Laman

Rabu, 19 Oktober 2011

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 148-152



Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 148-152
Ayat ke-148:
Artinya:
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.



Pada ayat sebelum ini kita telah mengatakan bahwa arah kiblat bukanlah perkara yang penting, karena di sepanjang sejarah, berbagai jenis agama memiliki kiblat-kiblat yang berbeda. Yang penting di sini adalah sikap pasrah kepada perintah Allah. Tolok ukurnya di sisi Allah adalah perbuatan baik yang setiap manusia harus berlomba-lomba dalam hal ini dan melompat dari dataran dialog dan omongan ke dunia praktis.
Kompetisi atau perlombaan adalah suatu perkara yang sejak dahulu manusia melakukannya, adakalanya dalam urusan oleh raga, dan sering kali juga dalam urusan ilmu pengetahuan. Sementara al-Quran tanpa menentukan perkara tertentu untuk kompetisi, menganjurkan apa saja yang melahirkan kebaikan untuk individu maupun sosial, hendaknya dijadikan perlombaan dan berupayalah agar anda mendahului orang-orang lain.
Namun untuk mengarahkan kompetisi ini agar bernuansa ilahi, segala perbuatan yang anda lakukan, maka pikirkan juga tentang hari pembalasan dan kiamat, karena balasan sejati anda akan diberikan pada hari itu.
Ayat ke 149-150:
Artinya:
Dan dari mana saja kamu ke luar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram; sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.
Dan dari mana saja kamu berangkat, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Ku sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.
Kedua ayat ini sekali lagi menekankan masalah menghadap ke Mekah sebagai kiblat kepada Rasul dan Muslimin yang dapat memiliki berbagai alasan.
Pertama, sejumlah besar Muslimin merasa berat sekali menerima perintah perubahan kiblat dikarenakan takut terhadap sindiran dan penghinaan. Ayat ini memerintahkan agar Muslimin tidak takut kepada orang-orang Yahudi, melainkan takutlah kepada Allah sekiranya kalian bermalas diri dalam menunaikan perintah Allah.
Kedua, Ahlul Kitab dalam kitab-kitabnya telah membaca bahwa Rasul Saw shalat menghadap dua kiblat, maka jika perkara ini tidak terealisasi atau terwujud, maka mereka akan memprotes dengan menyatakan bahwa Rasul tidak memiliki keistimewaan yang telah tertulis di dalam kitab-kitab samawi.
Ketiga, ayat-ayat tadi berkaitan dengan shalat dalam keadaan berada di kota, sementara ayat ini bertalian dengan shalat dalam kondisi di perjalanan yang harus dibaca dengan menghadap ke Masjidil Haram. Al-hasil kemerdekaan umat Islami yang merupakan salah satu dari nikmat ilahi yang besar harus dipelihara dalam kondisi bagaimanapun.
Ayat ke-151:
Artinya:
Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
Di dalam ayat sebelumnya Allah Swt menjelaskan salah satu alasan perubahan kiblat adalah untuk merampungkan nikmatnya ke atas Muslimin dan memberi petunjuk kepada mereka.
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah Swt juga telah memberikan nikmat-nikmat besar lainnya kepada kalin yang terpenting diantaranya adalah keberadaan Rasul Saw.
Rasul selain guru umat, juga mengajarkan ayat-ayat dan ahkam ilahi dan juga sebagai seorang pembimbing yang prihatin dalam memikirkan perbaikan dan kecerdasan masyarakat.
Pembacaan ayat-ayat al-Quran yang menciptakan wadah bagi penyucian jiwa dan disusul oleh pengajaran hukum-hukum ilahi serta pengajaran filsafat dan pandangan yang benar. Hal ini merupakan pekerjaan para nabi yang terpenting dalam rangka membimbing manusia.
Para nabi bukan saja para pemimpin akhlak dan ideologi, mereka juga memikirkan jalan untuk mencerdaskan pemikiran dan kemajuan ilmu masyarakat. Namun perlu diingat di sini bahwa ilmu yang disebarluaskan oleh mereka adalah ilmu yang didasari oleh iman dan ideologi, dan tidak terpisah dari itu atau seimbang.

Ayat ke-152:
Artinya:
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.
Kini setelah Allah menganugerahkan nikmat yang besar kepada kita, maka akal dan intuisi menghukumi bahwa kita harus memerhatikan pemberi nikmat dan apa yang kita miliki semuanya adalah dari Dia dan nikmat-nikmat yang Ia berikan harus kita manfaatkan di jalanNya. Jika manusia melupakan Allah Swt, maka berarti ia telah melupakan sumber segala kebaikan dan sudah barang tentu Allah juga melupakannya dan membiarkannya sendirian.
Maksud dari mengingat Allah, bukanlah dengan lisan, melainkan mengingat dengan artian yang sebenarnya. Sewaktu manusia melakukan suatu dosa kemudian melepaskan diri dari dosa semata-mata karena keridhaan Allah.
Dari ayat-ayat di atas terdapat empat pelajaran yang bisa kita petik, antara lain:
1. Daripada melontarkan pembahasan-pembahasan yang diperselisihkan antara agama-agama dan berbagai ajaran yang tidak ada manfaatnya, sebaiknya kita memikirkan bagaimana caranya meluaskan perbuatan-perbuatan saleh dan berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan.
2. Orang-orang Muslimin harus menjauhi segala perbuatan yang memberi peluang atau alasan kepada pihak musuh dan hendaknya pihak musuh tidak dibolehkan memiliki hujjah ke atas Muslimin.
3. Penggantian kiblat juga menyebabkan persatuan interen Muslimin dan juga lambang kemerdekaan dihadapan dominasi pihak lain.
4. Para Nabi adalah para guru dan pembimbing manusia. Dengan penyucian diri dan pengajaran, mereka berpikir untuk menenangkan jiwa dan mensejahterakan kehidupan material ummat.

1 komentar: