Oleh: Hujjatul Islam Sayyid Ahmad Khomeini)
Bismillâhirrahmânirrahîm
Segala puji bagi Allah, semoga shalawat dan salam tercurah kepada Rasul-Nya dan pembawa amanat wahyu-Nya.
Assalâmu'alaikum warahmatullâhi wabarakâtuh
Hingga beberapa tahun setelah wafatnya Imam Khomeini qs, berbagai hujatan dan distorsi informasi siang-malam terus menerpa dan berusaha mendiskreditkan yang mulia Imam Khomeini dan revolusi (Islam), namun kita melihat bahwa masyarakat Islam tetap setia pada tujuan, harapan, dan nilai-nilai yang dibawa Imam Khomeini. Bukan itu saja, mereka juga sangat rindu untuk mengenal lebih jauh berbagai persoalan kehidupan, seruan, dan pengarahan serta rahasia kesuksesan beliau. Sehingga, dengannya semakin bertambahlah keyakinan dan ketenangan kita. Kami tahu, terdapat beberapa persoalan yang lebih penting ketimbang persoalan materi yang berjalan searah dengan perjalanan revolusi Tuhan ini.
Secara pribadi, saya melihat bahwa rahasia yang terpendam di balik perhatian begitu besar masyarakat Islam ini yang menyebabkan kekalahan berturut-turut bagi masyarakat non-muslim, menggambarkan niat tulus dan kesucian jiwa yang dimiliki Imam Khomeini. Beliau sangat memperhatikan pembahasan tentang akhlak, sehingga beliau berulang kali mengatakan, "Berupayalah engkau untuk memperbaiki hubunganmu dengan Tuhannu, karena dengannya seluruh urusanmu akan menjadi baik."
Acara seminar dan konfrensi yang diadakan para pengajar dan ulama untuk mengkaji pemikiran dan ide Imam Khomeini tentang pengajaran dan pendidikan ini telah mendorong kami untuk memberikan beberapa cacatan.
Kami memahami bahwa para peserta konfrensi ini telah menguasai pelbagai masalah pendidikan dengan sempurna, dan dengan ini berhak memperoleh penghargaan. Di samping, mereka juga mempunyai kedudukan strategis sebagai landasan kokoh dalam menggali pemikiran Imam tentang pendidikan. Namun, sesuatu yang harus diperhatikan dengan sangat adalah bahwa Sunnah Nabawiyah yang merupakan salah satu sumber pengambilan hukum terpenting, tidak hanya didasarkan pada perkataan Rasulullah saww saja, namun juga dalam perbuatan dan taqrirnya. Ketiga unsur tersebut merupakan hal pokok dan penting dalam mengambil kesimpulan hukum. Dan semuanya tidak akan selalu sama.
Jika kita percaya bahwa pendapat, teori, dan sikap Imam Khomeini merupakan salah satu pengikut Rasulullah saww serta sebagai sosok mukmin hakiki yang akan mengembalikan (kita) kepada pendapat Islam yang hakiki pula, maka hal itulah yang akan dikokohkan dalam seminar ini. Kita yakin, melestarikan kebangkitan budaya dan politik yang diwujudkan Imam dapat dilakukan dengan jalan mematuhi dan mengikuti jejak langkah Imam. Untuk mengungkap pendapat dan pemikiran Imam, kita harus mempelajari seluruh karya, pernyataan, dan maklumat beliau, serta melihat dengan jeli perjalanan hidup, prilaku, dan tindakan beliau. Kami sangat yakin, seluruh sikap, pengajaran, dan pendidikan Imam yang penuh dengan tingkah laku, perbuatan, dan tindakan politik, sosial, dan ibadah telah menunjukkan kepada kita tujuan-tujuan pendidikan Imam yang telah beliau gariskan. Menurut kami, itu merupakan hal terpenting yang harus diungkap ketimbang muatan yang terkandung dalam perkataan dan karya-karya beliau, mengingat hal itu tidak hanya mencakup masalah pendidikan dan pengajaran saja.
Perlu kami sampaikan di sini bahwa konfrensi terdahulu yang membahas pemikiran ekonomi Imam hanya membicarakan seluruh karya, pernyataan, dan maklumat beliau. Rasanya, jarang sekali kami peroleh pandangan dan pemikiran, dalam berbagai pembahasan, yang menguak prilaku, perbuatan, dan sikap Imam dalam persoalan ekonomi dan hukum-hukum fikih yang berkait dengan masalah ekonomi. Alangkah baiknya jika panitia penyelenggara konfrensi ini mengambil sisi itu dengan melihat pandangan dan pemikiran tersebut. Dan, kini telah disiapkan sebuah kumpulan (tulisan) yang berisikan tentang ide dan sikap yang membicarakan sisi-sisi perbuatan atau prilaku Imam.
Kami tidak akan mengatakan bahwa Imam Khomeini menganggap persoalan tertentu adalah tujuan pendidikan, atau bahwa metode tertentu adalah metode pendidikan yang benar, kecuali jika kita gabungkan dengan perkataan, karya, prilaku, perbuatan, dan aktivitas pendidikan Imam. Juga, dengan gambaran yang muncul dari pemikiran dan tujuan hidup beliau, baik secara umum maupun khusus. Mungkin, Anda akan banyak mendapatkan pembahasan seputar masalah pendidikan yang disampaikan Imam dalam posisi menyusun atau mengarahkan sebuah pemikiran yang menguatkan berbagai persoalan yang berkait dengan teori pendidikan lain. Seperti, pembahasan tentang fokus pendidikan yang harus diberikan pada tahap pertama dan lain-lain. Namun, kita harus memperhatikan aspek kesempurnaan pribadi yang dipaparkan dalam tema-tema tersebut dan keselarasannya dalam pemikiran. Apalagi dalam masalah keyakinan, kita telah mengetahui betapa dalamnya pengaruh paham-paham tersebut dalam realita kehidupan. Dan, pada saat itulah akan menjadi jelas perbedaannya dengan teori-teori lain.
Kami ingin mengemukakan tentang pentingnya niat dan perannya sebagai salah satu rukun penting dalam beribadah dan merupakan aktivitas batin yang dilakukan oleh hati. Sebuah hadis Nabi saww menyatakan, “Satu kali pukulan yang dilakukan Ali bin Abi Thalib dalam perang Khandaq lebih mulia daripada ibadah (seluruh) manusia dan jin.” (al-Mustadrak, jil. III, hal. 34; Bihâr al-Anwâr, jil. XXXIX, hal. 1-2) Ini tidak dapat diterima atau dijelaskan dengan penjelasan secara material. Namun, harus dikaji secara mendalam melalui akarnya, yakni dalam hakikat ma'rifatullâh Imam Ali—salam atasnya. Maksudnya, jiwa suci dan niat tulus yang dilakukan manusia sempurna tersebut. Pada hakikatnya, ini menjelaskan sebuah batas pemisah antara aliran pendidikan Islam dan aliran-aliran lain. Atau, dalam ungkapan lain, kesadaran yang benar atas dasar-dasar pengajaran dan pendidikan Islam, serta tujuan dan metodenya, memungkinkan kita untuk mengambil kesimpulan tentang pemikiran, akidah, dan dasar pandangan-dunia Islam.
Mempelajari ilmu-ilmu kemanusiaan dan lain-lain yang merupakan cabang-cabang ilmu, dalam perwujudannya membutuhkan pelbagai sarana dan teknologi. Keunggulan dan kemajuannya, baik yang telah terwujud maupun belum, telah terbukti dengan adanya kerusakan fatal akibat tidak dihiraukannya ikatan sebenarnya antara hal-hal yang hakiki dan bukan. Juga, ikatan yang benar antara pemahaman manusia dengan hakikat-hakikat di luarnya.
Menurut Imam Khomeini, pendidikan terlahir untuk memahami manusia, namun tujuan ini berbalik, yaitu untuk mengetahui wujud Tuhan dan mengenal Allah Swt, atau yang dikenal dengan nama ru’yah kauniyah tauhidiyah (pandangan-dunia tauhid). Sangat mungkin, jalan pendidikan hanya satu, namun memiliki tujuan yang berbeda. Bahkan tujuan-tujuan tersebut secara lahiriah mungkin terlihat serupa, hanya saja ia berbeda dalam kaidah yang dijadikan anjakan dalam bertolak, sehingga tampak berlawanan. Dari sini, terlihatlah bahwa kepentingan utama dalam memahami teori pendidikan Imam sebagai teori pendidikan Islam adalah dasar-dasar pemikiran, filsafat, dan ‘irfân yang menggambarkan sebuah tonggak dan sumber hakiki dari ide-ide pendidikan tersebut. Tentu saja, ini tidak berarti kita akan membahas masalah filsafat dan ‘irfân, namun untuk menguatkan (fakta) bahwa terdapat hubungan erat antara pemikiran dan ide pendidikan dengan dasar-dasar pemikiran, keyakinan, dan pandangan-dunia seseorang.
Sekaitan dengan pembahasan ini, muncullah pertanyaan, misalnya, apa sebenarnya hakikat wujud ini? Bagaimanakah posisi alam dan dunia dalam hakikat wujud ini? Dimanakah posisi manusia di alam wujud ini? Apakah manusia berada dalam kesempurnaannya atau dalam hakikat zatnya? Wujud materi atau wujud Tuhan? Bagaimana tabiat hubungan manusia dengan fenomena lain dan dalam prinsip wujud? Bagaimana tabiat hubungan antara manusia dengan Tuhannya? Apakah ada batasan bagi gerak manusia yang substansial? Lalu, bagaimana tabiat batasan tersebut?
Memperhatikan berbagai pertanyaan yang berkait dengan hal tersebut dan berusaha mengetahui jawabannya, akan membawa kita pada keinginan untuk mengetahui dasar-dasar teori pendidikan yang dianut Imam. Masalah ini dipelajari bukan hanya untuk mengkaji teori pengajaran dan pendidikan menurut pandangan salah satu teori atau seorang tokoh. Sebab, hal semacam ini tidak akan menghantarkan kita kepada apapun. Atau, dengan kata lain, ketika kita membahas tujuan dan metode pendidikan, maka kita harus melihat hubungan antara metode-metode tersebut dengan tujuan-tujuannya, serta hubungan antara tujuan-tujuan tersebut dengan pandangan-dunia seseorang.
Menurut hemat kami, faktor yang menyebabkan lemahnya metode-metode pendidikan, khususnya pelajaran agama dalam berbagai jenjang pendidikan dalam sistem pengajaran kita, juga masalah yang berkait dengan metode pendidikan khusus dalam masalah-masalah yang berkait dengan ilmu alam dan ilmu pasti, adalah tidak tersusun dan tersajinya hal itu dalam sebuah metode pemikiran yang khas. Mungkin hal itu disebabkan lantaran tidak adanya hubungan logis yang selaras antara jenis pemikiran yang disajikan kepada siswa dalam ilmu alam, hal-hal yang diperoleh dan ditanamkan kepada individu sekaitan dengan corak kepribadian, serta pembahasan agama, akidah, dan pendidikan. Di saat, (kita mengetahui bahwa) pendidikan manusia dalam pandangan Islam, sebagaimana dikatakan oleh Imam Khomeini, adalah tugas paling penting para nabi. Sesungguhnya, petunjuk bagi manusia yang berada di balik falsafah pengutusan para nabi, diturunkannya wahyu dan kitab-kitab suci, bukan untuk memenuhi kebutuhan sekunder manusia. Namun, pendidikan dan petunjuk yang benar adalah lahan untuk mewujudkan aspek kemanusiaan manusia. Pendidikan yang benar adalah pendidikan yang mengembangkan kekuatan hakiki manusia dalam berbagai sendi (kehidupannya) serta mendorong manusia untuk melakukan aktivitasnya. Pendidikan adalah sumber peradaban yang sebenarnya. Jika masyarakat mengutamakan tatanan ekonomi, politik, sosial, dan budaya yang tidak agamis dan tidak berketuhanan, maka tiada jalan baginya kecuali hanya untuk menghimpun, meniru, dan meminjam semata. Meski ditampakkan sebagai metode-metode pendidikan yang paling tinggi, ia takkan dapat mewujudkan peradaban dimaksud.
Sesungguhnya, faktor yang menyebabkan suksesnya Imam dalam gerak kebangkitan dan revolusinya adalah pengaruh yang dapat mengubah budaya dan aspek sosial bangsa Iran, atau bahkan dalam pelbagai masyarakat Islam. Hari demi hari, pengaruh tersebut akan bertambah. Ini terjadi karena Imam Khomeini melangkah dengan sistem akidah dan pemikiran yang jelas serta berpegang teguh padanya, baik dalam seluruh perkataan, perbuatan, analisis, maupun pengajarannya. Begitu pula dalam kepemimpinan keagamaan, kebangkitan, revolusi, pemikiran ekonomi, politik, dan jenis pemerintahan yang dipilihnya. Di sini, kami tidak ingin masuk ke dalam perkatan beliau; apakah ada hubungan logis antara prinsip-prinsip akhlak dengan nilai-nilai pendidikan? Serta, antara dasar-dasar filsafat dengan pandangan-dunia? Sebaliknya, kami hendak menekankan bahwa pengingkaran akan adanya hubungan antara perkataan yang bernilai dengan pendidikan, dan antara dasar-dasar ilmu tentang wujud (ontologi) dengan pengetahuan manusia dalam sebagian besar teori (pendidikan) adalah pengingkaran atas sesuatu yang jelas dan nyata.
Jika masyarakat tidak berusaha memperhatikan perkembangan produksi, sistem, dan bangunan budaya yang berlaku di negara-negara maju Barat sebagai gambaran yang kompleks dan boros, atau paling tidak telah mengabaikan terjadinya pertentangan antara sistem dengan realitas budaya serta ajaran agama yang dianut rakyatnya; dan jika jiwa masyarakat ini ingin memetik berbagai hal berharga, etika, dan keyakinannya, maka mereka harus kembali kepada kebudayaan hakiki dan agama mereka. Begitulah, mereka telah menderita keadaan seperti itu dalam berbagai problematika ekonomi, politik, dan sosial. Dan, masyarakat yang seperti ini bukan saja tidak akan dapat berkembang dengan sebenarnya, tetapi masalah-masalah tersebut justru akan menambah berbagai kesulitan secara ekonomi dan produksi, sebagai akibat pengaruh unsur-unsur budaya yang berlaku di masyarakat Barat.
Oleh sebab itu, jika kita percaya bahwa metode pendidikan Imam merupakan metode yang sesuai dan benar, maka hal ini akan membawa masyarakat kita menuju jalan kesempurnaannya. Kita harus selalu ingat bahwa anilasis pendidikan Imam akan memberikan makna dalam naungan sistem yang bertujuan, bernilai, terarah, dan kuat.
Kesimpulannya, setiap orang yang memahami kehidupan Imam Khomeini dan tahap-tahap kebangkitannya akan memahami dengan baik bahwa sebelum Imam menjadi politikus, revolusioner, dan rujukan keagamaan tertinggi adalah seorang pendidik besar dan guru teladan. Dengan petunjuk pemahamannya yang dalam atas prinsip-prinsip akhlak dan dasar-dasar pendidikan dan pengajaran agama, beliau mampu mempraktikkannya dalam medan perjuangan untuk memerangi hawa nafsu, mendidik jiwa dan membersihkan serta mengangkatnya di jalannya, kemudian melangkahkan kaki untuk mendidik dan mengajar sebuah generasi, yang di atas pundaknya bersemayam tanggungjawab untuk meneruskan kebangkitan Islam.
Barangsiapa ingin mengetahui rahasia keberhasilan Imam, maka sebelumnya dia harus memperhatikan jenis pendidikan dan pengajaran yang telah dialami Imam Khomeini sejak kecil, masa pertumbuhan, hingga masa mudanya. Pada masa mudanya, beliau telah menyususun beberapa buku, diantaranya Syarh Du'a al-Sahr, Misbah al-Hidayah, Sirru al-Shalah, dan Adab al-Shalah. Kemudian, beliau menyusun berbagai ajaran Islam tentang 'irfân, ketika jenis pengetahuan agama seperti ini sedang mengalami keterasingan. Tulisan tentang akhlak bersandarkan pada dasar-dasar 'irfân dan unsur-unsur pendidikan yang terkandung dalam karyanya yang berjudul Syarh al-'Arbain Haditsan dan Tafsir Surah al-Hamd, serta seluruh kata-kata akhlak Imam menguatkan fakta bahwa pergerakan politik dan sosial manapun yang tidak bertujuan mendidik dan mengajar individu masyarakat manusia, juga menurut Imam Khomeini, adalah sebuah upaya yang tak berarti dan tiada berguna.
Dalam mempelajari berbagai penjelasan dan tulisan Imam Khomeini tentang pendidikan dan pengajaran, kita memahami dengan baik adanya kepercayaan beliau bahwa pendidikan adalah sebuah kemuliaan serta merupakan mukadimah untuk mempelajari barbagai macam ilmu, mulai dari ilmu terapan, juga ilmu seni dan teknologi, hingga ilmu teoritis murni. Sekaitan dengan ilmu ketuhanan, beliau mengatakan bahwa ilmu akhlak dan tauhid yang tidak disertai dengan pendidikan yang benar dan pembersihan jiwa, akan menjadi sarana dalam melayani para diktator. Dan, setelah itu, ia akan melahirkan pelbagai derita, kesusahan, dan ketertindasan, seperti yang kita saksikan sekarang ini dalam masyarakat industri dan kapitalis, bahkan juga dalam masyarakat komunis.
Mengapakah mereka yang mengaku sebagai bangsa yang berperadaban dan maju serta pemilik kekuasaan harus bungkam terhadap berbagai macam kejahatan, penganiayaan, serta pengkhianatan yang dilakukan di seluruh dunia? Bahkan, merekalah yang menyebabkan dan mendukung kejahatan tersebut? Mengapa demikian? Sebab, para penguasa masyarakat tersebut adalah orang-orang terpelajar, namun tidak terdidik dengan etika yang baik. Pendapat umum orang Barat dikendalikan dan dikuasai oleh orang-orang yang tidak memperoleh pendidikan Tuhan dan nilai-nilai mulia serta sekolah para nabi. Tak ada yang mereka pikirkan kecuali kekuasaan dan kekayaan. Sekaitan dengan itu, Imam Khomeini memberikan ilustrasi bahwa kekuatan yang didasarkan pada senjata modern dan kemajuan teknologi yang berada di bawah kekuasan orang-orang yang tak terdidik bagaikan tanduk-tanduk sapi liar yang tak digunakan kecuali untuk penghancuran dan pengrusakan semata.
Pemerintahan yang berdiri untuk memerangi agama, mendewakan manusia, membenarkan ide untuk tujuan materi, setelah era kebangkitan Dunia Barat dan negara-negara yang berada di bawah pengaruhnya, akan jatuh terpuruk dengan bayangannya di hadapan pemikiran tauhid. Dan pemerintahan tersebut tidak akan mampu memberikan pertolongan apapun dalam menyelesaikan pelbagai masalah mendasar yang menimpa manusia. Maka, kita lihat, perlawanan menjadi semakin meluas setiap hari dan berbagai krisis internal serta derita yang dirasakan jiwa manusia menjadi semakin parah. Selama kepercayaan kepada Allah dan pendidikan Tuhan tidak beroleh tempat dalam prilaku individu dan hubungan kemanusiaan, maka masyarakat manusia tidak akan merasakan kebahagiaan. Sebaliknya, mereka akan selalu merasakan pelbagai derita dan kesusahan. Imam Khomeini telah memberikan peringatan kepada kita di sepanjang perjalanan kemenangan Revolusi Islam dan dalam perjuangannya melawan para penguasa antek-antek Amerika dan Barat serta dalam mengukuhkan keteguhan sikap bangsa kita, yang membuat kita bangga dalam menghadapi kekuatan internasional, bahwa rahasia kesuksesan beliau adalah karena perhatian beliau terhadap pendidikan yang benar bagi generasi yang mesti mampu mengemban tanggungjawab atas pelbagai macam perubahan.
Menyelesaikan berbagai macam problema mendasar masyarakat, mewujudkan kesejahteran dan perkembangan ekonomi serta industri, menuntun arah kebudayan, serta mencukupi segala kebutuhan dalam pelbagai bidang, semua itu takkan terwujud kecuali dengan pendidikan dan menyiapkan individu yang terpelajar dan terdidik. Oleh sebab itu, perhatian atas peran pendidikan dalam jenjang yang berbeda-beda untuk menumbuhkan kepribadian manusia serta memahami tujuan, aturan, dan metode pendidikam Islam yang benar adalah kunci dalam menyelesaikan seluruh problema.
Sesungguhnya, tonggak Revolusi Islam dan kebangkitan yang telah ditanamkan Imam Khomeini akan terus berjalan dan berkembang, seiring dengan tujuan dan metode yang digunakan Imam Khomeini dalam mendorong rakyat yang besar ini untuk turun ke medan perjuangan dan mengemban tanggung jawab. Kita telah menyaksikan contoh hakiki atas kesuksesan metode yang telah digunakan dalam peristiwa-peristiwa yang berkait dengan pertahanan suci tersebut. Lalu, benarkah bahwa balatentara yang memiliki senjata paling mutakhir, dengan dukungan militer, ekonomi, media massa, dan hal-hal lain adalah faktor-faktor yang menyebabkan terwujudnya kemenangan revolusi ini? Ataukah karena iman para individunya yang telah memperoleh pendidikan Tuhan, sehingga mereka rela berkorban demi menegakkan nilai-nilai yang tak dipahami dunia materi sekarang ini? Inilah yang menyebabkan terwujudnya mukjizat-mukjizat tersebut.
Sesungguhnya, ide pendidikan Imam Khomeini berasal dari pemikiran al-Quran, yang telah difirmankan Allah setelah Dia bersumpah sebanyak tujuh kali dengan fenomena alam dan jiwa manusia. Allah Swt berfirman:
Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (al-Syams: 9-10)
Ini berarti, keberuntungan manusia dan masyarakatnya takkan terwujud, kecuali dengan satu cara; yaitu menyucikan dan mendidik jiwa manusia. Selain cara tersebut, takkan didapatkan hasil apapun, kecuali kesesatan dan krisis sosial yang berkepanjangan serta kerugian yang nyata.
Imam Khomeini berulang kali mengatakan, "Dunia berada di hadapan Allah." Sehingga, iman kepada Allah dan pandangan-dunia yang terpancar darinya serta kemampuan dalam mendidik manusia adalah hal yang sama. Selama gambaran tentang tauhid jauh dari kehidupan manusia, maka kebahagiaan, ketenangan hakiki, dan peradaban nyata akan sulit dicapai.
Catatan lain yang perlu kami sampaikan di sini adalah bahwa pabila konfrensi ini memfokuskan perhatiannya pada masalah-masalah lahiriah saja dan mengabaikan aspek-aspek ilmiah serta maknanya yang hakiki, maka ia takkan dapat membuahkan hasil yang bermakna. Sebaliknya, malah akan mempersulit jalan yang ada di hadapan para pemikir yang tengah berusaha melakukan kajian-kajian seperti ini. Karena itu, ia harus memfokuskan diri pada berbagai upaya dalam mengungkap tujuan dan metode pendidikan Imam yang terkandung dalam perkatan, tulisan, dan pidato beliau. Dan yang lebih penting dari itu adalah metode-metode yang sangat dipegangi Imam di sepanjang hidupnya, yang sejalan dengan realitas, tidak berlebihan, dan tidak berwawasan sempit. Lalu, mengartikulasikannya sesuai tuntutan medan sosial.
Sekali lagi, kami ingatkan bahwa kita tidak boleh lupa bahwa Imam Khomeini bukanlah salah seorang di antara orang-orang yang berteori dan merasa cukup dengan memaparkan teorinya saja, lalu membebankan tugas untuk mengamalkannya kepada orang lain, baik itu dalam masalah fikih, filsafat, akhlak, maupun pendidikan. Tetapi, beliau selalu berusaha melaksanakan dengan segera, segala yang beliau yakini sebelum beliau berpesan kepada orang lain untuk melakukannya.
Sebagaimana telah kami sampaikan, Imam Khomeini menganggap pendidikan dan penyucian manusia berada di balik falsafah pengutusan para nabi. Adapun motif beliau dalam setiap pelajaran, analisis, perjuangan, dan kebangkitannya adalah untuk “membangun hakikat dan hal-hal lain”. Oleh karena itu, untuk mewujudkan tujuan tersebut, Imam Khomeini bangkit dengan beban jihadnya yang panjang dan memimpin revolusi dalam seluruh tahap perjuangannya yang dipenuhi pelbagai macam peristiwa dan derita. Hingga, beliau berhasil, dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip 'irfân dan filsafat Islam serta metode-metode pendidikan nan adiluhung.
Sayang, berbagai problema yang merintangi jalan perjuangan Imam dan pelbagai hambatan yang beliau alami, baik itu blokade, pembuangan, maupun pengasingan, serta berbagai kesibukan dalam meminpin pemerintahan dan masyarakat setelah kemenangan revolusi, tidak memberikan kesempatan yang baik bagi upaya penulisan secara rapi tentang ide, pemikiran, dan teori-teori Imam. Meski terdapat puluhan karya Imam dalam pelbagai bidang, baik fikih, 'irfân, akhlak, catatan pelajaran dan kajian filsafat, namun banyak sekali ide dan ijtihad Imam yang masih terpendam. Sehingga, kita harus menggali dan memaparkannya, juga peninggalan-peninggalan pilihan dan khusus beliau. Mengingat, itu juga akan membuktikan seluruh aktivitas beliau dalam kajian tentang ilmu perawi hadis, hadis, tafsir, juga kajian tentang pendidikan dan pengajaran.
Imam memiliki kajian dan pembahasan mendalam mengenai berbagai masalah seperti dalam bidang ilmu tentang manusia, fitrah, tujuan penciptaan manusia, berbagai cara mewujudkan tujuan Tuhan, metode-metode perjuangan untuk melawan kehancuran jiwa dan kerusakan moral, serta cara-cara untuk mencapai nilai kemuliaan manusia. Seluruhnya tercakup dalam karya-karya beliau tentang ‘irfân dan akhlak serta dalam pembahasan dan ulasan tentang filsafat dan akhlak. Masalah-masalah tersebut tengah dinanti-nantikan oleh para pemikir untuk dibahas dan dikaji. Tidak diragukan lagi, yang tidak kalah pentingnya adalah membahas dan mengkaji ide dan sikap Imam dalam persoalan politik serta pandangan beliau atas berbagai wawasan, seperti masalah keamanan, nasionalisme, partai, kepemimpinan, dan organisasi kenegaraan yang sayang sekali belum dibahas dan dikaji secara sempurna hingga sekarang. Oleh sebab itu, kelak hendaknya ada konfrensi-konfrensi lain yang serupa, namun yang penting di sini adalah melakukan pembahasan dan analasis ilmiah yang tajam sekaitan dengan masalah ini.
Untuk mengakhiri sambutan ini, kami ucapkan terima kasih dan maaf kepada hadirin semua; kepada yang mulia Ayatullah Jawad Amuli, salah seorang murid Imam Khomeini; kepada mereka yang telah tumbuh dan berkembang dalam (asuhan) pendidikan dan keilmuan Imam Khomeini; serta kepada panitia yang telah menyelenggarakan konfrensi ini, meskipun dengan berbagai kesibukan dan keletihannya belajar. Begitu pula, kami ucapkan terima kasih kepada yayasan Tandhzim Wanasyri Turats al-Imam al-Khomeini; kepada para pejabat universitas yang telah menyiapkan para pengajar dan markas jihad perguruan tingginya; kepada para pengajar mulia; serta kepada mereka yang turut andil dalam menyukseskan konfrensi ini.
Kami memohon kepada Allah Swt limpahan taufik bagi kita dan (agar Dia) meluruskan langkah kita dalam mempertahankan pemikiran dan nilai-nilai yang dibawa Imam, serta dapat meneruskan perjuangan beliau dan mewujudkan tujuan-tujuannya. Dengan harapan, semoga kita dapat memperoleh manfaat sangat banyak dari suasana ilmiah yang berarti ini. Dan kami ingin mengingatkan diri kami sendiri dan orang lain dengan firman Allah Swt: Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (al-Syams: 9-10)
Wassalâmu'alaikum warahmatullâhi wabarakâtuh.
(Disampaikan dalam sebuah konferensi di Teheran, dalam rangka memperingati wafatnya Imam Khomeini, 1 Juni 1994)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar