Laman

Kamis, 13 Oktober 2011

Tafsir Surat Ali Imran Ayat 83-89



Tafsir Surat Ali Imran Ayat 83-89
Ayat ke 83:
Artinya:
Apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah. Padahal kepada Nyalah berserah diri segala apa yang ada di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.
Ayat ini berbicara mengenai bahwa eksistensi dan segala yang maujud semuanya tunduk terhadap aturan Tuhan di alam raya ini, baik ia memiliki kekuatan atau tidak.


Perilaku yang berwujud berada di bawah kekuasaan Tuhan seperti halnya ketika mereka diwujudkan di buana ini. Jadi bisa diambil kesimpulan bahwa semua makhluk di alam takwini (penciptaan) tunduk, setia dan patuh terhadap kehendak Tuhan, tetapi lalu kenapa di alam Tasyri' (syariat) menyerahkan diri kepada pemikiran manusia dan tidak mengindahkan atauran Tuhan?
Secara prinsipal, adakah selain Tuhan yang memiliki hak untuk meletakkan undang-undang bagi makhluk? Dan adakah layak bila makhluk meninggalkan agama khaliq dan menuju lainnya?
Dari ayat ini kita petik beberapa pelajaran:
1. Semua alam semesta dengan semua keagungannya tunduk kepada Tuhan. Mengapa kita tidak menuju kepadanya atas kehendak dan pilihan kita sendiri? Jika kita tidak tunduk, maka ibarat tambalan yang tidak sewarna dengan pakaian.
2. Kesudahan semua alam dan kita manusia berada di tangan Allah, mengapa tidak sebaiknya kita menuju kepadanya atas kehendak kita sendiri.
3. Hakikat agama, adalah tunduk di hadapan Tuhan seorang mukmin tidak sepatutnya bersuara di hadapan kehendak Tuhan.
Ayat ke 84-85
Artinya:
Katakanlah, kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa, dan para Nabi dari Tuhan mereka, Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada Nyalah kami menyerahkan diri.
Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.
Pada ayat ini, Rasul Saw dan orang-orang mukmin lainnya diutus untuk menyatakan keimanannya kepada para Nabi terdahulu dan kitab-kitab mereka dan menekankan soal ketundukan di hadapan perintah-perintah ilahi, karena semua mereka datang dari satu Tuhan. Tuhan senantiasa mengutus para Nabi semenjak awal penciptaan manusia untuk memberi petunjuk mereka kepada kebahagiaan.
Sudah jelas dengan kedatangan setiap Nabi baru, tetap tinggal di atas ajaran-ajaran Nabi sebelumnya bertentangan dengan pertumbuhan dan kesempurnaan petunjuk (hidayah) manusia. Para Nabi seperti halnya para guru sebuah sekolah yang meninggikan manusia dalam berbagai kelas. Nabi yang terakhir, adalah Nabi Muhammad Saw yang mengemukakan ajaran-ajarannya dalam wadah agama Islam. Jelas di sini bahwa dengan kedatangannya, para pengikut Nabi berkewajiban menaatinya dan apabila ada seseorang yang tetap pada agama lain, maka amalannya itu tidak diterima.
Dari ayat ini kita petik beberapa pelajaran:
1. Tujuan semua nabi adalah satu, meskipun metode dakwah mereka adalah berbeda tergantung kepada masa dan tempat.
2. Dengan adanya agama yang sempurna dan, maka memilih selainnya adalah tindakan yang merugikan.
3. Menerima Islam tidaklah berarti penafian, kebenaran agama-agama dan para Nabi terdahulu, melainkan keyakinan pada mereka merupakan bagian dari keyakinan seorang muslim.
Ayat ke 86-87
Artinya:
Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman, serta mereka telah mengakui bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul, dan keterangan-keteranganpun telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjuki orang-orang yang zalim.
Mereka itu, balasannya ialah: bahwasanya laknat Allah ditimpakan kepada mereka, (demikian pula) laknat para malaikat dan manusia seluruhnya,
Salah satu hal yang mengancam mukminin adalah kemurtadan, sejarah menunjukkan bahwa banyak sekali orang yang beriman kepada Tuhan dan Nabi-Nya. Namun tidak sedikit juga dari mereka meskipun mengetahui kebenaran dan menyadari kebenaran Islam, namun mereka berpaling dari jalan yang benar dan menjadi kafir. Jelas, sekali ada perbedaan antara orang yang tidak memahami kebenaran dan tidak mengimaninya, dengan orang yang telah mengetahui kebenaran, namun menentangnya atas dasar keras hati dan hawa nafsu, dan jenis kedua mahrum dari menerima rahmat ilahi yang khas dimiliki mukminin. Bukan hanya Tuhan, bahkan para penanggungjawab alam semesta, yakni malaikat dan orang-orang yang mencintai kebenaran membenci orang-orang yang menyia-nyiakan jerih payah para Nabi dan sebab-sebab petunjuk ilahi.
Dari dua ayat ini, kita dapat memetik beberapa pelajaran:
1. Iman tahap dasar tidaklah cukup, melainkan diperlukan mempertahankan iman hingga akhir usia karena bahaya murtad senantiasa mengancam manusia.
2. Kondisi agar mendapat petunjuk Ilahi atau sebaliknya, keduanya kitalah yang mewujudkan. Tuhan tidak menzalimi hak seseorang, kitalah yang menzalimi diri kita sendiri dengan membelakangi kebenaran.
3. Masyarakat haruslah menunjukkan reaksi di hadapan penyelewengan-penyelewengan idiologi orang-orang murtad dan menyatakan bara'ah dari mereka.
Ayat ke 88-89
Artinya:
Mereka kekal di dalamnya, tidak diringankan siksa dari mereka, dan tidak (pula) mereka diberi tangguh,
Kecuali orang-orang yang taubat, sesudah (kafir) itu dan mengadakan perbaikan. Karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Orang-orang yang melepaskan keimanan setelah mereka mengetahui kebenaran. Mereka mendapat siksa yang pedih. Baik di dunia dicaci oleh para pecinta kebenaran dan juga di akhirat, mereka ditimpa siksa yang pedih, dan juga di akhirat, mereka ditimpa siksa yang pedih. Kelompok ini tidak layak mendapat keringanan dan penundaan dalam siksa dan mereka jauh dari rahmat Tuhan. Walaupun demikian, jalan taubat dan kembali tidak pernah tertutup, sekalipun untuk orang-orang sejenis ini. Sekiranya mereka benar-benar menyesali dan memperbaiki perilaku mereka, niscaya diampuni oleh Tuhan dan rahmat Tuhan kembali kepada mereka,
Dari ayat ini kita dapatkan beberapa pelajaran.
1. Taubat bukanlah perkara lisan, Taubah yang sejati adalah memperbaiki amalan perbuatan dan fikiran yang sesat masa lalu.
2. Allah Swt bukan hanya menerima taubah ahli dosa, melainkan ia menyukai orang-orang yang bertaubat. (IRIB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar