Islam terus dikesankan sebagai ajaran yang angker. Tak diragukan lagi, upaya ini ditopang oleh media-media massa Barat secara kolektif. Media-media barat dapat dikatakan sebagai eksekutor konspirasi Islamphobia. Hal ini lah yang membuat kalangan budaya dan media-media massa dunia Islam gencar mereaksi propaganda Barat yang menyudutkan Islam. Terkait hal ini, konferensi yang mengangkat topik, Tugas Kolektif Media-Media Massa dan Teknologi Informasi dalam Meluruskan Informasi Islam, digelar di Tunisia pada tanggal 5 hingga 7 Mei. Islamic Educational, Scientific and Cultural Organization (ISESCO) sebagai penyelenggara konferensi tersebut, berupaya menentukan visi bersama di kalangan media-media massa dunia Islam, dalam rangka menghadapi segala bentuk Islamphobia yang dikembangkan oleh Barat.
Di Barat, khususnya di AS dan negara-negara Eropa, berbagai media massa dimanfaatkan untuk menghantam ajaran Islam. Hingga kini, beberapa film bioskop dan televisi yang menghina Islam, telah ditayangkan. Sebagai contoh, film Fitna adalah salah satu film yang benar-benar menyimpangkan Islam dan al-Quran. Lebih dari itu, berita-berita minor sedemikian rupa dikemas media-media massa Barat untuk mengambarkan penganut ajaran Islam yang radikal dan terbelakang. Hal itu dapat dilihat dari pemberitaan minor dan penyimpangan fakta yang terjadi di Palestina, Irak dan Afghanistan. Media-media Barat dari koran, radio hingga televisi, secara kompak mempropagandakan anti Islam melalui artikel dan karikatur-karikatur yang mendiskreditkan agama ini. Denmark adalah negara yang cukup diikenal mempublikasikan karikatur penghinaan terhadap Nabi Besar Muhammad Saww, bahkan hal itu dilakukan hingga beberapa kali.
Di tengah kondisi seperti ini, para peserta konferensi media dunia Islam di Tunisia mengkaji segala potensi yang dimiliki oleh dunia Islam untuk menghadapi berbagai sikap sentimen Barat atas Islam. Salah satu misi utama media-media Islam yang ditekankan dalam konferensi itu adalah menjawab segala tudingan yang tak berdasar dan mencerminkan hakekat Islam yang tertuang dalam doktrinasi-doktrinasi agama ini.
Kini, umat Islam sangat menyadari bahwa media dapat dijadikan sebagai salah satu alat untuk menghadapi propaganda anti Islam. Melalui media, ummat Islam juga dapat meng-counter isu-isu minor yang memojokkan agama ini. Dengan demikian, ummat Islam menggunakan senjata yang juga digunakan oleh Barat dalam menyerang Islam, yaitu media. Salah satu contoh untuk mencerminkan wajah Islam yang sebenarnya adalah membuat film kehidupan Rasulullah Saw dengan mencerminkan budi bekerti dan akhlak mulia sosok ini, khususnya perilaku beliau Saw dengan pemeluk agama lain. Selain itu, hal yang juga dapat dilakukan adalah penulisan buku, makalah dan wawancara dengan para pakar yang mengulas tentang potensi ajaran Islam untuk menyelesaikan problema manusia yang sekaligus menjawab isu-isu miring tentang agama langit ini. Meski sebagian agenda dalam meng-counter propaganda anti Islam sudah dilakukan, namun upaya itu masih belum cukup menyusul propaganda luas Barat yang terus menyuarakan anti Islam.
Untuk menghadapi serangan media Barat terhadap Islam, kendala utama adalah tidak adanya koordinasi antarmedia Islam. Pada saat yang sama, media-media Barat secara kompak menyudutkan Islam. Sebagai contoh, tidak lama setelah koran Denmark mempublikasikan karikatur penistaan terhadap Rasulullah Saww, koran-koran Barat lainnya melakukan hal yang sama. Ditambah lagi, propaganda anti Islam dipublikasikan media-media Barat dengan menyebutkan berbagai alasan dan justifikasi. Semua itu dilakukan oleh media-media massa Barat dengan koordinasi yang baik. Namun sangat disayangkan, koordinasi antarmedia tidak ditemukan di dunia Islam. Oleh karena itu, konferensi yang digelar di Tunisia membahas hal tersebut dan membangun sistem koordinasi antarmedia di dunia Islam. Konferensi itu juga mengharapkan negara-negara Islam membentuk pusat kajian guna membahas informasi dan pemikiran Islam serta menghadapi propaganda Barat terhadap agama ini.
Salah satu kendala lain yang dihadapi media-media Islam adalah tidak adanya sensitivitas dalam mendakwahkan Islam. Sangat disayangkan pula, media-media Islam tidak mempunyai kepercayaan diri dalam menghadapi propaganda anti Islam, bahkan menilai pembelaan atas Islam sebagai hal yang bukan bagian dari tugasnya. Padahal konsumen mereka adalah ummat Islam sendiri yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama mereka.
Konferensi Tugas Kolektif Media-Media Massa dan Teknologi Informasi dalam Meluruskan Informasi Islam di Tunisia mengimbau media-media Islam untuk bersikap tidak acuh dalam menghadapi propaganda anti Islam. Akan tetapi hal yang harus diperhatikan bahwa upaya pengenalan nilai dan budaya Islam membutuhkan konsentrasi dan spesialiasi di bidang ini. Hal ini juga harus diimplementasikan oleh para pakar Islam. Sebab, pengenalan yang salah sama halnya mencoreng wajah Islam itu sendiri.
Para peserta konferensi media yang digelar di Tunisia, juga menginginkan pengoperasian televisi yang menayangkan dialog antartokoh agama dan cendikiawan. Dengan cara itu, batas kebebasan berpendapat dapat diperjelas dan segala langkah yang bersifat pelecehan atas Islam, tidak dibenarkan. Sebab, Barat dengan alasan kebebasan berpendapat membenarkan segala ekspresi. Melalui alasan itu, media-media Barat menghina Nabi Besar Muhammad Saw dan melecehkan nilai-nilai islam yang diyakini oleh lebih dari satu setengah milyar warga dunia.
Di konferensi itu juga dirancang kinerja untuk program pendidikan dan dakwah dalam menghadapi dampak-dampak Islamphobia. Salah satu programnya adalah menyisipkan mata kuliah di kampus-kampus mengenai metode anti Islam yang diterapkan Barat dan cara menghadapinya.
Saat ini, media-media Islam mempunyai peran penting dalam menghadapi propaganda anti Islam yang digembar-gemborkan Barat. Meski media-media Islam mempunyai fasilitas yang terbatas, namun mereka bisa melakukan koordinasi yang lebih bagus guna mencerminkan wajah Islam yang sebenarnya. Melalui koordinasi yang kokoh, ambisi media-media Barat dalam memojokkan Islam dapat diantipasi dengan baik. (IRIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar