Laman

Jumat, 18 November 2011

Agama dan Keluarga Yang Sehat, Suami dan Isteri Saling Menyempurnakan


Tidak diragukan lagi bahwa semua orang yang hidup berumah tangga tengah mencari sebuah teladan yang akan mengantarkan mereka pada kebahagiaan dan keluarga ideal. Akan tetapi, apa saja ciri dan kriteria sebuah keluarga ideal?
Pertanyaan ini akan terjawab lewat sebuah perumpamaan.

Musim semi memiliki keunikan khusus, pada musim semi akan tampak berbagai warna dan panorama alam, pepohonan, tumbuh-tumbuhan, dan berbagai macam jenis bunga. Begitu juga kehidupan ideal sarat dengan keberagaman dan warna. Pekerjaan, refresing, waktu senggang, belajar, olah raga, dan berkomunikasi dengan Allah Swt adalah ciri-ciri sebuah kehidupan yang penuh warna. Semua hal ini menempati posisi masing-masing dan sangat bernilai.


Keceriaan dan kesegaran musim semi mengajarkan kita bahwa hidup mesti dijalani dengan ceria dan riang. Suami-isteri harus menjadi unsur keceriaan dan ketenangan batin satu sama lain. Keindahan lain musim semi adalah keseimbangan suhu udara. Udara segar dan hembusan angin surga yang menyegarkan jiwa. Suami-isteri dengan terinspirasi oleh keteduhan musim semi, membangun hubungan bersama yang produktif dan jauh dari segala bentuk sikap berlebihan dan keteledoran. Hubungan mereka tidak berlebihan hingga tercipta ketergantungan yang kelewat batas, juga tidak dingin dan kasar yang berakibat sirnanya benih-benih cinta dan kasih sayang yang tersemai dalam hati mereka.

Musim semi juga memiliki poin pendidikan lain untuk sebuah kehidupan ideal. Sebagaimana alam, setelah melalui satu fase layu dan kering, mereka kembali hijau dan segar bersama musim semi juga mengalami perubahan. Batang tumbuhan dan pepohonan yang kering dan layu diterpa musim dingin. Musim semi datang melahirkan tunas-tunas kehidupan bagi mereka. Perubahan di alam membawa pesan bagi manusia sebagai makhluk termulia mesti berkompetisi dalam perubahan ini sekalipun dengan alam.

Anggota sebuah keluarga adalah sebagai manusia-manusia potensial untuk berkembang dan berubah. Mereka selalu berpikir untuk berkembang dan berubah ke arah positif. Akan tetapi, dalam perubahan ini perlu diperhatikan kondisi dan syarat yang mendominasi sebuah keluarga. Memperhatikan perubahan-perubahan positif akan mengarahkan suasana keluarga dari keterpurukan ke arah perkembangan dan kesempurnaan.

Shafi seorang psikolog keluarga mengatakan, "Keluarga ideal adalah sebuah keluarga yang dibangun atas dasar aturan-aturan logis dan sah, interaksi dan pergaulan dalam keluarga tersebut didasari pada prinsip cinta dan kasih sayang. Dalam keluarga ideal, terdapat hubungan yang bertujuan, keluarga ditata dengan metode rasional dan manusiawi. Idealisme dalam keluarga berdampak pada menguatnya ketahanan dalam menghadapi berbagai masalah dan kemelut. Dalam keluarga ideal, terlihat adanya kepuasan, kenyamanan,ketenteraman, dan potensi untuk berkembang dan sempurna tersedia bagi semua anggota keluarga."

Berbicara mengenai perkembangan dan kesempurnaan. Di sini, kami akan memaparkan kepada Anda kriteria-kriteria keluarga ideal. Dalam keluarga ideal, suami-isteri memiliki pandangan yang saling menyempurnakan. Dalam pandangan ini, suami-isteri sama-sama menyandang kemuliaan insani. Keduanya siap untuk berkembang, juga merasa senang dengan perkembangan pasangannya. Pandangan demikian, akan menjadikan ruang lingkup kehidupan sebagai ajang menelurkan hal-hal baru, dan akan menyelamatkan keluarga dari kesirnaan dan keterpurukan perlahan.

Dalam keluarga ideal dan tertata, suami-isteri tidak akan merampas peluang untuk berubah dari yang lainnya. Kendatipun mereka melihat adanya kekurangan pada pasangannya, tapi ia tetap bernilai di mata pasangannya, bahkan sebisa mungkin pasangannya berusaha untuk menghilangkan kekurangan tersebut. Reaksi membangun semacam ini berasal dari rasa saling cinta kedunya sebagaimana yang telah dipaparkan panjang lebar pada kajian sebelumnya.

Oleh karena itu, rasa saling menghormati dan menghargai akan membuka peluang untuk perkembangan dan kemajuan pasangannya. Ajaran Islam sangat menekankan sikap menghormati dan menghargai yang lain dalam interaksi sosial, terlebih dalam lingkungan keluarga. Islam menekankan agar suami-isteri menjaga sikap saling menghormati sebagaimana pakaian bagi keduanya. Salah satu penafsiran tamsil ini, sebagaimana pakaian menutup aib dan cacat, suami-isteri juga harus menjadi penutup satu sama lain. Akan tetapi, jika suami-isteri saling membuka aib dan kekurangannya, atau saling berbangga dengan kelebihan masing-masing, maka lingkungan keluarga menjadi tidak harmonis dan hubungan mereka kaku.

Perhatikan contoh berikut:

Beberapa waktu lalu, seorang ibu rumah tangga pendengar radio dalam sebuah suratnya memaparkan problema keluarganya dan meminta bimbingan. Dalam suratnya, ia menulis, "Saya menikah dengan seorang mahasiswa semester empat jurusan kedokteran. Pada saat itu, saya juga seorang mahasiswi semester kedua. Akan tetapi karena satu dan lain hal antara lain tanggungjawab sebagai ibu rumah tangga, penentangan dari pihak suami, dan demi ketenangan sang suami, saya tidak meneruskan kuliah.

Beberapa tahun, saya menjalani kehidupan yang serba susah dan kecukupan sebagai mahasiswa bersamanya, dengan harapan suatu hari dia menyelesaikan kuliahnya dan menjadi seorang dokter. Akan tetapi sangat disayangkan, saat dia telah mendapatkan gelar dokternya, sikapnya terhadap saya mulai berubah dan akhirnya ia berkata bahwa kita tidak saling mengerti dan memahami dan kamu (saya) tidak memiliki kelayakan untuk mendampingi seorang dokter. Sekarang, saya merasa sebagai orang yang dirugikan dan hasil dari semua beban hidup tidak lebih dari penyesalan dan keputusasaan".

Dr. Syarafi seorang psikolog keluarga dalam menganalisa kasus ini mengatakan, "Tentu saja Anda semua melihat atau mendengar bahwa sebagian pria dan wanita dengan mengesampingkan semua cita-cita dan keinginan pribadinya, secara tulus bekerja keras dan rela berkorban demi kemajuan pasangannya. Manusia-manusia seperti ini ibarat sayap bagi pasangannya atau ibarat tempat peluncuran bagi pasangan hidupnya. Oleh karena itu, kewajiban moral manusia berkesimpulan bahwa terhadap orang-orang yang telah mengorbankan kehidupannya demi kemajuan pasangannya, harus diberi ucapan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya.

Jika pria dan wanita, berkat bantuan dan dorongan pasangannya telah menyelesaikan pendidikan dan telah sampai pada kemajuan, ada baiknya ia melihat ke belakang. Ia akan menyaksikan naungan kasih sayang seorang pasangan yang rela kerkorban hadir dalam seluruh fase kehidupan bersama. Dalam hal ini, dengan membangkitkan jiwa rasa syukur terhadap diri sendiri, kehidupan akan terasa manis dan hangat, juga berdampak hangat bagi pasangannya."

Dr. Syarafi dalam menganalisa problema ini menambahkan, "Jika ibu ini, disamping tanggungjawab sebagai ibu rumah tangga, juga berpikir untuk kemajuan dirinya, dengan belajar di luar lingkungan akademis, ia bisa menambah pengetahuan dan kemampuan intelektualnya. Ia dapat memperlihatkan semua potensi internalnya dalam di lingkungan keluarga, hingga ia tidak harus lalai seperti ini".

Oleh karena itu, dalam keluarga ideal selalu terbuka peluang untuk kemajuan dan perkembangan semua anggota keluarga, antara lain untuk suami-isteri. (IRIB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar