1. Diantara perawi syi’ah yang menyebutkan nama ‘Abdullah bin Saba’ tanpa memberi keterangan mengenai sumber asal muasalnya adalah Sa’d Ib ‘Abd Allah al Asy’ari al Qummi (301), dalam bukunya al Maqalat wal Firaq, menyebut sebuah riwayat dimana terdapat nama ‘Abdullah bin Saba’. Tetapi ia tidak menyebut sanadnya dan juga tidak menyebut dari siapa (atau dari kitab mana) ia mendapat cerita tersebut dan apa sumbernya. Selain itu al Asy’ari al Qummi telah meriwayatkan banyak hadis dari sumber ahlu sunnah. Al Najjashi (450) dalam kitabnya “ al Rijal” menuliskan “ Bahwa al-Asy’ari al Qummi mengembara ke banyak tempat terkenal dengan hubunganya dengan sejahrawan sunni dan banyak mendapat cerita dari mereka, ia menulis banyak riwayat lemah dari apa yang ia dengar, salah satunya adalah cerita ‘Abdullah Ibn Saba’, yang ditulisnya dengan tanpa jalur periwayatan “
2. Nama kedua yang menyebutkan kisah Abdullah bin Saba’ dalam kitab Syi’ah adalah Hasan Ibn Musa al Nawbakhti (310), ia seorang sejahrawan syi’ah yang menuliskan sebuah riwayat dalam bukunya “al Firaq” tentang Abdullah bin Saba’. Tetapi ia tidak pernah menyebut dari mana ia mendapat riwayat tersebut serta sumbernya.
3. Nama ketiga adalah al Khusyi (atau al Kusysyi, ia disingkat dengan nama Kas) 369 menulis dalam kitabnya berjudul “Rijall” (Rijjal al kasy) ditahun 340H mengenai Abdullah bin Saba’. Di dalam bukun tersebut, ia menyebut beberapa hadis yang didalamnya muncul nama “Abdullah bin Saba’, dari Imam ahlul Ba’it. Tetapi telah terbukti bagi ulama syi’ah bahwa kitab Rijjal al kasysyi memiliki banyak kesalahan, terutama dalam nama dan juga beberapa kesalahan pada kutipan-kutipan dalam kitab ar Rijjal (diantaranya kisah Abdullah bin saba’). Oleh karenanya, bukunya tidak dianggap sebagai sumber syi’ah yang dapat dipercaya. Apalagi bahwa riwayat-riwayat al Kussyi tentang Abdullah bin Saba’ tidak ditemukan di empat hadis utama syi’ah. Diantara ulama-ulama syi’ah terdapat beberapa ulama seperti Syaikh al Thusi. Ahmad Ibn Thawus, Allamah al Hilli syaikh shaduq dan lain sebagainya yang mengutip riwayat Abdullah bin Saba’ darinya”. Untuk melihat penilaian kritis terhadap kesalahan hadis al Kasysyi kami persilahkan membaca telaah Rijal karya al Kusysyi dalam kitab al Rijal karya al Tustari dan Al askari. [15]
2. Nama kedua yang menyebutkan kisah Abdullah bin Saba’ dalam kitab Syi’ah adalah Hasan Ibn Musa al Nawbakhti (310), ia seorang sejahrawan syi’ah yang menuliskan sebuah riwayat dalam bukunya “al Firaq” tentang Abdullah bin Saba’. Tetapi ia tidak pernah menyebut dari mana ia mendapat riwayat tersebut serta sumbernya.
3. Nama ketiga adalah al Khusyi (atau al Kusysyi, ia disingkat dengan nama Kas) 369 menulis dalam kitabnya berjudul “Rijall” (Rijjal al kasy) ditahun 340H mengenai Abdullah bin Saba’. Di dalam bukun tersebut, ia menyebut beberapa hadis yang didalamnya muncul nama “Abdullah bin Saba’, dari Imam ahlul Ba’it. Tetapi telah terbukti bagi ulama syi’ah bahwa kitab Rijjal al kasysyi memiliki banyak kesalahan, terutama dalam nama dan juga beberapa kesalahan pada kutipan-kutipan dalam kitab ar Rijjal (diantaranya kisah Abdullah bin saba’). Oleh karenanya, bukunya tidak dianggap sebagai sumber syi’ah yang dapat dipercaya. Apalagi bahwa riwayat-riwayat al Kussyi tentang Abdullah bin Saba’ tidak ditemukan di empat hadis utama syi’ah. Diantara ulama-ulama syi’ah terdapat beberapa ulama seperti Syaikh al Thusi. Ahmad Ibn Thawus, Allamah al Hilli syaikh shaduq dan lain sebagainya yang mengutip riwayat Abdullah bin Saba’ darinya”. Untuk melihat penilaian kritis terhadap kesalahan hadis al Kasysyi kami persilahkan membaca telaah Rijal karya al Kusysyi dalam kitab al Rijal karya al Tustari dan Al askari. [15]
Rasulullah SAW adalah pendiri madzhab syi’ah
Sebagai alat uji terakhir untuk meneliti kebenaran apakah syi’ah adalah produk Abdullah bin Saba’ adalah menggunakan alat uji sebagimana yang diperintahkan oleh Imam Ja’far ash Shadiq, agar menguji hadis (riwayat) dengan Al Qur’an dan jika hadis (riwayat) tersebut bertentangan dengan Al Qur’an maka buanglah ke tembok (tidak dipakai). Kami akan menyajika sabda Rasulullah saw, yang mendeklarasikan syi’ah dan siapa syi’ah itu. Rasulullah menafsirkan dari ayat Al Qur’an dan menjelaskan makna ayat tersebut. Dengan demikian Hadist yang kami sebutkan dibawah ini langsung bersumber dari Al Qur’an dan Sabda Rasulullah saw sendir, kami tidak akan memberikan analisa apapun, karena Rasulullah adalah yang memahami Al Qur’an. Dan kami tidak mengambil sumber dari syi’ah yang sangat banyak itu, kami cukupkan saja mengambil dari sumber ahlu sunnah sendiri.
Syi’ah didirikan oleh Rasulullah SAW sendiri – hal ini bertolak belakang dari pandangan yang menyebutkan syi’ah merupakan paham hasil kreasi dari Abdullah bin Saba’ – bahkan Rasulullah saw tatkala menafsirkan ayat Al Qur’an beliau menjelaskan makna syi’ah tersebut ditujukan kepada pengikut imam Ali bin Abi Thalib dan Ahlul Ba’it, hal ini dapat di baca dalam riwayat ulama ahlu sunnah dibawah ini :
1. Al Hafizh Abu Na’im, [19] meriwayatkan dalam kitabnya HIlayah al Awliya dengan sanad dari Ibnu Abbas, ketika turun ayat yang mulia :” Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu sebaik-baik makhluk” (QS.AlBayyinah: 7-8), kemudian Rasulullah saw bersabda kepada Ali bin Abi Thalib, “Wahai Ali, itu adalah engkau dan syi’ahmu. Engkau dan syi’ahmu akan datang pada hari kiamat dalam keadaan ridho dan di ridho’i” .
2. Mawfiq bin Ahmad al Khawarizmi, meriwayatkan dari Abu Mua’ayyid, dalam kitab al Manaqib hadis ke dua dfalam pasal 17 dalam penjelasan ayat yang turun berkenaan dengan Ali bin Abi Thalib, dengan redaksi tanpa mencantumkan ayatnya, bahwa Rasulullah saw bersabda kepada Ali bin Abi Thalib, “Wahai Ali, itu adalah engkau dan syi’ahmu. Engkau dan syi’ahmu akan datang pada hari kiamat dalam keadaan ridho dan di ridho’i” .
3. Sabath bin al Jawzi dalam kitabnya Tadzkirah Khawwash al Ummah hlm 56 meriwayatkan dengan sanad dari Abu Sa’id al Khudri, Nabi Saw memandang kepada Ali bin Abi Thalib, lalu Rasulullah saw bersabda, “ orang ini dan para pengikutnya (syi’ah) adalah orang-orang yang mendapat kemenangan pada hari kiamat”
4. Al Hakim ‘Ubaidullah al Haskani, seorang mufasir ahlu sunnah yang terkemuka menuliskan dalam kitabnya Syawahid al Tanzil, dari al Hakim Abu ‘Abdullah al Hafizh dengan sanad marfu’ kepada Yazid bin Syahrahil al Anshari, ia berkata :” Saya mendengar Ali bin Abi Thalib berkata, “Rasulullah saw, sambil menyandarkan kepalanya di dadaku beliau bersabda, “Wahai Ali, tidakkah engkau pernah mendengar firman Allah SWT, “:” Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu sebaik-baik makhluk” ?(QS.AlBayyinah: 7-8) mereka adalah engkau dan syi’ahmu, dan tempat pertemuanku dan kamu yang telah dijanjikan adalah al haudh, ketika umat-umat lain ketakutan saat hendak di hisab, kalian dipanggil karena tanda putih di dahi (ghurran muhajjalin).
5. Allamah Muhammad bin Yusuf al Qurasyi al Kanji al Syafi’I, meriwayatkan dalam kitabnya Kifayah al Thalib Bab 62 dari Yazid bin Syarahil, ia berkata :” Saya mendengar Ali bin Abi Thalib berkata, “Rasulullah saw, sambil menyandarkan kepalanya di dadaku beliau bersabda, “Wahai Ali, tidakkah engkau pernah mendengar firman Allah SWT, “:” Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu sebaik-baik makhluk” ?(QS.AlBayyinah: 7-8) mereka adalah engkau dan syi’ahmu, dan tempat pertemuanku dan kamu yang telah dijanjikan adalah al haudh, ketika umat-umat lain ketakutan saat hendak di hisab, kalian dipanggil karena tanda putih di dahi (ghurran muhajjalin).
6. Mawfiq bin Ahmad al Khawarizmi dalam kitabnya Manaqib Ali bin Abi Thalib, Rasulullah bersabda, , “Wahai Ali, tidakkah engkau pernah mendengar firman Allah SWT, “:” Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu sebaik-baik makhluk” ?(QS.AlBayyinah: 7-8) mereka adalah engkau dan syi’ahmu, dan tempat pertemuanku dan kamu yang telah dijanjikan adalah al haudh, ketika umat-umat lain ketakutan saat hendak di hisab, kalian dipanggil karena tanda putih di dahi (ghurran muhajjalin).
7. Abu al Mu’ayyid al Mawfiq bin Ahmad al Khawarizmi meriwayatkan dalam Manaqib Ali bin Abi Thalib Pasal 9 hadis ke 10 dari Jabir bin “Abdullah al Anshari, ia berkata, Kami berada bersama Rasulullah SAW, kemudian dating Ali bin Abi Thalib, kemudian beliau bersabda, “ Telah dating saudaraku kepada kalian”, kemudian beliau menoleh ke Ka’bah dan memukulkan tanganya, lalu beliau bersabda: ” Demi yang diriku dalam kekuasan-Nya, orang ini dan syi’ahnya adalah orang-orang yang beroleh kemenangan pada hari kiamat. Kemudian, ia adalah orang pertama yang beriman di antara kalian, yang paling setia menepati janji Allah, yang paling keras menegakkan perintah Allah, yang paling adil dalam memimpin, yang paling adil dalam membagi, dan yang paling agung keutamaanya di disisi Allah” Perawi kemudian menambahkan, kemudian turun ayat Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu sebaik-baik makhluk… (hingga akhir surrah), selanjutnya perawi berkata, “ Apabila Ali bin Abi Thalib dating, para sahabat Muhammad berkata, “Telah dating khayrul barriyyah (sebaik-baik makhluk)
8. Allamah al-Kanji al Syafi’I meriwayatkan dalam kitabnya Kifayah al Thalib bab 62 dengan sanad dari Jabir bin ‘Abdullah al Anshari : , Kami berada bersama Rasulullah SAW, kemudian dating Ali bin Abi Thalib, kemudian beliau bersabda, “ Telah dating saudaraku kepada kalian”, kemudian beliau menoleh ke Ka’bah dan memukulkan tanganya, lalu beliau bersabda: ” Demi yang diriku dalam kekuasan-Nya, orang ini dan syi’ahnya adalah orang-orang yang beroleh kemenangan pada hari kiamat. Kemudian, ia adalah orang pertama yang beriman di antara kalian, yang paling setia menepati janji Allah, yang paling keras menegakkan perintah Allah, yang paling adil dalam memimpin, yang paling adil dalam membagi, dan yang paling agung keutamaanya di disisi Allah”.
9. Jalaludin al Suyuthi dalam kitabnya al Durr al Mantsur, ia meriwayatkan hadis dari Ibn ‘Asakir al Dimasyqi yang meriwayatkanya dari Jabir bin ‘Abdullah al Anshari, bahwa ia berkata : Kami berada bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba Ali bin Abi Thalib dating, maka Nabi SAW bersabda, “Demi diriku dalam kekuasaan-Nya, orang ini dan syi’ahnya adalah orang-orang yang beroleh kemenangan pada hari kiamat.” Kemudian turun ayat : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu sebaik-baik makhluk” ?(QS.AlBayyinah: 7-8)
10. Jalaludin al Suyuthi dalam kitabnya al Durr al Mantsur juga meriwayatkan dari Ibn ‘Adi dari Ibn ‘Abbas, bahwa ia meriwayatkan ketika turun ayat “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu sebaik-baik makhluk” ?(QS.AlBayyinah: 7-8), Rasulullah SAW bersabda kepada Ali bin Abi Thalib, “Engkau dan syi’ahmu dating pada hari kiamat dalam keadaan ridho dan diridhoi”.
Sebagai alat uji terakhir untuk meneliti kebenaran apakah syi’ah adalah produk Abdullah bin Saba’ adalah menggunakan alat uji sebagimana yang diperintahkan oleh Imam Ja’far ash Shadiq, agar menguji hadis (riwayat) dengan Al Qur’an dan jika hadis (riwayat) tersebut bertentangan dengan Al Qur’an maka buanglah ke tembok (tidak dipakai). Kami akan menyajika sabda Rasulullah saw, yang mendeklarasikan syi’ah dan siapa syi’ah itu. Rasulullah menafsirkan dari ayat Al Qur’an dan menjelaskan makna ayat tersebut. Dengan demikian Hadist yang kami sebutkan dibawah ini langsung bersumber dari Al Qur’an dan Sabda Rasulullah saw sendir, kami tidak akan memberikan analisa apapun, karena Rasulullah adalah yang memahami Al Qur’an. Dan kami tidak mengambil sumber dari syi’ah yang sangat banyak itu, kami cukupkan saja mengambil dari sumber ahlu sunnah sendiri.
Syi’ah didirikan oleh Rasulullah SAW sendiri – hal ini bertolak belakang dari pandangan yang menyebutkan syi’ah merupakan paham hasil kreasi dari Abdullah bin Saba’ – bahkan Rasulullah saw tatkala menafsirkan ayat Al Qur’an beliau menjelaskan makna syi’ah tersebut ditujukan kepada pengikut imam Ali bin Abi Thalib dan Ahlul Ba’it, hal ini dapat di baca dalam riwayat ulama ahlu sunnah dibawah ini :
1. Al Hafizh Abu Na’im, [19] meriwayatkan dalam kitabnya HIlayah al Awliya dengan sanad dari Ibnu Abbas, ketika turun ayat yang mulia :” Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu sebaik-baik makhluk” (QS.AlBayyinah: 7-8), kemudian Rasulullah saw bersabda kepada Ali bin Abi Thalib, “Wahai Ali, itu adalah engkau dan syi’ahmu. Engkau dan syi’ahmu akan datang pada hari kiamat dalam keadaan ridho dan di ridho’i” .
2. Mawfiq bin Ahmad al Khawarizmi, meriwayatkan dari Abu Mua’ayyid, dalam kitab al Manaqib hadis ke dua dfalam pasal 17 dalam penjelasan ayat yang turun berkenaan dengan Ali bin Abi Thalib, dengan redaksi tanpa mencantumkan ayatnya, bahwa Rasulullah saw bersabda kepada Ali bin Abi Thalib, “Wahai Ali, itu adalah engkau dan syi’ahmu. Engkau dan syi’ahmu akan datang pada hari kiamat dalam keadaan ridho dan di ridho’i” .
3. Sabath bin al Jawzi dalam kitabnya Tadzkirah Khawwash al Ummah hlm 56 meriwayatkan dengan sanad dari Abu Sa’id al Khudri, Nabi Saw memandang kepada Ali bin Abi Thalib, lalu Rasulullah saw bersabda, “ orang ini dan para pengikutnya (syi’ah) adalah orang-orang yang mendapat kemenangan pada hari kiamat”
4. Al Hakim ‘Ubaidullah al Haskani, seorang mufasir ahlu sunnah yang terkemuka menuliskan dalam kitabnya Syawahid al Tanzil, dari al Hakim Abu ‘Abdullah al Hafizh dengan sanad marfu’ kepada Yazid bin Syahrahil al Anshari, ia berkata :” Saya mendengar Ali bin Abi Thalib berkata, “Rasulullah saw, sambil menyandarkan kepalanya di dadaku beliau bersabda, “Wahai Ali, tidakkah engkau pernah mendengar firman Allah SWT, “:” Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu sebaik-baik makhluk” ?(QS.AlBayyinah: 7-8) mereka adalah engkau dan syi’ahmu, dan tempat pertemuanku dan kamu yang telah dijanjikan adalah al haudh, ketika umat-umat lain ketakutan saat hendak di hisab, kalian dipanggil karena tanda putih di dahi (ghurran muhajjalin).
5. Allamah Muhammad bin Yusuf al Qurasyi al Kanji al Syafi’I, meriwayatkan dalam kitabnya Kifayah al Thalib Bab 62 dari Yazid bin Syarahil, ia berkata :” Saya mendengar Ali bin Abi Thalib berkata, “Rasulullah saw, sambil menyandarkan kepalanya di dadaku beliau bersabda, “Wahai Ali, tidakkah engkau pernah mendengar firman Allah SWT, “:” Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu sebaik-baik makhluk” ?(QS.AlBayyinah: 7-8) mereka adalah engkau dan syi’ahmu, dan tempat pertemuanku dan kamu yang telah dijanjikan adalah al haudh, ketika umat-umat lain ketakutan saat hendak di hisab, kalian dipanggil karena tanda putih di dahi (ghurran muhajjalin).
6. Mawfiq bin Ahmad al Khawarizmi dalam kitabnya Manaqib Ali bin Abi Thalib, Rasulullah bersabda, , “Wahai Ali, tidakkah engkau pernah mendengar firman Allah SWT, “:” Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu sebaik-baik makhluk” ?(QS.AlBayyinah: 7-8) mereka adalah engkau dan syi’ahmu, dan tempat pertemuanku dan kamu yang telah dijanjikan adalah al haudh, ketika umat-umat lain ketakutan saat hendak di hisab, kalian dipanggil karena tanda putih di dahi (ghurran muhajjalin).
7. Abu al Mu’ayyid al Mawfiq bin Ahmad al Khawarizmi meriwayatkan dalam Manaqib Ali bin Abi Thalib Pasal 9 hadis ke 10 dari Jabir bin “Abdullah al Anshari, ia berkata, Kami berada bersama Rasulullah SAW, kemudian dating Ali bin Abi Thalib, kemudian beliau bersabda, “ Telah dating saudaraku kepada kalian”, kemudian beliau menoleh ke Ka’bah dan memukulkan tanganya, lalu beliau bersabda: ” Demi yang diriku dalam kekuasan-Nya, orang ini dan syi’ahnya adalah orang-orang yang beroleh kemenangan pada hari kiamat. Kemudian, ia adalah orang pertama yang beriman di antara kalian, yang paling setia menepati janji Allah, yang paling keras menegakkan perintah Allah, yang paling adil dalam memimpin, yang paling adil dalam membagi, dan yang paling agung keutamaanya di disisi Allah” Perawi kemudian menambahkan, kemudian turun ayat Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu sebaik-baik makhluk… (hingga akhir surrah), selanjutnya perawi berkata, “ Apabila Ali bin Abi Thalib dating, para sahabat Muhammad berkata, “Telah dating khayrul barriyyah (sebaik-baik makhluk)
8. Allamah al-Kanji al Syafi’I meriwayatkan dalam kitabnya Kifayah al Thalib bab 62 dengan sanad dari Jabir bin ‘Abdullah al Anshari : , Kami berada bersama Rasulullah SAW, kemudian dating Ali bin Abi Thalib, kemudian beliau bersabda, “ Telah dating saudaraku kepada kalian”, kemudian beliau menoleh ke Ka’bah dan memukulkan tanganya, lalu beliau bersabda: ” Demi yang diriku dalam kekuasan-Nya, orang ini dan syi’ahnya adalah orang-orang yang beroleh kemenangan pada hari kiamat. Kemudian, ia adalah orang pertama yang beriman di antara kalian, yang paling setia menepati janji Allah, yang paling keras menegakkan perintah Allah, yang paling adil dalam memimpin, yang paling adil dalam membagi, dan yang paling agung keutamaanya di disisi Allah”.
9. Jalaludin al Suyuthi dalam kitabnya al Durr al Mantsur, ia meriwayatkan hadis dari Ibn ‘Asakir al Dimasyqi yang meriwayatkanya dari Jabir bin ‘Abdullah al Anshari, bahwa ia berkata : Kami berada bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba Ali bin Abi Thalib dating, maka Nabi SAW bersabda, “Demi diriku dalam kekuasaan-Nya, orang ini dan syi’ahnya adalah orang-orang yang beroleh kemenangan pada hari kiamat.” Kemudian turun ayat : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu sebaik-baik makhluk” ?(QS.AlBayyinah: 7-8)
10. Jalaludin al Suyuthi dalam kitabnya al Durr al Mantsur juga meriwayatkan dari Ibn ‘Adi dari Ibn ‘Abbas, bahwa ia meriwayatkan ketika turun ayat “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu sebaik-baik makhluk” ?(QS.AlBayyinah: 7-8), Rasulullah SAW bersabda kepada Ali bin Abi Thalib, “Engkau dan syi’ahmu dating pada hari kiamat dalam keadaan ridho dan diridhoi”.
11. Ibnu al-Shabagh al-Maliki dalam kitabnya al Fushul al Muhimmah hal 122, meriwayatkan hadis dari Ibn ‘Abbas, ia berkata : Ketika turun ayat : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu sebaik-baik makhluk” ?(QS.AlBayyinah: 7-8) Nabi SAW bersabda kepada Ali bin Abi Thalib, ”Ítu adalah engkau dan syi’ahmu, engkau dan mereka dating pada hari kiamat dalam keadaan ridho dan di ridhoi. Sedangkan Musuh-musuhmu dating dalam keadaan murka dan hangus”
12. Ibnu Hajar dalam kitabnya Ash-Shawa’iq Al-Muhriqah bab XI, meriwayatkanya dari al Hafizh Jamaluddin al Zarandi , Muhammad bin Yusuf al Zarandi al Madani, ia berkata, Ketika turun ayat : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu sebaik-baik makhluk” ?(QS.AlBayyinah: 7-8) Nabi SAW bersabda kepada Ali bin Abi Thalib, ”Ítu adalah engkau dan syi’ahmu, engkau dan mereka dating pada hari kiamat dalam keadaan ridho dan di ridhoi. Sedangkan Musuh-musuhmu dating dalam keadaan murka dan hangus” Maka Ali bin Abi Thalib bertanya kepada Rasulullah SAW, “Siapakah Musuhku ? Beliau SAW menjawab, “Orang-orang yang berlepas diri darimu dan suka melaknatmu”.
13. Allamah al Mashudi dalam Jawahir al “Uqdayn juga meriwayatkan dari al Hafizh Jamaludin al Zarandi , Muhammad bin Yusuf al Zarandi al Madani, ia berkata, Ketika turun ayat : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu sebaik-baik makhluk” ?(QS.AlBayyinah: 7-8) Nabi SAW bersabda kepada Ali bin Abi Thalib, ”Ítu adalah engkau dan syi’ahmu, engkau dan mereka dating pada hari kiamat dalam keadaan ridho dan di ridhoi. Sedangkan Musuh-musuhmu dating dalam keadaan murka dan hangus” Maka Ali bin Abi Thalib bertanya kepada Rasulullah SAW, “Siapakah Musuhku ? Beliau SAW menjawab, “Orang-orang yang berlepas diri darimu dan suka melaknatmu”.
14. Mir Sayid Ali al Hamdani al Syafi’I, dalam kitabnya Mawaddah al Qurba, meriwayatkan dari Ummul mukminin Ummu Salamah, bahwa ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Wahai Ali, engkau dan sahabat-sahabatmu berada di surga. Engkau dan syiahmu berada di surga.
15. Ibnu Hajar dalam kitabnya Ash-Shawa’iq Al-Muhriqah meriwayatkan dari Ummul mukminin Ummu Salamah, bahwa ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Wahai Ali, engkau dan sahabat-sahabatmu berada di surga. Engkau dan syiahmu berada di surga.
16. Al Hafizh bin al Maghazali al Syafi’I, dalam kitabnya Manaqib ‘Ali bin Abi THalib, ia meriwayatkan hadis dengan sanad dari Jabir bin “Abdullah : Ketika Ali bin Abi Thalib dating dalam penaklukan Khaibar, Rasulullah SAW berkata kepadanya : “Wahai Ali… Cukuplah bagimu dengan kedudukanmu disampingku seperti kedudukan Harun disamping Musa, hanya saja tidak ada Nabi sesudahku. Engkau yang membebaskan jaminanku, menutup auratkau dan berperang untuk membela sunnahku. Kelak di akhirat, engkau adalah makhluk yang paling dekat denganku. Di Al haudh engkau berada di belakangku. Syiahmu berada diatas mimbar-mimbar dari cahaya disekelilingku dengan wajah yang putih. Aku memberikan syafaat kepada mereka . Merekapun berada dis urga di dekatku. Orang yang memerangimu berarti memerangiku dan orang yang berdamai denganmu berarti berdamai denganku.
17. Kitab Tarikh Baghdad, Juz 12 hlm 289. Nabi saw berkata kepada Ali bin Abi Thalib : “Engkau dan syi’ahmu berada di surga”
18. Kitab Muruj al-Dzahab, juz 2 hlm. 51 Nabi saw bersabda : ” Pada hari kiamat manusia dipanggil dengan nama-nama mereka dan ibu mereka kecuali orang ini (Ali bin Abi Thalib) dan syi’ahnya. Mereka dipanggil dengan nama mereka dan bapak mereka karena kesahihan kelahiran mereka”.
19. Kitab Al Shawa’iq al- Muhriqah, hlm 66 ceta. al-Maimanah Mesir. Bahwa Nabi saw bersabda: “Wahai Ali, engkau dan syiahmu kembali kepadaku di al-Hawdh dengan rasa puas dan wajah yang putih. Sedangkan musuh-musuh mereka kembali ke al-hawdh dalam kehausan”.
20. Allamah Shalih al Turmudzi meriwayatkanya dalam al Manaqib al Murthadhawiyah hl 101 cet Bombay, Bahwa Nabi saw bersabda: “Wahai Ali, engkau dan syiahmu kembali kepadaku di al-Hawdh dengan rasa puas dan wajah yang putih. Sedangkan musuh-musuh mereka kembali ke al-hawdh dalam kehausan”.
12. Ibnu Hajar dalam kitabnya Ash-Shawa’iq Al-Muhriqah bab XI, meriwayatkanya dari al Hafizh Jamaluddin al Zarandi , Muhammad bin Yusuf al Zarandi al Madani, ia berkata, Ketika turun ayat : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu sebaik-baik makhluk” ?(QS.AlBayyinah: 7-8) Nabi SAW bersabda kepada Ali bin Abi Thalib, ”Ítu adalah engkau dan syi’ahmu, engkau dan mereka dating pada hari kiamat dalam keadaan ridho dan di ridhoi. Sedangkan Musuh-musuhmu dating dalam keadaan murka dan hangus” Maka Ali bin Abi Thalib bertanya kepada Rasulullah SAW, “Siapakah Musuhku ? Beliau SAW menjawab, “Orang-orang yang berlepas diri darimu dan suka melaknatmu”.
13. Allamah al Mashudi dalam Jawahir al “Uqdayn juga meriwayatkan dari al Hafizh Jamaludin al Zarandi , Muhammad bin Yusuf al Zarandi al Madani, ia berkata, Ketika turun ayat : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu sebaik-baik makhluk” ?(QS.AlBayyinah: 7-8) Nabi SAW bersabda kepada Ali bin Abi Thalib, ”Ítu adalah engkau dan syi’ahmu, engkau dan mereka dating pada hari kiamat dalam keadaan ridho dan di ridhoi. Sedangkan Musuh-musuhmu dating dalam keadaan murka dan hangus” Maka Ali bin Abi Thalib bertanya kepada Rasulullah SAW, “Siapakah Musuhku ? Beliau SAW menjawab, “Orang-orang yang berlepas diri darimu dan suka melaknatmu”.
14. Mir Sayid Ali al Hamdani al Syafi’I, dalam kitabnya Mawaddah al Qurba, meriwayatkan dari Ummul mukminin Ummu Salamah, bahwa ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Wahai Ali, engkau dan sahabat-sahabatmu berada di surga. Engkau dan syiahmu berada di surga.
15. Ibnu Hajar dalam kitabnya Ash-Shawa’iq Al-Muhriqah meriwayatkan dari Ummul mukminin Ummu Salamah, bahwa ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Wahai Ali, engkau dan sahabat-sahabatmu berada di surga. Engkau dan syiahmu berada di surga.
16. Al Hafizh bin al Maghazali al Syafi’I, dalam kitabnya Manaqib ‘Ali bin Abi THalib, ia meriwayatkan hadis dengan sanad dari Jabir bin “Abdullah : Ketika Ali bin Abi Thalib dating dalam penaklukan Khaibar, Rasulullah SAW berkata kepadanya : “Wahai Ali… Cukuplah bagimu dengan kedudukanmu disampingku seperti kedudukan Harun disamping Musa, hanya saja tidak ada Nabi sesudahku. Engkau yang membebaskan jaminanku, menutup auratkau dan berperang untuk membela sunnahku. Kelak di akhirat, engkau adalah makhluk yang paling dekat denganku. Di Al haudh engkau berada di belakangku. Syiahmu berada diatas mimbar-mimbar dari cahaya disekelilingku dengan wajah yang putih. Aku memberikan syafaat kepada mereka . Merekapun berada dis urga di dekatku. Orang yang memerangimu berarti memerangiku dan orang yang berdamai denganmu berarti berdamai denganku.
17. Kitab Tarikh Baghdad, Juz 12 hlm 289. Nabi saw berkata kepada Ali bin Abi Thalib : “Engkau dan syi’ahmu berada di surga”
18. Kitab Muruj al-Dzahab, juz 2 hlm. 51 Nabi saw bersabda : ” Pada hari kiamat manusia dipanggil dengan nama-nama mereka dan ibu mereka kecuali orang ini (Ali bin Abi Thalib) dan syi’ahnya. Mereka dipanggil dengan nama mereka dan bapak mereka karena kesahihan kelahiran mereka”.
19. Kitab Al Shawa’iq al- Muhriqah, hlm 66 ceta. al-Maimanah Mesir. Bahwa Nabi saw bersabda: “Wahai Ali, engkau dan syiahmu kembali kepadaku di al-Hawdh dengan rasa puas dan wajah yang putih. Sedangkan musuh-musuh mereka kembali ke al-hawdh dalam kehausan”.
20. Allamah Shalih al Turmudzi meriwayatkanya dalam al Manaqib al Murthadhawiyah hl 101 cet Bombay, Bahwa Nabi saw bersabda: “Wahai Ali, engkau dan syiahmu kembali kepadaku di al-Hawdh dengan rasa puas dan wajah yang putih. Sedangkan musuh-musuh mereka kembali ke al-hawdh dalam kehausan”.
1. Kitab Kifayah al-Thalib, halaman 135, Nabi saw bersabda kepada Ali bin Abi Thalib: “…dan syiahmu berada diatas mimbar-mimbar dari cahaya dan dengan wajah putih di sekelilingku. Aku memberi syafaat kepada mereka. Maka mereka kelak disurga bertetangga denganku”.
22. Kitab Manaqib Ibn Maghazali, hlm 238 meriwayatkan dalam hadis panjang dan pada akhir hadis berbunyi : Nabi saw bersabda kepada Ali bin Abi Thalib: “…dan syiahmu berada diatas mimbar-mimbar dari cahaya dan dengan wajah putih di sekelilingku. Aku memberi syafaat kepada mereka. Maka mereka kelak disurga bertetangga denganku”.
23. Kitab Kifayah al-Thalib, hal 98 dengan sanad dari ‘Ashim bin Dhumurah dari Ali bin Abi Thalib : Rasulullah SAW bersabda : “Ada sebuah pohon yang aku adalah pangkalnya, Ali adalah cabangnya, al-Hasan dan al-Huasin adalah buahnya, dan syi’ah adalah daun-daunnya. Tidak keluar sesuatu yang baik kecuali dari yang baik” Allamah al Kanji kemudian menuliskan, “ Demikianlah al Khatib meriwayatkanya dalam kitab tarikh dan sanad-sanadnya.
24. Al Hakim meriwayatkan dalam al Mustadrak Juz 3 hal 160 : dengan sanad dari ‘Ashim bin Dhumurah dari Ali bin Abi Thalib : Rasulullah SAW bersabda : “Ada sebuah pohon yang aku adalah pangkalnya, Ali adalah cabangnya, al-Hasan dan al-Huasin adalah buahnya, dan syi’ah adalah daun-daunnya. Tidak keluar sesuatu yang baik kecuali dari yang baik”
25. Ibnu Asakir meriwayatkan dalam kitab Tarikh Juz 4 hal 318 : dengan sanad dari ‘Ashim bin Dhumurah dari Ali bin Abi Thalib : Rasulullah SAW bersabda : “Ada sebuah pohon yang aku adalah pangkalnya, Ali adalah cabangnya, al-Hasan dan al-Huasin adalah buahnya, dan syi’ah adalah daun-daunnya. Tidak keluar sesuatu yang baik kecuali dari yang baik”
26. Muhibbuddin meriwayatkan dalam kitab al Riyadh al Nadhrah juz II hal 253. dengan sanad dari ‘Ashim bin Dhumurah dari Ali bin Abi Thalib : Rasulullah SAW bersabda : “Ada sebuah pohon yang aku adalah pangkalnya, Ali adalah cabangnya, al-Hasan dan al-Huasin adalah buahnya, dan syi’ah adalah daun-daunnya. Tidak keluar sesuatu yang baik kecuali dari yang baik”
27. Ibn Shabagh al Maliki dalam kitabnya al Fushul al Muhimmah, 11, dengan sanad dari ‘Ashim bin Dhumurah dari Ali bin Abi Thalib : Rasulullah SAW bersabda : “Ada sebuah pohon yang aku adalah pangkalnya, Ali adalah cabangnya, al-Hasan dan al-Huasin adalah buahnya, dan syi’ah adalah daun-daunnya. Tidak keluar sesuatu yang baik kecuali dari yang baik”
28. al Shafuri dalam kitabnya Nazhah al Majalis juz II hal 222, dengan sanad dari ‘Ashim bin Dhumurah dari Ali bin Abi Thalib : Rasulullah SAW bersabda : “Ada sebuah pohon yang aku adalah pangkalnya, Ali adalah cabangnya, al-Hasan dan al-Huasin adalah buahnya, dan syi’ah adalah daun-daunnya. Tidak keluar sesuatu yang baik kecuali dari yang baik”
29. Allamah al Qunduzi al Hanafi dalam kitabnya Yaniabi ‘ al Mawaddah hlm 257 cet Istanbul meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda :” Janganlah kalian merendahkan syiah Ali bin Abi Thalib, karena masing-masing dari mereka diberi syafaat seperti untuk Rabi’ah dan Mudhar “
30. Allamah al Hindi dalam kitab Intiha’ al Afham hlm 19, meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda :” Janganlah kalian merendahkan syiah Ali bin Abi Thalib, karena masing-masing dari mereka diberi syafaat seperti untuk Rabi’ah dan Mudhar “
22. Kitab Manaqib Ibn Maghazali, hlm 238 meriwayatkan dalam hadis panjang dan pada akhir hadis berbunyi : Nabi saw bersabda kepada Ali bin Abi Thalib: “…dan syiahmu berada diatas mimbar-mimbar dari cahaya dan dengan wajah putih di sekelilingku. Aku memberi syafaat kepada mereka. Maka mereka kelak disurga bertetangga denganku”.
23. Kitab Kifayah al-Thalib, hal 98 dengan sanad dari ‘Ashim bin Dhumurah dari Ali bin Abi Thalib : Rasulullah SAW bersabda : “Ada sebuah pohon yang aku adalah pangkalnya, Ali adalah cabangnya, al-Hasan dan al-Huasin adalah buahnya, dan syi’ah adalah daun-daunnya. Tidak keluar sesuatu yang baik kecuali dari yang baik” Allamah al Kanji kemudian menuliskan, “ Demikianlah al Khatib meriwayatkanya dalam kitab tarikh dan sanad-sanadnya.
24. Al Hakim meriwayatkan dalam al Mustadrak Juz 3 hal 160 : dengan sanad dari ‘Ashim bin Dhumurah dari Ali bin Abi Thalib : Rasulullah SAW bersabda : “Ada sebuah pohon yang aku adalah pangkalnya, Ali adalah cabangnya, al-Hasan dan al-Huasin adalah buahnya, dan syi’ah adalah daun-daunnya. Tidak keluar sesuatu yang baik kecuali dari yang baik”
25. Ibnu Asakir meriwayatkan dalam kitab Tarikh Juz 4 hal 318 : dengan sanad dari ‘Ashim bin Dhumurah dari Ali bin Abi Thalib : Rasulullah SAW bersabda : “Ada sebuah pohon yang aku adalah pangkalnya, Ali adalah cabangnya, al-Hasan dan al-Huasin adalah buahnya, dan syi’ah adalah daun-daunnya. Tidak keluar sesuatu yang baik kecuali dari yang baik”
26. Muhibbuddin meriwayatkan dalam kitab al Riyadh al Nadhrah juz II hal 253. dengan sanad dari ‘Ashim bin Dhumurah dari Ali bin Abi Thalib : Rasulullah SAW bersabda : “Ada sebuah pohon yang aku adalah pangkalnya, Ali adalah cabangnya, al-Hasan dan al-Huasin adalah buahnya, dan syi’ah adalah daun-daunnya. Tidak keluar sesuatu yang baik kecuali dari yang baik”
27. Ibn Shabagh al Maliki dalam kitabnya al Fushul al Muhimmah, 11, dengan sanad dari ‘Ashim bin Dhumurah dari Ali bin Abi Thalib : Rasulullah SAW bersabda : “Ada sebuah pohon yang aku adalah pangkalnya, Ali adalah cabangnya, al-Hasan dan al-Huasin adalah buahnya, dan syi’ah adalah daun-daunnya. Tidak keluar sesuatu yang baik kecuali dari yang baik”
28. al Shafuri dalam kitabnya Nazhah al Majalis juz II hal 222, dengan sanad dari ‘Ashim bin Dhumurah dari Ali bin Abi Thalib : Rasulullah SAW bersabda : “Ada sebuah pohon yang aku adalah pangkalnya, Ali adalah cabangnya, al-Hasan dan al-Huasin adalah buahnya, dan syi’ah adalah daun-daunnya. Tidak keluar sesuatu yang baik kecuali dari yang baik”
29. Allamah al Qunduzi al Hanafi dalam kitabnya Yaniabi ‘ al Mawaddah hlm 257 cet Istanbul meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda :” Janganlah kalian merendahkan syiah Ali bin Abi Thalib, karena masing-masing dari mereka diberi syafaat seperti untuk Rabi’ah dan Mudhar “
30. Allamah al Hindi dalam kitab Intiha’ al Afham hlm 19, meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda :” Janganlah kalian merendahkan syiah Ali bin Abi Thalib, karena masing-masing dari mereka diberi syafaat seperti untuk Rabi’ah dan Mudhar “
31. Sabath bin al Jawzi dalam kitabnya Tadzkirah al Khawwash, hlm 59 cet aljir meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Sa’id al Khudri : Nabi SAW memandang Ali bin Abi Thalib dan bersabda, “Orang ini dan syi’ahnya adalah orangorang yang mendapat kemenangan pada hari kiamat”
32. al Dailami, penulis kitan Firdaws al Akhbar. Meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah DAW bersabda :” Syi’ah Ali adalah orang-orang yang memperoleh kemenangan “
33. Allamah al Mannawi, dalm kitabnya Kunuz al Haqa’iq hlm 83, cet Bulaq : Meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah DAW bersabda :” Syi’ah Ali adalah orang-orang yang memperoleh kemenangan “
34. Al Qunduzi dalam Yanabi’ al Mawwaddah hlm 180 cet Istanbul, Meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah DAW bersabda :” Syi’ah Ali adalah orang-orang yang memperoleh kemenangan “
35. Allamah al Hindi meriwayatkan dalam kitabnya Intiha al Afham hal 222 Cet Nul Kesywar, ia eriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah DAW bersabda :” Syi’ah Ali adalah orang-orang yang memperoleh kemenangan “
36. Allamah al kasyafi al Turmudzi dalam kitabnya al Manaqib al Murthadhawiyah hlm 113 cet Bombay, meriwayatkan dari Ibn Abbas : bahwa Rasulullah SAW bersabda :”Ali dan syi’ahnya adalah orang-orang yang mendapat kemenangan pada hari kiamat “
37. Al Qunduzi dalam Yanabi’ al Mawwaddah hlm 257 meriwayatkan dari Ibn Abbas : bahwa Rasulullah SAW bersabda :”Ali dan syi’ahnya adalah orang-orang yang mendapat kemenangan pada hari kiamat “
38. Allamah al Hindi meriwayatkan dalam kitabnya Intiha al Afham hlm 19, meriwayatkan dari Ibn Abbas : bahwa Rasulullah SAW bersabda :”Ali dan syi’ahnya adalah orang-orang yang mendapat kemenangan pada hari kiamat “
39. Jalaludin al Suyuthi dalam kitabnya al Durr al Mantsur juz VI hlm 379 cet Mesir, Rasulullah SAW bersabda kepada Ali bin Abi Thalib : “Engkau dan syi’ahmu kembali kepadaku di al Hawdh dalam keadaan puas”
40. Al Qunduzi dalam Yanabi’ al Mawwaddah hlm 182, Rasulullah SAW bersabda kepada Ali bin Abi Thalib : “Engkau dan syi’ahmu kembali kepadaku di al Hawdh dalam keadaan puas”
32. al Dailami, penulis kitan Firdaws al Akhbar. Meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah DAW bersabda :” Syi’ah Ali adalah orang-orang yang memperoleh kemenangan “
33. Allamah al Mannawi, dalm kitabnya Kunuz al Haqa’iq hlm 83, cet Bulaq : Meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah DAW bersabda :” Syi’ah Ali adalah orang-orang yang memperoleh kemenangan “
34. Al Qunduzi dalam Yanabi’ al Mawwaddah hlm 180 cet Istanbul, Meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah DAW bersabda :” Syi’ah Ali adalah orang-orang yang memperoleh kemenangan “
35. Allamah al Hindi meriwayatkan dalam kitabnya Intiha al Afham hal 222 Cet Nul Kesywar, ia eriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah DAW bersabda :” Syi’ah Ali adalah orang-orang yang memperoleh kemenangan “
36. Allamah al kasyafi al Turmudzi dalam kitabnya al Manaqib al Murthadhawiyah hlm 113 cet Bombay, meriwayatkan dari Ibn Abbas : bahwa Rasulullah SAW bersabda :”Ali dan syi’ahnya adalah orang-orang yang mendapat kemenangan pada hari kiamat “
37. Al Qunduzi dalam Yanabi’ al Mawwaddah hlm 257 meriwayatkan dari Ibn Abbas : bahwa Rasulullah SAW bersabda :”Ali dan syi’ahnya adalah orang-orang yang mendapat kemenangan pada hari kiamat “
38. Allamah al Hindi meriwayatkan dalam kitabnya Intiha al Afham hlm 19, meriwayatkan dari Ibn Abbas : bahwa Rasulullah SAW bersabda :”Ali dan syi’ahnya adalah orang-orang yang mendapat kemenangan pada hari kiamat “
39. Jalaludin al Suyuthi dalam kitabnya al Durr al Mantsur juz VI hlm 379 cet Mesir, Rasulullah SAW bersabda kepada Ali bin Abi Thalib : “Engkau dan syi’ahmu kembali kepadaku di al Hawdh dalam keadaan puas”
40. Al Qunduzi dalam Yanabi’ al Mawwaddah hlm 182, Rasulullah SAW bersabda kepada Ali bin Abi Thalib : “Engkau dan syi’ahmu kembali kepadaku di al Hawdh dalam keadaan puas”
31. Sabath bin al Jawzi dalam kitabnya Tadzkirah al Khawwash, hlm 59 cet aljir meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Sa’id al Khudri : Nabi SAW memandang Ali bin Abi Thalib dan bersabda, “Orang ini dan syi’ahnya adalah orangorang yang mendapat kemenangan pada hari kiamat”
32. al Dailami, penulis kitan Firdaws al Akhbar. Meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah DAW bersabda :” Syi’ah Ali adalah orang-orang yang memperoleh kemenangan “
33. Allamah al Mannawi, dalm kitabnya Kunuz al Haqa’iq hlm 83, cet Bulaq : Meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah DAW bersabda :” Syi’ah Ali adalah orang-orang yang memperoleh kemenangan “
34. Al Qunduzi dalam Yanabi’ al Mawwaddah hlm 180 cet Istanbul, Meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah DAW bersabda :” Syi’ah Ali adalah orang-orang yang memperoleh kemenangan “
35. Allamah al Hindi meriwayatkan dalam kitabnya Intiha al Afham hal 222 Cet Nul Kesywar, ia eriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah DAW bersabda :” Syi’ah Ali adalah orang-orang yang memperoleh kemenangan “
36. Allamah al kasyafi al Turmudzi dalam kitabnya al Manaqib al Murthadhawiyah hlm 113 cet Bombay, meriwayatkan dari Ibn Abbas : bahwa Rasulullah SAW bersabda :”Ali dan syi’ahnya adalah orang-orang yang mendapat kemenangan pada hari kiamat “
37. Al Qunduzi dalam Yanabi’ al Mawwaddah hlm 257 meriwayatkan dari Ibn Abbas : bahwa Rasulullah SAW bersabda :”Ali dan syi’ahnya adalah orang-orang yang mendapat kemenangan pada hari kiamat “
38. Allamah al Hindi meriwayatkan dalam kitabnya Intiha al Afham hlm 19, meriwayatkan dari Ibn Abbas : bahwa Rasulullah SAW bersabda :”Ali dan syi’ahnya adalah orang-orang yang mendapat kemenangan pada hari kiamat “
39. Jalaludin al Suyuthi dalam kitabnya al Durr al Mantsur juz VI hlm 379 cet Mesir, Rasulullah SAW bersabda kepada Ali bin Abi Thalib : “Engkau dan syi’ahmu kembali kepadaku di al Hawdh dalam keadaan puas”
40. Al Qunduzi dalam Yanabi’ al Mawwaddah hlm 182, Rasulullah SAW bersabda kepada Ali bin Abi Thalib : “Engkau dan syi’ahmu kembali kepadaku di al Hawdh dalam keadaan puas”
32. al Dailami, penulis kitan Firdaws al Akhbar. Meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah DAW bersabda :” Syi’ah Ali adalah orang-orang yang memperoleh kemenangan “
33. Allamah al Mannawi, dalm kitabnya Kunuz al Haqa’iq hlm 83, cet Bulaq : Meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah DAW bersabda :” Syi’ah Ali adalah orang-orang yang memperoleh kemenangan “
34. Al Qunduzi dalam Yanabi’ al Mawwaddah hlm 180 cet Istanbul, Meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah DAW bersabda :” Syi’ah Ali adalah orang-orang yang memperoleh kemenangan “
35. Allamah al Hindi meriwayatkan dalam kitabnya Intiha al Afham hal 222 Cet Nul Kesywar, ia eriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah DAW bersabda :” Syi’ah Ali adalah orang-orang yang memperoleh kemenangan “
36. Allamah al kasyafi al Turmudzi dalam kitabnya al Manaqib al Murthadhawiyah hlm 113 cet Bombay, meriwayatkan dari Ibn Abbas : bahwa Rasulullah SAW bersabda :”Ali dan syi’ahnya adalah orang-orang yang mendapat kemenangan pada hari kiamat “
37. Al Qunduzi dalam Yanabi’ al Mawwaddah hlm 257 meriwayatkan dari Ibn Abbas : bahwa Rasulullah SAW bersabda :”Ali dan syi’ahnya adalah orang-orang yang mendapat kemenangan pada hari kiamat “
38. Allamah al Hindi meriwayatkan dalam kitabnya Intiha al Afham hlm 19, meriwayatkan dari Ibn Abbas : bahwa Rasulullah SAW bersabda :”Ali dan syi’ahnya adalah orang-orang yang mendapat kemenangan pada hari kiamat “
39. Jalaludin al Suyuthi dalam kitabnya al Durr al Mantsur juz VI hlm 379 cet Mesir, Rasulullah SAW bersabda kepada Ali bin Abi Thalib : “Engkau dan syi’ahmu kembali kepadaku di al Hawdh dalam keadaan puas”
40. Al Qunduzi dalam Yanabi’ al Mawwaddah hlm 182, Rasulullah SAW bersabda kepada Ali bin Abi Thalib : “Engkau dan syi’ahmu kembali kepadaku di al Hawdh dalam keadaan puas”
51. al Haitsami dalam Kitab Majma al Zawa’id juz 9 hlm 173, meriwayatkan dari Abu HUrairah : Rasulullah saw bersabda kepada Ali bin Abi Thalib : Engkau bersamaku dan syi’ahmu di surga “
52. Allamah al Khahusyi menuliskan dalam kitabnya Syarf al Nabi saw, ia meriwayatkan dari Ummul Mukminin Ummu Salamah : Rasulullah SAW bersabda “ Aku sampaikan kabar gembira kepadamu wahai Ali, engkau dan syi’ahmu berada di surga”
53. Allamah al Amritsari al Hanafi meriwayatkan dalam kitabnya Rajih al Mathalib meriwayatkan dari Ummul Mukminin Ummu Salamah : Rasulullah SAW bersabda “ Aku sampaikan kabar gembira kepadamu wahai Ali, engkau dan syi’ahmu berada di surga”
54. al Haitsami dalam kitabnya Majma al Zawa’id , meriwayatkan bahwa dalam kutbahnya Rasulullah saw bersabda : ” Wahai Manusia, barang siapa membenci kami, Ahlul Ba’it, Allah akan mengumpulkanya pada hari kiamat sebagai Yahudi. ” Jabir bin Abdullah bertanya, “Wahai Rasulullah, walaupun ia mengerjakan puasa dan sholat ? beliau saw menjawab : ” Sekalipun ia mengerjakan puasa dan sholat dan menyatakan dirinya sebagai muslim. Dengan demikian, siapa yang menumpahkan darahnya, hendaknya membayar jizah dan mereka itu kecil. Kepadaku diumpamakan umatku dengan buah tin, lalu para pembawa bendera berlalu dihadapanku. Maka aku memohon ampunan untuk Ali dan syi’ahnya”.
55. Ibnu ‘Asakir dalam Kitab Tarikh 2/442 meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, bahwa dalam kutbahnya Rasulullah saw bersabda : ” Wahai Manusia, barang siapa membenci kami, Ahlul Ba’it, Allah akan mengumpulkanya pada hari kiamat sebagai Yahudi. ” Jabir bin Abdullah bertanya, “Wahai Rasulullah, walaupun ia mengerjakan puasa dan sholat ? beliau saw menjawab : ” Sekalipun ia mengerjakan puasa dan sholat dan menyatakan dirinya sebagai muslim. Dengan demikian, siapa yang menumpahkan darahnya, hendaknya membayar jizah dan mereka itu kecil. Kepadaku diumpamakan umatku dengan buah tin, lalu para pembawa bendera berlalu dihadapanku. Maka aku memohon ampunan untuk Ali dan syi’ahnya”.
56. Kitab Tahdzib juz VI hlm 67 cet al Turuqqi, Damaskus meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, bahwa dalam kutbahnya Rasulullah saw bersabda : ” Wahai Manusia, barang siapa membenci kami, Ahlul Ba’it, Allah akan mengumpulkanya pada hari kiamat sebagai Yahudi. ” Jabir bin Abdullah bertanya, “Wahai Rasulullah, walaupun ia mengerjakan puasa dan sholat ? beliau saw menjawab : ” Sekalipun ia mengerjakan puasa dan sholat dan menyatakan dirinya sebagai muslim. Dengan demikian, siapa yang menumpahkan darahnya, hendaknya membayar jizah dan mereka itu kecil. Kepadaku diumpamakan umatku dengan buah tin, lalu para pembawa bendera berlalu dihadapanku. Maka aku memohon ampunan untuk Ali dan syi’ahnya”.
52. Allamah al Khahusyi menuliskan dalam kitabnya Syarf al Nabi saw, ia meriwayatkan dari Ummul Mukminin Ummu Salamah : Rasulullah SAW bersabda “ Aku sampaikan kabar gembira kepadamu wahai Ali, engkau dan syi’ahmu berada di surga”
53. Allamah al Amritsari al Hanafi meriwayatkan dalam kitabnya Rajih al Mathalib meriwayatkan dari Ummul Mukminin Ummu Salamah : Rasulullah SAW bersabda “ Aku sampaikan kabar gembira kepadamu wahai Ali, engkau dan syi’ahmu berada di surga”
54. al Haitsami dalam kitabnya Majma al Zawa’id , meriwayatkan bahwa dalam kutbahnya Rasulullah saw bersabda : ” Wahai Manusia, barang siapa membenci kami, Ahlul Ba’it, Allah akan mengumpulkanya pada hari kiamat sebagai Yahudi. ” Jabir bin Abdullah bertanya, “Wahai Rasulullah, walaupun ia mengerjakan puasa dan sholat ? beliau saw menjawab : ” Sekalipun ia mengerjakan puasa dan sholat dan menyatakan dirinya sebagai muslim. Dengan demikian, siapa yang menumpahkan darahnya, hendaknya membayar jizah dan mereka itu kecil. Kepadaku diumpamakan umatku dengan buah tin, lalu para pembawa bendera berlalu dihadapanku. Maka aku memohon ampunan untuk Ali dan syi’ahnya”.
55. Ibnu ‘Asakir dalam Kitab Tarikh 2/442 meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, bahwa dalam kutbahnya Rasulullah saw bersabda : ” Wahai Manusia, barang siapa membenci kami, Ahlul Ba’it, Allah akan mengumpulkanya pada hari kiamat sebagai Yahudi. ” Jabir bin Abdullah bertanya, “Wahai Rasulullah, walaupun ia mengerjakan puasa dan sholat ? beliau saw menjawab : ” Sekalipun ia mengerjakan puasa dan sholat dan menyatakan dirinya sebagai muslim. Dengan demikian, siapa yang menumpahkan darahnya, hendaknya membayar jizah dan mereka itu kecil. Kepadaku diumpamakan umatku dengan buah tin, lalu para pembawa bendera berlalu dihadapanku. Maka aku memohon ampunan untuk Ali dan syi’ahnya”.
56. Kitab Tahdzib juz VI hlm 67 cet al Turuqqi, Damaskus meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, bahwa dalam kutbahnya Rasulullah saw bersabda : ” Wahai Manusia, barang siapa membenci kami, Ahlul Ba’it, Allah akan mengumpulkanya pada hari kiamat sebagai Yahudi. ” Jabir bin Abdullah bertanya, “Wahai Rasulullah, walaupun ia mengerjakan puasa dan sholat ? beliau saw menjawab : ” Sekalipun ia mengerjakan puasa dan sholat dan menyatakan dirinya sebagai muslim. Dengan demikian, siapa yang menumpahkan darahnya, hendaknya membayar jizah dan mereka itu kecil. Kepadaku diumpamakan umatku dengan buah tin, lalu para pembawa bendera berlalu dihadapanku. Maka aku memohon ampunan untuk Ali dan syi’ahnya”.
da seorang tokoh Ahlu Sunnah namanya Muhammad Jafri... dia dosen Tamu di Universitas Kebangsaan Malaysia... seorang Doktor bidang sejarah... dia mencoba mencari siapakah sebenarnya Abdullah bin saba' ini dan hasilnya dia tuliskan dibukunya Origin and Early Development Of Shi’a Islam.
Pengujian yang ia gunakan adalah dengan kajian historiografi dengan melakukan studi komparatif sejarah, yakni membandingkan seluruh penulis sejarah Islam dari generasi paling awal. Ia menuliskan “ bahwa keberadaan Abdullah bin Saba’ tidak ditemukan dalam naskah-naskah sejarah tertua seperti Muhammad bin Ibn Ishaq bin Yasar (l. 85/704, w. 151/681) Abu Abdullah Muhammad bin Sa’ad ( 168) Ahmad bin Yahya al Baladzuri (w 279/892) Ibn Wadhih al Ya’qubi (w. 284/897) Abu Bakar ahmad bin Abdullah al Aziz al Jauhari (w 298) dan Mas’udi (w 344), Sejarah seputar masa krisis kekhalifahan Utsman bin Affan hingga terbunuhnya beliau yang ditulis para sejahrawan tertua tersebut tidak disebut-sebut keterlibatan Abdullah bin Saba bahkan nama Abdullah bin Saba’ tidak ditemukan dalam naskah Ansab al Asyraf karya Baladzuri, padahal kitab tersebut yang paling detail bercerita tentang krisis pada masa kekhalifahan Utsman, demikian pula tidak ditemukan dalam naskah sejahrawan tertua lainya” Memang dalam kitab baladzuri terdapat nam Ibnu Saba’, tetapi dia merujuk pada nama Abdullah bin Wahab al Hamdani atau kemudian dikenal dengan sebutan Abd Allah al Wahab al Saba’i pemimpin kelompok Khawarij. bukan merujuk pada Ibn Sawda atau Abdullah bin Saba’
Berpijak dari hasil penelitian S.H.M Jafri tersebut dapatlah kita sebutkan bahwa, eksistensi tentang Abdullah bin Saba’ ini baru muncul pada naskah-naskah sejarah setelahnya, dengan kata lain muncul pada masa Ath Thabari yang merujuk pada si pencipta tokohnya yang bernama Syaif Ibnu Umar at Tamimi yang kemudian cerita tersebut beredar secara luas di kutip oleh kalangan sejarahwan ahlu sunnah maupun syi’ah.
Beberapa sejahrawan modern banyak pula yang telah melakukan penelitian tentang syi’ah (beserta asal-usulnya) dan kesimpulan mereka adalah meragukan keberadaan figur fiktif bernama Abdullah bin saba tersebut diantaranya adalah :
1. Penelitian yang dilakukan oleh tim yang dibentuk lembaga ahlu sunnah dari Damaskus yang bernama al majma’ al ‘Ilmi al ‘Arabi, telah membentuk tim dibawah pimpinan Profesor Muhammad Kurdi Ali, untuk melakukan penelitian tentang syi’ah. Hasilnya penelitian telah diterbitkan dalam bentuk buku berjudul Khtath al Syam. Dalam kitab tersebut dijelaskan tentang asal usul syi’ah yang dilahirkan dari lisan Rasulullah SAW , dan bukan dari Abdullah bin Saba’, dalam buku itu disebutkan pula nama-nama sahabat syi’ah awal.
2. Ulama dari Indonesia yang meneliti syi’ah diantaranya adalah Prof Dr H Abu Bakar Atjeh – beliau adalah seorang ahlu sunnah- yang karyanya diterbitkan dengan judul Syi’ah Rasionalisme dalam Islam yang dalam bukunya beliau mengutip pendapat HAMKA bahwa madzhab syafi’i yang di anut mayoritas muslim indonesia lebih dekat dengan madzhab syi’ah. Dalam bukunya tidak disebutkan peran Abdullah bin Saba’ dalam pendirian islam, malah beliau menunjukkan bahwa syi’ah dilahirkan oleh Rasulullah saw.
3. Ulama dari indonesia lainya adalah H Abdullah bin Nuh beliau -adalah seorang ahlu sunnah-, yang banyak melakukan penelitian tentag syi’ah, dan beliau menyebutkan bahwa penyebar Islam di Indonesia yang pertama adalah orang-orang syi’ah
4. Dr Thoha Husein, ia menyatakan tentang keraguanya akan keberadaan Abdullah bin Saba’ dan menganggapnya tokoh fiktif. (sebagaimana dituliskan dalam Al Fitnatul Kubra jilid II karya Thoha Husein) beliau juga meneliti kitab-kitab sejarah awal dan tidak ditemukan nama Abdullah bin Saba’tersebut. Sikap para nawashib kepada beliau sungguh keterlaluan, hasil dari penelitian beliau dikecam oleh para pembenci ahlul ba’it dan nama beliau dicemarkan, termasuk para nawashib di Indonesia.
5. Asyaikh al azar Syaikh Mahmud Syaltut, beliau bahkan mengeluarkan fatwa bolehnya berpegang dengan madzhab syi’ah. Lagi-lagi para nawashib yang hendak memadamkan api Islam menuduh beliau sebagai telah keluar dari islam.
Berpijak dari hasil penelitian S.H.M Jafri tersebut dapatlah kita sebutkan bahwa, eksistensi tentang Abdullah bin Saba’ ini baru muncul pada naskah-naskah sejarah setelahnya, dengan kata lain muncul pada masa Ath Thabari yang merujuk pada si pencipta tokohnya yang bernama Syaif Ibnu Umar at Tamimi yang kemudian cerita tersebut beredar secara luas di kutip oleh kalangan sejarahwan ahlu sunnah maupun syi’ah.
Beberapa sejahrawan modern banyak pula yang telah melakukan penelitian tentang syi’ah (beserta asal-usulnya) dan kesimpulan mereka adalah meragukan keberadaan figur fiktif bernama Abdullah bin saba tersebut diantaranya adalah :
1. Penelitian yang dilakukan oleh tim yang dibentuk lembaga ahlu sunnah dari Damaskus yang bernama al majma’ al ‘Ilmi al ‘Arabi, telah membentuk tim dibawah pimpinan Profesor Muhammad Kurdi Ali, untuk melakukan penelitian tentang syi’ah. Hasilnya penelitian telah diterbitkan dalam bentuk buku berjudul Khtath al Syam. Dalam kitab tersebut dijelaskan tentang asal usul syi’ah yang dilahirkan dari lisan Rasulullah SAW , dan bukan dari Abdullah bin Saba’, dalam buku itu disebutkan pula nama-nama sahabat syi’ah awal.
2. Ulama dari Indonesia yang meneliti syi’ah diantaranya adalah Prof Dr H Abu Bakar Atjeh – beliau adalah seorang ahlu sunnah- yang karyanya diterbitkan dengan judul Syi’ah Rasionalisme dalam Islam yang dalam bukunya beliau mengutip pendapat HAMKA bahwa madzhab syafi’i yang di anut mayoritas muslim indonesia lebih dekat dengan madzhab syi’ah. Dalam bukunya tidak disebutkan peran Abdullah bin Saba’ dalam pendirian islam, malah beliau menunjukkan bahwa syi’ah dilahirkan oleh Rasulullah saw.
3. Ulama dari indonesia lainya adalah H Abdullah bin Nuh beliau -adalah seorang ahlu sunnah-, yang banyak melakukan penelitian tentag syi’ah, dan beliau menyebutkan bahwa penyebar Islam di Indonesia yang pertama adalah orang-orang syi’ah
4. Dr Thoha Husein, ia menyatakan tentang keraguanya akan keberadaan Abdullah bin Saba’ dan menganggapnya tokoh fiktif. (sebagaimana dituliskan dalam Al Fitnatul Kubra jilid II karya Thoha Husein) beliau juga meneliti kitab-kitab sejarah awal dan tidak ditemukan nama Abdullah bin Saba’tersebut. Sikap para nawashib kepada beliau sungguh keterlaluan, hasil dari penelitian beliau dikecam oleh para pembenci ahlul ba’it dan nama beliau dicemarkan, termasuk para nawashib di Indonesia.
5. Asyaikh al azar Syaikh Mahmud Syaltut, beliau bahkan mengeluarkan fatwa bolehnya berpegang dengan madzhab syi’ah. Lagi-lagi para nawashib yang hendak memadamkan api Islam menuduh beliau sebagai telah keluar dari islam.
Ditengarai para nawashib telah melakukan kecurangan-kecurangan terhadap karya-karya sejahrawan awal. Modusnya adalah dengan melakukan perubahan ataupun pemalsuan terhadap redaksional dengan dibelokan dari makna aslinya. Tindakan itu dimaksudkan untuk menunjukan kepada khalayak awam bahwa dalam kitab-kitab sejarah paling awal yang ditulis sejahrawan muslim terdapat figur Abdullah bin Saba’ dan itu membuktikan kepada khalayak ramai, bahwa Abdullah binn Saba’ bukanlah tokoh fiktif. Salah satu contohnya adalah sebagai berikut :
“Ahmad bin Ya’qub,…, Dia mengutip perkataan Sayyidina Utsman ketika beliau marah kepada sahabat Ammar bin Yasir karena telah merahasiakan wafatnya Abdullah bin Mas’ud dan Miqdad “celakalah Ibnu as-Sauda’ (Abdullah bin Saba’) itu. Sungguh aku benar-benar mengetahuinya.”
tindak pemalsuan diatas adalah dengan pemberian makna lain dari redaksi yang sebenarnya, pada tulisan diatas (yang dipalsukan) kata dalam kurung yang tertulis (Abdullah bin Saba’) tidak terdapat dalam kitab Tarikh Ya’qubi, kata tersebut adalah tambahan dari si pengutip. Pihak pengutip sengaja menghilangkan informasi sebelum dan sesudahnya yang menunjukkan bahwa Ibnu Sa’uda yang dimaksud adalah Ammar bin Yasser, mari kami kutipkan secara utuh :
“ Ketika Ibnu Mas’ud datang ke Madinah dari kuffah, dan menyerahkan kunci ba’it al mal dengan sikap sedemikian rupa, lalu Utsman bin Affan mengeluarkan perintah agar Ibn Mas’ud dihajar dan dikeluarkan dari amsjid. Karena tidak senang dengan perbuatan Utsman, maka Ali membawa Ibn Mas’ud ke rumah. Ibnu Mas’ud meninggal dua tahun sebelum Utsman. Dalam Wasiatnya Ibnu Mas’ud minta supaya Ammar mendo’akan dan menshalatkan jenazahnya, dan meminta supaya Usman tidak mensholatkan jenazahnya. Miqdad juga bersikap demikian…. Utsman bin Affan marah kepada Ammar bin Yasser yang telah merahasiakan wafatnya Abdullah bin Mas’ud dan Miqdad bin Amr, Utsman bin Affan berkata kepada Ammar “ Celakalah engkau Ibnu as sauda sungguh aku benar-benar mengetahuinya…Ammar oleh kalangan Qurasy digelari dengan Ibnu Sawda’ yang artinya sebagai putra wanita hitam dan Al Abd yang artinya si budak”
Dengan demikian jelas bahwa si pengutip bermaksud membelokkan arti dari Ibnu Sawda diatas, sebagaimana telah kami sampaikan diatas melalui penelitian bahwa Abdullah bin Saba’ tidak diketemukan dalam kitab-kitab sejahrawan Islam Paling awal.
Sebetulnya kalau kita jeli melihat kalimat yang dipalsukan tersebut, bahwa sebetulnya yang disebut Ibnu Sa’uda adalah Ammar bin Yasir, perhatikan : diatas diceritakan Khalifah Utsman bin Affan marah kepada Ammar bin Yassir karena telah merahasiakan wafatnya Abdullah bin Mas’ud dan Miqdad padahal Khalifah Utsman tahu, kemarahan khalifah diujudkan dengan mengatakan “celakalah Ibnu as sauda” tentu saja kemarahan itu ditujukan kepada Ammar bukan ? tidak kepada Abdullah bin Saba’, karena disitu Khalifah sedang berbicara dengan Ammar. Biasanya orang-orang nawashib sangat lihai dalam memotong dan memalsukan informasi, tapi kali ini mungkin mereka kurang begitu cekatan atau terlalu bersemangat untuk memberikan tuduhan bahwa Syi’ah adalah produk Abdullah bin Saba’, sehingga mereka terperangkap dalam tindak pemalsuanya sendiri.
Bentuk pembiasan informasi lain adalah, terdapatnya “nama Ibnu Saba’ yang tertulis dalam kitab Ansab al Asyraf karya baladzuri, dalam kitabnya tertulis “… Dan Ibnu Saba’ memiliki satu naskah dari surat tersebut lalu ia mengubah-ubahnya” jika informasi ini dipotong sampai disini saja maka dampaknya adalah bahwa bukti Abdullah bin Saba’ tertulis di kitab sejarah islam awal adalah benar, tetapi kalimat tersebut masih memiliki keterangan, bahwa yang dimaksud al Baladzuri dengan Ibnu saba’ disitu adalah ‘Abd Allah Ibn Wahab al Saba’i atau dikenal juga dengan Abdullah bin Wahab al Hamdani, dia adalah pemimpin utama Khawarij dari suku Sabaiyah atau Qathan. Penyematan nama saba’iyah ini disebabkan oleh gesekan antara suku Adnan dan Qathan, sehingga orang-orang Adnani memanggil orang-orang dari suku Qathan dengan sebutan sabaiyah
Dengan demikian pemerkosaan pada kedua kitab awal yang dipaksa untuk membuktikan adanya tokoh Abdullah bin Saba’ sebetulnya adalah tindakan kejahata. Kedua kitab tersebut memang berbicara secara detail berkenaan krisi dimasa khalifah Utsman sehingga beliau wafat, namun tidak diketemukan nama Abdullah bin Saba’ sebagimana yang dituduhkan sebagai pendiri Madzab syi’ah.
“Ahmad bin Ya’qub,…, Dia mengutip perkataan Sayyidina Utsman ketika beliau marah kepada sahabat Ammar bin Yasir karena telah merahasiakan wafatnya Abdullah bin Mas’ud dan Miqdad “celakalah Ibnu as-Sauda’ (Abdullah bin Saba’) itu. Sungguh aku benar-benar mengetahuinya.”
tindak pemalsuan diatas adalah dengan pemberian makna lain dari redaksi yang sebenarnya, pada tulisan diatas (yang dipalsukan) kata dalam kurung yang tertulis (Abdullah bin Saba’) tidak terdapat dalam kitab Tarikh Ya’qubi, kata tersebut adalah tambahan dari si pengutip. Pihak pengutip sengaja menghilangkan informasi sebelum dan sesudahnya yang menunjukkan bahwa Ibnu Sa’uda yang dimaksud adalah Ammar bin Yasser, mari kami kutipkan secara utuh :
“ Ketika Ibnu Mas’ud datang ke Madinah dari kuffah, dan menyerahkan kunci ba’it al mal dengan sikap sedemikian rupa, lalu Utsman bin Affan mengeluarkan perintah agar Ibn Mas’ud dihajar dan dikeluarkan dari amsjid. Karena tidak senang dengan perbuatan Utsman, maka Ali membawa Ibn Mas’ud ke rumah. Ibnu Mas’ud meninggal dua tahun sebelum Utsman. Dalam Wasiatnya Ibnu Mas’ud minta supaya Ammar mendo’akan dan menshalatkan jenazahnya, dan meminta supaya Usman tidak mensholatkan jenazahnya. Miqdad juga bersikap demikian…. Utsman bin Affan marah kepada Ammar bin Yasser yang telah merahasiakan wafatnya Abdullah bin Mas’ud dan Miqdad bin Amr, Utsman bin Affan berkata kepada Ammar “ Celakalah engkau Ibnu as sauda sungguh aku benar-benar mengetahuinya…Ammar oleh kalangan Qurasy digelari dengan Ibnu Sawda’ yang artinya sebagai putra wanita hitam dan Al Abd yang artinya si budak”
Dengan demikian jelas bahwa si pengutip bermaksud membelokkan arti dari Ibnu Sawda diatas, sebagaimana telah kami sampaikan diatas melalui penelitian bahwa Abdullah bin Saba’ tidak diketemukan dalam kitab-kitab sejahrawan Islam Paling awal.
Sebetulnya kalau kita jeli melihat kalimat yang dipalsukan tersebut, bahwa sebetulnya yang disebut Ibnu Sa’uda adalah Ammar bin Yasir, perhatikan : diatas diceritakan Khalifah Utsman bin Affan marah kepada Ammar bin Yassir karena telah merahasiakan wafatnya Abdullah bin Mas’ud dan Miqdad padahal Khalifah Utsman tahu, kemarahan khalifah diujudkan dengan mengatakan “celakalah Ibnu as sauda” tentu saja kemarahan itu ditujukan kepada Ammar bukan ? tidak kepada Abdullah bin Saba’, karena disitu Khalifah sedang berbicara dengan Ammar. Biasanya orang-orang nawashib sangat lihai dalam memotong dan memalsukan informasi, tapi kali ini mungkin mereka kurang begitu cekatan atau terlalu bersemangat untuk memberikan tuduhan bahwa Syi’ah adalah produk Abdullah bin Saba’, sehingga mereka terperangkap dalam tindak pemalsuanya sendiri.
Bentuk pembiasan informasi lain adalah, terdapatnya “nama Ibnu Saba’ yang tertulis dalam kitab Ansab al Asyraf karya baladzuri, dalam kitabnya tertulis “… Dan Ibnu Saba’ memiliki satu naskah dari surat tersebut lalu ia mengubah-ubahnya” jika informasi ini dipotong sampai disini saja maka dampaknya adalah bahwa bukti Abdullah bin Saba’ tertulis di kitab sejarah islam awal adalah benar, tetapi kalimat tersebut masih memiliki keterangan, bahwa yang dimaksud al Baladzuri dengan Ibnu saba’ disitu adalah ‘Abd Allah Ibn Wahab al Saba’i atau dikenal juga dengan Abdullah bin Wahab al Hamdani, dia adalah pemimpin utama Khawarij dari suku Sabaiyah atau Qathan. Penyematan nama saba’iyah ini disebabkan oleh gesekan antara suku Adnan dan Qathan, sehingga orang-orang Adnani memanggil orang-orang dari suku Qathan dengan sebutan sabaiyah
Dengan demikian pemerkosaan pada kedua kitab awal yang dipaksa untuk membuktikan adanya tokoh Abdullah bin Saba’ sebetulnya adalah tindakan kejahata. Kedua kitab tersebut memang berbicara secara detail berkenaan krisi dimasa khalifah Utsman sehingga beliau wafat, namun tidak diketemukan nama Abdullah bin Saba’ sebagimana yang dituduhkan sebagai pendiri Madzab syi’ah.
Riwayat Ikrimah
حدثنا أحمد بن محمد بن حنبل، ثنا إسماعيل بن إبراهيم، أخبرنا أيوب، عن عكرمة : أن عليّاً عليه السلام أحرق ناساً ارتدُّوا عن الإِسلام، فبلغ ذلك ابن عباس فقال: لم أكن لأحرقهم بالنار، إن رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم قال: “لاتعذبوا بعذاب اللّه” وكنت قاتلهم بقول رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم، فإِن رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم قال: ” من بدل دينه فاقتلوه” فبلغ ذلك عليّا عليه السلام، فقال: ويح ابن عباس.
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Hanbal telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Ibraahiim telah mengkhabarkan kepada kami Ayyuub, dari ‘Ikrimah Bahwa ‘Aliy ‘alaihis-salaam pernah membakar orang-orang yang murtad dari Islam. Lalu sampailah berita itu kepada Ibnu ‘Abbaas hingga ia berkata “Sungguh, aku tidak akan membakar mereka dengan api. Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda ‘Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah’. Dan aku memerangi mereka berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Barangsiapa mengganti agamanya, maka bunuhlah ia’. Maka sampailah perkataan itu pada ‘Aliy, dan ia berkata ‘Waiha Ibna ‘Abbaas’ [Sunan Abu Daawud no. 4351].
Hadis ini jelas tidak bisa dijadikan hujjah untuk menetapkan bahwa Imam Ali membakar kaum murtad. Dalam matan hadis di atas baik Ikrimah maupun Ibnu Abbas hanyalah mendapat kabar yang sampai kepada mereka kalau Imam Ali membakar kaum murtad. Baik Ikrimah maupun Ibnu Abbas tidaklah menyaksikan peristiwa tersebut. Kabar itu sendiri tidak jelas berasal dari mana atau tidak jelas siapa yang menyampaikannya. Mengenai perkataan Ibnu Abbas dan hadis yang Ibnu Abbas sebutkan maka bisa ditetapkan bahwa itu shahih karena berasal dari Ikrimah dan Ikrimah menyaksikan Ibnu Abbas mengatakan demikian tetapi khabar Imam Ali membakar kaum murtad sanadnya terputus karena tidak disebutkan siapa yang mengabarkan kepada Ikrimah dan siapa yang mengabarkan kepada Ibnu Abbas. Bisa jadi dari hadis di atas bahwa khabar tersebut sampai kepada Ikrimah kemudian Ikrimah menyampaikan kepada Ibnu Abbas. Ikrimah tidaklah bertemu Imam Ali dan riwayatnya dari Imam Ali adalah mursal sebagaimana yang dikatakan Abu Zur’ah [Jami’ At Tahshil Fi Ahkam Al Maraasil Abu Sa’id Al Alaaiy no 532]
حدثنا أحمد بن محمد بن حنبل، ثنا إسماعيل بن إبراهيم، أخبرنا أيوب، عن عكرمة : أن عليّاً عليه السلام أحرق ناساً ارتدُّوا عن الإِسلام، فبلغ ذلك ابن عباس فقال: لم أكن لأحرقهم بالنار، إن رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم قال: “لاتعذبوا بعذاب اللّه” وكنت قاتلهم بقول رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم، فإِن رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم قال: ” من بدل دينه فاقتلوه” فبلغ ذلك عليّا عليه السلام، فقال: ويح ابن عباس.
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Hanbal telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Ibraahiim telah mengkhabarkan kepada kami Ayyuub, dari ‘Ikrimah Bahwa ‘Aliy ‘alaihis-salaam pernah membakar orang-orang yang murtad dari Islam. Lalu sampailah berita itu kepada Ibnu ‘Abbaas hingga ia berkata “Sungguh, aku tidak akan membakar mereka dengan api. Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda ‘Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah’. Dan aku memerangi mereka berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Barangsiapa mengganti agamanya, maka bunuhlah ia’. Maka sampailah perkataan itu pada ‘Aliy, dan ia berkata ‘Waiha Ibna ‘Abbaas’ [Sunan Abu Daawud no. 4351].
Hadis ini jelas tidak bisa dijadikan hujjah untuk menetapkan bahwa Imam Ali membakar kaum murtad. Dalam matan hadis di atas baik Ikrimah maupun Ibnu Abbas hanyalah mendapat kabar yang sampai kepada mereka kalau Imam Ali membakar kaum murtad. Baik Ikrimah maupun Ibnu Abbas tidaklah menyaksikan peristiwa tersebut. Kabar itu sendiri tidak jelas berasal dari mana atau tidak jelas siapa yang menyampaikannya. Mengenai perkataan Ibnu Abbas dan hadis yang Ibnu Abbas sebutkan maka bisa ditetapkan bahwa itu shahih karena berasal dari Ikrimah dan Ikrimah menyaksikan Ibnu Abbas mengatakan demikian tetapi khabar Imam Ali membakar kaum murtad sanadnya terputus karena tidak disebutkan siapa yang mengabarkan kepada Ikrimah dan siapa yang mengabarkan kepada Ibnu Abbas. Bisa jadi dari hadis di atas bahwa khabar tersebut sampai kepada Ikrimah kemudian Ikrimah menyampaikan kepada Ibnu Abbas. Ikrimah tidaklah bertemu Imam Ali dan riwayatnya dari Imam Ali adalah mursal sebagaimana yang dikatakan Abu Zur’ah [Jami’ At Tahshil Fi Ahkam Al Maraasil Abu Sa’id Al Alaaiy no 532]
* Khabar Imam Ali membakar kaum murtad, khabar ini disebutkan oleh Ikrimah kemudian Ikrimah menyebutkan bahwa telah sampai khabar tersebut kepada Ibnu Abbas. Tidak jelas dari mana khabar tersebut atau siapa yang menyampaikan kepada Ibnu Abbas. Sangat mungkin kalau ikrimah sendiri yang menyampaikan khabar tersebut kepada Ibnu Abbas atau khabar ini hanyalah khabar angin dan desas desus yang beredar sampai akhirnya terdengar oleh Ikrimah ataupun Ibnu Abbas. Bagian ini jelas tidak shahih
* Perkataan Ibnu Abbas ketika mendengar khabar tersebut yaitu mengingkari apa yang dilakukan Imam Ali dan membawakan dua buah hadis Rasulullah SAW “siapa yang mengganti agamanya maka bunuhlah ia” dan “jangan menyiksa dengan siksaan Allah SWT”. Perkataan Ibnu Abbas ini shahih dan Ikrimah memang menyaksikan Ibnu Abbas mengatakan demikian.
* Perkataan Imam Ali ketika disampaikan kepada Beliau apa yang dikatakan Ibnu Abbas. Hadis di atas menyebutkan dengan lafaz “dan sampailah perkataan itu kepada Ali”. Kemudian Imam Ali menyebutkan “waiha Ibnu Abbas”. Tidak jelas siapa yang menyampaikan kepada Imam Ali padahal sanad riwayat di atas berakhir pada Ikrimah dan riwayat Ikrimah dari Ali adalah mursal. Jadi bagian ini pun tidak shahih.
* Perkataan Ibnu Abbas ketika mendengar khabar tersebut yaitu mengingkari apa yang dilakukan Imam Ali dan membawakan dua buah hadis Rasulullah SAW “siapa yang mengganti agamanya maka bunuhlah ia” dan “jangan menyiksa dengan siksaan Allah SWT”. Perkataan Ibnu Abbas ini shahih dan Ikrimah memang menyaksikan Ibnu Abbas mengatakan demikian.
* Perkataan Imam Ali ketika disampaikan kepada Beliau apa yang dikatakan Ibnu Abbas. Hadis di atas menyebutkan dengan lafaz “dan sampailah perkataan itu kepada Ali”. Kemudian Imam Ali menyebutkan “waiha Ibnu Abbas”. Tidak jelas siapa yang menyampaikan kepada Imam Ali padahal sanad riwayat di atas berakhir pada Ikrimah dan riwayat Ikrimah dari Ali adalah mursal. Jadi bagian ini pun tidak shahih.
Riwayat Anas Radiallahu ‘anhu
أخبرنا محمد بن المثنى قال: حدثنا عبد الصمد قال: حدثنا هشام عن قتادة، عن أنس أن عليا أتي بناس من الزط يعبدون وثنا فأحرقهم قال ابن عباس إنما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من بدل دينه فاقتلوه.
Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsannaa, ia berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdush-Shamad, ia berkata telah menceritakan kepada kami Hisyaam, dari Qataadah, dari Anas bahwa dihadapkan kepada ‘Ali orang dari Az-Zuth yang menyembah berhala. Kemudian ia membakar mereka. Ibnu ‘Abbaas berkata “Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda ‘Barangsiapa yang menukar agamanya, maka bunuhlah ia” [Sunan Nasa’i 2/302 no 3528]
Riwayat Anas ini tidaklah tsabit karena di dalam sanadnya terdapat ‘an ‘anah Qatadah dan ia termasuk mudallis martabat ketiga [ Thabaqat Al Mudallisin no 92]. Selain itu kedudukan Anas disini sama halnya dengan kedudukan Ibnu Abbas, dimana ia tidak menyaksikan sendiri peristiwa tersebut melainkan hanya mendengar khabar yang sampai kepadanya. Sebagaimana halnya desas desus maka akan muncul hal yang simpang siur. Dalam riwayat Ikrimah sebelumnya, khabar yang sampai kepada Ibnu Abbas adalah orang-orang yang murtad dari islam sedangkan khabar yang sampai kepada Anas adalah orang Zuth yang menyembah berhala.
أخبرنا محمد بن المثنى قال: حدثنا عبد الصمد قال: حدثنا هشام عن قتادة، عن أنس أن عليا أتي بناس من الزط يعبدون وثنا فأحرقهم قال ابن عباس إنما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من بدل دينه فاقتلوه.
Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsannaa, ia berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdush-Shamad, ia berkata telah menceritakan kepada kami Hisyaam, dari Qataadah, dari Anas bahwa dihadapkan kepada ‘Ali orang dari Az-Zuth yang menyembah berhala. Kemudian ia membakar mereka. Ibnu ‘Abbaas berkata “Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda ‘Barangsiapa yang menukar agamanya, maka bunuhlah ia” [Sunan Nasa’i 2/302 no 3528]
Riwayat Anas ini tidaklah tsabit karena di dalam sanadnya terdapat ‘an ‘anah Qatadah dan ia termasuk mudallis martabat ketiga [ Thabaqat Al Mudallisin no 92]. Selain itu kedudukan Anas disini sama halnya dengan kedudukan Ibnu Abbas, dimana ia tidak menyaksikan sendiri peristiwa tersebut melainkan hanya mendengar khabar yang sampai kepadanya. Sebagaimana halnya desas desus maka akan muncul hal yang simpang siur. Dalam riwayat Ikrimah sebelumnya, khabar yang sampai kepada Ibnu Abbas adalah orang-orang yang murtad dari islam sedangkan khabar yang sampai kepada Anas adalah orang Zuth yang menyembah berhala.
Riwayat Suwaid bin Ghafalah
حدثنا أبو بكر بن عياش عن أبي حصين عن سويد بن غفلة أن عليا حرق زنادقة بالسوق ، فلما رمى عليهم بالنار قال : صدق الله ورسوله ، ثم انصرف فاتبعته ، فالتفت إلي قال : سويد ؟ قلت ، نعم ، فقلت : يا أمير المؤمنين سمعتك تقولشيئا ؟ فقال : يا سويد ! إني بقوم جهال ، فإذا سمعتني أقول : ” قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ” فهو حق
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin ‘Ayyaasy, dari Abu Hushain, dari Suwaid bin Ghafalah Bahwa ‘Aliy pernah membakar orang-orang zindiq di pasar. Ketika ia membakarnya, ia berkata “benarlah Allah dan Rasul-Nya”. Kemudian ia berpaling dan akupun mengikutinya. Ia melihat kepadaku dan berkata “Suwaid ?”. Aku berkata “Benar”. Aku lalu berkata “Wahai Amiirul-Mukminiin, aku telah mendengarmu mengatakan sesuatu”.’Aliy berkata : “Wahai Suwaid, sesungguhnya aku tinggal bersama kaum yang jahil. Jika engkau mendengarku mengatakan : ‘Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka itu benar” [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 10/141 & 12/391-392]
Riwayat di atas bisa jadi sanad yang terkuat dalam masalah ini dan memuat kesaksian Suwaid bin Ghafalah yang menyaksikan kejadian tersebut hanya saja riwayat tersebut mengandung illat yaitu kelemahan Abu Bakar bin ‘Ayyaasy. Ahmad terkadang berkata “tsiqat tetapi melakukan kesalahan” dan terkadang berkata “sangat banyak melakukan kesalahan”, Ibnu Ma’in menyatakan tsiqat, Utsman Ad Darimi berkata “termasuk orang yang jujur tetapi laisa bidzaka dalam hadis”. Muhammad bin Abdullah bin Numair mendhaifkannya, Al Ijli menyatakan ia tsiqat tetapi sering salah. Ibnu Sa’ad juga menyatakan ia tsiqat shaduq tetapi banyak melakukan kesalahan, Al Hakim berkata “bukan seorang yang hafizh di sisi para ulama” Al Bazzar juga mengatakan kalau ia bukan seorang yang hafizh. Yaqub bin Syaibah berkata “hadis-hadisnya idhthirab”. As Saji berkata “shaduq tetapi terkadang salah”. [At Tahdzib juz 12 no 151]. Ibnu Hajar berkata “tsiqah, ahli ibadah, berubah hafalannya di usia tua, dan riwayat dari kitabnya shahih” [At Taqrib 2/366].
Kelemahan yang ada pada Abu Bakar bin ‘Ayyaasy terletak pada hafalannya sedangkan riwayat dalam kitabnya dikatakan shahih. Hanya saja tidak diketahui apakah riwayat ini berasal dari kitabnya tetapi terdapat petunjuk yang menguatkan kalau riwayat Abu Bakar bin ‘Ayyaasy ini bersumber dari hafalannya. Sebagaimana hal yang ma’ruf bahwa riwayat yang bersumber dari hafalan terkadang berbeda-beda tergantung dengan hafalan orang tersebut dan kepada siapa ia menyampaikan riwayat tersebut.
حدثنا أبو بكر بن عياش عن أبي حصين عن سويد بن غفلة أن عليا حرق زنادقة بالسوق ، فلما رمى عليهم بالنار قال : صدق الله ورسوله ، ثم انصرف فاتبعته ، فالتفت إلي قال : سويد ؟ قلت ، نعم ، فقلت : يا أمير المؤمنين سمعتك تقولشيئا ؟ فقال : يا سويد ! إني بقوم جهال ، فإذا سمعتني أقول : ” قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ” فهو حق
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin ‘Ayyaasy, dari Abu Hushain, dari Suwaid bin Ghafalah Bahwa ‘Aliy pernah membakar orang-orang zindiq di pasar. Ketika ia membakarnya, ia berkata “benarlah Allah dan Rasul-Nya”. Kemudian ia berpaling dan akupun mengikutinya. Ia melihat kepadaku dan berkata “Suwaid ?”. Aku berkata “Benar”. Aku lalu berkata “Wahai Amiirul-Mukminiin, aku telah mendengarmu mengatakan sesuatu”.’Aliy berkata : “Wahai Suwaid, sesungguhnya aku tinggal bersama kaum yang jahil. Jika engkau mendengarku mengatakan : ‘Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka itu benar” [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 10/141 & 12/391-392]
Riwayat di atas bisa jadi sanad yang terkuat dalam masalah ini dan memuat kesaksian Suwaid bin Ghafalah yang menyaksikan kejadian tersebut hanya saja riwayat tersebut mengandung illat yaitu kelemahan Abu Bakar bin ‘Ayyaasy. Ahmad terkadang berkata “tsiqat tetapi melakukan kesalahan” dan terkadang berkata “sangat banyak melakukan kesalahan”, Ibnu Ma’in menyatakan tsiqat, Utsman Ad Darimi berkata “termasuk orang yang jujur tetapi laisa bidzaka dalam hadis”. Muhammad bin Abdullah bin Numair mendhaifkannya, Al Ijli menyatakan ia tsiqat tetapi sering salah. Ibnu Sa’ad juga menyatakan ia tsiqat shaduq tetapi banyak melakukan kesalahan, Al Hakim berkata “bukan seorang yang hafizh di sisi para ulama” Al Bazzar juga mengatakan kalau ia bukan seorang yang hafizh. Yaqub bin Syaibah berkata “hadis-hadisnya idhthirab”. As Saji berkata “shaduq tetapi terkadang salah”. [At Tahdzib juz 12 no 151]. Ibnu Hajar berkata “tsiqah, ahli ibadah, berubah hafalannya di usia tua, dan riwayat dari kitabnya shahih” [At Taqrib 2/366].
Kelemahan yang ada pada Abu Bakar bin ‘Ayyaasy terletak pada hafalannya sedangkan riwayat dalam kitabnya dikatakan shahih. Hanya saja tidak diketahui apakah riwayat ini berasal dari kitabnya tetapi terdapat petunjuk yang menguatkan kalau riwayat Abu Bakar bin ‘Ayyaasy ini bersumber dari hafalannya. Sebagaimana hal yang ma’ruf bahwa riwayat yang bersumber dari hafalan terkadang berbeda-beda tergantung dengan hafalan orang tersebut dan kepada siapa ia menyampaikan riwayat tersebut.
Riwayat Abu Bakar bin ‘Ayyaasy di atas tidak hanya diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah tetapi juga diriwayatkan oleh Al Bazzar dari Khallad bin Aslam
حدثنا خلاد بن أسلم ، قال : نا أبو بكر بن عياش ، عن أبي حصين ، عن سويد بن غفلة ، قال : أتى علي رضي الله عنه بزنادقة ، فخرج إلى السوق ، فحفر حفرة ، فأحرقهم بالنار ، ورفع رأسه إلى السماء ، وقال : « صدق الله ورسوله ، ثم انطلق حتى دخل الرحبة ، فتبعته ، فلما أراد أن يدخل البيت ، قال : ما لك يا سويد ؟ قلت : يا أمير المؤمنين كلمة سمعتها حين حرقت هؤلاء الزنادقة ، تقول : صدق الله ورسوله ، قال : يا سويد إذا سمعتني أقول : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : فاعلم أني لأن أخر من السماء أحب إلي من أن أقول ما لم أسمع منه ، وإذا رأيتني أتكلم بأشباه هذا ، فإنما هو شيء أغيظهم ، أو كلمة نحوها
Telah menceritakan kepada kami Khalad bin Aslam yang berkata menceritakan kepada kami Abu Bakr bin ‘Ayyaasy dari Abu Hushain dari Suwaid bin Ghafalah yang berkata “datang kepada Ali orang-orang zindiq maka ia keluar ke pasar, membuat lubang dan membakar mereka dengan api, dan Beliau menengadahkan kepalanya ke langit dan berkata “benarlah Allah dan Rasul-Nya”. Kemudian beliau pergi memasuki tanah lapang dan aku mengikutinya, ketika Beliau ingin masuk ke dalam rumah, beliau berkata “ada apa denganmu wahai Suwaid?”. Aku berkata “wahai Amirul mukminin aku mendengar engkau mengatakan ketika membakar mereka orang-orang zindiq “benarlah Allah dan Rasul-Nya”. Beliau berkata wahai Suwaid jika engkau mendengarku mengatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata maka ketahuilah runtuhnya langit lebih aku sukai daripada aku mengatakan sesuatu yang tidak aku dengar dari Beliau SAW dan jika engkau melihatku mengatakan hal yang lain maka sesungguhnya itu sesuatu yang muncul dari kemarahan atau perkataan semisalnya [Musnad Al Bazzar 2/238 no 523]
Khallad bin Aslam seorang yang tsiqat sebagaimana yang dinyatakan daruquthni, Ibnu Hibban, Nasa’i dan Maslamah bin Qasim [At Tahdzib juz 3 no 325]. Riwayat Khallad dari Abu Bakar bin ‘Ayyaasy dan riwayat Ibnu Abi Syaibah dari Abu Bakar bin ‘Ayyaasy memiliki perbedaan lafaz yang cukup jelas.
حدثنا خلاد بن أسلم ، قال : نا أبو بكر بن عياش ، عن أبي حصين ، عن سويد بن غفلة ، قال : أتى علي رضي الله عنه بزنادقة ، فخرج إلى السوق ، فحفر حفرة ، فأحرقهم بالنار ، ورفع رأسه إلى السماء ، وقال : « صدق الله ورسوله ، ثم انطلق حتى دخل الرحبة ، فتبعته ، فلما أراد أن يدخل البيت ، قال : ما لك يا سويد ؟ قلت : يا أمير المؤمنين كلمة سمعتها حين حرقت هؤلاء الزنادقة ، تقول : صدق الله ورسوله ، قال : يا سويد إذا سمعتني أقول : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : فاعلم أني لأن أخر من السماء أحب إلي من أن أقول ما لم أسمع منه ، وإذا رأيتني أتكلم بأشباه هذا ، فإنما هو شيء أغيظهم ، أو كلمة نحوها
Telah menceritakan kepada kami Khalad bin Aslam yang berkata menceritakan kepada kami Abu Bakr bin ‘Ayyaasy dari Abu Hushain dari Suwaid bin Ghafalah yang berkata “datang kepada Ali orang-orang zindiq maka ia keluar ke pasar, membuat lubang dan membakar mereka dengan api, dan Beliau menengadahkan kepalanya ke langit dan berkata “benarlah Allah dan Rasul-Nya”. Kemudian beliau pergi memasuki tanah lapang dan aku mengikutinya, ketika Beliau ingin masuk ke dalam rumah, beliau berkata “ada apa denganmu wahai Suwaid?”. Aku berkata “wahai Amirul mukminin aku mendengar engkau mengatakan ketika membakar mereka orang-orang zindiq “benarlah Allah dan Rasul-Nya”. Beliau berkata wahai Suwaid jika engkau mendengarku mengatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata maka ketahuilah runtuhnya langit lebih aku sukai daripada aku mengatakan sesuatu yang tidak aku dengar dari Beliau SAW dan jika engkau melihatku mengatakan hal yang lain maka sesungguhnya itu sesuatu yang muncul dari kemarahan atau perkataan semisalnya [Musnad Al Bazzar 2/238 no 523]
Khallad bin Aslam seorang yang tsiqat sebagaimana yang dinyatakan daruquthni, Ibnu Hibban, Nasa’i dan Maslamah bin Qasim [At Tahdzib juz 3 no 325]. Riwayat Khallad dari Abu Bakar bin ‘Ayyaasy dan riwayat Ibnu Abi Syaibah dari Abu Bakar bin ‘Ayyaasy memiliki perbedaan lafaz yang cukup jelas.
* Dalam riwayat Khallad disebutkan kalau di pasar tersebut dibuat lubang sedangkan dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah tidak disebutkan.
* Dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah terdapat perkataan “aku tinggal bersama kaum yang jahil” sedangkan dalam riwayat Khallad tidak disebutkan
* Dalam riwayat Khallad terdapat lafaz “langit runtuh lebih aku sukai daripada aku mengatakan sesuatu yang tidak aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam” sedangkan dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah tidak disebutkan
Perbedaan lafaz-lafaz ini menunjukkan kalau riwayat Abu Bakar bin ‘Ayyaasy di atas bersumber dari hafalannya dan sebagaimana disebutkan bahwa hafalan Abu Bakar bin ‘Ayyaasy menjadi illat yang membuat riwayat ini tidak bisa dijadikan hujjah. Selain itu terdapat lafaz lain dari riwayat Suwaid yang menunjukkan kalau Imam Ali sebenarnya membunuh mereka terlebih dahulu baru kemudian melemparkan ke dalam lubang dan membakarnya
أخبرنا أبو سعيد ، حدثنا أبو العباس ، أخبرنا الربيع ، قال : قال الشافعي فيما بلغه عن أبي بكر بن عياش ، عن أبي حصين ، عن سويد بن غفلة ، أن عليا أتي بزنادقة فخرج إلى السوق فحفر حفرا فقتلهم ، ثم رمى بهم في الحفر ، فحرقهم بالنار
Telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id yang berkata telah menceritakan kepada kami Abul Abbas yang mengabarkan kepada kami Rabi’ yang berkata Asy Syafii berkata telah disampaikan kepadanya dari Abu Bakar bin ‘Ayyasy dari Abu Husain dari Suwaid bin Ghafalah bahwa datang kepada Ali orang-orang zindiq, ia keluar ke pasar membuat lubang dan membunuh mereka kemudian ia melemparkan mereka ke dalam lubang dan membakar mereka dengan api [Ma'rifat As Sunan Wal Atsar Baihaqi no 5289]
Riwayat di atas kembali menguatkan hujjah kami bahwa riwayat ini berasal dari hafalannya Abu Bakar bin ‘Ayyasy dimana pada riwayat di atas dengan jelas disebutkan kalau Imam Ali membunuh orang-orang zindiq tersebut baru kemudian membakar jasad mereka. Hal ini tidak disebutkan dalam riwayat Suwaid yang lain tetapi semua riwayat tersebut memiliki illat yaitu kelemahan Abu Bakar bin ‘Ayyasy seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Dan bila riwayat ini diterima maka penafsiran yang paling tepat adalah Imam Ali membunuh orang-orang zindiq tersebut baru kemudian membakar jasad mereka dengan api dan berdasarkan riwayat Suwaid diketahui bahwa hal ini telah diisyaratkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Imam Ali sehingga Imam Ali berkata “benarlah Allah dan Rasul-Nya”. Dan tentu saja pengingkaran Ibnu Abbas yang tidak menyaksikan peristiwa ini tidaklah beralasan mengingat Imam Ali telah membunuh orang-orang zindiq barulah membakarnya, jadi tidak bisa dikategorikan menyiksa dengan api atau siksaan Allah SWT.
* Dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah terdapat perkataan “aku tinggal bersama kaum yang jahil” sedangkan dalam riwayat Khallad tidak disebutkan
* Dalam riwayat Khallad terdapat lafaz “langit runtuh lebih aku sukai daripada aku mengatakan sesuatu yang tidak aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam” sedangkan dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah tidak disebutkan
Perbedaan lafaz-lafaz ini menunjukkan kalau riwayat Abu Bakar bin ‘Ayyaasy di atas bersumber dari hafalannya dan sebagaimana disebutkan bahwa hafalan Abu Bakar bin ‘Ayyaasy menjadi illat yang membuat riwayat ini tidak bisa dijadikan hujjah. Selain itu terdapat lafaz lain dari riwayat Suwaid yang menunjukkan kalau Imam Ali sebenarnya membunuh mereka terlebih dahulu baru kemudian melemparkan ke dalam lubang dan membakarnya
أخبرنا أبو سعيد ، حدثنا أبو العباس ، أخبرنا الربيع ، قال : قال الشافعي فيما بلغه عن أبي بكر بن عياش ، عن أبي حصين ، عن سويد بن غفلة ، أن عليا أتي بزنادقة فخرج إلى السوق فحفر حفرا فقتلهم ، ثم رمى بهم في الحفر ، فحرقهم بالنار
Telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id yang berkata telah menceritakan kepada kami Abul Abbas yang mengabarkan kepada kami Rabi’ yang berkata Asy Syafii berkata telah disampaikan kepadanya dari Abu Bakar bin ‘Ayyasy dari Abu Husain dari Suwaid bin Ghafalah bahwa datang kepada Ali orang-orang zindiq, ia keluar ke pasar membuat lubang dan membunuh mereka kemudian ia melemparkan mereka ke dalam lubang dan membakar mereka dengan api [Ma'rifat As Sunan Wal Atsar Baihaqi no 5289]
Riwayat di atas kembali menguatkan hujjah kami bahwa riwayat ini berasal dari hafalannya Abu Bakar bin ‘Ayyasy dimana pada riwayat di atas dengan jelas disebutkan kalau Imam Ali membunuh orang-orang zindiq tersebut baru kemudian membakar jasad mereka. Hal ini tidak disebutkan dalam riwayat Suwaid yang lain tetapi semua riwayat tersebut memiliki illat yaitu kelemahan Abu Bakar bin ‘Ayyasy seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Dan bila riwayat ini diterima maka penafsiran yang paling tepat adalah Imam Ali membunuh orang-orang zindiq tersebut baru kemudian membakar jasad mereka dengan api dan berdasarkan riwayat Suwaid diketahui bahwa hal ini telah diisyaratkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Imam Ali sehingga Imam Ali berkata “benarlah Allah dan Rasul-Nya”. Dan tentu saja pengingkaran Ibnu Abbas yang tidak menyaksikan peristiwa ini tidaklah beralasan mengingat Imam Ali telah membunuh orang-orang zindiq barulah membakarnya, jadi tidak bisa dikategorikan menyiksa dengan api atau siksaan Allah SWT.
Riwayat Ubaid bin Nisthaas
حدثنا عبد الرحيم بن سليمان عن عبد الرحمن بن عبيد عن أبيه قال : كان أناس يأخذون العطاء والرزق ويصلون مع الناس ، وكانوا يعبدون الاصنام في السر ، فأتى بهم علي بن أبي طالب فوضعهم في المسجد ، أو قال : في السجن ، ثم قال : يا أيها الناس ! ما ترون في قوم كانوا يأخذون معكم العطاء والرزق ويعبدون هذه الاصنام ؟ قال الناس : اقتلهم ، قال : لا ، ولكن أصنع بهم كما صنعوا بأبينا إبراهيم ، فحرقهم بالنار
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahiim bin Sulaimaan, dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Ubaid, dari ayahnya, ia berkata “Ada sekelompok orang yang mengambil bagian harta dari baitul-maal, shalat bersama orang-orang lainnya, namun mereka menyembah berhala secara diam-diam. Maka didatangkanlah mereka ke hadapan ‘Aliy bin Abi Thaalib, lalu menempatkan mereka di masjid atau di penjara. ‘Aliy berkata : ‘Wahai sekalian manusia, apa pendapat kalian tentang satu kaum yang mengambil bagian harta dari baitul-maal bersama kalian, namun mereka menyembah berhala-berhala ini ?’. Orang-orang berkata ‘Bunuhlah mereka !’. ‘Aliy berkata ‘Tidak, akan tetapi aku melakukan sesuatu kepada mereka sebagaimana mereka dulu [yaitu para penyembah berhala] melakukannya kepada ayah kita Ibraahiim’. Lalu ia membakar mereka dengan api” [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 10/142 & 12/392]
Riwayat ini sanadnya shahih sampai Ubaid bin Nisthaas seorang tabiin kufah. Ibnu Ma’in menyatakan tsiqat, Al Ijli menyatakan tsiqat dan Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 7 no 162]. Tidak diketahui tahun lahir dan tahun wafatnya tetapi disebutkan dalam biografinya kalau ia meriwayatkan dari Mughirah bin Syu’bah, Syuraih bin Al Harits dan Abu Ubaidah bin Abdullah bin Mas’ud.
Dalam riwayat di atas tidak diketahui dari mana Ubaid bin Nisthaas mengetahui kabar tersebut. Ada dua kemungkinan, ia menyaksikan sendiri peristiwa tersebut dengan kata lain riwayatnya di atas berasal dari Imam Ali atau ia mendengar dari orang lain dimana ia tidak menyebutkannya. Kemungkinan yang lebih rajih adalah Ubaid bin Nisthaas tidak menyaksikan kejadian tersebut. Tidak ada satupun keterangan dalam biografi Ubaid bin Nisthaas kalau ia meriwayatkan dari Ali atau bertemu dengan Ali radiallahu ‘anhu. Kami telah meneliti hadis yang diriwayatkan Ubaid bin Nisthaas dan kami hanya menemukan satu hadisnya yaitu riwayat Ibnu Majah dimana ia meriwayatkan dari Abu Ubaidah bin Abdullah bin Mas’ud dari Ibnu Mas’ud. Riwayat ini dhaif karena Abu Ubaidah tidak pernah mendengar apapun dari Ibnu Mas’ud.
Ibnu Mas’ud wafat tahun 32 H, sedangkan peristiwa pembakaran kaum murtad tersebut [kalau memang terjadi] terjadi di atas tahun 36 H. Jadi pada saat itu Abu Ubaidah bin Abdullah bin Mas’ud sendiri masih kecil maka apalagi Ubaid bin Nisthaas sebagai orang yang meriwayatkan hadis dari Abu Ubaidah, sangat mungkin Ubaid bin Nisthaas belum lahir saat peristiwa terjadi ataupun jika sudah lahir usianya pasti sangat kecil dan tidak memungkinkan untuk mendengar atau menyaksikan peristiwa tersebut.
Selain itu dalam matan riwayat di atas terdapat indikasi kalau Ubaid bin Nisthaas tidak menyaksikan peristiwa tersebut yaitu pada lafaz “Maka didatangkanlah mereka ke hadapan ‘Aliy bin Abi Thaalib, lalu menempatkan mereka di masjid atau di penjara”. Kalau memang Ubaid bin Nisthaas menyaksikan sendiri peristiwa ini maka tidak akan ada keraguan dimana mereka ditempatkan yaitu di masjid atau di penjara. Adanya keraguan menunjukkan kalau Ubaid bin Nisthaas hanya mendengar cerita yang sampai kepadanya.
حدثنا عبد الرحيم بن سليمان عن عبد الرحمن بن عبيد عن أبيه قال : كان أناس يأخذون العطاء والرزق ويصلون مع الناس ، وكانوا يعبدون الاصنام في السر ، فأتى بهم علي بن أبي طالب فوضعهم في المسجد ، أو قال : في السجن ، ثم قال : يا أيها الناس ! ما ترون في قوم كانوا يأخذون معكم العطاء والرزق ويعبدون هذه الاصنام ؟ قال الناس : اقتلهم ، قال : لا ، ولكن أصنع بهم كما صنعوا بأبينا إبراهيم ، فحرقهم بالنار
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahiim bin Sulaimaan, dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Ubaid, dari ayahnya, ia berkata “Ada sekelompok orang yang mengambil bagian harta dari baitul-maal, shalat bersama orang-orang lainnya, namun mereka menyembah berhala secara diam-diam. Maka didatangkanlah mereka ke hadapan ‘Aliy bin Abi Thaalib, lalu menempatkan mereka di masjid atau di penjara. ‘Aliy berkata : ‘Wahai sekalian manusia, apa pendapat kalian tentang satu kaum yang mengambil bagian harta dari baitul-maal bersama kalian, namun mereka menyembah berhala-berhala ini ?’. Orang-orang berkata ‘Bunuhlah mereka !’. ‘Aliy berkata ‘Tidak, akan tetapi aku melakukan sesuatu kepada mereka sebagaimana mereka dulu [yaitu para penyembah berhala] melakukannya kepada ayah kita Ibraahiim’. Lalu ia membakar mereka dengan api” [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 10/142 & 12/392]
Riwayat ini sanadnya shahih sampai Ubaid bin Nisthaas seorang tabiin kufah. Ibnu Ma’in menyatakan tsiqat, Al Ijli menyatakan tsiqat dan Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 7 no 162]. Tidak diketahui tahun lahir dan tahun wafatnya tetapi disebutkan dalam biografinya kalau ia meriwayatkan dari Mughirah bin Syu’bah, Syuraih bin Al Harits dan Abu Ubaidah bin Abdullah bin Mas’ud.
Dalam riwayat di atas tidak diketahui dari mana Ubaid bin Nisthaas mengetahui kabar tersebut. Ada dua kemungkinan, ia menyaksikan sendiri peristiwa tersebut dengan kata lain riwayatnya di atas berasal dari Imam Ali atau ia mendengar dari orang lain dimana ia tidak menyebutkannya. Kemungkinan yang lebih rajih adalah Ubaid bin Nisthaas tidak menyaksikan kejadian tersebut. Tidak ada satupun keterangan dalam biografi Ubaid bin Nisthaas kalau ia meriwayatkan dari Ali atau bertemu dengan Ali radiallahu ‘anhu. Kami telah meneliti hadis yang diriwayatkan Ubaid bin Nisthaas dan kami hanya menemukan satu hadisnya yaitu riwayat Ibnu Majah dimana ia meriwayatkan dari Abu Ubaidah bin Abdullah bin Mas’ud dari Ibnu Mas’ud. Riwayat ini dhaif karena Abu Ubaidah tidak pernah mendengar apapun dari Ibnu Mas’ud.
Ibnu Mas’ud wafat tahun 32 H, sedangkan peristiwa pembakaran kaum murtad tersebut [kalau memang terjadi] terjadi di atas tahun 36 H. Jadi pada saat itu Abu Ubaidah bin Abdullah bin Mas’ud sendiri masih kecil maka apalagi Ubaid bin Nisthaas sebagai orang yang meriwayatkan hadis dari Abu Ubaidah, sangat mungkin Ubaid bin Nisthaas belum lahir saat peristiwa terjadi ataupun jika sudah lahir usianya pasti sangat kecil dan tidak memungkinkan untuk mendengar atau menyaksikan peristiwa tersebut.
Selain itu dalam matan riwayat di atas terdapat indikasi kalau Ubaid bin Nisthaas tidak menyaksikan peristiwa tersebut yaitu pada lafaz “Maka didatangkanlah mereka ke hadapan ‘Aliy bin Abi Thaalib, lalu menempatkan mereka di masjid atau di penjara”. Kalau memang Ubaid bin Nisthaas menyaksikan sendiri peristiwa ini maka tidak akan ada keraguan dimana mereka ditempatkan yaitu di masjid atau di penjara. Adanya keraguan menunjukkan kalau Ubaid bin Nisthaas hanya mendengar cerita yang sampai kepadanya.
Riwayat Syarik Al ‘Aamiriy
وزعم أبو المظفر الاسفرايني في الملل والنحل إن الذين أحرقهم علي طائفة من الروافض ادعوا فيه الألاهية وهم السبائية وكان كبيرهم عبد الله بن سبأ يهوديا ثم أظهر الإسلام وابتدع هذه المقالة وهذا يمكن أن يكون أصله ما رويناهفي الجزء الثالث من حديث أبي طاهر المخلص من طريق عبد الله بن شريك العامري عن أبيه قال قيل لعلي أن هنا قوما على باب المسجد يدعون أنك ربهم فدعاهم فقال لهم ويلكم ما تقولون قالوا أنت ربنا وخالقنا ورازقنا فقال ويلكم انما أنا عبد مثلكم أكل الطعام كما تأكلون وأشرب كما تشربون إن أطعت الله أثابني إن شاء وإن عصيته خشيت أن يعذبني فأتقوا الله وأرجعوا فأبوا فلما كان الغد غدوا عليه فجاء قنبر فقال قد والله رجعوا يقولون ذلك الكلام فقال ادخلهم فقالوا كذلك فلما كان الثالث قال لئن قلتم ذلك لأقتلنكم بأخبث قتلة فأبوا إلا ذلك فقال يا قنبر ائتني بفعلة معهم مرورهم فخد لهم أخدودا بين باب المسجد والقصر وقال أحفروا فابعدوا في الأرض وجاء بالحطب فطرحه بالنار في الأخدود وقال اني طارحكم فيها أو ترجعوا فأبوا أن يرجعوا فقذف بهم فيها حتى إذا احترقوا قال اني إذا رأيت أمرا منكرا أوقدت ناري ودعوت قنبرا وهذا سند حسن
Abul-Mudhaffar Al-Isfirayini mengatakan dalam Al-Milal wan-Nihal bahwa yang dibakar oleh ’Ali itu adalah orang-orang Rafidlah yang mengklaim sifat ketuhanan pada diri ’Ali. Dan mereka itu adalah Saba’iyyah. Pemimpin mereka adalah ’Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi yang menampakkan keislaman. Dia membuat bid’ah berupa ucapan seperti ini. Dan sangatlah mungkin asal hadits ini adalah apa yang kami riwayatkan dalam juz 3 dari hadits Abu Thaahir Al-Mukhlish dari jalan ’Abdullah bin Syariik Al-’Aamiriy, dari ayahnya ia berkata Dikatakan kepada ’Ali ’Disana ada sekelompok orang di depan pintu masjid yang mengklaim bahwa engkau adalah Rabb mereka’. Lantas beliau memanggil mereka dan berkata kepada mereka ’Celaka kalian, apa yang kalian katakan ?’. Mereka menjawab ’Engkau adalah Rabb kami’, pencipta kami, dan pemberi rizki kami’. ’Aliy berkata ’Celaka kalian, aku hanyalah seorang hamba seperti kalian. Aku makan makanan sebagaimana kalian makan, dan aku minum sebagaimana kalian minum. Jika aku mentaati Allah, maka Allah akan memberiku pahala jika Dia berkehendak. Dan jika aku bermaksiat, maka aku khawatir Dia akan mengadzabku. Maka bertaqwalah kalian kepada Allah dan kemballah’. Tetapi mereka tetap enggan. Ketika datang hari berikutnya, mereka datang lagi kepada ’Ali, kemudian datanglah Qanbar dan berkata,’Demi Allah, mereka kembali mengatakan perkataan seperti itu’. ’Ali pun berkata,’Masukkan mereka kemari’. Tetapi mereka masih mengatakan seperti itu juga. Ketiga hari ketiga, beliau berkata,’Jika kalian masih mengatakannya, aku benar-benar akan membunuh kalian dengan cara yang paling buruk’. Tetapi mereka masih berkeras masih menjalaninya. Maka ’Ali berkata,’Wahai Qanbar, datangkanlah kepadaku para pekerja yang membawa alat-alat galian dan alat-alat kerja lainnya. Lantas, buatkanlah untuk mereka parit-parit yang luasnya antara pintu masjid dengan istana’. Beliau juga berkata,’Galilah dan dalamkanlah galiannya’. Kemudian ia memerintahkan mendatangkan kayu bakar lantas menyalakan api di parit-parit tersebut. Ia berkata,’Sungguh aku akan lempar kalian ke dalamnya atau kalian kembali (pada agama Allah)’. Maka ’Aliy melempar mereka ke dalamnya, sampai ketika mereka telah terbakar, ia pun berkata : Ketika aku melihat perkara yang munkar Aku sulut apiku dan aku panggil Qanbar. Ini adalah sanad yang hasan” [Fathul-Baari Ibnu Hajar, 12/270].
Mengenai riwayat panjang di atas kami katakan Ibnu Hajar tidak menyebutkan sanadnya dengan lengkap. Lagipula bagaimana mungkin sanad tersebut dikatakan hasan kalau Syarik Al Aamiriy adalah seorang yang tidak dikenal kredibilitasnya dan hanya anaknya Abdullah bin Syarik yang meriwayatkan darinya. Ibnu Abi Hatim menyebutkan biografinya tanpa menyebutkan jarh dan ta’dil dan hanya anaknya yang meriwayatkan darinya [Al Jarh Wat Ta’dil 4/365 no 1598]. Jadi Syarik Al Aamiriy seorang yang majhul ‘ain.
Jelas sekali tidak ada satupun dari riwayat pembakaran tersebut yang tsabit sanadnya, semuanya mengandung illat yang menyebabkan riwayat tersebut tidak bisa dijadikan hujjah. Apalagi jika diperhatikan dengan seksama maka ditemukan adanya kekacauan dalam riwayat-riwayat tersebut. Terkadang dikatakan kalau yang dibakar tersebut adalah orang-orang zindiq, terkadang dikatakan mereka adalah orang-orang yang murtad dari islam, terkadang dikatakan mereka adalah orang Zuth penyembah berhala dan terkadang dikatakan mereka menuhankan Ali. Kekacauan ini menunjukkan bahwa peristiwa ini hanyalah kabar angin atau desas desus yang tidak bisa dipastikan kebenarannya.
Dan sayang sekali ternyata salafy itu malah ikut mengacaukan dengan menyebutkan kalau yang dibakar itu adalah kaum atheis, entah apa pengertian atheis dalam pandangannya. Kemudian yang lebih aneh lagi ia berusaha mengesankan kalau yang dibakar tersebut adalah pengikut Abdullah bin Saba’ atau Sabaiyyah padahal tidak ada satupun riwayat shahih tentangnya dan jelas-jelas berbagai hadis yang ia kutip menunjukkan kalau kaum tersebut dikatakan zindiq atau murtad dari islam, atau penyembah berhala, bahkan riwayat Syarik Al Amiiry yang ia kutip yang menyebutkan kaum tersebut menuhankan Ali juga tidak menyebutkan adanya nama Abdullah bin Saba’. Salafy itu malah mengutip riwayat-riwayat tentang Abdullah bin Saba’ yang tidak ada kaitannya dengan pembakaran kaum murtad. Cara penarikan kesimpulan yang campur aduk ini memang khas dikenal dikalangan salafiyyun.
Keanehan lain yang muncul dari tulisannya adalah ia mengutip riwayat Abu Ishaq Al Fazari bahwa Imam Ali mengusir Abdullah bin Saba’ ke Al Madaain. Bukankah ini aneh, jika memang kaum yang menuhankan Imam Ali dikatakan Abdullah bin Saba’ dan pengikutnya maka mereka telah mati dibakar lantas mengapa bisa sekarang ada cerita Abdullah bin Saba’ diusir ke Al Madaain. Bukankah ini menunjukkan kekacauan dalam berdalil yang muncul dari ketidakmampuan dalam memahami.
Ada syubhat yang disebarkan oleh salafy bahwa Imam Ali membenarkan apa yang dikatakan Ibnu Abbas. Hal ini disebutkan dalam riwayat Tirmidzi.
حدثنا أحمد بن عبدة الضبي البصري حدثنا عبد الوهاب الثقفي حدثنا أيوب عن عكرمة أن عليا حرق قوما ارتدوا عن الإسلام فبلغ ذلك ابن عباس فقال لو كنت أنا لقتلتهم لقول رسول الله صلى الله عليه و سلم من بدل دينه فاقتلوه ولم أكن لأحرقهم لقول رسول الله صلى الله عليه و سلم لا تعذبوا بعذاب الله فبلغ ذلك عليا فقال صدق ابن عباس
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin ‘Abdah Adh Dhabiiy Al Bashri yang menceritakan kepada kami ‘Abdul Wahaab Ats Tsaqafiiy yang menceritakan kepada kami Ayub dari Ikrimah bahwa Ali membakar kaum yang murtad dari islam maka sampailah itu kepada Ibnu Abbas. Ia berkata “Jika itu adalah aku maka aku akan membunuh mereka sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam “barang siapa yang meninggalkan agamanya maka bunuhlah ia” dan aku tidak akan membakar mereka sebagaimana perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam “janganlah menyiksa dengan siksaan Allah SWT” maka sampailah itu kepada Ali dan ia berkata “benarlah Ibnu Abbas” [Sunan Tirmidzi 4/59 no 1458]
Seperti yang telah kami singgung sebelumnya, salafy telah melakukan kekeliruan karena mereka tidak bisa membedakan lafaz-lafaz yang ada dalam riwayat Ikrimah di atas. Mengenai perkataan Imam Ali “benarlah Ibnu Abbas” adalah perkataan yang tidak shahih karena itu berasal dari Ikrimah sedangkan riwayat Ikrimah dari Ali adalah mursal sebagaimana yang dikatakan Abu Zur’ah [Jami’ At Tahshil Fi Ahkam Al Maraasil Abu Sa’id Al Alaaiy no 532]
Kemudian jika kita mengumpulkan semua riwayat di atas dari Ayub dari Ikrimah maka diketahui kalau lafaz “benarlah Ibnu Abbas” adalah lafaz yang syadz karena menyelisihi jama’ah tsiqat yang meriwayatkan dari Ayub.
* Ismail bin Ibrahim meriwayatkan dari Ayub dari Ikrimah dengan lafaz “waiha Ibnu Abbas” [Sunan Ibnu Majah 2/530 no 4351]
* Ma’mar meriwayatkan dari Ayub dari Ikrimah dengan lafaz “waiha Ibnu Abbas” [Mushannaf Abdur Razaq 5/213 no 9413]
* Abdul Warits bin Sa’id meriwayatkan dari Ayub dari ikrimah dengan lafaz “waiha Ibnu Abbas” [Mustadrak Al Hakim no 6295]
* Wuhaib bin Khalid meriwayatkan dari Ayub dari Ikrimah dengan lafaz “waiha putra ibunya Ibnu Abbas” [Musnad Ahmad 1/282 no 2552]
Lafaz ‘benarlah Ibnu Abbas” hanya diriwayatkan oleh Abdul Wahaab Ats Tsaqafi seorang yang tsiqat tetapi dikatakan kalau ia mengalami ikhtilath sebelum wafat. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat tetapi terdapat kedhaifan padanya”. Ibnu Ma’in menyatakan tsiqat dan mengatakan kalau ia mengalami ikhtilath [At Tahdzib juz 6 no 837]. Kemungkinan lafaz yang syadz ini muncul akibat ikhtilath darinya. Atau bisa jadi muncul dari Ahmad bin ‘Abdah Adh Dhabiy Al Bashri seorang yang tsiqat tetapi dikatakan nashibi [At Taqrib 1/41].
وزعم أبو المظفر الاسفرايني في الملل والنحل إن الذين أحرقهم علي طائفة من الروافض ادعوا فيه الألاهية وهم السبائية وكان كبيرهم عبد الله بن سبأ يهوديا ثم أظهر الإسلام وابتدع هذه المقالة وهذا يمكن أن يكون أصله ما رويناهفي الجزء الثالث من حديث أبي طاهر المخلص من طريق عبد الله بن شريك العامري عن أبيه قال قيل لعلي أن هنا قوما على باب المسجد يدعون أنك ربهم فدعاهم فقال لهم ويلكم ما تقولون قالوا أنت ربنا وخالقنا ورازقنا فقال ويلكم انما أنا عبد مثلكم أكل الطعام كما تأكلون وأشرب كما تشربون إن أطعت الله أثابني إن شاء وإن عصيته خشيت أن يعذبني فأتقوا الله وأرجعوا فأبوا فلما كان الغد غدوا عليه فجاء قنبر فقال قد والله رجعوا يقولون ذلك الكلام فقال ادخلهم فقالوا كذلك فلما كان الثالث قال لئن قلتم ذلك لأقتلنكم بأخبث قتلة فأبوا إلا ذلك فقال يا قنبر ائتني بفعلة معهم مرورهم فخد لهم أخدودا بين باب المسجد والقصر وقال أحفروا فابعدوا في الأرض وجاء بالحطب فطرحه بالنار في الأخدود وقال اني طارحكم فيها أو ترجعوا فأبوا أن يرجعوا فقذف بهم فيها حتى إذا احترقوا قال اني إذا رأيت أمرا منكرا أوقدت ناري ودعوت قنبرا وهذا سند حسن
Abul-Mudhaffar Al-Isfirayini mengatakan dalam Al-Milal wan-Nihal bahwa yang dibakar oleh ’Ali itu adalah orang-orang Rafidlah yang mengklaim sifat ketuhanan pada diri ’Ali. Dan mereka itu adalah Saba’iyyah. Pemimpin mereka adalah ’Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi yang menampakkan keislaman. Dia membuat bid’ah berupa ucapan seperti ini. Dan sangatlah mungkin asal hadits ini adalah apa yang kami riwayatkan dalam juz 3 dari hadits Abu Thaahir Al-Mukhlish dari jalan ’Abdullah bin Syariik Al-’Aamiriy, dari ayahnya ia berkata Dikatakan kepada ’Ali ’Disana ada sekelompok orang di depan pintu masjid yang mengklaim bahwa engkau adalah Rabb mereka’. Lantas beliau memanggil mereka dan berkata kepada mereka ’Celaka kalian, apa yang kalian katakan ?’. Mereka menjawab ’Engkau adalah Rabb kami’, pencipta kami, dan pemberi rizki kami’. ’Aliy berkata ’Celaka kalian, aku hanyalah seorang hamba seperti kalian. Aku makan makanan sebagaimana kalian makan, dan aku minum sebagaimana kalian minum. Jika aku mentaati Allah, maka Allah akan memberiku pahala jika Dia berkehendak. Dan jika aku bermaksiat, maka aku khawatir Dia akan mengadzabku. Maka bertaqwalah kalian kepada Allah dan kemballah’. Tetapi mereka tetap enggan. Ketika datang hari berikutnya, mereka datang lagi kepada ’Ali, kemudian datanglah Qanbar dan berkata,’Demi Allah, mereka kembali mengatakan perkataan seperti itu’. ’Ali pun berkata,’Masukkan mereka kemari’. Tetapi mereka masih mengatakan seperti itu juga. Ketiga hari ketiga, beliau berkata,’Jika kalian masih mengatakannya, aku benar-benar akan membunuh kalian dengan cara yang paling buruk’. Tetapi mereka masih berkeras masih menjalaninya. Maka ’Ali berkata,’Wahai Qanbar, datangkanlah kepadaku para pekerja yang membawa alat-alat galian dan alat-alat kerja lainnya. Lantas, buatkanlah untuk mereka parit-parit yang luasnya antara pintu masjid dengan istana’. Beliau juga berkata,’Galilah dan dalamkanlah galiannya’. Kemudian ia memerintahkan mendatangkan kayu bakar lantas menyalakan api di parit-parit tersebut. Ia berkata,’Sungguh aku akan lempar kalian ke dalamnya atau kalian kembali (pada agama Allah)’. Maka ’Aliy melempar mereka ke dalamnya, sampai ketika mereka telah terbakar, ia pun berkata : Ketika aku melihat perkara yang munkar Aku sulut apiku dan aku panggil Qanbar. Ini adalah sanad yang hasan” [Fathul-Baari Ibnu Hajar, 12/270].
Mengenai riwayat panjang di atas kami katakan Ibnu Hajar tidak menyebutkan sanadnya dengan lengkap. Lagipula bagaimana mungkin sanad tersebut dikatakan hasan kalau Syarik Al Aamiriy adalah seorang yang tidak dikenal kredibilitasnya dan hanya anaknya Abdullah bin Syarik yang meriwayatkan darinya. Ibnu Abi Hatim menyebutkan biografinya tanpa menyebutkan jarh dan ta’dil dan hanya anaknya yang meriwayatkan darinya [Al Jarh Wat Ta’dil 4/365 no 1598]. Jadi Syarik Al Aamiriy seorang yang majhul ‘ain.
Jelas sekali tidak ada satupun dari riwayat pembakaran tersebut yang tsabit sanadnya, semuanya mengandung illat yang menyebabkan riwayat tersebut tidak bisa dijadikan hujjah. Apalagi jika diperhatikan dengan seksama maka ditemukan adanya kekacauan dalam riwayat-riwayat tersebut. Terkadang dikatakan kalau yang dibakar tersebut adalah orang-orang zindiq, terkadang dikatakan mereka adalah orang-orang yang murtad dari islam, terkadang dikatakan mereka adalah orang Zuth penyembah berhala dan terkadang dikatakan mereka menuhankan Ali. Kekacauan ini menunjukkan bahwa peristiwa ini hanyalah kabar angin atau desas desus yang tidak bisa dipastikan kebenarannya.
Dan sayang sekali ternyata salafy itu malah ikut mengacaukan dengan menyebutkan kalau yang dibakar itu adalah kaum atheis, entah apa pengertian atheis dalam pandangannya. Kemudian yang lebih aneh lagi ia berusaha mengesankan kalau yang dibakar tersebut adalah pengikut Abdullah bin Saba’ atau Sabaiyyah padahal tidak ada satupun riwayat shahih tentangnya dan jelas-jelas berbagai hadis yang ia kutip menunjukkan kalau kaum tersebut dikatakan zindiq atau murtad dari islam, atau penyembah berhala, bahkan riwayat Syarik Al Amiiry yang ia kutip yang menyebutkan kaum tersebut menuhankan Ali juga tidak menyebutkan adanya nama Abdullah bin Saba’. Salafy itu malah mengutip riwayat-riwayat tentang Abdullah bin Saba’ yang tidak ada kaitannya dengan pembakaran kaum murtad. Cara penarikan kesimpulan yang campur aduk ini memang khas dikenal dikalangan salafiyyun.
Keanehan lain yang muncul dari tulisannya adalah ia mengutip riwayat Abu Ishaq Al Fazari bahwa Imam Ali mengusir Abdullah bin Saba’ ke Al Madaain. Bukankah ini aneh, jika memang kaum yang menuhankan Imam Ali dikatakan Abdullah bin Saba’ dan pengikutnya maka mereka telah mati dibakar lantas mengapa bisa sekarang ada cerita Abdullah bin Saba’ diusir ke Al Madaain. Bukankah ini menunjukkan kekacauan dalam berdalil yang muncul dari ketidakmampuan dalam memahami.
Ada syubhat yang disebarkan oleh salafy bahwa Imam Ali membenarkan apa yang dikatakan Ibnu Abbas. Hal ini disebutkan dalam riwayat Tirmidzi.
حدثنا أحمد بن عبدة الضبي البصري حدثنا عبد الوهاب الثقفي حدثنا أيوب عن عكرمة أن عليا حرق قوما ارتدوا عن الإسلام فبلغ ذلك ابن عباس فقال لو كنت أنا لقتلتهم لقول رسول الله صلى الله عليه و سلم من بدل دينه فاقتلوه ولم أكن لأحرقهم لقول رسول الله صلى الله عليه و سلم لا تعذبوا بعذاب الله فبلغ ذلك عليا فقال صدق ابن عباس
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin ‘Abdah Adh Dhabiiy Al Bashri yang menceritakan kepada kami ‘Abdul Wahaab Ats Tsaqafiiy yang menceritakan kepada kami Ayub dari Ikrimah bahwa Ali membakar kaum yang murtad dari islam maka sampailah itu kepada Ibnu Abbas. Ia berkata “Jika itu adalah aku maka aku akan membunuh mereka sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam “barang siapa yang meninggalkan agamanya maka bunuhlah ia” dan aku tidak akan membakar mereka sebagaimana perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam “janganlah menyiksa dengan siksaan Allah SWT” maka sampailah itu kepada Ali dan ia berkata “benarlah Ibnu Abbas” [Sunan Tirmidzi 4/59 no 1458]
Seperti yang telah kami singgung sebelumnya, salafy telah melakukan kekeliruan karena mereka tidak bisa membedakan lafaz-lafaz yang ada dalam riwayat Ikrimah di atas. Mengenai perkataan Imam Ali “benarlah Ibnu Abbas” adalah perkataan yang tidak shahih karena itu berasal dari Ikrimah sedangkan riwayat Ikrimah dari Ali adalah mursal sebagaimana yang dikatakan Abu Zur’ah [Jami’ At Tahshil Fi Ahkam Al Maraasil Abu Sa’id Al Alaaiy no 532]
Kemudian jika kita mengumpulkan semua riwayat di atas dari Ayub dari Ikrimah maka diketahui kalau lafaz “benarlah Ibnu Abbas” adalah lafaz yang syadz karena menyelisihi jama’ah tsiqat yang meriwayatkan dari Ayub.
* Ismail bin Ibrahim meriwayatkan dari Ayub dari Ikrimah dengan lafaz “waiha Ibnu Abbas” [Sunan Ibnu Majah 2/530 no 4351]
* Ma’mar meriwayatkan dari Ayub dari Ikrimah dengan lafaz “waiha Ibnu Abbas” [Mushannaf Abdur Razaq 5/213 no 9413]
* Abdul Warits bin Sa’id meriwayatkan dari Ayub dari ikrimah dengan lafaz “waiha Ibnu Abbas” [Mustadrak Al Hakim no 6295]
* Wuhaib bin Khalid meriwayatkan dari Ayub dari Ikrimah dengan lafaz “waiha putra ibunya Ibnu Abbas” [Musnad Ahmad 1/282 no 2552]
Lafaz ‘benarlah Ibnu Abbas” hanya diriwayatkan oleh Abdul Wahaab Ats Tsaqafi seorang yang tsiqat tetapi dikatakan kalau ia mengalami ikhtilath sebelum wafat. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat tetapi terdapat kedhaifan padanya”. Ibnu Ma’in menyatakan tsiqat dan mengatakan kalau ia mengalami ikhtilath [At Tahdzib juz 6 no 837]. Kemungkinan lafaz yang syadz ini muncul akibat ikhtilath darinya. Atau bisa jadi muncul dari Ahmad bin ‘Abdah Adh Dhabiy Al Bashri seorang yang tsiqat tetapi dikatakan nashibi [At Taqrib 1/41].
Salafy mengatakan kalau lafaz “waiha” dalam riwayat tersebut adalah pujian atau kekaguman sekaligus pembenaran terhadap yang dikatakan Ibnu Abbas. Tentu saja penafsiran waiha dengan pujian atau kekaguman ini berdasarkan pada lafaz “benarlah Ibnu Abbas” yang merupakan lafaz yang syadz padahal jika mau digabungkan seharusnya lafaz “benarlah Ibnu Abbas” itu yang mesti ditafsirkan dengan lafaz “waiha”. Lafaz “waiha” disini bermakna pengingkaran terhadap sikap Ibnu Abbas. Bukan berarti Imam Ali mengingkari hadis yang disampaikan Ibnu Abbas, Beliau sendiri membenarkan hadis yang disampaikan Ibnu Abbas tetapi dalam situasi ini Imam Ali jelas lebih mengetahui permasalahannya dibanding Ibnu Abbas.
ثنا سفيان عن عمار عن سالم سئل بن عباس عن رجل قتل مؤمنا ثم تاب وآمن وعمل صالحا ثم اهتدى قال ويحك وأنى له الهدى سمعت نبيكم صلى الله عليه و سلم يقول يجيء المقتول متعلقا بالقاتل يقول يا رب سل هذا فيم قتلني والله لقد أنزلها الله عز و جل على نبيكم صلى الله عليه و سلم وما نسخها بعد إذ أنزلها قال ويحك وإني له الهدى
Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari ‘Ammar dari Salim ditanyakan kepada Ibnu Abbas tentang seorang laki-laki yang membunuh seorang mu’min kemudian dia bertaubat melakukan amal saleh dan menjadi baik?. Ibnu Abbas menjawab “waihaka, bagaimana bisa ia mendapat petunjuk?. Aku pernah mendengar Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Orang yang terbunuh akan datang sambil memegang pembunuh. Dia berkata “wahai Tuhanku tanyakanlah padanya kenapa ia membunuhku?”. Demi Allah ini telah diturunkan oleh Allah Azza wa Jalla kepada Nabi kalian dan tidak dihapus sejak ini diturunkan. Ibnu Abbas berkata “waihaka, bagaimana bisa ia mendapat petunjuk” [Musnad Ahmad 1/222 no 1941 Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata “shahih dengan syarat Muslim”]
ثنا يعقوب ثنا أبي عن بن إسحاق حدثني محمد بن مسلم الزهري عن كريب مولى عبد الله بن عباس عن عبد الله بن عباس قال قلت له يا أبا العباس أرأيت قولك ما حج رجل لم يسق الهدى معه ثم طاف بالبيت إلا حل بعمرة وما طاف بها حاج قد ساق معه الهدى الا اجتمعت له عمرة وحجة والناس لا يقولون هذا فقال ويحك ان رسول الله صلى الله عليه و سلم خرج ومن معه من أصحابه لا يذكرون الا الحج فأمر رسول الله صلى الله عليه و سلم من لم يكن معه الهدى ان يطوف بالبيت ويحل بعمرة فجعل الرجل منهم يقول يا رسول الله إنما هو الحج فيقول رسول الله صلى الله عليه و سلم انه ليس بالحج ولكنها عمرة
Telah menceritakan kepada kami Ya’qub yang berkata menceritakan kepada kami ayahku dari Ibnu Ishaq yang menceritakan kepadaku Muhammad bin Muslim Az Zuhri dari Kuraib mawla Abdullah bin Abbas dari Abdullah bin Abbas, ia [Kuraib] berkata aku tanyakan kepadanya “wahai Abul Abbas apa maksud perkataanmu “tidaklah seseorang berhaji dengan tidak menggiring hewan kurban kemudian thawaf di baitullah kecuali halal dengan umrah. Dan tidaklah seorang melaksanakan haji dengan menggiring hewan kurban kecuali telah berkumpul padanya umrah dan haji. Padahal orang-orang tidak mengatakan demikian. Ibnu Abbas berkata “waihaka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berangkat bersama para shahabatnya. Tidak ada yang mereka rencanakan kecuali haji kemudian Rasulullah SAW memerintahkan orang yang tidak membawa hewan kurban agar berthawaf di Baitullah dan halal dengan berumrah. Kemudian seseorang diantara mereka berkata “wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bukankah ini haji?”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menjawab “ini bukan haji tetapi umrah” [Musnad Ahmad 1/260 no 2360, dihasankan oleh Syaikh Al Arnauth]
Silakan perhatikan kedua hadis di atas, adakah orang yang tertimpa musibah atau orang yang meninggal dalam kedua hadis di atas?. Adakah Ibnu Abbas sedang menunjukkan pujian atau kekaguman dalam kedua hadis di atas?. Tidak ada, kata waihaka dalam kedua hadis di atas menunjukkan pengingkaran Ibnu Abbas terhadap apa yang dikatakan si penanya. Sehingga kalau mau diterjemahkan kata waihaka itu bisa berarti “kasihan engkau” atau “celaka engkau” yang keduanya menunjukkan penolakan Ibnu Abbas terhadap perkataan orang tersebut.
Begitu pula makna kata “waiha Ibnu Abbas” yang bisa diartikan “kasihan Ibnu Abbas” atau “celaka Ibnu Abbas” menunjukkan pengingkaran Imam Ali terhadap Ibnu Abbas. Tentu saja disini pengingkaran tersebut bukan berarti mengingkari hadisnya. Ada dua penafsiran yang mungkin
* Jika kita menolak peristiwa pembakaran tersebut maka pengingkaran Imam Ali menunjukkan kalau Imam Ali tidaklah membakar mereka yang dimaksud. Sangat mungkin Imam Ali memberikan hukuman dan mengesankannya seolah-olah kaum tersebut dibakar seperti yang dikatakan oleh Ammar Ad Duhni. Walaupun kami mengakui tidak ada riwayat tsabit yang menunjukkan Ammar Ad Duhny menyaksikan peristiwa tersebut. Tetapi hal ini lebih sesuai dengan kedudukan Imam Ali sebagai orang yang selalu dalam kebenaran dan selalu bersama Al Qur’an. Dan lafaz “benarlah Ibnu Abbas” menunjukkan kalau Imam Ali membenarkan atau mengetahui hadis-hadis yang diucapkan oleh Ibnu Abbas.
* Jika kita menerima peristiwa pembakaran tersebut maka pengingkaran Imam Ali menunjukkan kalau Imam Ali telah dikhususkan dalam arti, hal itu adalah apa yang telah disampaikan Rasulullah SAW kepada Beliau. Isyarat ini dapat dilihat dalam riwayat Abu Bakar bin ‘Ayyaasy dimana ketika Imam Ali membakar kaum tersebut, Beliau berkata “benarlah Allah dan Rasul-Nya” dan ketika ditanya oleh Suwaid beliau menjawab dengan jawaban “apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW adalah benar”. Bukankah ini menunjukkan kalau Imam Ali telah mendapat kabar khusus akan hal ini dari Rasulullah SAW. Jadi pengingkaran Imam Ali terhadap Ibnu Abbas menunjukkan kalau Imam Ali lebih mengetahui permasalahan ini daripada Ibnu Abbas dan justru penolakan Ibnu Abbas berasal dari ketidaktahuannya bahwa Imam Ali telah mendapat khabar khusus dari Rasulullah SAW. Sehingga dapat dimaklumi tidak adanya pengingkaran terhadap Imam Ali dari para sahabat senior termasuk yang berada di Kufah, hal ini disebabkan mereka lebih mengetahui permasalahannya dibanding Ibnu Abbas yang tidak berada di sana.
ثنا سفيان عن عمار عن سالم سئل بن عباس عن رجل قتل مؤمنا ثم تاب وآمن وعمل صالحا ثم اهتدى قال ويحك وأنى له الهدى سمعت نبيكم صلى الله عليه و سلم يقول يجيء المقتول متعلقا بالقاتل يقول يا رب سل هذا فيم قتلني والله لقد أنزلها الله عز و جل على نبيكم صلى الله عليه و سلم وما نسخها بعد إذ أنزلها قال ويحك وإني له الهدى
Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari ‘Ammar dari Salim ditanyakan kepada Ibnu Abbas tentang seorang laki-laki yang membunuh seorang mu’min kemudian dia bertaubat melakukan amal saleh dan menjadi baik?. Ibnu Abbas menjawab “waihaka, bagaimana bisa ia mendapat petunjuk?. Aku pernah mendengar Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Orang yang terbunuh akan datang sambil memegang pembunuh. Dia berkata “wahai Tuhanku tanyakanlah padanya kenapa ia membunuhku?”. Demi Allah ini telah diturunkan oleh Allah Azza wa Jalla kepada Nabi kalian dan tidak dihapus sejak ini diturunkan. Ibnu Abbas berkata “waihaka, bagaimana bisa ia mendapat petunjuk” [Musnad Ahmad 1/222 no 1941 Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata “shahih dengan syarat Muslim”]
ثنا يعقوب ثنا أبي عن بن إسحاق حدثني محمد بن مسلم الزهري عن كريب مولى عبد الله بن عباس عن عبد الله بن عباس قال قلت له يا أبا العباس أرأيت قولك ما حج رجل لم يسق الهدى معه ثم طاف بالبيت إلا حل بعمرة وما طاف بها حاج قد ساق معه الهدى الا اجتمعت له عمرة وحجة والناس لا يقولون هذا فقال ويحك ان رسول الله صلى الله عليه و سلم خرج ومن معه من أصحابه لا يذكرون الا الحج فأمر رسول الله صلى الله عليه و سلم من لم يكن معه الهدى ان يطوف بالبيت ويحل بعمرة فجعل الرجل منهم يقول يا رسول الله إنما هو الحج فيقول رسول الله صلى الله عليه و سلم انه ليس بالحج ولكنها عمرة
Telah menceritakan kepada kami Ya’qub yang berkata menceritakan kepada kami ayahku dari Ibnu Ishaq yang menceritakan kepadaku Muhammad bin Muslim Az Zuhri dari Kuraib mawla Abdullah bin Abbas dari Abdullah bin Abbas, ia [Kuraib] berkata aku tanyakan kepadanya “wahai Abul Abbas apa maksud perkataanmu “tidaklah seseorang berhaji dengan tidak menggiring hewan kurban kemudian thawaf di baitullah kecuali halal dengan umrah. Dan tidaklah seorang melaksanakan haji dengan menggiring hewan kurban kecuali telah berkumpul padanya umrah dan haji. Padahal orang-orang tidak mengatakan demikian. Ibnu Abbas berkata “waihaka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berangkat bersama para shahabatnya. Tidak ada yang mereka rencanakan kecuali haji kemudian Rasulullah SAW memerintahkan orang yang tidak membawa hewan kurban agar berthawaf di Baitullah dan halal dengan berumrah. Kemudian seseorang diantara mereka berkata “wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bukankah ini haji?”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menjawab “ini bukan haji tetapi umrah” [Musnad Ahmad 1/260 no 2360, dihasankan oleh Syaikh Al Arnauth]
Silakan perhatikan kedua hadis di atas, adakah orang yang tertimpa musibah atau orang yang meninggal dalam kedua hadis di atas?. Adakah Ibnu Abbas sedang menunjukkan pujian atau kekaguman dalam kedua hadis di atas?. Tidak ada, kata waihaka dalam kedua hadis di atas menunjukkan pengingkaran Ibnu Abbas terhadap apa yang dikatakan si penanya. Sehingga kalau mau diterjemahkan kata waihaka itu bisa berarti “kasihan engkau” atau “celaka engkau” yang keduanya menunjukkan penolakan Ibnu Abbas terhadap perkataan orang tersebut.
Begitu pula makna kata “waiha Ibnu Abbas” yang bisa diartikan “kasihan Ibnu Abbas” atau “celaka Ibnu Abbas” menunjukkan pengingkaran Imam Ali terhadap Ibnu Abbas. Tentu saja disini pengingkaran tersebut bukan berarti mengingkari hadisnya. Ada dua penafsiran yang mungkin
* Jika kita menolak peristiwa pembakaran tersebut maka pengingkaran Imam Ali menunjukkan kalau Imam Ali tidaklah membakar mereka yang dimaksud. Sangat mungkin Imam Ali memberikan hukuman dan mengesankannya seolah-olah kaum tersebut dibakar seperti yang dikatakan oleh Ammar Ad Duhni. Walaupun kami mengakui tidak ada riwayat tsabit yang menunjukkan Ammar Ad Duhny menyaksikan peristiwa tersebut. Tetapi hal ini lebih sesuai dengan kedudukan Imam Ali sebagai orang yang selalu dalam kebenaran dan selalu bersama Al Qur’an. Dan lafaz “benarlah Ibnu Abbas” menunjukkan kalau Imam Ali membenarkan atau mengetahui hadis-hadis yang diucapkan oleh Ibnu Abbas.
* Jika kita menerima peristiwa pembakaran tersebut maka pengingkaran Imam Ali menunjukkan kalau Imam Ali telah dikhususkan dalam arti, hal itu adalah apa yang telah disampaikan Rasulullah SAW kepada Beliau. Isyarat ini dapat dilihat dalam riwayat Abu Bakar bin ‘Ayyaasy dimana ketika Imam Ali membakar kaum tersebut, Beliau berkata “benarlah Allah dan Rasul-Nya” dan ketika ditanya oleh Suwaid beliau menjawab dengan jawaban “apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW adalah benar”. Bukankah ini menunjukkan kalau Imam Ali telah mendapat kabar khusus akan hal ini dari Rasulullah SAW. Jadi pengingkaran Imam Ali terhadap Ibnu Abbas menunjukkan kalau Imam Ali lebih mengetahui permasalahan ini daripada Ibnu Abbas dan justru penolakan Ibnu Abbas berasal dari ketidaktahuannya bahwa Imam Ali telah mendapat khabar khusus dari Rasulullah SAW. Sehingga dapat dimaklumi tidak adanya pengingkaran terhadap Imam Ali dari para sahabat senior termasuk yang berada di Kufah, hal ini disebabkan mereka lebih mengetahui permasalahannya dibanding Ibnu Abbas yang tidak berada di sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar