Laman

Jumat, 18 November 2011

Jilbab dalam Berbagai Perspektif (Bagian pertama)



Di balik setiap aliran dan ideologi terdapat pemikiran. Agama Islam yang berlandaskan pada pemikiran ilahi, mempunyai serangkaian ajaran dan prinsip yang berdasarkan pada kemaslahatan dan kebahagiaan manusia. Menutup aurat adalah di antara ajaran Islam yang merupakan kewajiban bagi muslim dan muslimah guna menjaga etika diri dan lingkungan. Sejumlah besar cendekiawan kontemporer menekankan pentingnya kehormatan dan penutupan aurat dalam menjalin hubungan individual dan sosial. Mereka mempunyai beragam pendapat mengenai mekanisme peran perempuan dan laki-laki di tengah lingkungan masyarakat. Akan tetapi berbagai pendapat itu saling berdekatan.




Saat ini, muncul berbagai pertanyaan; Apakah filsafat jilbab itu? Mengapa perempuan harus mengenakan pakaian dengan batas-batas tertentu? Bukankah kewajiban jilbab itu membuat perempuan menyembunyikan diri di rumah dan menyebabkan diskriminasi di tengah masyarakat? Dalam kesempatan kali ini, kami berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Sejumlah riset baru ilmu psikolog menunjukkan bahwa kecenderungan perempuan untuk menutupi aurat mempunyai landasan fitrah dan psikologi. Kecenderungan semacam ini sangatlah penting bagi pertumbuhan mental dan spiritual. Dokter Shahriyar Ruhani, seorang penulis dan psikolog asal Iran mengatakan, "Sejumlah pihak menilai pembedaan cara berpakaian antara laki-laki dan perempuan sebagai diskriminasi gender, keunggulan sepihak laki-laki atas perempuan, ketidakadilan antara hak laki-laki dan perempuan dan pelecehan atas hak perempuan. Mereka lupa bahwa perempuan dan laki-laki harus dipisahkan saat mencapai masa baligh atau dewasa. Bertolak-belakang dengan propaganda yang berkembang, penggunaan pakaian sopan bagi perempuan berhubungan dengan tahap kedewasaan, bahkan berlandaskan pada nilai-nilai fitrah manusia."
Baron de Montesquieu dalam bukunya, "The Spirit of Laws", menulis, "Hukum alam berbicara bahwa perempuan harus bersabar karena laki-laki diciptakan dengan bentuk keras. Perempuan lebih banyak menggunakan kekuatan kesabarannya. Untuk itu, perempuan dengan bantuan pakaian penutup auarat (jilbab) dapat mewujudkan keseimbangan antara perempuan dan laki-laki. Berdasarkan poin ini, seluruh masyarakat dunia berkeyakinan bahwa perempuan harus mengenakan pakaian penutup aurat dan mempunyai rasa malu."
Dengan memperhatikan kondisi spirit dan mental perempuan dan laki-laki, batasan-batasan jilbab ditentukan dalam Islam. Perempuan adalah manifestasi kelembutan dan keindahan. Untuk itu, perempuan cenderung menampakkan manifestasi tersebut. Akan tetapi Islam berupaya mengoptimalkan potensi yang dimiliki kaum Hawa dengan mengarahkan mereka supaya menaruh perhatian terhadap kehormatan manusia. Dengan cara itu, perempuan tidak terlena dengan mempercantik lahiriah semata. Menurut Islam, kehormatan itu tidak akan terealisasi tanpa menjaga aurat dengan benar. Hal ini juga dibenarkan dari sudut pandang ilmu psikolog.
Menurut sebagian besar para psikolog, kedewasaan seseorang terbagi menjadi beberapa tahap. Seseorang dalam setiap tahap kedewasaan mempunyai sederet kebutuhan. Jika kebutuhan-kebutuhan itu tidak dapat terpenuhi, seseorang akan mengalami kebekuan kepribadian. Saat itu, ia akan menghadapi kondisi stagnan di tahap itu. Tak dapat dipungkiri bahwa seseorang ketika tidak dapat memenuhi kebutuhannya di tahap tertentu, akan mencarinya hingga akhir hayat. Dalam kondisi seperti itu, ia akan menampakkan perilaku yang semestinya dilakukan di masanya. Meski umurnya sudah berlalu, tapi ia menunjukkan sikap yang tak sesuai dengan umurnya.
Tak diragukan lagi, perempuan dan laki-laki di masa baligh atau dewasa mempunyai beragam perilaku dalam mereaksi lingkungan. Pada masa itu, laki-laki lebih menunjukkan sikap agresif. Akan tetapi perempuan mempunyai kondisi sebaliknya, yakni lebih cenderung mencari perhatian. Dengan demikian, kecenderungan menghias lahiriah oleh kaum hawa adalah di antara karakter yang menonjol di masa itu.
Untuk mencapai kesempurnaan diri, kaum Hawa harus melewati masa itu. Akan tetapi sangat disayangkan, sejumlah perempuan mengalami stagnasi kepribadian. Dalam kondisi itu, mereka lebih cenderung menjadi pribadi yang ingin mencari perhatian pada orang lain. Para psikolog berkeyakinan stagnasi kepribadian di kalangan perempuan merupakan sebuah penyakit yang akan menghalangi perkembangan kedewasaan. Dengan ungkapan lain, perempuan yang mengalami stagnasi kepribadian, lebih cenderung mengoptimalkan potensinya untuk menghias dirinya secara lahiriah dan mencari perhatian pada orang lain. Kondisi seperti ini seringkali membuat perempuan terkucil dan mandeg dari sisi perkembangan kedewasaan. Stagnasi kepribadian seperti itu akan menghalangi konsentrasi perempuan dalam berperan sebagai istri dan ibu. Saat melewati masa itu, perempuan akan mencapai kesempurnaan manusia. Setelah itu, kaum hawa ini lebih cenderung mengoptimalkan kemampuan positif dirinya untuk mencapai kesempurnaan diri dan sosial, dibanding mempercantik lahirian.
Hal yang lebih memprihatinkan, sejumlah perempuan tak berhasil menarik perhatian suami dan cenderung menampakkan kecantikan mereka di depan umum. Langkah itu sengaja dilakukan kaum hawa untuk mendapat pengakuan dari orang lain setelah gagal menarik perhatian dari suaminya. Kondisi ini jelas sama halnya dengan dekadensi kepribadian perempuan. Dr Shariyar Ruhani mengatakan, " Kurangnya perhatian para suami seringkali membuat kepribadian perempuan mengalami dekadensi." Dikatakannya pula, "Kecenderungan sejumlah laki-laki untuk menguasai perempuan dan kecenderungan perempuan untuk menghias lahiriahnya adalah di antara bukti kurangnya kedewasaan mereka."
Hal yang sangat mengkhawatirkan, sejumlah negara malah justru mendorong budaya telanjang dan pamer tubuh. Bahkan sebagian besar negara Barat memandang perempuan sebagai sarana dan alat ekploitasi. Kondisi inilah yang memperbanyak pelecehan terhadap perempuan. Saat etika dan keselamatan jiwa tidak lagi dihiraukan, masyarakat akan terpolusi dengan nilai-nilai yang tak bermoral. Direktur Bidang Psikologi di Universitas Wisconsin, Seymour Halleck mengatakan, "Di universitas ini, ratusan mahasiswa setiap tahunnya mendatangi klinik psikologi memeriksa diri mereka. Saya dan para psikolog di universitas ini benar-benar tercengang melihat kondisi generasi muda saat ini." Kesimpulannya, jilbab sangatlah penting bagi keamanan perempuan, bahkan bisa dijadikan sebagai penangkal amoral di tengah masyarakat. (IRIB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar