Semua perkataan Rasulullah yang telah secara eksplisit menunjukkan bahwa Ali akan menjadi penerus dan penjaga risalah Islam yang sudah kita bahas dalam tulisan yang lalu (LIHAT: Serial Ghadir Khumsebelumnya) adalah merupakan prelude atau mukadimah dari deklarasi Ghadir Khum yang agung. Rasulullah seolah-olah telah mempersiapkan sebelumnya pengangkatan Imam Ali yang akan diumumkan pada hari dan tempat yang sangat khusus.
Peristiwa Ghadir Khum ini telah disepakati (memang terjadi) oleh para sejarahwan dan ulama baik dari kalangan Ahlussunnah maupun Syi’ah. Di sini kami akan menunjukkan apa saja persiapan yang dilakukan oleh Rasulullah sebelum Rasulullah mendeklarasikan Ali sebagai khalifah sepeninggalnya. Khalifah yang akan memimpin umat Islam menuju kesempurnaan akhlak.
Ghadir Khum itu adalah sebuah tempat yang berlokasi di Juhfa antara Mekah dan Madinah. Ketika Rasulullah sedang dalam perjalanan pulang setelah melaksanakan haji Wada, Jibril membawakan sebuah pesan atau berita yang sangat penting dari Allah Ta’ala:
يا أيها الرسول بلغ ما أنزل إليك من ربك وإن لم تفعل فما بلغت رسالته والله يعصمك من الناس إن الله لا يهدي القوم الكافرين
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanah-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”(QS. Al-Maidah: 67)
Rasulullah menghentikan perjalanannya seketika dan memerintahkan semua orang yang telah mendahului kafilah Rasulullah agar kembali dan berkumpul bersama Rasulullah. Rasulullah juga memerintahkan agar mereka menunggu orang-orang yang belum sampai ke tempat itu. Ketika setiap karavan telah berkumpul; ketika setiap orang hadir di tempat itu, Rasulullah memerintahkan para sahabatnya untuk membuat mimbar sederhana dari sadel unta yang ditumpuk—tumpuk. Kemudian duri-duri dari pohon akasia disingkirkan agar tidak melukai orang-orang yang hadir di sana. Rasulullah kemudian naik ke mimbar itu (agar bisa dilihat setiap orang yang hadir di sana) dan mulai memberikan khutbah yang panjang (yang dicatat oleh para penulis Rasulullah).
Hari sangat panas membakar pada waktu itu. Orang-orang yang hadir sampai harus memanjangkan pakaiannya untuk melindungi kaki mereka dan juga kepala mereka dari sengatan matahari gurun yang tiada ampun. Rasulullah memulai dakwahnya sebagai berikut:
“Wahai Manusia! Ketahuilah bahwa Jibril telah datang kepadaku beberapa kali membawakan perintah dari Tuhan yang maha pengampun agar aku berhenti di tempat ini dan memberitahu setiap manusia, baik yang berkulit putih maupun yang berkulit hitam, bahwa Ali, putera dari Abu Thalib, adalah saudaraku dan washy-ku (pemegang wasiat ku), dan khalifah sepeninggalku, dan Imam setelahku. Kedudukan dia terhadapku seperti kedudukan Harun terhadap Musa, hanya tidak ada lagi Nabi setelahku. Dan ia adalah pemimpin kalian setelah Allah dan RasulNya.”
“Wahai manusia! Sesungguhnya Allah telah mengangkatnya menjadi Imam dan pemimpin kalian. Ketaatan kepadanya diwajibkan baik bagi Muhajirun maupun Anshar dan bagi mereka yang mengikuti dalam kemuliaan; juga bagi para penduduk kota dan kaum pengembara (nomad); orang Arab maupun ‘Ajam (non-Arab); orang merdeka maupun hamba sahaya; yang muda maupun yang tua; yang besar maupun yang kecil; yang putih maupun yang hitam. Perintahnya haruslah kalian patuhi; kata-katanya bersifat mengikat; dan anjurannya adalah kewajiban untuk ditaati oleh mereka yang percaya bahwa Tuhan itu Esa. Terkutuklah orang-orang yang membangkang perintahnya dan diberkahilah orang-orang yang setia mengikutinya; dan mereka yang beriman kepada dia adalah termasuk orang-orang yang takwa”
“Wahai manusia! Ini adalah terakhir kalinya aku berdiri di hadapan kalian dalam sebuah majelis. Oleh karena itu, dengarlah aku dan patuhilah aku dan berserah dirilah kepada perintah Tuhanmu. Sesungguhnya Allah, Dia adalah pemimpin dan Tuhanmu; dan setelahNya adalah RasulNya, Muhammad, yang sedang berbicara kepada kalian. Dia adalah pemimpin kalian; kemudian setelahku adalah Ali. Dialah pemimpin kalian dan Imam kalian sesuai dengan apa yang telah diperintahkan Allah kepada kalian untuk dipatuhi. Dan setelahnya ada Imamah yang akan berlangsung melalui keturunanku dan akan lahir darinya hingga hari dimana kalian akan bertemu dengan Allah dan RasulNya”
“Wahai manusia! Bacalah Al-Qur’an dan pahamilah ayat-ayatnya; renungkanlah ayat-ayat yang terang dan jangan pertentangkan ayat yang membingungkan. Karena, demi Allah, tidak ada seorangpun (selain Rasulullah—red) yang mampu menjelaskan dengan benar dan terang apa yang terkandung di dalamnya baik itu maknanya maupun perintahnya kecuali orang ini (sambil memegang tangan Imam Ali) yang tangannya saya angkat di hadapan kalian. Dan aku berkata kepada kalian bahwa BARANGSIAPA YANG MEJANDIKANKU PEMIMPINNYA, MAKA ALI ADALAH PEMIMPINNYA; dan ia adalah Ali putera Abu Thalib, saudaraku dan WASHY-ku; dan WILAYAH-nya (ketaatan kepadanya dan kecintaan kepadanya) adalah kewajiban yang telah diamanatkan oleh Allah yang maha kuat dan maha tinggi.”
Nama-nama Imam yang lain juga disebutkan dalam pidato ini dan hadits-hadits yang menyebutkan nama-nama Imam itu juga ada dan menunjukkan tingkat presisi yang sangat tepat. Misalnya sebuah hadits yang menggambarkan Rasulullah sedang menyapa Husein bin Ali bin Abi Thalib dengan sapaan sebagai berikut:
“Engkau adalah seorang Imam, putera dari seorang Imam, saudara dari seorang Imam, dan sembilan orang dari keturunanmu akan menjadi seorang Imam yang shaleh; yang kesembilan dari mereka akan menjadi al-Qaim (ia yang akan bangkit)”.
LIHAT:
- Al-Qunduzi: Yanabi’ul Mawaddah; halaman 168
- Amritsari: Arjahul matalib; halaman 448
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tidak perlu kecerdasan yang tinggi untuk memahami betapa pentingnya masalah suksesi kepemimpinan ini dalam Islam dengan landasan pemikiran bahwa apabila Rasulullah tidak pernah menunjuk seorang pemimpin setelahnya maka umat akan kebingungan dan akan terjadi pergesekan horisontal memperebutkan kekuasaan, yang pada akhirnya akan menjadi sebuah cacat sejarah yang memalukan (walau ini memang akhirnya terjadi—red).
Rasulullah mempersiapkan segala sesuatunya—atas perintah Allah—agar proses pelantikan ini berjalan dengan baik. Bisa kita bayangkan beliau menaiki mimbar di tengah terik matahari yang menyengat untuk melangsungkan prosesi ini. Ini sekaligus menunjukkan bahwa pelantikan ini sangat penting. Atau maha penting.
Pertama-tama, Rasulullah memberitahu kepada khalayak bahwa beliau hendak wafat dalam waktu yang sangat dekat. Kemudian beliau meminta mereka untuk menyaksikan bahwa tugas kenabiannya telah selesai. Kemudian beliau bertanya kepada mereka:
“Apakah aku memiliki hak terhadap kalian melebihi hak kalian terhadap diri kalian?”
Setiap yang hadir menjawab bahwa Rasulullah memang memiliki hak lebih terhadap diri mereka daripada mereka terhadap dirinya sendiri.
Kemudian Rasulullah melanjutkan:
“Barangsiapa yang menjadikan diriku pemimpin, maka Ali adalah pemimpinnya.”
Kemudian Rasulullah memanjatkan do’a untuk memberikan berkah kepada Ali:
“Ya, Allah! Cintailah mereka yang mencintai Ali, dan jadikanlah musuhMu orang-orang yang memusuhi Ali; berilah pertolongan kepada dia yang mau menolong Ali dan tinggalkan dia yang meninggalkan Ali.”
Ketika upacara pelantikan itu selesai, maka turunlah ayat al-Qur’an berikut ini:
اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا
“ Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu” (QS. Al-Maidah: 3)
Wahyu yang turun langsung dihadapan khalayak ramai ini dengan jelas menunjukkan bahwa karena pengangkatan Imam Ali menjadi seorang Imam maka agama ini menjadi lengkap sempurna; kenikmatan juga telah dicukupkan; dan keridhoan Allah telah digenapkan; serta agama Islam telah diridhoi oleh Allah.
Setelah turunnya ayat ini serempak orang-orang mengucapkan selamat kepada Ali bin Abi Thalib di hadapan Rasulullah. Orang-orang begitu padat berduyun-duyun seolah-olah sedang merayakan hari raya semuanya menuju ke satu titik dimana Rasulullah dan Ali berada.
Beberapa pujangga mulai menuliskan syair-syair dan puisinya untuk mengabadikan peristiwa bersejarah itu. Banyak sekali orang yang menuliskan atau mengingat peristiwa bersejarah ini lekat-lekat dan sebagiannya tertulis dalam hadits-hadits yang nanti akan kita bicarakan kemudian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar