Tafsir Al-Baqarah Ayat 184-187 Ayat ke-184:
Artinya:
Yaitu dalam beberapa hari yang tertentu, maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan, lalu ia berbuka, maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah yaitu memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Perintah-perintah Tuhan tidaklah sulit dan di luar kemampuan, melainkan siapapun juga berkewajiban melakukannya sesuai dengan kemampuannya. Sebagaimana halnya, berpuasa adalah wajib selama sebulan dalam setahun yaitu pada bulan Ramadhan, jika seseorang dalam bulan ini, ada dalam perjalanan atau sakit, maka sebagai gantinya, ia harus berpuasa pada bulan-bulan lainnya. Sekiranya secara prinsip, ia tidak memiliki kemampuan untuk berpuasa, baik dalam bulan Ramadhan, maupun di lain bulan tadi, maka untuk mengingat orang-orang yang lapar, sebagai ganti dari berpuasa diwajibkan baginya untuk mengenyangkan seorang fakir miskin dalam sehari. Jelas sekali, jika seseorang dalam kaffarah puasa, ia memberi makan lebih dari satu orang, maka itu lebih baik. Jika seseorang dapat memahami nilai dan pengaruh puasa Ramadhan, maka sama sekali, ia tidak akan mendambakan kehilangan pahala berpuasa, sehingga sebagai gantinya terpaksa memberikan makan kepada orang miskin. Dari ayat ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa Islam adalah agama yang sempurna, dan bagi setiap individu, sesuai dengan kondisinya, Islam memberikan peraturan atau hukum tertentu yang sesuai dengannya. Dalam puasa, hukum bagi orang yang sakit, musafir, dan tua adalah berbeda dengan lainnya. Ayat ke-185: Artinya:
Beberapa hari yang ditentukan itu ialah, bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan permulaan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang batil, karena itu, barang siapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, maka wajiblah baginya berpuasa, sebanyak hari yang ditinggalkan itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu menagungkan Allah atas petunjukknya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. Ayat-ayat sebelumnya menjelaskan prinsip kewajiban puasa dan menerangkan sebagian hukum darinya. Ayat ini menjelaskan waktu berpuasa yaitu bulan Ramadhan. Sebelum bulan Ramadhan ditetapkan sebagai bulan puasa, terlebih dahulu sudah merupakan bulan nuzulul Quran dan secara prinsip, nilai dan kemuliaan bulan Ramadhan adalah kembali kepada al-Quran yang turun di malam Lailatul qadar. Diantara nama bulan, hanya nama Ramadhan yang datang dalam al-Quran yang artinya membakar, seakan-akan dosa-dosa orang yang berpuasa terbakar di bulan ini. Islam adalah agama yang mudah dan pondasinya berdiri di atas kemudahan dan tidak mempersulit. Maka dari itulah bagi seseorang yang tidak mungkin dan sulit untuk berpuasa di bulan ini, maka mereka boleh berpuasa di hari-hari lain secara terpisah-pisah. Namun ia harus berpuasa sejumlah tiga puluh hari dan sekiranya ia terbebaskan dari puasa karena berhalangan, maka sebagai gantinya, ia harus memberikan kaffarah. Dalam masalah solat pun, tak jauh bedanya, jika seseorang tak mampu mengambil air wudhu, maka ia boleh bertayamum, jika ia sulit untuk solat berdiri, maka ia boleh duduk atau bahkan tidur. Maka manusia harus mensyukuri Allah Swt yang tidak menghendaki dari hambanya suatu tugas dan kewajiban yang ada di luar kekuasaan hambanya sehingga menjadi beban yang sulit. Dari ayat ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa dalam bulan Ramadhan, kita dapat mensucikan jiwa kita dari dosa dengan cara berpuasa dan di bulan ini kita bangun landasan bagi menerima pengaruh al-Quran. Ayat ke-186: Artinya:
Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah, bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendo'a apabila ia berdoa kepadaKu, maka hendaklah mereka itu memenuhi segala perintahku dan hendaklah mereka beriman kepadaku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. Ada seorang yang bertanya kepada Rasul Saw, adakah Allah itu dekat dengan kita, sehingga kita bermunajat dengan suara perlahan dengan-Nya, ataupun Dia jauh, sehingga kita panggil dia dengan suara lantang dan keras. Ayat ini turun dan menyatakan bahwa Allah dekat dengan hambaNya, lebih dekat dari apa yang dibayangkan oleh manusia, sebagaimana dalam surat Kaf, ayat 16, Allah Swt berfirman, "Dan kami lebih kepadanya dari pada urat lehernya." Doa, tidak mengenal tempat dan waktu tertentu, dan setiap saat manusia berkemauan dan dalam keadaan bagaimanapun juga, ia boleh bermunajat dengan Allah. Namun berangkat bahwa Ramadhan adalah bulan doa dan taubah, maka dari itulah, ayat doa berada di antara ayat-ayat puasa dan Ramadhan.
Dalam ayat pendek ini, Allah Swt sebanyak tujuk kali menyinggung Zat-Nya yang suci dan sebanyak tujuh kali juga, Allah menyinggung soal hamba-hamba-Nya, agar keterkaitan manusia dengan Allah dapat tergambar dengan baik. Dari ayat ini kita dapat ambil pelajaran bahwa Allah Swt mendengar doa dan panggilan kita dan mengabulkan hajat kita, maka sebaiknya kita memanggilnya dan hanya mendengarkan perintahnya, karena kebahagiaan, kesejahteraan kita hanya ada di dalam lindungan iman kepadanya. Ayat ke-187: Artinya:
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagi kamu, dan kamu pula adalah pakaian bagi mereka, Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, tetapi janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. Pada permulaan Islam puasa adalah peraturan yang paling berat. Malam hari Ramadhan sama dengan siangnya tidak boleh bercampur dengan istri. Makan dan minum hanya diperbolehkan sebelum tidur. Sehingga sebagian Muslimin tidak mampu melaksanakan ujian ilahi ini; mereka tidak kuat untuk tidak bercampur dengan istrinya. Quran menyebutnya dengan istilah "takhtanuna anfusakum" yakni berkhianat atas diri sendiri. Allah Swt menurunkan ayat ini untuk menghalalkan makan, minum dan bercampur dengan istrinya di malam hari Ramadhan. Sehingga tidak melakukan dosa dan dimaafkan dosa sebelumnya itu. Hukum dibolehkan bercampur dengan istrinya itu bukan dalam keadaan i'tikaf di masjid. Karena berjanabah di masjid sangat dilarang. Ayat ini juga memberi kesan yang bagus tentang hubungan suami dan istri. Suami istri masing-masing adalah pakaian bagi yang lainnya. Baju merupakan penutup kekurangan manusia juga penghias yang indah bagi manusia; dapat memelihara keharmonisan, keindahan. Seperti halnya baju bisa memberi kehangatan bagi manusia, demikian istri dapat menyamankan dan memberi ketenangan sebuah keluarga. Suami pun demikian juga sama-sama berperan. Dari ayat ini kita mendapatkan beberapa pelajaran:
1. Ciri khas agama Islam adalah mudah. Kalau kita kesulitan melakukan peraturan Tuhan, pasti Tuhan akan memberikan keringanan.
2. Melawan Tuhan, berbuat dosa, menzalimi dan berkhianat akibatnya akan ditanggung sendiri, Tuhan tidak bisa dilibatkan.
3. Islam bukan agama rahibisme yang anti kenikmatan. Di samping aktivitas ritual, Islam juga memberi keseimbangan dengan kenikmatan yang disyariatkan.
4. Ketika Tuhan telah menetapkan cara dalam memenuhi kebutuhan biologisnya, maka tertutuplah jalan-jalan maksiat lainnya.
5. Mendekati dosa adalah dosa, jatuh dalam dosa juga dosa. Tuhan tidak mengatakan jangan lakukan dosa itu, tetapi Tuhan mengatakan jangan mendekati dosa itu.
6. Semua aturan Allah baik itu perkawinan, puasa dan lain-lain kesemuanya adalah upaya dalam meningkatkan spiritualisme dan menghindarkan dosa.(IRIB) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar