Laman

Jumat, 22 April 2011

Mata Air Penghambaan yang Mengalir


undefinedMata Air Penghambaan yang Mengalir
Lembaran kehidupan para imam suci Ahlul Bait (as) adalah kumpulan makrifat, keilmuan dan amal saleh yang mendidik pribadi dan masyarakat. Namun, kekuasaan para pemimpin bejat dan zalim membuat para imam, sulit bergerak dalam menyebarkan ajaran Islam yang murni. Para penguasa bani Umayyah dan bani Abbas tidak memberikan kebebasan apapun kepada para imam. Gerak gerik mereka selalu dipantau dan hubungan mereka dengan para pengikut dan umat dibatasi. Puncaknya terjadi pada zaman Imam Muhammad Jawad, Imam Hadi dan Imam Askari (as). Khalifah bani Abbas memaksa Imam Hadi (as) beserta putranya, Imam Askari (as) yang saat itu masih berumur empat tahun untuk meninggalkan Madinah. 





Mereka ditempatkan di sebuah kawasan militer yang disebut Askar di kota Samarra Irak. Setelah syahadah Imam Hadi (as), Imam Askari memegang tampuk imamah atas umat. Enam tahun masa imamah beliau lalui dengan sangat sulit. Namun demikian, dengan bijak dan jeli beliau berhasil menjalin hubungan dengan umat Islam khususnya para pengikut Ahlul Bait. Lewat wakil-wakilnya yang tersebar di berbagai negeri Islam, Imam Askari menyebarkan ajaran dan ilmu-ilmu Ilahi dan Nabawi serta menjawab berbagai pertanyaan yang dialamatkan kepada beliau. Hubungan itu biasanya terjalin lewat wakil Imam atau surat. Beliau getol melawan penyimpangan pemikiran yang menyebar luas di zaman itu.
Periode menarik dari kehidupan Imam Askari adalah kelahiran putranya, Imam Mahdi (as), yang di dalam banyak riwayat disebut-sebut sebagai penyelamat dunia dari kezaliman. Beliaulah yang kelak akan menegakkan keadilan dan pemerintahan Ilahi yang hakiki. Keyakinan akan Imam Mahdi yang diimani oleh mayoritas umat Islam membuat penguasa bani Abbas yang kejam dan zalim berpikir untuk menghabisi Imam Mahdi sebelum kelahirannya atau sebelum bangkit berjuang melawan kezaliman. Karena itu, yang mereka target adalah Imam Askari (as).
Imam dan seluruh Ahlul Bait tabah menghadapi semua derita, kesusahan dan kesulitan. Yang membuat mereka tegar dan kuat dalam menjalankan semua perintah Allah dan berjuang untuk kebenaran adalah keakraban dan jalinan cinta mereka dengan Allah Swt. Ibadah dan penghambaan murni seorang hamba kepada Tuhannya yang ada pada fitrah manusia adalah dorongan internal yang memberi kekuatan kepadanya untuk menghadapi semua kesulitan. Manusia-manusia saleh yang melakukan penghambaan murni kepada Allah dan melepaskan diri dari segala bentuk ikatan selain Allah akan sampai ke puncak ketinggian spiritual. Nabi Saw dan Ahlul Bait adalah manusia-manusia yang mencapai puncak kesalehan tertinggi. Di hadapan keagungan Allah mereka adalah hamba yang pasrah mutlak sehingga menggapai kekuatan spiritual yang agung. Dengan itulah mereka tak pernah merasa gentar menghadapi kekuatan syirik, kufur, gemerlap materi atau penguasa yang berhias diri dengan harta dan tentara.
Ibadah adalah tangga yang menghantarkan manusia ke puncak kesempurnaan ruh dan maknawiyah. Setiap amal kebaikan yang dilakukan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah tergolong ibadah dan penghambaan. Sebagian amal ibadah punya bentuk dan tata cara khusus seperti shalat dan puasa. Di antara sekian banyak amal ibadah, shalat adalah ibadah yang paling ditekankan baik oleh al-Qur'an maupun hadis. Imam Hasan Askari adalah sosok insan saleh yang sangat memerhatikan kekhusyukan ibadah di malam hari, bermunajat dan melaksanakan shalat di waktu-waktu sahar yang merupakan waktu paling indah untuk beribadah.
Beliau juga berpesan kepada umat dan para pengikutnya untuk memanfaatkan waktu tersebut dengan ibadah seperti yang beliau pesankan kepada salah seorang muridnya yang bernama Ali bin Babweih Qomi dalam sebuah surat. Beliau menulis demikian, "Laksanakanlah shalat di malam hari sebagaimana yang dipesankan oleh Nabi Saw dalam wasiat beliau kepada Ali bin Thalib (as). Beliau bersabda, ‘Wahai Ali! Pandanglah shalat di malam hari sebagai kewajiban bagimu!' Kini akupun menyampaikan hal itu kepadamu sebagai wasiat untuk kau amalkan, dan sampaikan pula wasiat ini kepada seluruh pengikut kami."
Kondisi sesulit apapun saat berada di tahanan penguasa bani Abbas tidak membuat Imam Askari melupakan ibadah dan tahajjud di malam hari. Hal itulah yang memberi beliau kekuatan dan daya tarik irfani dan ruhani. Banyak orang yang terkesima lalu hanyut dalam dzikir kepada Allah dan menemukan hidayah saat menyaksikan Imam khusyuk beribadah dan bermunajat kepada Allah.
Saleh bin Wasif, salah seorang petugas penjara di tempat Imam Askari ditahan berkata, "Dua orang sipir penjara yang sebelumnya berperangai kasar dan kejam kini berhasil meraih derajat spiritual yang tinggi dengan ibadah, shalat dan puasa setelah menjalin hubungan dengan Imam Hasan Askari. Ketika kutanyakan kepada mereka tentang perubahan ini, mereka menjawab, ‘Apa yang hendak kami katakan mengenai orang yang melewatkan hari-harinya dengan puasa dan seluruh malamnya dengan ibadah dan shalat. Dia tidak berbicara dengan siapapun selain Allah. Ketika memandang kami seketika kami hanyut dalam pesona keruhaniannya yang agung."
Contoh lain dari daya pikat ruhani Imam Askari diceritakan oleh Muhammad bin Ismail Alawi. Dia berkata, suatu saat Imam digiring ke penjara yang dijaga oleh seorang sipir bernama Ali bin Autasy yang dikenal bengis dan kejam. Dia mendapat tugas untuk menyakiti Imam sebisa mungkin. Akan tetapi wibawa dan keagungan Imam serta pesona ruhaninya telah mengubah manusia yang bengis itu sehingga ia menjadi salah seorang yang akrab dengan beliau hanya sehari setelahnya. Dia mendapati Imam sebagai orang yang paling baik dan saleh.
Hamba-hamba Allah yang telah merasakan manisnya ibadah dan munajat dengan Tuhan semesta alam mendapati bahwa tak ada kebahagiaan dan kemuliaan yang lebih dari ibadah dan penghambaan kepada Allah. Tentunya, ibadah yang berkesan seperti ini mesti disertai dengan makrifat kepadaNya. Semakin besar makrifat ini semakin besar pula ketundukan dan kepasrahan, dan semakin dalam kekhusyukan dan cinta kepadaNya. Dari sinilah, Imam Askari menekankan untuk merenung dan berfikir tentang Allah. Beliau berkata, "Ibadah tidak terbatas pada banyaknya shalat dan puasa. Tafakkur dan merenung tentang Allah termasuk ibadah."
Ahmad bin Khaqan, adalah salah seorang pejabat pemerintahan bani Abbas yang sangat terpesona dengan daya tarik Imam Askari (as). Dia berkata, "Aku tak pernah menemukan seorangpun di Samarra seperti Imam Hasan Askari. Wibawa, ketenangan, kebesaran dan kemuliaannya tak tertandingi. Saya mendengar dari orang banyak yang memuji kedudukannya yang mulia, kata-katanya yang baik, ibadah dan spiritualitasnya. Saya menyadari bahwa kawan dan lawan sama-sama memandangnya dengan hormat dan pujian."
Kehormatan dan keagungan Imam di mata umat adalah berkat penghambaannya yang tulus kepada Allah. Dalam sebuah riwayat beliau berkata, "Tak ada orang terhormat yang menjauhi haq kecuali menjadi hina dan tak ada orang rendah yang mendekat kepada haq kecuali mulia."
Meski harus berhadapan dengan berbagai macam kesulitan dan blokade dari penguasa bani Abbas pesona Imam Hasan Askari tetap memancar dan umat semakin dalam mencintai beliau. Realita ini tentu membuat khalifah Mu'tamid Abbasi tidak bersenang hati. Dia mengkhawatirkan pengaruh besar Imam di tengah umat. Akhirnya ia memutuskan untuk menyingkirkan Imam Askari dengan cara membunuh beliau. Imam akhirnya gugur syahid karena racun khalifah Abbasi.
Pelayan rumah Imam Askari mengatakan, "Ketika Imam jatuh sakit dan ajal hampir menjemputnya, beliau sadar bahwa waktu shalat Subuh telah tiba. Beliau pun berkata, ‘Aku hendak melaksanakan shalat.' Aku segera menghamparkan sajadah. Setelah berwudhu beliau melaksanakan shalat Subuhnya yang terakhir dengan kondisi sakitnya yang parah. Sejenak kemudian, arwah suci terlepas dari badan dan terbang ke alam malakut."
Dalam sebuah riwayat Imam Askari menjelaskan kedudukan para pelaksana shalat di sisi Allah. Beliau berkata, "Ketika seorang hamba berdiri untuk melaksanakan shalat Allah berfirman kepada malaikatNya, ‘Lihatlah kepada hambaKu ini bagaimana ia memutuskan segala hubungan dengan semua makhluk dan datang kepadaKu dengan mengharap rahmat dan kasih sayangKu. Saksikanlah bahwa Aku akan memberikan rahmat dan karamahKu kepadanya."
Diriwayatkan bahwa di detik-detik terakhir kehidupannya, Imam Askari berkata kepada putra beliau Imam Mahdi (as), "Berbahagialah putraku, karena engkau adalah Sahibuz Zaman dan engkaulah Mahdi, hujjah Allah di muka bumi."
Di akhir kesempatan ini, kami mengajak Anda untuk menyimak penggalan dari munajat Imam Askari (as) dengan Allah. Beliau berkata, "Wahai Tuhan yang janji-janjiNya maha benar! Wahai Pencipta yang nikmat-nikmatNya terus bertambah! Wahai Tuhan yang rahmatNya amat luas! Wahai penolong bagi para peminta pertolongan! Wahai Yang mengabulkan doa orang-orang lemah! Kirimkanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad! Bimbinglah aku! Liputi aku dengan rahmatMu! Turunkanlah berkahMu untukku! Sungguh, Engkau Tuhan yang Maha besar dan aku hambaMu yang lemah dan papa. Betapa jauh perbedaan antara aku dan Engkau, wahai Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang, Wahai Pemilik keagungan dan kebesaran!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar