dan mendapatkan kedalaman makrifat, kelompok ini pasrah seratus persen kepada Allah dan perintah-perintahnya tanpa mewujudkan penyelewengan dari ayat-ayat, mereka sampai kepada hakikat ayat dan menjelaskannya sekiranya diperlukan. Namun manusia senantiasa berada dalam bahaya penyelewengan, oleh karenanya dalam ayat ini orang-orang yang (rasikh) mendalam ilmunya, walaupun mereka berilmu dan beriman, namun mereka menghendaki dari Allah agar memelihara jiwa-jiwa mereka dari segala bentuk kecenderungan kepada penyelewengan sehingga tidak terjerat kepada apa yang kelompok pertama terlilit olehnya. Mereka senantiasa melihat kiamat di depan matanya dan tidak menisbatkan sesuatu kepada Allah tanpa dalil atau argumentasi, karena mereka tahu apa yang mereka katakan, harus mereka jawab di pengadilan Tuhan kelak itupun pengadilan yang tak bisa dipungkiri. Pengingkaran janji terjadi karena lupa atau penyesalan, atau kelemahan atau takut, yang mana tak satupun dari semua itu yang dapat masuk dalam Zat Allah Swt. Dari ayat itu, kita dapat petik beberapa pelajaran:
1. Janganlah kita sombong dengan ilmu dan iman. Betapa banyak cendikiawan yang berkhianat dimana semestinya mengabdi dan betapa banyak orang-orang Mukmin yang akhirnya mati dalam keadaan kafir dan tak beragama.
2. Petanda ilmu yang sejati adalah perhatian kepada Allah menyatakan kelemahan di sisi Tuhan dan meminta bantuan darinya. Ayat ke 10-11 dan 12: Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mereka, sedikitpun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka. Dan mereka itu adalah bahan bakar api neraka, (keadaan mereka) adalah sebagai keadaan kaum Fir'aun dan orang-orang yang sebelumnya; mereka mendustakan ayat-ayat Kami; karena itu Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Dan Allah sangat keras siksa-Nya. Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: "Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka Jahannam. Dan itulah tempat yang seburuk-buruknya". Allah Swt dalam ayat yang ditujukan kepada Rasul dan Muslimin ini berfirman bahwa kekayaan dan kekuatan serta kabilah kuffar janganlah membuat kalian keheranan. Semua itu hanya di dunia dan pada hari kiamat tak satupun dari perkara itu yang dimiliki kaum kuffar, karena badan orang-orang kafir nanti menjadi kayu bakar jahanam dan tidak ada yang dapat menjauhkan mereka dari api neraka.
Kemudian Allah Swt memperingatkan Muslimin janganlah kalian pikir, hanya dalam zaman kalian, terdapat orang-orang kafir dengan Tuhan dan kitab-Nya dan memerangi kalian, melainkan sepanjang sejarah berbagai orang memerangi kebenaran, namun mereka tidak mampu menghapuskan kebenaran, melainkan mereka sendiri yang musnah. Bahkan Fir'aun yang merupakan simbol kekuatan tidak dapat bertahan menghadapi kemurkaan Allah walaupun sedetik. Ayat terakhir sejenis ramalan al-Quran yang Allah beritakan kepada Nabi-Nya bahwa dengan segera orang-orang musyrik dan kuffar Mekkah dan Madinah telah tertumpas di tangan kalian dan sampai kepada hukuman kekafiran mereka. Dari ayat ini kita petik beberapa pelajaran:
1. Janganlah kita menambat hati kepada anak dan harta serta keluarga, karena orang-orang kafirlah yang memandang kekayaan dalam harta dan anak.
2. Pemikiran-pemikiran berbau kufur dan amalan-amalan batil menghancurkan esensi manusia sehingga pada titik, dimana manusia berada sejajar dengan tumbuh-tumbuhan dan menjadi bahan bakar api.
3. Melakukan perbuatan dosa adalah buruk, namun lebih buruk dari itu, manakala dosa telah menjadi kebiasaan manusia yang bila seperti ini, akan berakibat sangat buruk.
4. Kufur akan mengalami kekalahan dan akhirnya kemenangan yang menang. (IRIB) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar