Laman

Rabu, 19 Oktober 2011

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 158-162‎



Artinya:‎
Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka ‎barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, maka tidak ada dosa ‎baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan ‎suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri ‎kebaikan lagi Maha Mengetahui.‎




Ibadah haji yang bermula sejak zaman Nabi Ibrahim as dalam masa yang cukup ‎panjang dicampuri dengan berbagai khurafat oleh manusia-manusia jahil dan ‎penyembah berhala. Islam memperbaiki dan memurnikannya kembali dengan ‎memelihara prinsip ibadah agung ini.‎
Di antara ibadah haji adalah Sa'i antara Shafa dan Marwah, yaitu pulang pergi ‎antara kedua bukit yang terletak di samping Majidil Haram. Akan tetapi, para ‎penyembah berhala memasang berhala-berhala di atas kedua bukit ini dan ‎bertawaf mengitari berhala-berhala tersebut tatkala melakukan Sa'i lantaran ‎persoalan ini, dan mereka mengira tidak boleh melakukan Sa'i antara keduanya. ‎Karena sebelumnya pernah diletakkan berhala di atas kedua bukit tersebut.‎
Namun Allah Swt melalui ayat yang diturunkan ini mengingatkan bahwa dua bukit ‎ini merupakan tanda kekuasaan ilahi dan mengingatkan kepada kenangan pelopor ‎haji, yaitu Nabi Ibrahim as. Dan jika manusia-manusia jahil mencampuradukkannya ‎dengan hal-hal syirik. kalian tidak boleh melepaskannya dan mengosongi ‎gelanggang itu, bahkan kalian harus mencegah para pengyinmpang dari sana ‎dengan kehadiran kalian.‎
Tatkala Nabi Ibrahim datang ke Mekah bersama isteri dan puteranya Ismail, untuk ‎melaksnakan tugas ilahi, ia tinggalkan mereka di dataran tandus ini dengan pasrah ‎kepada Allah lalu pergi. Ibu Ismail berlari-lari mencari air di antara kedua bukit itu. ‎Pada kondisi tersebut, Allah Swt memancarkan sebuah mata air dari bawah jari-jari ‎bayi Ismail yang diberi nama "Zam-zam".‎
Sejak saat itu melalui perintah Allah, setiap orang yang hendak berziarah ke ‎Baitullah harus melakukan Sa'i antara kedua bukit ini, mengenang gerak lari Hajar ‎antara Shafa dan Marwah serta memperingati berbagai pengorbanan ibu itu. ‎Pelaksanaan ibadah ini merupakan tanda rasa syukur Allah atas usaha yang ‎sungguh-sungguh dimana hal tersebut mengajar kita bahwa janganlah kita ‎memikirkan pujian dan terima kasih manusia. Sebab Allah juga mengetahui ‎perbuatan baik kita dan mensyukurinya.‎
Ayat ke-159:‎
Artinya:‎
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan ‎berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami ‎menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan ‎dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati.‎
Ayat ini berbicara tentang para ulama Yahudi dan Nasrani yang menyembunyikan ‎tanda-tanda munculnya Nabi Islam meski terdapat di dalam kitab-kitab mereka, dan ‎menyingkirkan jerih payah para Nabi Allah dalam mencapai petunjuk dan ‎kebahagiaan.‎
Menyembunyikan kebenaran jika dilakukan oleh orang-orang jahil, maka akan ‎mendapatkan balasan dan hukuman yang lebih kecil. Namun pelaksanaan ‎perbuatan semacam ini oleh para ulama sebuah umat merupakan kezaliman ‎terbesar terhadap hak manusia, para nabi dan Allah Swt. ‎
Oleh karena itu, mereka senantiasa mendapat laknat selamanya. Ayat ini secara ‎jelas menyampaikan bahwa di samping menyatakan kecintaan kepada orang-orang ‎suci, harus menyatakan pula laknat dan kebencian mereka terhadap orang-orang ‎kotor, khususnya mereka yang menjadi penyebab kesesatan manusia. Tentunya ‎Allah Swt pada ayat selanjutnya mengecualikan sekelompok dari mereka dan ‎berfirman yang artinya, "Kecuali mereka yang telah bertaubat dan mengadakan ‎perbaikan serta menerangkan kebenaran, maka terhadap mereka itu Aku ‎menerima taubatnya dan Akulah yang Maha Penerima Taubat lagi Maha ‎Penyayang".‎
Dalam agama Islam tidak ada jalan buntu, bahkan Allah senantiasa membuka ‎ruang harapan dan jalan taubat bagi manusia, sehingga pelaku dosa terbesar ‎sekalipun tidak berputus asa dari rahmatnya. Yang pasti, jelas bahwa taubat segala ‎dosa harus sesuai dengan dosa tersebut, sehingga sedapat mungkin bisa ‎menutupi dampak-dampaknya. Oleh karena itu, taubat terhadap penyembunyian ‎hakikat adalah menerangkan hakikat kepada manusia sehingga tidak tinggal dalam ‎kesesatan dan mencapai kebenaran.‎
Ayat ke-160:‎
Artinya:‎
Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan ‎‎(kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah ‎Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang.‎
Dalam agama Islam tidak ada jalan buntu, bahkan Allah senantiasa membuka ‎ruang harapan dan jalan taubat bagi manusia, sehingga pelaku dosa terbesar ‎sekalipun tidak berputus asa dari rahmatnya. Yang pasti, jelas bahwa taubat segala ‎dosa harus sesuai dengan dosa tersebut, sehingga sedapat mungkin bisa ‎menutupi dampak-dampaknya. Oleh karena itu, taubat terhadap penyembunyian ‎hakikat adalah menerangkan hakikat kepada manusia sehingga tidak tinggal dalam ‎kesesatan dan mencapai kebenaran.‎
Ayat ke 161-162:‎
Artinya:‎
Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu ‎mendapat laknat Allah, para Malaikat dan manusia seluruhnya.‎
Mereka kekal di dalam laknat itu; tidak akan diringankan siksa dari mereka dan ‎tidak (pula) mereka diberi tangguh.‎
Pada ayat sebelumnya diterangkan bahwa jika orang-orang yang menyembunyikan ‎hakikat menjelaskannya kepada manusia, maka mereka akan mendapat rahmat ‎ilahi. Ayat ini kembali mengancam bahwa jika orang-orang kafir tidak melakukan ‎hal tersebut, maka laknat Allah, para Malaikat dan manusia akan menimpa mereka. ‎Sebab taubat akan berfungsi hingga sebelum kematian, dan dengan datangnya ‎tanda-tanda kematian, taubat tidak lagi berguna. Seperti halnya Firaun bertaubat ‎menjelang tenggelam, akan tetapi taubatnya tidak lagi berguna.‎
Lantaran itu, salah satu doa para nabi dan auliya Allah adalah mati dalam keadaan ‎Muslim saat kematian. Sebab mati dalam keadaan kafir adalah suatu penyakit yang ‎tidak ada obatnya. Jauh dari rahmat ilahi adalah suatu siksa yang menimpa para ‎penyembunyi hakikat dan kebenaran, baik di dunia maupun di akhirat, dan seluruh ‎naluri manusia mengungkapkan kebencian dan kemarahannya terhadap perbuatan ‎jahat.‎
Oleh karena siksa-siksa ilahi berdasarkan keadilan dan hikmah, bukannya ‎kezaliman dan balas dendam, maka tidak ada keringanan atau tangguh bagi orang ‎yang secara sadar menutupi kebenaran. Sebab pengaruh buruk perbuatannya ‎tidak berkurang dan tidak pula tertangguh.‎
Kini kita lihat pelajaran-pelajaran yang bisa kita ambil dari ayat-ayat di atas: ‎
‎1. Jika pusat-pusat kebenaran, seperti masjid dan tempat-tempat ibadah telah ‎dicampuri hal-hal khurafat oleh orang-orang jahil, maka janganlah meninggalkan ‎pusat-pusat tersebut. Tetapi harus disucikan dengan kehadiran mereka di tempat-‎tempat tersebut dan menghidupkan cara ibadah yang benar. ‎
‎2. Tempat-tempat yang merupakan tanda munculnya rahmat, kekuatan dan ‎mukjizat ilahi, seperti Safa dan Marwah, harus dihormati dan diperhatikan sehingga ‎kenangan manusia-manusia suci dan jerih payah mereka senantiasa hidup dalam ‎pikiran dan hati manusia. ‎
‎3. Menyembunyikan hakikat dan kebenaran termasuk dosa-dosa yang bahkan ‎mendapat laknat dan kecaman naluri pelakunya sendiri, sebab Allah Swt telah ‎meletakkan jiwa penuntut kebenaran di dalam fitrah setiap manusia. ‎
‎4. Dari satu sisi, Allah Swt menyediakan kemungkinan taubat bagi para pendosa, ‎dan dari sisi lain Allah menjanjikan untuk menerima taubat dan mengenalkan Zat-‎Nya sebagai penerima taubat. ‎
‎5. Akibat dan akhir perbuatan amatlah penting, di mana apakah manusia mati ‎dalam keadaan kafir atau Muslim? Tentunya, akibat ini diperoleh dari amal ‎perbuatannya sepanjang umur.‎(IRIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar