Laman

Selasa, 11 Oktober 2011

Abdullah bin Saba adalah tokoh fiktif karya Saif bin Umar yang zindik, riwayatnya dianggap lemah, dan dia fasik


Saif bin Umar sebagai satu-satunya sumber yang meriwayatkan tentang Abdullah bin Saba adalah sesorang yang pembohong dan oleh sebagian dianggap zindik, juga riwayat-riwayatnya dianggap lemah. Dengan demikian, jelaslah bahwa Abdullah bin Saba adalah tokoh fiktif dalam sejarah Islam. Hal ini didasarkan bukan hanya karena adanya Saif bin Umar dalam jalur sanadnya, tetapi juga karena Saif bin Umar adalah seseorang yag terkenal zindiq dan fasik.

.
Web ini bukan berniat untuk menyebar Syiah, tetapi lebih kepada menjawab fitnah yang dilemparkan terhadap mazhab ini dan penganutnya. Fitnah wajib dijawab dan saya tidak akan biarkan ia berterusan. Jika tidak suka saya membongkar fitnah ini, mulakanlah dengan berhenti menebar fitnah. Kepada yang bukan Syiah, anda dilarang melawat laman ini, jika anda berkeras, maka saya tidak akan bertanggungjawab atas pencerobohan akidah anda
.
Pada pertengahan abad kedua Hijrah muncul dua buah buku berjudul al-Futuh al-Kabir wa ar-Riddah dan al-Jamal wa Masiri ’Ali wa Aisyah, yang ditulis Saif bin ’Umar Tamimi (w. 170 H.). Para penulis sejarah Islam, terutama Thabari (w. 310 H.), Ibn ’Asakir (w. 571 H.), Ibn Abi Bakr (w. 741 H.) dan Dzahabi (w. 748 H.) mengutip riwayat dari Saif Tamimi (tanpa menya­takan penilaian tentang kesahihannya). Orang-orang lain mengutip dari Thabari dan lain-lain itu, hingga semua seperti ’telah sepakat” menerimanya tanpa pertanyaan atau memeriksa keabsahannya.
Seorang ulama ahli sejarah, Murtadha al-’Askari, meneliti riwayat tentang tokoh ’Abdullah bin Saba’ ini dan setelah menelusuri nama­nya, ia berkesimpulan bahwa tak ada seorang ulama jarh dan ta’dil yang turut menyebarkan cerita Saif bin Umar Tamimi khususnya tentang ’Abdullah bin Saba’.
la juga mendapatkan bahwa setidaknya ada 13 ulama ahli jarh dan ta’dil yang jadi anutan mazhab Sunni yang memberi penilaian tentang berita yang diriwayatkan oleh Saif bin Umar Tamimi, dengan menyatakan sebagai berikut:
1. Yahya bin Mu’in (w. 233 H.): “Riwayat-riwayat Saif bin Umar Tamimi lemah dan tidak berguna.”
2. Nasa’i (w. 303 H.) di dalam kitab Shahih-nya, “Riwayat-riwayat Saif bin Umar Tamimi lemah, riwayat-riwayat itu harus diabaikan karena ia orang yang tidak dapat diandalkan dan tidak patut di percaya.”
3. Abu Daud (w. 316 H.) mengatakan, “Tidak ada harganya, Saif bin Umar Tamimi seorang pembohong (Al-Khadzdzab).”
4. Ibn Abi Hatim (w. 327 H.) mengatakan bahwa, “Mereka telah meninggalkan riwayat-riwayat Saif bin Umar Tamimi.”
5. Ibn AI-Sakan (w. 353 H.), “Lemah.” (dhaif).
6. Ibn ’Adi (w. 365 H.), “Lemah, sebagian dari riwayat-riwayat Saif bin Umar Tamimi terkenal namun bagian terbesar dari riwayat-riwayatnya mungkar dan tidak diikuti.”
7. Ibn Hibban (w. 354 H.), “Saif bin Umar Tamimi terdakwa sebagai zindiq dan memalsukan riwayat-riwayat.”
8. AI-Hakim (w. 405 H.), “Riwayat-riwayat Saif bin Umar Tamimi telah ditinggalkan, ia dituduh zindiq.”
9. Khatib al-Baghdadi (w. 406 H.) tidak memercayainya.
10. Ibn ’Abdil Barr (w. 463 H.) meriwayatkan dari Abi Hayyam bahwa “riwayat-riwayat Saif bin Umar Tamimi telah ditinggalkan; kami menyebutnya bahwa sekadar untuk diketahui saja.”
11. Safiuddin (w. 923 H.): “Dianggap lemah (dhaif).
12. Fihruzabadi (w. 817 H.) di dalam Tawalif menyebutkan Saif bin Umar Tamimi dan lain-lain mengatakan bahwa mereka itu lemah (dha’if).
13. Ibnu Hajar (w. 852 H.) setelah menyebutkan salah satu dari riwayat-riwayatnya menyebutkan bahwa riwayat itu disampaikan oleh musnad-musnad yang lemah, yang paling lemah di antaranya (assyadduhum) ialah Saif bin Umar Tamimi.
Ulama-ulama di atas ini adalah para peneliti perawi (orang yang meriwayatkan) dan menilai sampai di mana ia dapat dipercaya. Mereka menyusun kitab semacam ensiklopedia atau biografi lengkap tentang para perawi yang disebut Kitab Rijal seraya memberikan penilaian tentang dapat dipercayai atau tidaknya seorang perawi, dan sebagainya.
“Perawi” yang namanya tidak terdapat dalam berbagai Kitab Rijal itu berarti tidak ada. Fiktif atau majhul.
Mereka mengingatkan umat Islam bahwa Saif bin Umar Tamimi tak dapat dipercayai. Riwayat-riwayatnya dhaif, lemah (1, 5, 6, 11, 12, 13), tidak diikuti (6), telah ditinggalkan (4, 6, 8, 10), tak berguna (1), tak ada harganya (3) tak dapat diandalkan (2), tak dapat dipercaya (9, 2), hares diabaikan (2), mungkar (6), pemalsu (7), kadzdzab (3), yakni pendusta, penipu. la terdakwa zindiq, (7, (*) yakni berpura-pura Muslim.
Allamah Murtadha al-’Askari menelusuri riwayat-riwayat dari Saif bin Umar Tamimi dan melihat jelas perbedaan riwayat dari Saif dengan riwayat orang lain.
Beliau menemukan bahwa Saif dengan sengaja mengada-adakan cerita untuk mengadu domba kaum Muslimin dan menodai kemurnian Islam.
Beliau juga menemukan bahwa Saif telah mengada-adakan perawi yang menjadi sumber beritanya. Sejarawan ini pun menemukan dalam buku-buku Saif 150 Sahabat Rasul yang direkayasa oleh Saif bin Umar Tamimi, yang pada hakikatnya tidak pernah ada di dalam sejarah.
Sebagai hasil penelitiannya, Murtadha al-‘Askari menulis 2 buah kitab: ’Abdullah bin Saba’ wa Asathir Ukhra (’Abdullah bin Saba’ dan Mitos lainnya) dan Khamsun wa Miatu Shahabi Mukhtalaq (150 Shahabat Fiktif).
Kitab-kitab itu (masing-masingnya 2 jilid) diterbitkan di Najaf (Iraq) tahun 1955, kemudian diterbitkan lagi di Beirut dan Mesir.
Hasil penelitian Murtadha al-’Askari ini telah menimbulkan berbagai reaksi, antara lain:
- Kaum cendekiawan menyambutnya dengan hangat karena sejak lama merasakan keganjilan kisah mengenai ’Abdullah bin Saba’ sebagai tambalan yang tak sesuai dan merupakan interpolasi sejarah.
- Kalangan Syi’ah yang selama ini dituduh sebagai penganut aliran ’Abdullah bin Saba’, dan cerita ini sangat sering digunakan sebagai alat pemukul terhadap Syi’ah.
- Kalangan yang menghendaki pendekatan Sunnah-Syi’ah dan Persatuan Umat dan Ukhuwwah Islamiyyah.
Sebaliknya, hasil riset Murtadha al-Askari ini telah menimbulkan reaksi hebat dari kalangan-kalangan lain. Yang paling mencolok adalah reaksi para pembenci Syi’ah, terutama kaum Wahabi-Salafi.
Ketika seorang muslim yang bukan Syi’ah membaca buku-buku anti-Syi’ah yang mengatakan bahwa mazhab Syi’ah itu berasal rekayasa ’Abdullah bin Saba’ menjadi takjub bahwa :
- Betapa hebatnya Abdullah bin Saba yang merupakan tokoh setani yang sedemikian kejinya dan sedemikian hebatnya bisa mengadu domba Umat Islam selama lebih 1.000 tahun ini, dan konon bahkan bisa mempermainkan para Sahabat besar Nabi saw seperti Thalhah, Zubair, Ammar bin Yassir, bahkan ‘Aisyah istri nabi pun bisa dikibulinya.
Yang lebih ajaib lagi, lelaki yang muncul dari negeri antah barantah ini bisa mendirikan sebuah mazhab yang dianut jutaan manusia dan sanggup bertahan hidup selama belasan abad, melintasi pengalaman-pengalaman sejarah yang jarang ditemukan pada penganut mazhab atau agama lainnya.
Dan, bahkan mazhab ini memiliki para ulama, ahli pikir dan ilmuwan yang diakui di mana-mana, seperti Thabathaba’i, Muthahhari, Baqir Sadr, Syari’ati dan sederetan panjang lainnya.
Kita juga akan tak habis pikir bagaimana seorang Ahmadinejad, Presiden Iran yang terkenal berani menantang hegemoni AS dan Zionis Yahudi ini ternyata juga salah seorang penganut mazhab Abdullah bin Saba? Aneh bin ajaib!
Buku-buku anti Syiah selalu disebarkan oleh Kerajaan Saudi Arabia melalui lembaga-lembaga (seperti LIPIA, misalnya) yang tersebar di seluruh dunia dengan sekte mereka Wahabi-Salafinya memfitnah bahwa Syiah :
- berasal dari Abdullah bin Saba
- memiliki Al-Quran yang berbeda dengan saudara mereka Ahlus Sunnah.
- dan masih banyak lagi fitnah-fitnah keji mereka yang tiada henti.
Namun kita senantiasa bersyukur bahwa Allah SWT tidak akan tinggal diam bersama para pejuang kebenaran, baik dari kalangan Muslim Sunni maupun Syiah untuk terus melawan kejahatan mereka, para antek AS dan Zionis Yahudi!
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Walillahi ilhamd!
Allahumma sholli ‘ala Muhammadin wa aali Muhammad!
.
Abdullah bin Saba adalah nama seorang tokoh yang tidak asing lagi di telinga kita, terutama di kalangan para intelektual, cendekiawan Islam dan orang-orang yang memiliki minat untuk menggeluti persoalan madzhab dan firqah dalam Islam
Abdullah bin Saba didaulat sebagai tokoh pendiri madzhab syi’ah yang menurut sebagian buku seperti Tarikh Milal wa Nihal madzhab syiah didirikan olehnya pada masa khalifah Utsman bin Affan.[1] Namun demikian, klaim ini tentunya bisa kita pertanyakan dan tinjau kembali sejauh mana kebenarannya. Karena sebagaimana yang akan dibahas nanti bahwa sumber primer yang dijadikan rujukan dalam menukil tokoh ini berasal dari satu sumber. Dan sumber inipun oleh beberapa sejarawan serta muhaditsin tidak diterima keabsahannya.
Berdasarkan hal tersebut, pertanyaan mendasar yang mesti diajukan, apakah Abdullah bin Saba merupakah tokoh nyata dalam sejarah islam ataukah sekedar tokoh fiktif yang sengaja dibuat untuk kepentingan tertentu.
Tulisan singkat ini dimaksudkan untuk mencoba meninjau kembali kebenaran tokoh Abdullah bin Saba tersebut.
Sekilas Tentang Abdullah bin Saba dan Pemikirannya
Lebih dari seribu tahun lamanya para sejarawan (lama maupun kontemporer) dalam kitabnya telah mencatat riwayat-riwayat mencengangkan mengenai Abdullah bin Saba dan Sabaiyun (pengikut Abdullah bin Saba). Lantas siapakah sebenarnya Abdullah bin Saba? Bagaimanakah pemikirannya serta apa yang telah dilakukannya?
Dibawah ini beberapa riwayat ringkas dari para sejarawan mengenai Abdullah bin Saba:
Seorang Yahudi dari Shan’a di Yaman yang pada zaman khalifah ketiga pura-pura masuk Islam dan secara sembunyi-sembunyi membuat sebuah gerakan untuk memecah belah ummat Islam. Ia melakukan berbagai perjalanan ke kota-kota besar islam seperti Kufah, Basrah, Damsyik, dan Mesir sambil menyebarkan suatu kepercayaan akan kebangkitan Nabi Muhammad SAW sebagaimana akan kembalinya Nabi Isa As. Dan sebagaimana para nabi sebelumnya memiliki washi (pengganti), Ali adalah washi dari Nabi Muhammad SAW. Dia penutup para washi sebagaimana Muhammad SAW sebagai penutup para nabi, dan menuduh Utsman dengan zalim telah merampas hak washi ini darinya, serta mengajak masyarakat untuk bangkit mengembalikan kedudukan washi tersebut pada yang berhak.2
Sejarahwan menyebut tokoh utama dari cerita tersebut di atas adalah Abdullah bin Saba dengan laqab “Ibn Ummat Sauda” –Anaknya budak hitam- mereka mengatakan Abdullah bin Saba mengirimkan para muballighnya ke berbagai kota dan dengan dalih amar ma’ruf nahi munkar memerintahkan pada mereka untuk melumpuhkan para pemimpin di kota-kota tersebut. Kaum muslimin pun banyak yang mengikutinya dan membantu mensukseskan rencananya.
Mereka mengatakan Sabaiyun (sebutan untuk para pengikut Abdullah bin Saba) dimana saja berada dalam rangka memuluskan rencananya, mereka memprovokasi serta menghasut masyarakat untuk melawan pemerintah dan menulis surat kritikan terhadap pemerintah, tidak hanya itu, surat inipun dikirimkan ke berbagai daerah lain. Propaganda dan agitasi yang dilakukan oleh kelompok sabaiyun ini akhirnya membuahkan hasil yaitu dengan berdatangannya sebagian dari kaum muslimin ke madinah untuk memblokade serta mengepung rumah khalifah ketiga (Ustman bin Affan) dan berakhir pada terbunuhnya khalifah di tangan mereka. Yang kesemuanya ini berada dibawah kepemimpinan kelompok sabaiyun.
Setelah kaum muslimin menyatakan bai’atnya pada Ali , Aisyah (ummul mukminin) beserta Talhah dan Zubair untuk menuntut terbunuhnya Utsman bergerak menuju Bashrah. Di luar kota Bashrah antara Ali dengan Talhah dan Zubair sebagai pemimpin pasukan Aisyah dalam perang Jamal melakukan perundingan. Hal ini diketahui oleh kelompok Sabaiyun bagi mereka jika perundingan dan kesepahaman ini sampai terjadi penyebab asli dari terbunuhnya khalifah ketiga yang tiada lain adalah mereka sendiri akan berdampak negatif terhadap mereka. Oleh karena itu, malam hari mereka memutuskan untuk menggunakan cara apapun yang bisa dilakukan agar perang tetap terjadi. Akhirnya mereka menyusup masuk pada kedua kelompok yang berbeda. Pada malam hari ditengah kedua pasukan dalam kondisi tertidur dan penuh harap agar perang tidak terjadi, kelompok sabaiyun yang berada di pasukan Ali melakukan penyerangan dengan memanah pasukan Talhah dan Zubair, dan sebaliknya akhirnya perangpun antara kedua belah pihak tidak bisa terhindarkan lagi.3
Sumber Riwayat Abdullah bin Saba
Untuk lebih mengetahui siapakah sebenarnya Abdullah bin Saba, alangkah baiknya jika kita melihat sebagian pendapat para sejarawan dalam menceritakan sosok Abdullah bin Saba dan sumber yang digunakannya, yang pada akhirnya kita akan bermuara pada sumber asli penukilan dari cerita Abdullah bin Saba tersebut.
1. Sayyid Rasyid Ridha
Sayyid Rasyid Ridho dalam bukunya (Syi’ah wa Sunni, hal. 4-6) mengatakan bahwa pengikut syiah memulai perpecahan antara dien dan politik di tengah ummat Muhammad Saw, dan orang yang pertama kali menyusun dasar-dasar syiah adalah seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba yang berpura-pura masuk Islam, dia mengajak masyarakat untuk membesar-besarkan Ali, sehingga terciptalah perpecahan dikalangan ummat, dan telah merusak dien dan dunia mereka.
Cerita ini pun terus berlanjut sampai halaman enam kemudian dia mengatakan apabila seseorang ingin mengetahui peristiwa perang Jamal, lihatlah kitab Tarikh Ibnu Atsir, Jilid 3, hal.95-103, maka akan ditemukan sejauhmana peran Sabaiyun dalam memecah belah ummat, dan secara mahir memainkan perannya serta tidak mengizinkan terjadinya perdamaian diantara keduanya (kelompok Ali dan Aisyah).
Dengan demikian dapat diketahui bahwa Sayyid Rasyid Ridlo mengutip cerita ini dari kitab Tarikh Ibnu Atsir.
2. Ibnu Atsir (w. 732 H)
Ibnu Atsir (w. 630 H.Q) menuliskan secara sempurna tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi sekitar tahun 30-36 H tanpa menyebutkan sumber-suber yang dijadikan rujukannya, namun dalam prakata bukunya Tarikh al-Kamil ia mengatakan “Saya telah mendapatkan riwayat-riwayat ini dari kitab Tarikhul Umam wa Al-Muluk yang ditulis oleh Abu Ja’far Muhammad Thabari.
3. Ibnu Katsir (w. 747 H)
Ibnu Katsir (w.774 H.Q) dalam bukunya yang berjudul Al-Bidayah wa Al-Nihayah meriwayatkan cerita Abdullah bin Saba dengan menukil dari Thabari dan pada halaman 167 dia mengatakan:
“Saif bin Umar mengatakan: sebab dari penyerangan terhadap Utsman adalah karena seorang yahudi yang bernama Abdullah bin Saba yang mengaku islam dan dia pergi menuju Mesir kemudian membentuk para muballig dan …” Kemudian cerita Abdullah bin Saba dengan seluruh karakteristiknya terus berlanjut sampai halaman 246 kemudian dia mengatakan :
“Demikianlah ringkasan yang dinukil oleh Abu Ja’far Thabari”
4. Ibnu Khaldun
Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun dalam bukunya yang berjudul Al-Mubtada’ wa Al-Khabar sebagaimana Ibnu Atsir dan Ibnu katsir dalam menceritikan Abdullah bin saba telah mengutip dari Thabari. Dia setelah menukil peristiwa perang jamal (jilid 2, hal 425) mengatakan:
“Demikianlah peristiwa perang jamal yang diambil secara ringkas dari kitabnya Abu Ja’far Thabari…”
5. Thabari (w. 310 H)
Tarikh Thabari adalah kitab sejarah yang paling lama yang menjelaskan cerita Abdulah bin Saba disertai dengan para perawi dari cerita tersebut. Semua kitab sejarah yang ada setelahnya dalam menjelaskan cerita Abdulah bin Saba menukil dari Tarikh Thabari. Oleh karenanya kita harus melihat dari manakah dia menukil cerita tersebut serta bagaimanakah sanadnya?
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Thabari Amuli (w. 310 H) cerita sabaiyun dalam kitabnya Tarikh Al-Imam wa Al-Muluk hanya menukil dari Saif bin Umar Tamimi Kufi. Ia merujuk hanya sebagian dari peristiwa-peristiwa itu, sebagai berikut :
Pada tahun yang sama (yakni 30 H) peristiwa mengenai Abu Dzar dan Muawiyah, dan pengiriman Abu Dzar oleh muawiyah dari Syam ke Madinah. Banyak hal yang dikatakan tentang peristiwa itu, tetapi saya tidak mau menuliskannya, sebagaimana Sari bin Yahya telah menuliskannya buat saya demikian:
“Syu’aib bin Ibrahim telah meriwayatkan dari Saif bin Umar:”…Karena Ibnu Sauda sampai ke Syam (Damsyik) dia bertemu dengan Abu Dzar dan berkata: Wahai Abu Dzar! Apakah kamu melihat apa yang sedang dilakukan oleh Muawiyah?.. Kemudian Thabari cerita Ibnu Saba hanya menukilnya dari Saif dan dia mengakhiri penjelasannya mengenai keadaan Abu Dzar dengan mengatakan :”Orang-orang lain telah berbicara banyak riwayat pembuangan Abu Dzar, tetapi saya segan menceritakannya kembali”
Mengenai peristiwa-peristiwa dalam tahun-tahun 30-36 H, Thabari mencatat riwayat bin Saba dan kaum sabaiyah, pembunuhan Utsman serta peperangan jamal dari Saif. Dan Saif adalah satu-satunya orang yang dapat dikutipnya.
Thabari meriwayatkan kisahnya dari Saif melalui dua orang:
1. ‘Ubaidillah bin Sa’id Zuhri dari pamannya Ya’qub bin Ibrahim dari Saif.
Dari jalur-jalur ini riwayat-riwayat tersebut dia mendengar dari ‘Ubaidillah dan menggunakan lafadz “Haddatsani atau Haddatsana” yaitu diceritakan kepada saya atau diceritakan kepada kami.
2. Sari bin Yahya dari Syu’aib bin Ibrahim dari Saif.
Thabari dalam jalur sanad ini hadits-hadits Saif diambil dari dua bukunya yang berjudul Al-Futuh dan Al-Jamal, dengan dimulai oleh kata Kataba ilayya (ia menulis kepada saya), Haddatsani (ia meriwayatkan kepada saya) dan Fi Kitabihi Ilayya (dalam suratnya kepada saya)4
Dengan demikian dari beberapa sumber di atas sebagai sumber rujukan dalam menceritakan Abdullah bin Saba semuanya pada akhirnya merujuk pada apa yang diriwayatkan oleh Thabari dalam buku masyhurnya Tarikh Thabari. Namun demikian, ada juga beberapa sejarahwan lain yang meriwayatkan Abdullah bin Saba dan kaum Sabaiyun tidak mengutip dari Thabari, tetapi langsung mengutipnya dari Saif, mereka adalah :
1. Ibnu ‘Asakir (w. 571 H)
Ibnu ‘Asakir mencatat dari sumber lain. Dalam bukunya Tarikh Madinah Damsyik , ketika ia menulis tentang biografi Thalhah dan Abdulah bin Saba, dia telah mengutip bagian-bagaian dari cerita-cerita tentang kaum Sabaiyah melalui Abul Qasim Samarqandi dan Abul Husain Naqqur dari Abu Thaher Mukhallas dari Abu Bakar bin Saif dari Sari dari Syu’aib bin Ibrahim dari Saif.
Jadi sumbernya adalah Sari, salah satu dari dua jalur yang telah dikutif Thabari.
2. Ibnu Abi Bakr (w. 741 H)
Bukunya At-Tamhid telah dijadikan sumber dan dinukil oleh beberapa penulis. Buku itu meriwayatkan pembunuhan terhadap Khalifah Utsman. Dalam bukunya itu disebutkan buku Al-Futuh karangan Saif.5
3. Dzahabi
Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman Dzahabi (w. 748 H) dalam kitabnya yang berjudul Tarikh Al-Islam meriwayatkan sebagaian riwayat mengenai Abdullah bin Saba. Ia memulai dengan menukil dua riwayat dari Saif yang sebelumnya oleh Thabari tidak dinukil. Dia mengatakan:
“Berkata Saif bin Umar bahwa Athiyyah mengatakan, bahwa Yazid Al-Faq’asi mengatakan ketika Abdullah bin Saba pergi ke Mesir…”6
Dari beberapa sumber riwayat di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa sebagian besar sejarahwan pasca Thabari dalam meriwayatkan sejarah mengenai Abdullah bin Saba semuanya bersumber dari buku Tarikh Thabari. Sementara hanya sebagian kecil saja dari sejarahwan yang langsung menukil riwayat mengenai Abdulah bin Saba dan Kaum Sabaiyah ini dari Saif yaitu, Thabari, Ibnu Asakir, Ibnu Abi Bakr dan Dzahabi. Dengan kata lain seluruh riwayat mengenai Abdullah bin Saba ini pada akhirnya bermuara pada Saif bin Umar yang kemudian dari dialah Thabari, Ibnu Asakir, Ibnu Abu Bakr dan Dzahabi mengutip.
Lantas siapakah sebenarnya Saif bin Umar, kemudian bagaimanakah dia dan riwayat-riwayat yang dikeluarkan olehnya di mata para muhaditsin. Dengan mengetahui jawaban ini kita bisa mengukur sejauh mana validitas riwayat-riwayat yang dikeluarkannya termasuk dalam hal ini riwayat mengenai Abdullah bin Saba.
Siapakah Saif bin Umar?
Menurut Thabari, namanya yang lengkap adalah Saif bin umar Tamimi Al-Usaidi. Menurut Al-Lubab Jamharat Al-Ansab dan Al-Isytiqaq, namanya Amr bin Tamimi. Karena ia keturunan Amr maka ia telah mengkontribusikan lebih banyak lagi tentang perbuatan-perbuatan heroik Bani Amr ketimbang yang lain-lainnya.
Namanya disebut sebagai usady, sebagai ganti Osayyad, dalam Al-Fihrist oleh Ibn Nadim. Dalam Tahdzib Al-Tahdzib, ia juga disebut Burjumi, Sa’adi atau Dhabi. Disebutkan pula bahwa Saif berasal dari Kufah dan tinggal di Baghdad, meninggal pada tahun 170 H pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid ( 170-193 H).
Saif bin Umar Tamimi menulis dua buah buku yang berjudul:
1. Al-Futuh Al-Kabir wa Al-Riddah, isinya menjelaskan tentang sejarah dari sebelum wafatnya Nabi Muhammad Saw hingga pada masa Utsman menjadi khalifah.
2. Al-Jamal wa Al-Masiri ‘Aisyah wa Ali, mengenai sejarah sejak terbunuhnya Utsman sampai peristiwa peperangan jamal.
Kedua buku ini lebih banyak menceritakan tentang fiksi ketimbang kebenaran. Sebagian dari cerita-ceritanya adalah cerita palsu yang dibuat olehnya. Kemudian kedua buku ini pun menjadi sumber rujukan para sejarawan seperti Ibnu Abdil Bar, Ibnu Atsir, Dzahabi dan Ibnu Hajar ketika mereka hendak menulis dan menjelaskan perihal para sahabat Nabi Saw.
Allamah Askari menjelaskan dalam bukunya bahwa setelah diadakan penelitian terhadap buku-buku yang dikarang oleh keempat sejarahwan di atas ditemukan bahwa ada sekitar 150 sahabat nabi buatan yang dibuat oleh Saif bin Umar.7
Ahli Geografi seperti Al-Hamawi dalam bukunya Mu’jam Al-Buldan dan Al-Himyari dalam Al-Raudh yang menulis kota-kota islam juga menggunakan riwayat dari Saif dan menyebutkan nama-nama tempat yang diada-adakan oleh Saif8 Dengan demikian Saif tidak hanya membuat tokoh fiktif Abdullah bin Saba tetapi juga dia telah membuat ratusan tokoh fiktif lainnya dan juga tempat-tempat fiktif yang dalam realitasnya tidak ada. Berikut ini adalah pandangan dan penilaian para penulis biografi tentang nilai-nilai tulisan Saif :
1. Yahya bin Mu’in (w. 233 H); “Riwayat-riwayatnya lemah dan tidak berguna”.
2. Nasa’i (w. 303 H) dalam kitab Shahih-nya mengatakan : “Riwayat-riwayatnya lemah, riwayat-riwayat itu harus diabaikan karena ia adalah orang yang tidak dapat diandalkan dan tidak patut dipercaya.”
3. Abu Daud (w. 275H) mengatakan: “Tidak ada harganya, ia seorang pembohong (Al-Kadzdzab).”
4. Ibnu Abi Hatim (w. 327 H) mengatakan bahwa : “Dia telah merusak hadist-hadits shahih, oleh karena itu janganlah percaya terhadap riwayat-riwayatnya dan tinggalkanlah hadists-hadistnya.”
5. Ibnu Sakan (w. 353 H)_mengatakan : “Riwayatnya lemah.”
6. Ibnu Hiban (w. 354 H) dia mengatakan bahwa :” Hadists-hadits yang dibuat olehnya kemudian disandarkan pada orang yang terpercaya” juga dia berkata “Saif dicurigai sebagai Zindiq; dan dikatakan dia telah membuat hadits-hadits yang kemudia hadis tersebut dia sandarkan pada orang yang terpercaya.”
7. Daruqutni (w. 385 H) berkata :” Riwayatnya lemah. Tinggalkanlah hadits-haditsnya.”
8. Hakim (w. 405 H) mengatakan : “Tinggalkanlah hadits-haditsnya, dia dicurigai sebagai seorang zindiq.”
9. Ibnu ‘Adi (w. 365 H) mengatakan : “Lemah, sebagian dari riwayat-riwayatnya terkenal namun sebagian besar dari riwayat-riwayatnya mungkar dan tidak diikuti.”
10. Firuz Abadi (w. 817 H) penulis kamus mengatakan:” Riwayatnya lemah.”
11. Muhammad bin Ahmad Dzahabi (w. 748 H) mengenainya dia mengatakan :”Para ilmuwan dan ulama semuanya sepakat bahwa riwayatnya lemah dan ditinggalkan.”
12. Ibnu Hajar (w. 852 H) mengatakan :”hadisnya lemah” dan dalam buku lain mengatakan :Walaupun banyak riwayat yang dinukil olehnya mengenai sejarah dan penting, tapi karena dia lemah, hadits-haditsnya ditinggalkan.”
13. Sayuti (w. 911 H) mengatakan :”Sangat lemah.”
14. Shafiuddin (w. 923 H) mengatakan :”Menganggapnya lemah.”
Dari beberapa pendapat di atas (baik dari kalangan syi’ah maupun ahlu sunnah) menunjukan bahwa Saif bin Umar sebagai satu-satunya sumber yang meriwayatkan tentang Abdullah bin Saba adalah sesorang yang pembohong dan oleh sebagian dianggap zindik, juga riwayat-riwayatnya dianggap lemah. Dengan demikian, jelaslah bahwa Abdullah bin Saba adalah tokoh fiktif dalam sejarah Islam. Hal ini didasarkan bukan hanya karena adanya Saif bin Umar dalam jalur sanadnya, tetapi juga karena Saif bin Umar adalah seseorang yag terkenal zindiq dan fasik.
Wallahu ‘alam bishshawwab. []
*Penulis adalah salah seorang Mahasiswa Progam S1, Fikih dan Ma’arif Islami,Al-Musthafa University, Qom, IRAN
1. Ali Rabbani Gulpaygani, Faraq wa Madzahibe Kalome, Qom, Entesharote Markaze Jahone Ulume Eslome, 1383, hal. 39
2 M. Hashem, Abdullah bin Saba Benih Fitnah, Bandar lampung, YAPI, 1987, hal.15
3 Allamah Murtadha Askari, Abdullah bin Saba Degar Afshanehoye Tarehe, 1375, hal.42
4 Keseluruh sumber riwayat ini dikutip dari Allamah Murtadha Askari, Abdullah bin Saba Degar Afshanehoye Tarehe, 1375, hal.42
5 M. Hashem, Abdullah bin Saba Benih Fitnah, Bandar lampung, YAPI, 1987, hal.76
6 Allamah Murtadha Askari, Abdullah bin Saba Degar Afshanehoye Tarehe, 1375, hal.66
7 Allamah Murtadha Askari, Abdullah bin Saba Degar Afshanehoye Tarehe, 1375, hal.70
8 Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar