Seluruh makhluk hidup sejak kelahiran hingga kematiannya melalui berbagai fase kehidupan. Manusia juga tidak keluar dari kaidah universal tersebut. Manusia adalah makhluk yang terus berubah. Sebagaimana pengetahuan manusia kian meningkat melalui pengajaran, kebutuhan dan kemampuannya juga mengalami perubahan. Salah satu kebutuhan penting manusia adalah kebutuhan untuk memiliki pendamping hidup.
Pria dan wanita, memiliki identitas yang sama dalam penciptaannya. Sedangkan dari sisi psikis dan gender, keduanya berbeda. Meskipun demikian, hal ini tidak bermakna adanya kekurangan pada satu pihak dan kesempurnaan pada pihak yang lain. Justru, perbedaan antara pria dan wanita membantu perputaran roda sosial dalam membentuk keseimbangan yang diharapkan dalam masyarakat. Perbedaan tersebut menyebabkan keduanya memiliki kecenderungan satu sama lain, dan hal inilah yang menjadi jalan bagi keduanya untuk memenuhi kebutuhan masing-masing.
Pesan dari penciptaan adalah bahwa keistimewaan alamiah pria dan wanita tidak menunjukan kelebihannya atas jenis gender yang lain, dan keistimewaan itu uga tidak meniscayakan kekurangan pada gender lain. Pria dan wanita memiliki identitas kemanusiaan yang mandiri. Namun dalam lingkungan keluarga, masing-masing memiliki tugas dan peran tersendiri. Dalam kehidupan bersama, masing-masing pihak harus menghormati identitas kemanusiaan pihak lain. Selain itu, keduanya harus memahami perbedaan natural gender dan psikis pihak lain. Dalam hal ini, masing-masing menerima kedudukannya sebagai istri maupun suami dan tidak berkeinginan duduk di posisi pasangannya.
Seorang psikoanalis kelahiran Jerman, Erich Fromm, setelah mengkaji perbedaan dunia wanita dan pria mengatakan, "Wanita dan pria bisa saling memahami dan saling menyempurnakan, namun tidak pernah bisa serupa. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam diri keduanya."
Pernikahan merupakan momentum penting dan menentukan dalam kehidupan setiap orang. Membangun keluarga di lihat dari sisi fitrah, naluri ataupun agama dan sosiologi pun termasuk hal yang vital dalam kehidupan manusia. Para pakar pendidikan dan sosiolog menyakini bahwa kesehatan dan kebahagiaan masyarakat tergantung pada pernikahan yang benar dan pengawasan untuk menjaga kelestariannya. Dengan dasar tersebut, maka pernikahan harus dibangun di atas fondasi dan prinsip yang benar untuk membentuk keluarga dan masyarakat dan sehat.
Pernikahan tanpa tujuan dan pertimbangan, seperti mendirikan fondasi bangunan di atas tanah yang rapuh. Tentu saja, pernikahan seperti itu tidak bisa menjadi tempat yang meyakinkan bagi kehidupan. Pada dekade akhir, berbagai isu seperti hubungan suami istri, kepuasan masing-masing pihak terhadap pasangannya dan pengaruhnya bagi keselamatan keluarga telah menjadi perhatian para pakar dan peneliti. Hingga kini, kajian tentang variabel positif dalam pernikahan dan peningkatan kualitasnya menjadi fokus pembahasan psikologi pernikahan. Berkaitan dengan ini, peran berbagai variabel budaya dan ekonomi dalam pernikahan menjadi perhatian seperti halnya masalah kejiwaan dan psikis.
Kini, muncul pertanyaan mengapa pernikahan dipandang begitu urgen? Apakah hal ini pernah terlintas di benak Anda? Dengan sedikit merenungkan masalah ini, kita memahami bahwa pernikahan pada tingkat pertama memenuhi sebuah kebutuhan natural dan naluri melalui jalan yang benar dan sesuai syariat. Dorongan kebutuhan tersebut laksana air bah, jika tidak disalurkan pada waktunya dan di jalan yang benar, bisa menjadi banjir bandang yang memporak-porandakan segalanya. Tidak hanya mempengaruhi jasmani, bahkan mengoncangkan kondisi kejiwaan, psikis dan jati diri manusia.
Dalam logika al-Quran, pernikahan adalah jalan terpercaya bagi berbagai hubungan dan permulaan kehidupan yang dipenuhi kasih sayang dan kesucian. Kecenderungan pria kepada wanita bersumber dari kasih sayang yang dianugerahkan Allah kepadanya dan kasih sayang ini melampaui dorongan naluri. Pernikahan mengarahkan gelombang hasrat pemuda yang bergejolak berlabuh di pantai yang teduh, aman dan tentram. Hal ini menyebabkan pria dan wanita menjalani hidup bersama dengan keceriaan jiwa dan psikis.
Seorang psikolog dan peneliti Iran, Dr. Gholam-ali Afruz dalam bukunya "Wanita-wanita terbaik" menulis, "Tidak diragukan lagi, pada umumnya pertikaian keluarga, ketidakperdulian, broken home dan berbagai pandangan negatif lainnya timbul karena tiadanya ketentraman jiwa di dalam keluarga dan tidak terjaminnya kebutuhan emosi dan psikis anggotanya. Dengan kata lain, kemiskinan emosi merupakan penyebab utama dari tragedi tersebut. Berdasarkan hal tersebut, istri-istri terbaik adalah orang yang tentram dalam kehidupan keluarganya dan kehadiran dirinya menjadi sumber rahmat dan kasih sayang yang paling bernilai. Dalam hal ini, peran terbesar wanita adalah memperhatikan keberadaannya sebagai sosok penentram dan penebar kasih".
Para psikolog meyakini bahwa pernikahan memberikan ketentraman bagi jiwa pemuda yang bergejolak. Dengan ketentraman tersebut, para pemuda bisa meraih tujuan tertingginya. Karena dengan keamanan yang dihasilkan dari pernikahan, manusia mencapai keseimbangan kejiwaan dan psikis dalam dirinya. Keseimbangan ini mendorong manusia menuju aktivitas yang membangun. Namun, hal ini terwujud ketika pernikahan berlangsung sukses dan benar dalam memilih pasangan.
Psikolog Iran, Dr. Navabinejad mengatakan, "Setelah gadis dan jejaka melalui usia baligh dan masuk ke usia mudanya, berusaha mencapai kemandirian pemikiran. Untuk menutupi kekurangan dan memenuhi berbagai kebutuhannya, mereka memiliki kecenderungan untuk menikah hingga dengan memilih pasangan hidup yang layak, mereka bisa hidup mandiri dan mengembangkan kesempurnaan dirinya. Ketika seseorang berada di tengah kehidupan rumah tangga di bawah naungan cinta dan kemesraan, ia akan lebih merasa bertanggungjawab. Ia melihat kehidupannya lebih bermakna dan dengan bekerja berupaya memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya.
Dengan demikian, salah satu alasan dari urgensi pernikahan adalah kecenderungan untuk berkembang dan menjadi sempurna. Setelah melewati masa kanak-kanak dan mencapai usia dewasa, manusia memerlukan identitas baru yang terbentuk melalui pernikahan dan memilih pasangan. Pernikahan memunculkan perasaan kemandirian dan kedewasaan dalam diri seseorang. Maka orang yang telah menikah, terus berusaha menjalankan perannya lebih baik sebagai suami maupun istri. Melalui pernikahan, gadis dan jejaka mengakhiri kesibukan masa lajangnya dan dalam kondisi yang baru, berusaha mendapatkan pengalaman baru.
Urgensi lain dari pernikahan adalah melindungi kesucian. Pernikahan dan berdirinya pranata keluarga, memberikan kontribusi besar terhadap kesehatan dan keamanan masyarakat. Dengan demikian, pernikahan mampu menurunkan tingkat kriminalitas dan kerusakan sosial. Dalam sebuah riset lapangan yang dilakukan terhadap 500 orang pemuda Inggris, dilaporkan bahwa tingkat kejahatan di kalangan pemuda yang telah menikah dan berkeluarga lebih rendah. Tampaknya, dengan dasar itulah ajaran moral Islam menegaskan pentingnya pernikahan. Dalam sebuah hadis Rasulullah bersabda, pernikahan menyempurnakan setengah dari agama seseorang.
Keberlanjutan keturunan adalah motivasi lain dari urgensi pernikahan di lingkungan masyarakat. Pada umumnya manusia menyukai keturunannya tetap berlanjut. Bahkan, motivasi ini yang lebih kuat tertancap dalam diri wanita. Barangkali, karena adanya perasaan keibuan pada dirinya. Hubungan afeksi antara orang tua dan anak-anak memberikan ketentraman dan kebahagiaan bagi jiwa dan psikis manusia. Hubungan emosi tersebut terbentuk melalui pernikahan dan membentuk keluarga.(IRIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar