Laman

Jumat, 18 November 2011

Agama dan Keluarga yang Sehat, Keutuhan Institusi Keluarga



Sejak manusia menjejakkan kaki di bumi, kaum pria dan wanita menghabiskan hidup ‎mereka secara berdampingan dengan membentuk keluarga dan membesarkan anak-‎anak mereka dalam dekapan hangat kasih sayang. Keluarga menemukan bentuk ‎alamiah dan idealnya ketika tidak ada satupun hal yang dapat memisahkan hubungan ‎antara mereka. Orang-orang saleh khususnya Nabi Saw berupaya keras untuk ‎institusi yang memberikan kebahagiaan ini.‎



Keluarga adalah sebuah kata yang sarat makna, saat kita menyelami kata ini, luapan ‎rasa dan gelombang kasih sayang bangkit dalam diri kita. Keluarga adalah tempat ‎yang teduh dan damai, ia juga basis sosial pertama dan vital dalam setiap masyarakat. ‎Keluarga terbentuk tatkala sepasang pria dan wanita yang sudah memasuki usia balig ‎sepakat menjalin ikatan suci melalui aturan dan hukum yang berlaku. ‎

Para pakar masalah keluarga berkeyakinan bahwa masyarakat mana pun tidak dapat ‎mengklaim diri memiliki kesehatan moral dan sosial kecuali jika masyarakat itu ‎memiliki tatanan keluarga yang stabil. Pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki ‎oleh setiap anggota keluarga akan menciptakan stabilitas dan kekuatan kasih sayang ‎di dalamnya. Tak diragukan lagi, keluarga-keluarga yang goyah dan lemah juga akan ‎menggoncang sendi-sendi masyarakat. Di dalam masyarakat seperti ini, angka ‎perceraian semakin meningkat dari hari ke hari dan berdampak pada runtuhnya pilar-‎pilar rumah tangga.‎

Para peneliti dan pakar masalah keluarga menjelaskan tugas apa saja yang dimiliki ‎oleh sebuah keluarga, antara lain; mewujudkan ketenteraman psikis, menjalin ‎hubungan kekeluargaan, menciptakan jalinan kasih antar anggota keluarga, juga ‎mewujudkan pemahaman anggota keluarga akan hak dan tanggungjawab individu ‎dan sosial. Ackerman seorang peneliti Amerika memperkenalkan keluarga sebagai ‎sebuah institusi kasih sayang-sosial yang merupakan tempat berkembang dan ‎tumbuhnya seseorang. Setiap orang akan merasa menjadi bagian dari keluarganya.‎

Dalam perspektif Islam, keluarga adalah sebuah komunitas yang terdiri dari beberapa ‎individu yang memiliki status sipil dan hukum yang terjalin lewat ikatan perkawinan. ‎Setelah menikah, masing-masing pihak memiliki tugas dan hak-hak baru, dan di ‎antara mereka juga akan terbentuk hubungan moral, kasih sayang, dan pranata baru.‎
Sekilas tampak bahwa unsur dasar pembentuk keluarga adalah keberadaan ‎sepasang pria dan wanita, dan sesuai adat dan kebiasaan sosialnya satu sama lain ‎sepakat untuk membentuk ikatan perkawinan yang nantinya hubungan itu akan ‎menghadirkan anak di tengah mereka. Akan tetapi, pandangan luar ini tidak cukup. ‎Sebab ada pertanyaan yang lebih mendasar yaitu mengapa pria dan wanita ingin ‎hidup berdampingan? Bukankah ini tuntutan fitrah dan kebutuhan alamiah manusia?‎

Perkawinan terjalin lewat berbagai macam motivasi dan dorongan. Ada yang ‎menjalinnya karena motif ekonomi, sebagai contoh; ada keluarga yang mengawinkan ‎anak gadisnya dengan pria kaya demi memperoleh hartanya. Demikian juga dengan ‎kaum pria yang memilih menikah dengan perempuan kaya atau anak orang kaya demi ‎hartanya. Sebagian perkawinan juga terjalin karena pengaruh dan kedudukan sosial ‎atau politik. Keluarga-keluarga berpengaruh dan memiliki kedudukan sosial berusaha ‎mengawinkan anak-anak mereka semata-mata untuk memperkuat pengaruh dan ‎kedudukannya. Kecantikan juga motif lain dalam membentuk mahligai rumah tangga. ‎Ada orang yang melihat kecantikan sebagai faktor penentu dalam perkawinan, tanpa ‎mengindahkan nilai-nilai etika dan insani.‎

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa perkawinan yang dibangun atas dasar ‎materi, kecantikan, dan kedudukan hanya menghasilkan sebuah keluarga yang ‎menjadi ajang bagi masing-masing pihak untuk memanfaatkan harta, kecantikan, dan ‎kedudukan pasangannya. Sebab, filosofi perkawinan dalam rumah tangga ini ‎dibangun atas dasar-dasar lahiriah dan materi, sehingga keberlangsungannya juga ‎sangat bergantung pada faktor-faktor ini.‎

Kehidupan berumah tangga akan memudar seiring dengan hilangnya salah satu dari ‎faktor ini. Jika kita menyelami ajaran agama, kita temukan bahwa keluarga agamis ‎memiliki identitas yang dibangun atas dasar cinta, kasih sayang, dan saling pengertian. ‎Dengan model ini, manusia dapat sampai pada pemenuhan kebutuhannya, antara lain; ‎kasih sayang, materi, dan spiritualitas. Islam tidak menentang suami-istri ‎menggunakan harta, kedudukan, dan kecantikan pasangannya. Akan tetapi, agama ‎mengingatkan bahwa urusan materi jangan dijadikan landasan dalam membangun ‎keluarga.‎

Berdasarkan ajaran al-Quran, memilih pasangan hidup berkaitan erat dengan fitrah ‎manusia. Baik pria maupun wanita selama tidak menginginkan kebersamaan, tidak ‎saling cinta dan mengerti, maka selama itu mereka tidak akan sempurna, karena laki-‎laki dan perempuan adalah dua jenis yang saling melengkapi. Memenuhi kebutuhan ‎materi dan biologis semata tidak akan mengantarkan mereka kepada kesempurnaan. ‎Kelahiran keturunan semata juga tidak akan membahagiakan kehidupan keluarga. ‎

Allah Swt pencipta alam semesta telah menciptakan pria dan wanita dimana ‎kebutuhan spiritual dan material akan terpenuhi saat mereka berdampingan. Karena ‎dalam diri manusia terdapat benih-benih kasih sayang dan rahmat, dan lingkungan ‎keluarga sebagai tempat untuk merealisasikannya. Allah Swt dalam al-Quran al-Karim ‎surat ar-Ruum ayat 21 berfirman: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia ‎menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan ‎merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa kasih dan sayang. ‎Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum ‎yang berfikir."‎

Ketika rasa saling memerlukan dan saling memahami sampai pada tingkatan yang ‎menghanyutkan mereka ke dalam suka dan duka bersama, kehidupan juga terasa ‎hampa dan dingin tanpa kehadiran salah satu dari mereka. Inilah rasa cinta dan kasih ‎sayang yang ditekankan oleh al-Quran. Pria dan wanita saling membutuhkan. ‎Ketenteraman akan terwujud saat mereka saling berjumpa. Kebutuhan biologis dan ‎kebutuhan lainnya penting untuk dipenuhi dalam kehidupan keluarga. Akan tetapi, hal ‎ini tidak cukup untuk kelangsungan sebuah keluarga. Hal lain yang tak kalah ‎pentingnya dalam mahligai rumah tangga adalah rasa cinta dan kasih sayang antara ‎suami dan istri hingga tercipta ketenteraman jiwa sebagaimana dilukiskan al-Quran. ‎Jika bukan demikian, maka tidak ada alasan bagi laki-laki dan perempuan itu untuk ‎menerima tanggungjawab besar hidup bersama.‎

Jika rumah tangga dibangun hanya atas dasar dorongan seksual dan kebutuhan ‎biologis semata, dan antara mereka tidak ada sikap saling mengerti kebutuhan jiwa ‎dan psikis pasangannya, rasa dahaga akan kasih sayang yang dirasakan oleh jiwa ‎keduanya tidak akan terpuaskan. Dalam hal ini yang terlihat hanya kehampaan dan ‎kegagalan. Rumah tangga yang selain memenuhi kebutuhan biologis juga ‎memberikan kehangatan kasih sayang, maka keakraban di tengah mereka akan ‎nampak. Mereka akan merasa terikat satu sama lain. Di sini, manusia dengan ‎terilhami oleh ajaran-ajaran agama dapat memahami realita bahwa keluarga adalah ‎tempat untuk mengisi kekosongan ruh dan jiwa suami-isteri. (IRIB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar