Laman

Jumat, 22 April 2011

Sayyidah Zainab, Manifestasi Utuh Perjuangan

 
undefinedSayyidah Zainab, Manifestasi Utuh Perjuangan
Tanggal 5 Jumadil Awwal 5 Hijriah merupakan hari yang istimewa. Karena saat itu, Sayyidah Zainab as lahir di kota Madinah. Pada hari ini sekitar 14 abad yang lalu, rumah Imam Ali bin Abi Thalib as dan Sayyidah Fatimah Az-Zahra as diliputi kebahagiaan luar biasa karena terlahir seorang putri yang kelak akan menjadi srikandi perempuan. Ketika Zainab as lahir ke dunia, Nabi Muhammad saw sedang berada di perjalanan. Sayyidah Fatimah kemudian meminta kepada suaminya Imam Ali as untuk memberi nama putri yang baru lahir itu. Namun Imam Ali as memutuskan untuk menunggu Nabi Muhammad saw kembali dari perjalanan dan memberinya nama.





Ketika Rasulullah saw tiba di Madinah, beliau begitu gembira saat dikabarkan kelahiran cucunya ini, dan berkata, "Allah swt memerintah agar nama anak perempuan ini diberi nama Zainab yang artinya hiasan ayahnya." Rasulullah saw kemudian menggendong Zainab dan menciumnya lalu berkata, "Saya mewasiatkan kepada kalian semua agar menghormati anak perempuan ini, karena ia mirip Sayyidah Khadijah as."
Sejarah kemudian menjadi bukti bahwa Sayyidah Zainab as sama seperti Sayyidah Khadijah yang menanggung banyak kesulitan demi memperjuangkan Islam. Dengan kesabaran dan pengorbanannya ia mempersiapkan sarana demi pertumbuhan dan kesempurnaan agama ilahi ini.
Sayyidah Zainab sa adalah sosok perempuan yang dijadikan sebagai simbol keberanian dan ketegaran dalam membela kebenaran. Perannya di Asyura menjadi catatan tersendiri dalam sejarah Islam dan kemanusiaan sepanjang masa. Di tengah puncak kepedihan dan ujian berat, Sayyidah Zainab tetap tegar.
Rahasia ketegaran itu adalah keimanan kepada Allah Swt. Apalagi Sayyidah Zainab lahir di tengah keluarga suci. Pendidikan suci yang didapatkannya dari kakeknya, Rasulullah Saw, ayahnya, Imam Ali as dan ibunya, Sayyidah Fatimah Az-Zahra as menjadikan Sayyidah Zainab sebagai sosok pemberani dan tegar yang namanya selalu dikenang sepanjang sejarah.
Sayyidah Zainab as hidup di tengah keluarga manusia-manusia suci. Di masa hidupnya, putri Imam Ali as dan Fatimah Az-Zahra as mendapat kasih sayang melimpah dari kakeknya, Rasulullah Saww. Beliau juga melihat langsung pengorbanan ibunya, Sayyidah Fatimah Az-Zahra as dalam menciptakan ketenangan, spiritual dan kasih sayang. Sayyidah Zainab pada umur empat tahun menyaksikan pengorbanan keluarganya yang harus menahan lapar dan memberikan makanan ke orang-orang yang membutuhkan demi kerelaan Allah Swt. Ketika dewasa, Sayyidah Zainab mempunyai peran penting dalam peristiwa Karbala.
Kedudukan mulia Sayyidah Zainab hanya dapat diraih melalui makrefat yang mendalam kepada Allah Swt. Beliau adalah murid ayahnya, Imam Ali as. Sayyidah Zainab menyaksikan perilaku mulia Imam Ali as dari dekat.
Jika seseorang berkeyakinan bahwa Allah Swt itu Maha Agung, maka segala sesuatu selainnya adalah kecil. Pandangan ketuhanan Sayyidah Zainab seperti inilah yang menyebabkannya tidak ada yang lebih besar dari keagungan ilahi.
Ketika Sayyidah Zainab sa mencapai usia perkawinan, beliau kemudian menikah dengan Abdullah bin Jafar, saudara sepupunya. Abdullah dikenal sebagai orang kaya Arab. Namun Sayyidah Zainab sa menjadi istrinya bukan karena hartanya. Ketinggian derajat Sayyidah Zainab membuat beliau tidak membatasi dirinya dalam kehidupan lahiriah.
Untuk itu, Sayyidah Zainab dalam pernikahannya dengan Abdullah yang kaya raya, mensyaratkan untuk tetap bisa mendampingi Imam Husein as di seluruh perjalanannya. Karena persyaratan ini, Sayyidah Zainab as berada di samping Imam Husein as saat terjadi peristiwa Asyura. Beliaupun menjadi pembela dan penyambung misi Imam Husein as di Karbala. Tanpa peran Sayyidah Zainab as, misi Karbala sulit tersampaikan kepada ummat saat itu. Bahkan kunci kemenangan gerakan Imam Husein as terletak pada Sayyidah Zainab as.
Sayyidah Zainab mampu menyampaikan pesan-pesan gerakan Imam Husein as dengan bahasa lugas dan jelas. Dengan berbagai statemennya, Sayyidah Zainab mampu menciptakan revolusi di Kufah dan Sham. Kecerdasan dan kepiawaian Sayyidah Zainab as merupakan faktor keberhasilan misi dan visinya dalam melanjutkan perjuangan Imam Husein as.
Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa Sayyidah Zainab as mendapat makrefat dan ilmu langsung dari Allah Swt. Imam Ali Zaenal Abidin as dalam satu perkataannya kepada Sayyidah Zainab as mengatakan, "Wahai saudari ayahku, engkau adalah seorang alim tanpa pernah belajar dari seorang guru. Engkau telah memiliki pemahaman hakekat."
Ketauhidan selalu menjadi pijakan kehidupan Sayyidah Zainab as, dan kemudian menghantarkan beliau sebagai sosok yang pasrah dan rela di hadapan Allah Swt. Tak salah, ketegaran Sayyidah Zainab tak pernah surut dalam kondisi apapun.
Pasca Karbala, Ibnu Ziyad, penguasa Kufah saat itu, kepada Sayyidah Zainab, mengatakan, "Apa yang kamu saksikan dari perilaku Tuhan kepada saudaramu, Husein?" Sayyidah Zainab menjawab, "Saya hanya menyaksikan keindahan semata." Kemudian Sayyidah Zainab mengatakan, "Mereka (para syuhada Karbala) adalah manusia-manusia yang Allah Swt mencatat mereka sebagai orang-orang yang gugur syahid. Mereka sekarang ini telah pergi ke tempat yang haqiqi."
Sayyidah Zainab dikenal sebagai Aqilah Bani Hasyim karena makrifatnya yang luar biasa. Aqilah itu adalah sebutan untuk cendekia perempuan. Di masa kanak-kanak, Sayyidah Zainab mampu menghafal seluruh khutbah monumental Sayyidah Fatimah Az-Zahra as.
Pencerahan Sayyidah Zainab dalam perjalanan dari kota Sham hingga Madinah bukan hanya karena kehilangan saudara-saudaranya di padang Karbala. Akan tetapi gerakan Sayyidah Zainab mencerminkan tekad besar putri Imam Ali as dalam menghidupkan kembali nilai-nilai mulia agama yang terlupakan dan posisi keluarga Rasulullah Saww. Sayyidah Zainab benar-benar memanfaatkan kehadiran masyarakat yang membludak di sepanjang jalan yang dilewati rombongan Ahlul Bait as. Seruan Sayyidah Zainab sa telah terdengar oleh semua pihak. Tidak ada alasan lagi bagi ummat saat itu untuk bersikap diam dalam menghadapi kebatilan dan arogansi para penguasa.
Rombongan keluarga Rasulullah Saw juga digiring oleh pasukan musuh Allah Swt di jalan-jalan Kufah, kota yang pernah berada di bawah pimpinan ayahnya, Ali bin Abi Thalib as. Menggiring rombongan Sayyidah Zainab di kota Kufah kian mempercepat tercapainya target gerakan pencerahan Sayyidah Zainab as. Di kota Kufah yang pernah menjadi pusat pemerintahan Imam Ali as, keluarga Rasulullah Saw sangat terhormat. Akan tetapi ummat saat itu menghancurkan kehormatan keluarga mulia Rasulullah Saw. Sayyidah Zainab dengan pidatonya berupaya menyampaikan pencerahan kepada masyarakat yang tidak tahu. Melalui pencerahan Sayyidah Zainab as, masyarakat yang jahil atau tidak tahu akan menyadari posisi mulia keluarga Rasulullah Saw. Kondisi saat itu menunjukkan bahwa masyarakat sudah menyimpang jauh dari garis yang ditetapkan Rasulullah Saw.
Peran Sayyidah Zainab as merupakan manifestasi utuh ammar makruf dan nahi munkar. Ketika berhadapan dengan penguasa lalim saat itu, Yazid bin Muawiyah, Sayyidah dengan lantang mengatakan, "Wahai Yazid, kekuasaan dan dinasti telah menghilangkan kemanusiaanmu. Kamu adalah penghuni neraka. Laknat atas kamu!!! Kamu telah memeranggi ajaran Rasulullah Saw. Ketahuilah, meski sudah mengerahkan semua upayamu, tapi agama tak akan sirna dan akan kekal. Namun kamu akan hancur dan sirna."
Wanita mulia ini menerima tanggung jawab berat dan sulit, namun kesabarannya seperti permata yang menghiasi jiwanya. Bagi Sayyidah Zainab as, ketegaran di jalan kebenaran dan pengorbanan di jalan Allah senantiasa indah. Demikianlah setelah peristiwa Asyura, Sayyidah Zainab as kepada orang-orang zalim beliau berkata, "Saya tidak menyaksikan sesuatu kecuali keindahan."(IRIB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar