Menyambung tulisan sebelumnya tentang para sahabat yang menjadi saksi sejarah yang melaporkan peristiwa Al-Ghadir Khum, di sini saya tuliskan tentang pendapat beberapa perawi dari kalangan Ahlussunnah terhadap hadits-hadits itu.
- al-Hafidz Abu Isa at-Thirmidzi (meninggal tahun 279H) telah berkata (dalam kitabnya Sahih—yang termasuk salah satu darias-Sihah as-Sittah) tentang hadits-hadits ini sebagai berikut: “Hadits-hadits itu baik (Hasan) dan benar (Shahih)” (LIHAT: at-Thirmidzi, as-Sahih, volume 2, halaman 298).
- al-Hafidz Abu Ja’far at-Tahawi (meninggal tahun 321H) telah berkata dalam kitabnya Musykilu ‘l-athar bahwa: “Hadits ini sahihmenurut para periwayatnya (asnad) dan tak ada seorangpun yang pernah berkata berlawanan dengan para periwayat hadits itu (maksudnya: tidak ada yang menentang kesahihan hadits itu—red). (LIHAT: at-Tahawi: Musykilu ‘l-athar, volume 2, halaman 308).
- Abu Abdillah al-Hakim an-Naysaburi (meninggal tahun 405H) telah meriwayatkan hadits ini lewat beberapa jalur rantai sanad dalam kitabnya yang terkenal yaitu al-Mustadrak (haditsnya seringkali kita sebut sebagai hadits riwayat Hakim). Ia menuliskan dalam kitabnya itu bahwa hadits-hadits tentang Al-Ghadir Khum itu sahih (LIHAT: al-Hakim, al-Mustadrak, volume 3, halaman 109—110)
- Abu Muhammad Ahmad ibn Muhammad al-Asimi telah berkata: “Hadits-hadits ini diterima oleh ummat dan hadits-hadits tersebut sesuai dengan kaidah-kaidah Islam.” (LIHAT: Al-Amini: al-Ghadir, volume 1, halaman 295)
Berikut ini akan saya tuliskan beberapa nama penulis hadits yang menuliskan hadits-hadits tentang peristiwa Al-Ghadir Khum yang semuanya menyatakan bahwa hadits-hadits tentang peristiwa Al-Ghadir Khum itu nyata adanya dan sahih serta tak mungkin atau mustahil ditolak keberadaannya.
Para penulis hadits itu diantaranya ialah:
- Abu Abdillah al-Mahamili al-Baghdadai dalam kitabnya AMALI
- Ibn Abdi ‘l-Barr al-Qurtubi dalam kitabnya AL-ISTI’AB
- Ibnu ‘l-Maghazili asy-Syafi’i dalam kitabnya AL-MANAQIB
- Abu Hamid Ghazzali dalam kitabnya SIRRU ‘l-ALAMAYN
- Abu ‘l-Faraj ibn al-Jawzi dalam kitabnya AL-MANAQIB
- Sibt ibn al-Jawzi dalam kitabnya TADZKIRAT KHAWASSI ‘L-UMMAH
- Ibn Abi ‘l-Hadid al-Mu’tazili dalma kitabnya SHARH NAHJUL BALAGHAH
- Abu Abdillah al-Ganji asy-Syafi’i dalam kitabnya KIFAYATUL-TALIB
- Ibn Katsir ad-DImasyqi dalam kitabnya TARIKH
Jalaluddin as-Suyuthi
Al-Qastalani dalam kitabnya AL-MAWAHIBU ‘L-LADUNNIYYAH
Ibnu Hajar al-Makki dalam kitabnya AS-SAWA’IQU ‘-MUHRIQAH
Abdu ‘l-Haqq ad-Dihlawi dalam kitabnya SHARHU ‘L-MISHKAT
DAN MASIH BANYAK LAGI YANG TIDAK MUNGKIN DITULISKAN DALAM TULISAN SINGKAT INI
Patut dan layak serta perlu untuk dituliskan disini bahwa semua penulis hadits yang disebutkan di atas ialah kesemuanya berasal dari golongan AHLUSUNNAH. Mereka adalah orang-orang yang terpandang di kalangan saudara kita dari Ahlussunnah (Sunni). Dan di kalangan Ahlussunnah sebuah hadits itu dikatakan shahih apabila hadits tersebut melalui sebuah rantai sanad yang tak terputus yang terdiri dari orang-orang yang adil (Adl) terpercaya atau dianggap bisa dipercaya (Tsiqat); selain itu juga mereka harus memiliki ingatan (Dhab) yang kuat dan tidak pernah melakukan tindak asusila atau jahat dan tidak gila (LIHAT: Subhi as-Salih, Ulumu l’-hadits wa mustalahatuh, halaman 145)
Apabila semua karakter itu ada pada setiap orang yang ada pada rantai sanad sebuah hadits, maka hadits itu akan dipercaya dan dianggap sahih. Sedangkan apabila ada seorang sanad atau dua orang sanad yang tidak memiliki ingatan yang kuat, maka hadits itu akan digolongkan kedalam hadits yanghasan (baik). Saja. (LIHAT: ibid)
Jadi apabila para ulama Ahlussunnah berkata bahwa hadits al-Ghadir itu shahih maka itu artinya mereka secara tidak langsung menyebutkan bahwa para perawi atau pelapor hadits itu sebagai orang-orang yang dapat dipercaya dan jujur adanya; mereka tidak memiliki cela secara asusila; mereka tidak pernah melakukan perbuatan jahat pada masanya sekaligus juga mereka memiliki ingatan yang kuat untuk merekam hadits yang sahih itu. Dan hadits-hadits yang mereka tuliskan tentu saja memiliki kedudukan yang shahih dan baik serta bisa dijadikan rujukan bagi kaum Muslimin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar