Laman

Jumat, 22 April 2011

Imam Hasan as, Juru Damai Islam



undefinedImam Hasan as, Juru Damai Islam
Ahlul Bait Rasulullah adalah penerus misi beliau sebagai pemberi petunjuk umat manusia. Para Imam Ahlul Bait selama dua abad pasca wafatnya Rasulullah dengan gigih membela dan menyebarkan ajaran suci Islam. Meski kondisi poliitik, sosial dan ekonomi yang mereka hadapi berbeda, namun para Imam Ahlul Bait memiliki misi yang sama. Perbedaan situasi dan kondisi yang mereka hadapi membuat strategi yang ditempuh para Imam juga berbeda. Namun demikian kesamaan visi dan posisinya sebagai peninggalan Rasulullah di samping al-Qur'an dan kedudukannya yang tidak dapat dipisahkan dari Kalam Ilahi menunjukkan posisi tinggi mereka. Hakikat al-Qur'an dapat ditemukan di setiap perilaku dan ucapan para Imam Ahlul Bait. Ketinggian pengetahuan mereka menjadi pelindung utama al-Qur'an dari tahrif. Hari ini bertepatan dengan syahadahnya Imam Hasan Mujtaba, cucu Rasulullah, kita akan mengkaji sosok mulia penghulu pemuda surga. Imam Hasan sepanjang hidupnya selama 47 tahun merupakan manifestasi nyata nilai-nilai mulia al-Qur'an. Sejarah hidup manusia mulia ini juga menambah daftar cemerlang sejarah Islam.



Putra Ali bin Abi Talib dan Fatimah Zahra ini lahir di Madinah pada tahun ketiga hijriah. Delapan tahun pertama usia Imam Hasan, beliau lewatkan dalam didikan sang kakek, Rasulullah. Setelah Rasulullah wafat, Imam Hasan tumbuh besar dalam didikan sang ayah, Imam Ali as. Selama itu, beliau dengan tekun berada di sisi Imam Ali dan membantu perjuangan sang ayah menegakkan nilai-nilai murni Islam. Setelah Imam Ali syahid, tampuk imamah umat Islam berada di pundak Imam Hasan as.
Sumber-sumber sejarah menyebutkan, ketika Imam Ali syahid, Imam Hasan berpidato di masjid Kufah dan mengingatkan kedudukan mulia keluarga Ahlul Bait serta pengorbanan yang telah mereka sumbangkan demi kejayaan Islam. Setelah menyampaikan khutbahnya, akhirnya beliau dibaiat oleh umat Islam pada 21 Ramadhan 40 Hijriah sebagai Imam dan Khalifah umat muslim. Selanjutnya baiat terhadap Imam Hasan mulai menyebar dari Kufah ke kota-kota lainnya seperti Basrah dan seluruh wilayah Irak, Hijaz dan Yaman.
Akhirnya Imam Hasan resmi menggantikan kedudukan Imam Ali sebagai khalifah umat Islam, namun akibat krisis yang dikobarkan Dinasti Umawiyah, pemerintahan Imam Hasan tidak bertahan lama. Dengan arif dan bersandar pada al-Qur'an, Imam Hasan menghadapi krisis ini dan meminimalkan dampak negatifnya bagi masyarakat muslim. Di masa krisis tersebut, Imam Hasan terpaksa menandatangani perjanjian damai dengan Muawiyah bin Abi Sofyan. Langkah hati-hati dan demi kemaslahatan umat Islam ini masih tetap diprotes oleh mereka yang jahil akan kedudukan Imam Hasan. Menghadapi protes ini, Imam Hasan mengemukakan argumennya dengan dasar al-Qur'an. Beliau menekankan bahwa sikapnya ini demi kepentingan umat Islam.
Prinsip politik dalam pandangan Rasulullah dan Ahlul Bait termasuk Imam Hasan harus dilandasi ajaran murni Islam. Oleh karena itu, Imam Hasan sangat memperhatikan masalah-masalah seperti menyelamatkan umat manusia dari penghambaan selain Allah swt, menegakkan keadilan, memerangi kezaliman serta memperhatikan kepentingan umum umat manusia. Dalam pandangan Imam Hasan, kekuasaan bukan tujuan tapi sarana untuk memenuhi hak rakyat, memerangi diskriminasi dan penyelewengan.
Setelah baiat terhadap Imam Hasan diambil dari seluruh wilayah Islam, Muawiyah bin Abi Sufyan bangkit menentang beliau. Imam Hasan setelah memberikan nasehat kepada Muawiyah dan sikap keras kepala anak Abu Sufyan ini maka beliau terpaksa memerangi penguasa Syam ini. Namun Imam Hasan sendiri dihadapkan pada masalah pelik karena di tubuh pasukannya terdapat orang-orang yang tidak memiliki iman dan semangat yang tinggi. Di pasukan Imam Hasan banyak terdapat orang yang mementingkan keuntungan pribadi. Anak Imam Ali ini dengan baik memahami kondisi pasukannya.
Imam Hasan bukan hanya menderita karena lemahnya semangat pasukannya, namun beliau juga merasa terancam dalam kondisi seperti ini. Di sisi lain, perbatasan wilayah Islam juga mendapat ancaman dari musuh. Musuh setiap saat menantikan kesempatan untuk menyerang wilayah Islam. Oleh karena itu, krisis internal di tubuh pemerintahan Islam saat ini membuat musuh kian optimis untuk menyerang wilayah Islam. Kondisi ini membuat Imam Hasan menangguhkan perang terhadap Muawiyah dan terpaksa menandatangani perjanjian damai dengan pemimpin Syam. Perjanjian damai ini ditempuh Imam Hasan karena kondisi terpepet dan dengan berbagai persyaratan. Di antara syarat perjanjian damai tersebut adalah Muawiyah harus mengamalkan ajaran al-Qur'an dan sunnah Rasulullah. Imam Hasan juga mensyaratkan Muawiyah untuk tidak menentukan penggantinya.
Sementara itu, tuntunan utama ajaran Islam bagi umat manusia adalah meninggikan spiritual, memerangi kezaliman, menegakkan keadilan dan memberantas ketertindasan. Islam senantiasa mengajarkan untuk hidup berdampingan secara damai dan menegakkan perdamaian serta stabilitas khususnya di tengah umat Islam. Al-Qur'an dalam ayatnya mengajak orang-orang beriman untuk hidup damai. Di surat al-Baqarah ayat 208 disebutkan, "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu."
Namun demikian Allah swt dalam al-Qur'an juga memerintahkan untuk berjihad dan berperang, namun peperangan ini dimaksudkan untuk menciptakan perdamaian dan keamanan dengan harapan merealisasikan tujuan mulia Islam. Imam Hasan as juga memikirkan tujuan-tujuan tinggi Islam yang pada masa itu berada di ujung tombak. Beliau mengetahui bahwa peperangan tidak akan menguntungkan Islam berdasarkan bukti-bukti yang telah kami sebutkan. Beliau memahami pula bahwa perdamaian dan pemulihan stabilitas pada masa itu akan menguntungkan masyarakat dan kemaslahatan umat Muslim, meski seandainya kemaslahatan itu menuntut beliau untuk meninggalkan kekuasaan. Imam Hasan as sangat mengutamakan masa depan umat Islam.
Diriwayatkan bahwa Imam Hasan setelah menerima perjanjian damai, dalam pidatonya menjelaskan bahwa peperangan tidak akan menguntungkan umat Islam dan setelah itu beliau membacakan ayat 111 surat Anbiya bahwa perdamaian beliau adalah ujian bagi masyarakat.
Abu Said, seorang sahabat Imam Hasan as mengatakan, "Setelah menandatangani perjanjian damai, aku menghadap beliau dan mengatakan: "Wahai putra Rasulullah, mengapa Anda berdamai dengan Muawiyah, sedangkan kau tahu kau adalah pemimpin yang benar? Imam Hasan as menjawab pertanyaan ku dengan menyinggung kesepakatan damai Rasulullah dengan kaum musyrik Mekkah di Hudaibiyah dan kemudian bersandar pada ayat AlQuran, beliau menyebutkan kisah Nabi Khidr as dan Musa as seraya berkata bahwa Khidr merusak perahu yang ditumpanginya agar tersisa pemilik dan para penumpangnya. Di saat alasan di balik perilaku ini tidak diketahui oleh Musa as. Imam Hasan as kemudian berkata kepadaku, kemaslahatanku juga memiliki rahasia yang saat ini masih terselubung bagimu dan hasilnya akan kau ketahui nanti."

Pada kesempatan lain, Imam Hasan as kepada Abu Said mengatakan, "Jika aku tidak melakukannya, maka tidak akan ada pengikut Ahlul Bait yang tersisa di muka bumi ini dan semuanya akan terbunuh. Dalam masalah yang aku perselisihkan dengan Muawiyah, kebenaran ada padaku namun aku serahkan kepadanya dan ini semua aku lakukan demi menjaga nyawa dan harta kalian."
Imam Baqir as, cucu Rasulullah SAWW, dalam menganalisa sebab dan faktor perjanjian damai Imam Hasan as, menilainya sesuai dengan ayat 77 surat Anbiya:
"Tidakkah kami perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu dari berperang", Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun."
Imam Hasan as sekitar delapan tahun tinggal di kota Madinah dan beraktivitas di bidang budaya dan sosial. Karena umat Islam sangat memerlukan perubahan budaya. Oleh karena itu, beliau mendidik orang-orang mukmin dan dengan menjelaskan maarif Islam, beliau telah meninggalkan khazanah yang sangat berharga. Meski demikian, selama tahun-tahun tersebut, Imam Hasan as tidak lalai akan perkembangan politik dan sosial. Dengan senantiasa mengkritik kebijakan para penguasa dinasti Umayyah, beliau terus berusaha mencerahkan opini masyarakat. Setiap hari berlalu, manifestasi hakikat imam mulia ini semakin jelas dan masalah inilah yang membuat para penguasa Bani Umayyah menjadi berang. Oleh karena itu, mereka menyusun rencana busuk untuk meracuni Imam Hasan as, dan akibatnya beliau gugur syahid.
Di sini, kami akan mengutip hadis dari Imam Hasan as sebagai berikut;
"Tidak ada sesuatu yang kekal di dunia kecuali AlQuran. Maka jadikanlah ia pembimbingmu sehingga kalian akan terbimbing. Orang yang paling bijak adalah yang mengamalkan AlQuran meski tidak menghapalkan ayatnya. Dan orang yang terjauhkan dari AlQuran adalah mereka yang tidak mengamalkannya meski mereka membacanya."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar