Sejak keberhasilan seorang ulama lanjut usia Ayatullah
Sayyid Ruhullah Khomeini al-Musawi dalam menumbangkan
rezim Pahlevi di Iran pada tahun 1979, ajaran Syiah (Ahlul Bait)
meluber seperti lava yang tidak terbendung ke seluruh penjuru
dunia. Wilayah Nusantara adalah salah satu bagian dunia yang
mendapat berkah luberan lava revolusi itu. Sejak saat itu, ajaran
Ahlul Bait tumbuh subur di kalangan intelektual muslim, aktivis
mahasiswa dan bahkan di kalangan masyarakat umum.
Perkembangan ini selain menjadi pupuk penyubur kehidupan
intelektual dan keagamaan di masyarakat Indonesia, juga
menjadi batu sandungan yang berat bagi rival Ahlul Bait entah itu
dari kalangan keagamaan ataupun dari pelaku politik. Palu
godam selalu diarahkan pada tempat di mana ajaran Ahlul Bait
tumbuh dengan subur. Anehnya semakin keras palu godam itu
dihantamkan tepat di ‘wajah’ jamaah Ahlul Bait, semakin
progresif gerakan dakwah yang disunggih oleh aktivis dan
intelektual Syiah. Berbagai isu dilontarkan oleh rival Ahlul Bait
mulai dari yang paling sensitif seperti nikahmut’ah, perubahan isi
Al-Quran sampai ke hal yang remeh temeh seperti salahnya
Malaikat Jibril dalam menyampaikan wahyu. Isu-isu seperti itu
tidak membuat surut sedikit pun upaya dakwah yang dilakukan
oleh aktivis dan ulama Ahlul Bait. Salah satu isu yang menarik
dan yang berkaitan dengan mencuatnya lava Revolusi Islam Iran
adalah ajaran Ahlul Bait disebut sebagai barang import atau
pendatang baru di Indonesia.
Pertanyaannya adalah apakah isu terakhir itu benar?
Apakah ajaran Ahlul Bait baru hari ini ‘diimport’ dari Iran?
Ataukah ia sudah sejak lama sengaja disebarkan secara
sistematis dan terencana oleh ulama Ahlul Bait ke seluruh
penjuru Nusantara? Di sinilah pentingya Jurnal Al-Qurba edisi
pertama dalam menampilkan sebuah ‘puzzle’ jejak perjalanan
dakwah ulama Ahlul Bait yang diharapkan dapat menstimulasi
terbangunnya konstruksi jawaban utuh dari pertanyaanpertanyaan
di atas.
Mengapa hanya sebuah ‘puzzle’? Imam Ja’far Shadiq
pernah berujar : “Hidupkan ajaran kami, semoga Allah merahmati
mereka yang menghidupkan ajaran kami” (Kitab Luhuf). Seluruh
pengikut Ahlul Bait akan memberikan respon positif terhadap
v
apa yang diserukan oleh Imam Shadiq itu. Dalam waktu yang
relatif singkat dan sumberdaya yang boleh disebut ‘apa adanya’
— namun disemangati oleh seruan Imam Ja’far tersebut di atas –
dewan redaksi Jurnal Al-Qurba berusaha semampu mungkin
mengundang intelektual Nusantara untuk menulis tentang jejakjejak
ulama Ahlul Bait di Nusantara yang dibingkai dalam tema
“Tradisi dan Kebudayaan Ahlul Bait di Nusantara”. Mungkin
rentang waktu mengundang dan mengumpulkan makalah yang
terlampau singkat, sehingga hanya tujuh makalah ilmiah yang
bisa disajikan dalam edisi pertama. Tentunya tujuh makalah ini
tidak bisa disebut sebagai makalah yang tuntas, justru
sebaliknya, makalah-makalah itu barulah sebuah rintisan atau
‘puzzle’ yang sangat patut dikritisi. Oleh karena itu dewan
redaksi selain akan menyebarkan Jurnal Al-Qurba edisi pertama
ini ke seluruh pelosok Nusantara, juga akan menampilkannya di
situs Jurnal Al-Qurba, www.jurnalalqurba.com. Dengan cara itu
diharapkan dialog ilmiah interaktif bisa dibangun di dunia maya.
Hasil dialog ilmiah di duniamaya akan dikemas dan diupdate oleh
pengelolah Jurnal Al-Qurba sehingga dinamika diskusi tentang
tema yang dikaji dapat dinikmati dan diresponi kembali oleh
pembaca. Dengan pertimbangan efektifitas dunia maya sebagai
sarana dialog ilmiah, bukan tidak mungkin justru dialog di dunia
maya itu akan menghasilkan sebuah karya ‘utuh’ tentang jejakjejak
ulama Ahlul Bait di Nusantara. Bila hal itu menjadi suatu
kenyataan, maka tuduhan bahwa ajaran Syiah atau Ahlul Bait
sebagai barang import dan sejenisnya sudah selayaknya dikubur
dalam-dalam. Selebihnya selamat menyimak dan menikmati
sajianmakalah-makalah edisi pertama ini.
Sayyid Ruhullah Khomeini al-Musawi dalam menumbangkan
rezim Pahlevi di Iran pada tahun 1979, ajaran Syiah (Ahlul Bait)
meluber seperti lava yang tidak terbendung ke seluruh penjuru
dunia. Wilayah Nusantara adalah salah satu bagian dunia yang
mendapat berkah luberan lava revolusi itu. Sejak saat itu, ajaran
Ahlul Bait tumbuh subur di kalangan intelektual muslim, aktivis
mahasiswa dan bahkan di kalangan masyarakat umum.
Perkembangan ini selain menjadi pupuk penyubur kehidupan
intelektual dan keagamaan di masyarakat Indonesia, juga
menjadi batu sandungan yang berat bagi rival Ahlul Bait entah itu
dari kalangan keagamaan ataupun dari pelaku politik. Palu
godam selalu diarahkan pada tempat di mana ajaran Ahlul Bait
tumbuh dengan subur. Anehnya semakin keras palu godam itu
dihantamkan tepat di ‘wajah’ jamaah Ahlul Bait, semakin
progresif gerakan dakwah yang disunggih oleh aktivis dan
intelektual Syiah. Berbagai isu dilontarkan oleh rival Ahlul Bait
mulai dari yang paling sensitif seperti nikahmut’ah, perubahan isi
Al-Quran sampai ke hal yang remeh temeh seperti salahnya
Malaikat Jibril dalam menyampaikan wahyu. Isu-isu seperti itu
tidak membuat surut sedikit pun upaya dakwah yang dilakukan
oleh aktivis dan ulama Ahlul Bait. Salah satu isu yang menarik
dan yang berkaitan dengan mencuatnya lava Revolusi Islam Iran
adalah ajaran Ahlul Bait disebut sebagai barang import atau
pendatang baru di Indonesia.
Pertanyaannya adalah apakah isu terakhir itu benar?
Apakah ajaran Ahlul Bait baru hari ini ‘diimport’ dari Iran?
Ataukah ia sudah sejak lama sengaja disebarkan secara
sistematis dan terencana oleh ulama Ahlul Bait ke seluruh
penjuru Nusantara? Di sinilah pentingya Jurnal Al-Qurba edisi
pertama dalam menampilkan sebuah ‘puzzle’ jejak perjalanan
dakwah ulama Ahlul Bait yang diharapkan dapat menstimulasi
terbangunnya konstruksi jawaban utuh dari pertanyaanpertanyaan
di atas.
Mengapa hanya sebuah ‘puzzle’? Imam Ja’far Shadiq
pernah berujar : “Hidupkan ajaran kami, semoga Allah merahmati
mereka yang menghidupkan ajaran kami” (Kitab Luhuf). Seluruh
pengikut Ahlul Bait akan memberikan respon positif terhadap
v
apa yang diserukan oleh Imam Shadiq itu. Dalam waktu yang
relatif singkat dan sumberdaya yang boleh disebut ‘apa adanya’
— namun disemangati oleh seruan Imam Ja’far tersebut di atas –
dewan redaksi Jurnal Al-Qurba berusaha semampu mungkin
mengundang intelektual Nusantara untuk menulis tentang jejakjejak
ulama Ahlul Bait di Nusantara yang dibingkai dalam tema
“Tradisi dan Kebudayaan Ahlul Bait di Nusantara”. Mungkin
rentang waktu mengundang dan mengumpulkan makalah yang
terlampau singkat, sehingga hanya tujuh makalah ilmiah yang
bisa disajikan dalam edisi pertama. Tentunya tujuh makalah ini
tidak bisa disebut sebagai makalah yang tuntas, justru
sebaliknya, makalah-makalah itu barulah sebuah rintisan atau
‘puzzle’ yang sangat patut dikritisi. Oleh karena itu dewan
redaksi selain akan menyebarkan Jurnal Al-Qurba edisi pertama
ini ke seluruh pelosok Nusantara, juga akan menampilkannya di
situs Jurnal Al-Qurba, www.jurnalalqurba.com. Dengan cara itu
diharapkan dialog ilmiah interaktif bisa dibangun di dunia maya.
Hasil dialog ilmiah di duniamaya akan dikemas dan diupdate oleh
pengelolah Jurnal Al-Qurba sehingga dinamika diskusi tentang
tema yang dikaji dapat dinikmati dan diresponi kembali oleh
pembaca. Dengan pertimbangan efektifitas dunia maya sebagai
sarana dialog ilmiah, bukan tidak mungkin justru dialog di dunia
maya itu akan menghasilkan sebuah karya ‘utuh’ tentang jejakjejak
ulama Ahlul Bait di Nusantara. Bila hal itu menjadi suatu
kenyataan, maka tuduhan bahwa ajaran Syiah atau Ahlul Bait
sebagai barang import dan sejenisnya sudah selayaknya dikubur
dalam-dalam. Selebihnya selamat menyimak dan menikmati
sajianmakalah-makalah edisi pertama ini.
salam wa rahmah..
BalasHapusAda hal menarik ttg perkembangan syiah di sekitar GArut TAsik Jabar...tepatnya di daerah Cirangkong.. Ajengan Pesantren Cirangkong,nama beliau adalah Ajengan Syarif Awnillah... beliau menerima ahul baet sktar taun 80 awal....setlh baca buku : ALMURAJA`AT ( Dialog suni syiah versi bahasa arab).. beliau syiah lebih dulu dari ustdz Jalal... bgtu tahu ada ulama muda bandung yg ikut ahlbet juga beliau gabung...menariknya, jauh seblum Ajengan Cirangkong ikut ahlbt, kakek beliau Aki Hijaiyyah dari khalwatnya(pertapaannya) , mndapat ptunjuk bahwa : Islam yg mrk peluk saat itu masih setengah, setengahnya lagi hilang . dan kelak dari anaknya yang bernama Husein , ada seorang anak laki2 satu2nya yg akan menemukan Islam yg akan melengkapi n menyempurnakan islam yg telah mereka anut...anak aki hijaiyah yaitu husein awnillah kemudian pergi ke makkah belajar agama ( mncari agama yg hilang)...stlah wahabi kuasai makkah n memnggal kepala para ullama suni makkah, husen awnilah pulang k indonesia n mendirikan pesantren Cirangkong.. kmudian benarlah visi Aki Hijaiyah bahwa husen awnillah akan punya anak laki2 hanya seorang.. anak itu diberi nama Syarif Awnillah... sayangnya dimasa remaja , Syarif Awnillah tidak tertarik belajar agama... beliau malah masuk Fakultas Komunikasi... stlah ayahnya ( Ajengan G=Husen Awnilah) wafat, psantren diteruskan pamannya .. tapi berulang kali sang paman manawarkan Syarif awnillah utk meangambil alih psantren.... beliau menolak... suatu hari mimpi2 dari ayahnya terus menerus datang sampai ia kembali ke psantren... namun ia tidak faham ilmu2 ke psantrenan ( nahwu shorof dll).. berdasarkan wasiat sang kakek Aki Hijaiyyah, bila kelak Syarif awnillah kmbali ke psantren maka suruh dia amalkan doa trtentu ( dari asmaulhusna )... akhirnya selama 2 minggu syarif muda membaca kalimah tersebut di dalam kamar dg patangan tidak boleh melihat wanita slama mengamalkan... dalam 3 bulan, beiau langsung dengan mudah menguasainahwu shorof , matiq, dan lainnya..akhirnya beliau melanjutkan pesantren dg gelar ajengan cirangkong..kmudian beliau yang suni syafii beralih ke wahabi---barulah ke mazhab ahlbt. ada kisah menarik beliau setelah menemukan mazhab ahlul bait , masyarakat dari beberapa kampung mengepungnya ... rumahnya dikelilingi masyrakt dengan membawa obor dan golok...anak2nya yang masih kecil2 bersembunyi, ajengan cirangkong menghadapi mereka dan menatap mereka satu persatu..akhirnya fikiran mereka pun terbuka untuk menghargai apa yang diyakini ajengan ... perlahan satu persatu masyarakat cirangkong ikut ahlul bair. saat ini hampir 5 kampung disekitarnya didominasi ahlbt. walw blum mayoritas, tapi kepemimpinan masyarakat dipegang para pengikut ahlbt.kemudian sang paman memberikan warisan berupa senjata pusaka dan kitab tulisan tangan leluhurnya ,aki hijaiyah, ternyata dalam salah satu kitab tertulis syair 5 ahlul Kisa... Dahsyatnya, Aki Hijaiyah ini adalah keturunan dari Syeih ja`far Shadiq garut yag merupakan turunan dari eyang wijayakusumah... dan eyang wijayakusumah ini adalah putra dari Sunan Rahmat Suci Godog Garut yang tak lain adalah Prabu Kean Santang yang disebut2 bertemu dan masuk islam ditangan Sayidina Ali ...
afwan ya ustadz.... ana Ki Akbar penulis buku : Biarkan Tubuh Anda Yag Menyembuhkan"... ana dapt cerita ;langsung dari 2 orang anak ajengan Syarif Awnilah Cirangkong Garut. kitab2 beliau termasuk lengkap,bukhori muslim cetakan taun 1900an, ada jga kitab almuraja`at versi bahasa arab
BalasHapus