Laman

Jumat, 18 November 2011

Agama dan Keluarga Yang Sehat, Berpikir Positif, Jangan Cari Kekurangan!



Apa perbedaan antara orang-orang yang sukses selama bertahun-tahun berumah tangga dengan mereka yang selalu dililit masalah?

Mayoritas pasangan memulai hidup barunya bersama cita-cita luhur dan ideal. Akan tetapi, sebagian menikmati kehidupan indah ini hanya dalam beberapa waktu. Sebagian yang lain, setelah beberapa tahun lamanya mereka masih merayakan hari jadi pernikahannya dengan penuh keceriaan dan keindahan. Mengapa demikian?



Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang telah mencuri perhatian para pegiat dan psikolog keluarga dalam sepuluh tahun terakhir. Dr. Spurgeon seorang psikiater dari Inggris yang lebih dari separuh hidupnya ia fokuskan pada konsultasi perkawinan, berdasarkan eksperimen dan pengalaman di kliniknya berkesimpulan bahwa perkawinan sukses memiliki beberapa kriteria dasar.

Mengenai hal itu, ia mengatakan, "Suami-istri dalam keluarga sukses adalah pemenuh kebutuhan-kebutuhan alamiah satu sama lain. Mereka memiliki interaksi yang penuh pengertian, dan dalam berbagai kesempatan, mereka saling memuji dan menghargai, saling mengungkapkan perasaan cinta, mereka sama-sama menyiapkan potensi untuk berkembang, dan disamping rasa saling cinta, mereka juga berusaha melestarikan pondasi keluarga."

Menurut psikiater ini, jika dalam hubungan suami-istri tidak adanya satu atau beberapa faktor ini, akan tampak tanda-tanda ketidakpuasan dalam bentuk kritikan, kelesuan, tidak harmonis, rasa iri, dan bahkan ancaman perceraian. Jika suami-istri secara serius tidak saling memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dasar, maka perdebatan, depresi, pengkhianatan, kecanduan obat-obatan, terganggunya pekerjaan, dan perceraian akan merasuki poros keluarga.

Para psikolog berpendapat bahwa kriteria penting lainnya sebuah keluarga ideal adalah kemampuan berinteraksi positif dan membangun dengan lingkungan keluarga, atau dengan kata lain berinteraksi dan berpikir positif. Keluarga berpola pikir positif, saat menghadapi masalah dan fenomena yang berhubungan dengan mereka, sisi positif dan mendidik yang menjadi perhatian mereka, sementara sisi negatif sebisa mungkin mereka tutupi. Berpikir positif itu dapat disebut seni melihat sesuatu dengan positif. Keadaan seperti ini bersumber dari kualitas ruh dan jiwa manusia.

Orang-orang yang agamis umumnya berpikiran dan punya pandangan positif. Karena ajaran agama menekankan bahwa manusia harus saling berbaik sangka, menjauhi sikap buruk sangka, dan punya asumsi positif terhadap perilaku orang lain. Islam dalam ajaran akhlaknya menekankan sikap berbaik sangka dalam lingkungan keluarga. Berbaik sangka dan berpikir positif terhadap pasangan memiliki peran penting dalam mempererat pondasi keluarga. Jelas, bahwa usaha anggota keluarga untuk menghilangkan asumsi negatif satu sama lain akan menciptakan hubungan yang lebih baik dan lebih mesra.

Para psikolog dalam rangka menguatkan pola berpikir positif menyarankan bahwa langkah pertama harus punya file daftar kelebihan dan potensi pasangan Anda, dan memporitaskannya sebagai sebuah prinsip dalam hidup. Dalam berbagai kesempatan dengan pasangan terlebih saat bercengkrama, menyebut kelebihan dan potensi pasangan Anda, dan Anda usahakan agar nuansa komunikasi penuh dengan tanda-tanda positif hingga meninggalkan kesan positif pada pasangan Anda.

Jika Anda ingin melihat satu ciri khas pada pasangan Anda, tapi untuk saat ini Anda belum dapat menyaksikannya, daripada mencela dan menghina, Anda dapat menggunakan metode lain. Dalam kondisi ini, cara yang paling tepat adalah mendoktrin hal-hal positif pada pasangan Anda. Dengan mendoktrin hal-hal positif, secara bertahap akan terlihat sifat-sifat baik pada perilaku pasangan Anda. Sebagai contoh; seorang suami yang merasakan bahwa istrinya lemah dan tak berdaya saat berhadapan dengan masalah. Ia dapat berkata kepadanya: "Saya memuji kepribadianmu yang tabah dan tangguh dalam menghadapi masalah." Atau ibarat lainnya, "Saya yakin, kamu tidak akan membiarkan masalah dan kemelut mengalahkan dirimu."

Begitu juga dengan suami yang berperangai buruk dan kasar, dalam hal ini ada baiknya sang istri bersikap terhadapnya, "Saya mengerti masalah ini akan melelahkan dan membuat emosi semua orang. Akan tetapi, lebih baik kamu bersabar dan tabah."

Langkah lainnya untuk menambah jiwa berpikir positif dalam keluarga adalah menguak sisi-sisi kesamaan mental antara Anda dan istri. Setelah bertahun-tahun lamanya kita menghabiskan kehidupan keluarga, kita telah mengetahui kriteria-kriteria pendamping, dan adanya kesamaan dengan ciri-ciri kepribadian kita. Menguatkan sisi kesamaan ini, sangat berpengaruh bagi terwujudnya jiwa berpikir positif dalam lingkungan keluarga.

Sekarang, kami akan memaparkan sebuah surat dari seorang istri yang dilayangkan kepada kami, dan mengisahkan seputar pola pikir positif suaminya. "Saya sangat mencintai suamiku, dan bersyukur kepada Allah yang telah menganugerahkan suami seperti ini. Suami saya ketika datang ke rumah, selalu yang pertama mengucapkan salam kepada anggota keluarga, dan sama sekali tidak membawa kesulitan dan problema kehidupannya ke dalam rumah. Ia tipe suami yang sangat rasional dan optimis melihat kehidupan, tidak membesarkan masalah-masalah sepele, tidak pernah melupakan kebaikan dan pengabdian teman terlebih keluarganya. Ia selalu berusaha untuk menghargai pendapat saya dalam masalah kehidupan.

Suami saya, saat melihat aib dan kekurangan dalam diriku, dengan lembut ia memberitahukan hal itu tanpa orang lain mengetahuinya. Ia selalu berusaha untuk menemukan hal-hal positif dalam diri saya, dan menguatkannya dengan dorongan. Kami pada awal-awal berumah tangga, memiliki selera yang jauh berbeda. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu dan dengan pengaturan sang suami, masalah terselesaikan. Saya mencintainya dan mengenalnya sebagai teladan, saya juga berusaha untuk menjadi istri yang setia baginya."

Kepuasan ibu rumah tangga ini terhadap suaminya menyenangkan kita. Kisah di atas, mengingatkan pada sebuah ayat al-Quran. Dalam surat al-Baqarah ayat 187, Allah Swt berfirman, "Mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka." Ini adalah ungkapan yang sangat indah sebagaimana Allah Swt telah menjelaskan menyangkut hubungan suami-istri.

Pada hakikatnya, tidak ada manusia tanpa aib. Dalam bahasa al-Quran, suami-istri yang baik adalah sebab terjaganya satu sama lain dan juga saling menutupi kekurangan. Sebagaimana pakaian, yang melindungi manusia dari sebagaian hal bahaya, juga menutupi sebagian aib dan kekurangan manusia. Lebih dari itu, pakaian juga hiasan bagi manusia. Istri yang baik juga sebagaimana pakaian yang indah, manusia akan ditampilkan dengan indah.

Dr. Gholam Ali Afruz seorang psikolog Iran menyangkut hal ini mengatakan, "Pakaian akan menutupi aib dan kekurangan manusia, ia akan menjaga manusia dari para pencari kekurangan orang. Istri-istri yang baik, pengertian dan tempat pelipurlara dengan pakaian cinta yang sama-sama dikenakan, akan menutup semua kekurangan dalam perilaku, kelemahan dan kesalahan. Mereka dengan berpikir positif terhadap pasangannya, sama sekali tidak membuka kelemahan kepribadian, dan kekurangan masing-masing kepada orang lain."

Imam Sajjad as juga dalam buku "Risalah Huquq" (Risalah Hukum), mengenai salah satu hak antara suami-istri, mengatakan, "Muliakanlah istrimu, berlemah-lembutlah kepadanya. Dan jika ia melakukan kesalahan, maafkanlah ia."
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dalam keluarga ideal, suami-istri berusaha dengan berpikir positif menjauhi mencari kekurangan, dan dalam berbagai kesempatan, menjadikan penguatan sisi positif satu sama lain sebagai dasar. (IRIB Indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar