Laman

Selasa, 19 April 2011

Sa’ad Bin Abi Waqqash Berdebat Dengan Mu’awiyah Tentang Ali bin Abi Thalib AS

Pembangkangan untuk melaknat Ali berakibat fatal seperti yang dialami sahabat Rasul Allah saw, Hujur bin ‘Adi al-Kindi dan sahabat-sahabatnya yang dibunuh secara berdarah dingin; shabran!
Pembunuhan ini terjadi tahun 51 H/671 M.


Pelaknatan terhadap Imam Ali di atas mimbar di masjid Madinah oleh Marwan bin Hakam, gubernur Mu’awiyah di Madinah, disaksikan oleh keluarga dan kerabat Rasul Allah saw. Tidak banyak sahabat yang berani menegur Mu’awiyah. Yang menarik adalah, Sa’d bin Malik atau lebih terkenal dengan nama Sa’d bin Abi Waqqash. Meskipun Sa’d bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Umar bin Khaththab, tidak mau membaiat Ali, tetapi mereka berdua, tidak dapat berdiam diri dan menegur Mu’awiyah. Bila ada Sa’d, satu dari enam anggota Syura, ia tidak berani melaknat Ali.



Tatkala ia akan berkhotbah di masjid Nabi dan akan melaknat Ali, Sa’d berkata: ‘Bila engkau melaknat Ali aku pasti keluar dari masjid’. [1] Sa’d bin Abi Waqqash, setelah meninggalnya Utsman, hidup menyendiri. Pertemuannya dengan Mu’awiyah hampir selalu terjadi di masjid. Ia memanggil Mu’awiyah sebagai raja dan bukan khalifah. Setelah Ali meninggal, hanya ia seorang diri lagi yang anggota syura dan selalu mengatakan kesalahannya tidak membaiat Ali. ‘Saya telah mengambil keputusan yang salah. [2] Dan tatkala orang menyalahkannya karena tidak mau mendukungnya memerangi Ali ia berkata: ‘Saya menyesal tidak memerangi alfi’ah albighiah, kelompok pemberontak (yaitu Mu’awiyah) [3]. Sayang anaknya Umar Sa’d bin Abi Waqqash telah memimpin pasukan Yazid membunuh Husain di Karbala setelah diiming-imingi pemerintahan di Ray namun sayang tidak tercapai.


Muslim dan Tirmidzi meriwayatkan melalui jalur Amir bin Sa’d bin Abi Waqqash yang berkata: Mu’awiyah berkata kepada Sa’d: ‘Apa yang menghalangimu melaknat Abu Turab?’. Sa’d menjawab: ‘Ada tiga hal yang diucapkan Rasul Allah saw sehingga aku tidak akan pernah mencacinya, karena bila saja aku mendapat satu dari tiga keutamaan itu aku lebih suka dari pada memiliki harta apa saja yang paling berharga. Kemudian ia menyebut hadis alManzilah’ [4] , arRayah (bendera) [5] dan alMubahalah [6] ‘:


“Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu, Maka Katakanlah: “Marilah kita memanggil anak-anak Kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri Kami dan isteri-isteri kamu, diri Kamidan diri kamu; kemudian Marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la’nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (AliImran: 61)


AlHakim menambahkan: ‘Demi Allah Mu’awiyah tidak bicara sepatah kata pun sampai ia meninggalkan Madinah.' [7]
Dalam lafal Thabari: ‘Tatkala Mu’awiyah naik haji, ia berthawaf bersama Sa’d dan setelah selesai, Mu’awiyah pergi ke Dar anNadwah dan mengajak Sa’d duduk bersama di ranjangnya (sarir) dan Mu’awiyah mulai memaki Ali, Sa’d bangkit dan berkata: ‘Engkau mengajak aku duduk bersama di ranjangmu kemudian engkau memaki Ali, demi Allah bila aku dapat satu saja yang didapat Ali aku lebih suka dari apa yang dapat didatangkan matahari’; sampai ia selesai mengemukakan hadis dan Sa’d bicara: ‘Demi Allah aku tidak akan memasuki rumahmu!’


Mas’udi menceritakan setelah membawakan riwayat Thabari: ‘Dan aku juga menemukan riwayat dari Kitab Ali bin Muhammad bin Sulaiman anNaufali dalam ‘alAkhbar’ yang berasal dari lbnu Aisyah dan lain-lain:
‘Bahwa Sa’d setelah menyampaikan kata-kata tersebut kepada Mu’awiyah, ia lalu bangkit untuk pergi dan Mu’awiyah berkata: ‘Duduk, sampai engkau dengar jawabanku, lalu mengapa tidak kau tolong Ali dan mengapa engkau tidak membaiatnya? Dan aku sendiri, bila aku telah mendengar dari Nabi saw seperti yang kudengar tentangnya, maka aku akan menjadi pelayan Ali selama hidupku!. Sa’d menjawab: ‘Demi Allah aku lebih berhak terhadap kedudukanmu dari dirimu’. Mu’awiyah menjawab: ‘Banu ‘Adzrah menolakmu. [8]


Ibnu Katsir [9] meriwayatkan: ‘Sa’d bin Abi Waqqash datang kepada Mu’awiyah dan ia berkata: ‘Raja (Malik), mengapa engkau memerangi Ali? Mu’awiyah menjawab: ‘Aku bertemu angin gelap...Tidak ada dalam Kitab Allah, tetapi Allah SWT berfirman:
‘Dan jika dua golongan orang beriman bertengkar, damaikanlah mereka. Tapi jika salah satu dari kedua  golongan berlaku aniaya terhadap yang lain, maka perangilah golongan yang aniaya sampai kembali kepada perintah Allah.' (Q.S. al-Hujurat 49:9)


Demi Allah Aku bukanlah durjana terhadap keadilan dan bukanlah adil terhadap orang durhaka. Maka Sa’d berkata: ‘Aku tidak akan memerangi seseorang, kepada siapa Rasul Allah saw berkata: ‘Kedudukanmu di sisiku seperti Harun di sisi Musa, hanya saja tiada Nabi sesudahku!’. Mu’awiyah berkata: ‘Siapa yang dengar bersama engkau?’. Dan Sa’d menyebut nama-nama, di antaranya Ummu Salamah. [10]


Mu’awiyah berkata: ‘Andai kata aku dengar dari Nabi, aku tidak akan perangi Ali’.


Dan dalam riwayat lain: ‘Bahwa pembicaraan ini terjadi antara keduanya di Madinah tatkala Mu’awiyah naik haji. Maka mereka berdua mendatangi Ummu Salamah dan mereka berdua menanyainya dan Ummu Salamah menyampaikan hadis seperti yang disampaikan Sa’d, maka berkatalah Mu’awiyah: ‘Andaikata aku mendengarnya sebelum ini, maka aku akan jadi pelayannya sampai Ali meninggal atau sampai saya meninggal’.


Setelah Sa’d meninggal, Mu’awiyah tidak pernah meninggalkan pelaknatan terhadap Ali dalam khotbahnya. Menurut sebagian penulis, ia dibunuh Mu’awiyah melalui pasukan madunya (istilah pembunuhan dengan racun oleh Mu’awiyah).


Demikian pula dengan Abdullah bin Umar pada akhirnya berkata: ‘Saya tidak pernah menyesal hidup di dunia, kecuali tidak berperang bersama Ali bin Abu Thalib melawan kelompok pemberontak sebagaimana diperintahkan Allah’ [11] Pelaknatan terhadap Ali dilanjutkan sampai berakhirnya pemerintahan Banu ‘Umayyah selama 92 tahun dan hanya diselingi dua setengah tahun pemerintahan Umar bin ‘Abdul Aziz.
Pada masa itu hampir tidak ada orang tua yang menamakan anaknya Ali. Seorang suami mengadu kepada Hajjaj, karena istrinya memakinya sebagai Ali dan meskipun ia miskin, tapi ia merasa terhina disebut sebagai Ali, ‘si pembunuh khalifah Utsman’.




___________________




[1] Ibnu ‘Abd Rabbih, al’Iqd alFarid, jilid 2, hlm. 301, jilid 3, hlm. 127.
[2] AlHakim, Mustadrak, jilid 3, hlm. 116.
[3]AlJassas alHanafi, Ahkam AlQur’an, jilid 2, hlm. 224224.
[4] Hadis Kedudukan, lihat Bab ‘Nash Bagi ‘Ali.
[5]Hadis arRayyah, atau Hadis Bendera adalah hadis yang diucapkan Rasul Allah saw pada Perang Khaibar
dengan katakata:‘Aku akan memberikan bendera besok pagi kepada seorang lelaki yang mencintai Allah dan
RasulNya, dan Allah serta RasulNya mencintainya’.
[6] Mubahalah: saling memohon kepada Allah supaya menjatuhkan laknat kepada pihak yang bersalah; Lihat
AlQur’an,Ali ‘Imran (III), ayat 5961. Setelah turun ayat ini untuk bermubahalah dengan orang Kristen Najran, Rasul memanggil Ali, Fhatimah, Hassan dan Husein seraya berkata: ‘Tuhan, inilah ahlulbaitku’.
[7] Shahih Muslim, jilid 7, hlm. 120; Shahih Tirmidzi, jilid 13, hlm. 171; alHakim, Musnad.
[8] Muruj adzDzahab, jilid 1, hlm. 61. Lihat juga Ibnu alJauzi dalam Tadzkirah hlm. 12.
[9] Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 8, hlm. 77.
[10] Ummu Salamah, istri Rasul, waktu itu masih hidup.
[11] AIMustadrak, jilid 3, hlm. 115, 116; alBaihaqi, Sunan alKubra, jilid 8, hlm. 172; Ibnu Sa’d, Thabaqat, jilid 4, hlm. 136, 137; aIIstiab, jilid 3, hlm. 932; Usdul Ghabah, jilid 3, hlm. 229; Nuruddin alHaitsami, Majma’ azZawa’id, jilid 3, hlm. 182, jilid 7, hlm. 242; alFuru’, jilid 3, hlm. 543; alAlusi, Ruh alMa’ani, jilid 26, hlm. 151.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar