Laman

Rabu, 19 Oktober 2011

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 194-196



Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 194-196
Ayat ke-194:
Artinya:
Bulan Haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum Qishaash. Oleh sebab itu, barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.



Dalam Islam perang diharamkan dalam 4 bulan. Bulan-bulan tersebut adalah Rajab, Dzul-Qa'dah, Dzul-Hijjah dan Muharram. Orang-orang Musyrikin ingin menyalahgunakan hukum ilahi ini dan hendak memperdayakan Muslimin dengan menyerang mereka secara mendadak. Mereka tahu bahwa dalam bulan-bulan tadi, Muslimin tidak diijinkan berperang, namun mereka lalai bahwa kehormatan darah Muslimin lebih dari kehormatan bulan-bulan tadi dan siapa saja yang memecah kehormatan itu, maka harus diqishash dan dibalas dengan serupa.
Dari ayat ini, kita dapat beberapa pelajaran:
1. Pihak musuh senantiasa menanti kesempatan. Maka kita tidak boleh mengijinkan mereka menyalahgunakan kesempatan.
2. Perjanjian-perjanjian dan kontrak sosial, harus dipelihara selagi pihak lain konsekwen dengan perjanjian itu, bukannya bermaksud menyalahgunakannya.
3. Dalam menghadapi musuh sekalipun, kita harus menjaga keadilan dan fair serta tidak melanggar batas-batas ilahi.
Ayat ke-195:
Artinya:
Dan belanjakanlah harta bendamu di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah, menyukai orang-orang yang berbuat baik.
Ayat sebelumnya mengeluarkan perintah jihad dan menyikapi musuh dengan perbuatan serupa, namun jelas sekali, setiap perang tidak akan memungkinkan tanpa dukungan uang dan jika Muslimin tidak bersedia melepaskan harta dan jiwanya di jalan Allah, maka akan mengalami kekalahan dan binasa.
Di dalam keadaan aman dan damai sekalipun, jika orang-orang kaya tidak peduli dengan orang-orang tertindas dan lemah, dan tidak membayar khumus, zakat dan infak, maka sewajarnyalah kalau perbedaan golongan akan membengkak dan akan tercipta lahan-lahan ketidakamanan dan ketidakadilan dalam masyarakat.
Oleh yang demikian, infak dan ihsan kepada orang lain akan melahirkan keseimbangan kekayaan, atau bisa disebut dengan pemelihara kekayaan dan modal. Ali bin Abi Talib AS berkata: "Peliharalah harta kekayaan kalian dengan memberikan zakat".
Dari ayat ini, kita ambil pelajaran bahwa:
1. Setiap kali kebahilan telah menguasai, maka kehidupan dan kemuliaan masyarakat berada dalam ancaman bahaya dan kebinasaan.
2. Setiap pekerjaan yang membahayakan jiwa manusia, identik dengan sumber kebinasaan.

Ayat ke-196:
Artinya:
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang) oleh musuh atau karena sakit, maka sembelihlah korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah merasa aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji di dalam bulan haji, wajiblah ia menyembelih korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan binatang korban atau tidak mampu, maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh hari yang sempurna. Demikian itu kewajiban membayar fidyah bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada di sekitar Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekkah), dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaannya.
Sebagaimana yang Anda ketahui, pengasas ibadah haji adalah Nabi Ibrahim as dan di tengah-tengah bangsa Arab, sejak zaman beliaulah, upacara haji mulai membudaya. Islam juga mendukung tradisi tadi, maka dari itulah, wajib bagi setiap Muslim sekiranya mampu sekali dalam umurnya, pergi menunaikan ibadah Haji.
Namun, umrah yang artinya ziyarah, hanya wajib bagi orang yang masuk ke Mekkah dan ia diwajibkan melakukan beberapa perbuatan ringan termasuk melakukan tawaf rumah Allah dan melaksanakan solat.
Melanjuti perintah pelaksanaan haji dan umrah, berangkat dari masalah ada kemungkinan di sepanjang perjalanan ibadah ini, pihak yang terkait mengalami kesulitan, ayat tersebut menjelaskan sebagian dari hukum untuk mereka agar jelas bahwa kewajiban-kewajiban Allah adalah di dalam batas kemampuan manusia dan Allah Swt tidak menginginkan dari hambanya sesuatu yagn ada di luar kemampuannya.
Islam tidak mengenal jalan buntu dan memiliki berbagai hukum yang sesuai dengan berbagai kondisi dan keadaan. Seseorang yang berhalangan melanjutkan amalan-amalan haji, maka sebagai gantinya, ia dapat melakukan puasa atau memberikan sedekah atau mengenyangkan fakir miskin dengan cara menyembelih kambing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar